Jeslyn tanpa sengaja mendengar Raffael berbincang dengan seseorang di telepon. Entah dengan siapa ia bicara. Tapi dalam pembicaraan itu, Jeslyn mendengar Raffael meminta seseorang itu untuk menjaga Syaqil.Syaqil!Pikiran Jeslyn langsung tertuju pada satu orang. Siapa lagi jika bukan Syaqila? Hanya orang itu yang kemungkinan besar adalah 'Syaqil' yang dimaksud Raffael. Terlebih, Jeslyn pernah memergoki keduanya bersama beberapa kali.Kedua tangan Jeslyn mengerat. Dia tidak terima. Hubungan Raffael dengan Syaqila tampaknya menjadi semakin dekat saat ini. Padahal, seharusnya keduanya semakin menjauh, bukan malah sebaliknya.Mengapa semua menjadi seperti ini? Seolah dunia tidak berpihak padanya.Di tengah perasaan emosi yang bergemuruh di dada, Jeslyn memutuskan untuk membalas Syaqila dengan caranya sendiri. Dia tidak bisa hanya diam saja saat pujaan hatinya semakin dekat dengan perempuan lain. Terlebih itu adalah rivalnya.****"Ya. Kondisinya belum benar-benar membaik. Jadi, aku ingin
Malam ini orang tua mereka tidak berada di rumah. Fabian memiliki urusan pekerjaan dan membutuhkan istrinya sebagai pendamping. Karena itu, Raffael harus kembali terjebak bersama saudarinya.Waktu mendekati makan malam, Raffael pikir ia harus kembali maju sebagai pengasuh Syaqila, sebelum perempuan itu merengek meminta makan karena lapar. Tapi, tanpa diduga, Raffael justru menemukan perempuan itu berada di dapur, tengah menyiapkan makan malam dengan begitu piyawai. Dia seperti sudah terbiasa melakukannya. Untuk kali ini, Raffael bersyukur dia tidak direpotkan.Syaqila yang tenggelam dalam aktifitas memasak yang menyenangkan, tak menyadari jika kegiatannya sejak tadi diperhatikan oleh seseorang. Raffael di sana, berdiri di ambang pintu sembari memperhatikan kemana perempuan itu bergerak. Bagaimana dia mengolah setiap bahan masakan hingga menjadi matang. Raffael harus memastikan jika perempuan yang berada di ruangan itu memang benar-benar bisa memasak, dan tidak berniat untuk meracuniny
"Hei, Raffael!"Pria yang dipanggil itu menoleh, menatap Rui yang duduk di sisinya."Aku ingin tahu apa hubunganmu dengan Syaqila?" Ia benar-benar penasaran sejak dulu. Entah kenapa, dia merasa jika Raffael sudah mengenal Syaqila jauh sebelum mereka. "Apakah kalian memiliki hubungan khusus?"Raffael terdiam sesaat, sebelum akhirnya menjawab, "Bisa dibilang begitu."Rui tercengang. Tak menyangka Raffael akan membenarkan dugaannya."K-kau ... serius?"Raffael mengangguk, tak peduli ekspresi Rui yang begitu berlebihan.Pertanyaan aneh. Jika ada yang bertanya apakah Raffael memiliki hubungan khusus dengan Syaqila, bukankah tak salah jika Raffael membenarkannya? Hubungan persaudaraan juga termasuk khusus, kan?****"Ada apa?""Cucu durhaka! Apa begitu caramu menyapa kakekmu, hm?"Raffael memutar bola matanya malas saat mendengar balasan kakeknya di telepon."Minggu ini, Kakek sudah menghubungiku sebanyak tiga kali." Raffael bukannya tak senang. Tapi dia merasa ini tak biasa. Dan bagaimana
Hampir saja Syaqila ditinggalkan. Jika dia masih mempertahankan egonya, sudah pasti Raffael akan meninggalkannya di sana tanpa peduli sedikit pun. Akhirnya, Syaqila yang mengalah. Dia mengaku salah dan meminta maaf. Memastikan jika Raffael tak marah dan tak memperpanjang masalah.Sebenarnya, pria itu masih terlihat kesal. Namun dia tampak enggan memperpanjang masalah yang sebenarnya tidak terlalu berguna. Syaqila pun baru menyadari jika dia terlalu berlebihan dalam menyikapi masalah yang dia alami barusan.Perempuan itu meringis saat mengingat bagaimana konyolnya dia yang memaki-maki motor kesayangannya saat mengetahui jika bannya kempes. Haruskah dia bersikap seperti itu? Syaqila memang kesal, namun sikapnya justru membuat dirinya terlihat lebih memalukan.Setelah semua ini, siapa yang harus ia salahkan? Syaqila merasa ini semua memang berasal dari dirinya sendiri."Kita sudah sampai."Raffael menginterupsi. Menyadarkan Syaqila yang sejak tadi melamun di mobilnya.Mereka memang beran
Theodore tak bisa menahan senyumnya saat dia berhasil mengajak Syaqila makan bersama. Meski dengan keberadaan satu orang yang sebenarnya tidak ia harapkan. Theo tetap merasa bersyukur saat ini."Dia masih memasang wajah seperti itu." Diandra berbisik pada Syaqila. Sejak tadi dia memperhatikan bagaimana pria di depannya ini bersikap. Dan senyum bodoh di wajahnya itu masih saja tidak menghilang. Diandra heran, apakah pria itu tidak pegal terus melengkungkan senyum seperti itu?"Biarkan saja," sahut Syaqila, sama berbisik. Mereka tidak mungkin menggunjingkan orang secara terang-terangan. Saat ini posisi Theodore tepat di hadapan mereka. Hanya dipisahkan sebuah meja di tengah-tengah. "Dia mungkin hanya sedang senang.""Aku juga tidak begitu peduli." Diandra menyahut dengan acuh. Dia menyuap satu sendok makanan ke mulutnya, merasa makan lebih baik daripada memperhatikan pria aneh di depan mereka itu. "Makanan di depanku jauh lebih menarik."Syaqila mendelik. Padahal tadi temannya itu yang
"Sudahlah, Raffael." Jeslyn menarik ujung pakaian Raffael. Berusaha menarik perhatian pria itu yang sejak tadi memilih berseteru dengan orang-orang itu. "Ayo kita pergi saja."Jeslyn tak suka saat dirinya diabaikan seperti ini. Bayangannya menikmati makan siang dengan Raffael tidak berlangsung sesuai ekspektasi. Dia justru malah harus menonton bagaimana pria itu lebih memilih memperhatikan perempuan lain."Sepertinya kekasihmu itu tidak sabar," ucap Theodore. Dia dengan jelas melihat ketidaksukaan Jeslyn dengan keadaan ini. Tapi Raffael seolah tidak peduli. Tampaknya dia memang sengaja hanya mempermainkan perempuan yang bersamanya itu."Pergilah jika kau memang ingin," tegas Raffael.Jawaban pria itu membuat Jeslyn menganga tak percaya. Dia benar-benar tak dipedulikan.Raffael duduk di salah satu kursi, memilih bergabung bersama Syaqila dan dua orang yang bersamanya. Tindakannya membuat mereka terkejut. Jeslyn yang masih berdiri di sana mengepalkan kedua tangannya dengan geram.Kenapa
Zain merasa jika kesabarannya saat ini sedang diuji. Ada seorang gadis di sampingnya yang sejak tadi memperhatikannya dengan kedua mata yang berkedap-kedip. Dia memindai penampilan Zain dari bawah ke atas. Tangannya menyentuh rambut dan lalu pakaiannya. Zain tidak tahu apa yang dilakukan gadis aneh ini. Tapi dia harus tahan untuk beberapa saat sebelum tuannya menyuruh untuk pergi."Siapa kau?"Gadis itu bertanya ingin tahu. Dia baru menanyakan itu setelah matanya sejak tadi memindai dirinya dengan penuh selidik. Namun di sisi yang lain, Zain merasa ia telah ditelanjangi oleh perempuan cabul itu.Zain hanya melirik sekilas pada perempuan itu, tanpa menjawabnya. Dia kembali meluruskan pandangan ke depan. Tepatnya pada tuannya yang masih berbicara dengan Syaqila."Apa kau robot?'Alisnya berkedut, dia jelas tersinggung dengan pertanyaan perempuan itu. Apakah di sini ia tampak seperti benda mati tak bernyawa?Dengan kesal, dia melayangkan tatapan tajam pada perempuan itu. Berharap dengan
Langkah Raffael melambat saat ia melihat seorang yang tidak ingin ia temui berada di ruang tamu rumahnya. Pria tua yang tengah duduk di sofa itu tampak menikmati teh hangat yang disajikan oleh ibunya.Berbeda dengan kedua orang tuanya yang menyambut ramah kedatangan pria tua itu, Raffael justru tak senang.Dia berjalan mendekati mereka dengan aura tidak bersahabat."Sedang apa Kakek di sini?"Romeo menoleh. Wajahnya yang sejak tadi tampak dingin kini mulai mencair. Pria itu mengulas senyum untuk cucunya yang sejak tadi dia tunggu."Raffael, kakek menunggumu sejak tadi," ucap Romeo."Aku bertanya, Kakek. Untuk apa Kakek kemari?" tanya Raffael sekali lagi. Dia tidak menutupi ketidaksukaannya melihat kedatangan kakeknya. Dan hal itu membuat Fabian dan Utari melayangkan tatapan penuh peringatan pada pemuda itu. Namun Raffael sama sekali tak peduli."Apakah tak boleh aku berkunjung?" tanya Romeo, tersenyum geli. Melihat kekesalan cucunya itu, membuat ia semakin ingin mempermainkannya. "Ak