"Augh bosan sekali," desah seorang pria kecil yang sedang duduk di kursi tamu panti asuhan.
"Gevan, kau merasa bosan ya," tanya sang ayah.
"Hmm!" pria kecil itu menganggukan kepala.
"Kalau begitu kamu tunggu di luar sambil main, ada banyak anak panti yang seumuran denganmu kok. Ayah akan segera menyelesaikan pekerjaan ayah dengan cepat."
"Baik ayah kalau begitu aku tunggu di luar aja ya." dengan semangat pria kecil itu keluar dari ruangan kepala panti.
"Sampai mana tadi?" sang ayah melanjutkan rapatnya.
"Pak Gibran, bapak yakin akan memberikan sebanyak ini untuk panti asuhan?" tanya pengasuh pada ayah dari pria kecil tadi yang bernama pak Gibran.
"Ya saya yakin karna saya tidak tau kapan saya akan kembali, saya juga bahkan akan membawa Gevan untuk sekolah disana." jawab pak Gibran.
"Kalau begitu saya harus tanda tangan dimana? selaku pengasuh panti saya mohon maaf karna tidak bisa menolak."
"Ah tidak apa-apa! Saya justru senang jika anda berkenan menerimanya, karna selama ini saya selalu datang setiap minggu kesini tapi kali ini, entah berapa lama saya tidak akan datang jadi saya harap jumlah ini cukup untuk menggantikan kepergian saya," ujar pak Gibran.
***
Gevan Revaldo, dia adalah putra tunggal dari pengusaha terkaya no 2 di Indonesia. Setiap Minggu dia selalu ikut dengan ayahnya pergi ke panti asuhan untuk melakukan acara khusus bagi anak-anak disana namun, maksud kedatangan dia kali ini bukan untuk itu melainkan untuk berpamitan karna mereka akan segera pindah rumah ke Australia karna urusah bisnis.
Saat Gevan berjalan menyusuri halaman panti, dia melihat begitu banyak anak panti tengah asyik bermain dengan teman-temannya. Gevan terus berjalan tanpa berhenti dia hanya melihat-lihat saja tanpa ikut bermain.
Tanpa terasa setelah lama berjalan mengelilingi halaman panti, dia tiba di halaman belakang dan terdapat danau disana.
"Wah indah sekali," ucapnya dengan kagum.
Lalu Gevan pun berhenti berjalan dan duduk di tepi danau sambil menikmati pemandangan yang begitu indah.
"Sejak kapan ada danau yang begitu indah disini? Sepertinya ini pertama kalinya aku menginjak halaman belakang," gumam Gevan.
Saat sedang santai menikmati pemandangan dengan tiba-tiba sebuah bola datang dari belakangnya dan masuk ke dalam danau.
"Apa itu?" Gevan langsung berdiri dan mendekati danau.
"BOLAKUU!" teriak gadis kecil dari belakangnya.
Sambil menangis gadis kecil itu berlari mendekati sungai karna ingin mengambil bola miliknya.
"Eh..eh kamu mau ngapain?"tanya Gevan sambil memegang tangannya.
"Mau ngambil bola," jawab gadis itu.
"Bahaya tau nggak! Kamu terlalu kecil untuk masuk ke danau ini, kamu mau mati tenggelam?" ujar Gevan seraya menenangkan gadis itu.
"Kalau begitu ambilkan bola itu untukku," pinta gadis itu dengan manja.
"Tidak bisa, aku juga masih kecil untuk masuk kesana."
"Tapi kamu tinggi."
Gevan tersenyum dan langsung menarik gadis itu dari tepi danau sambil berkata:
"Aku memang tinggi tapi, tetap tak bisa masuk kesana."
"Kenapa?"
"Karna danau itu jauh lebih dalam di bandingkan tinggi badanku."
"Tapi bolaku,"
"Tidak apa-apa besok aku bawakan yang baru," Gevan menenangkan gadis itu dengan penuh kasih sayang.
"Benarkah?"
"Iya aku janji, sekarang kamu kembali bermain oke!"
"Bermain dengan siapa?"
"Dengan temanmu lah dengan siapa lagi?"
"Aku tidak punya teman," jawab gadis itu dengan singkat.
"Ah begitu! Kalau begitu mau main denganku?" tanya Gevan.
"Kamu mau main denganku?tapi main apa! Kan bolanya jatuh ke sungai," ujar gadis itu.
"Di halaman panti banyak bola kan disana jadi, kita main disana aja," jawab Gevan sambil tersenyum.
Gadis itu seketika terdiam dan langsung duduk di tepi danau.
"Kenapa?"
"Aku tidak mau main disana, aku benci keramaian," ketus gadis itu.
"Kenapa? Bukankah menyenangkan?" Gevan.
"Yaudah kamu sendiri aja yang main disana sama teman-teman yang lain, aku disini aja."
"Ah tapi bahaya jika kamu sendiri disini! Baiklah, kalau begitu aku akan duduk disini bersamamu." tanpa banyak bicara Gevan langsung duduk disamping gadis itu.
Gadis itu langsung tersenyum dengan begitu bahagia.
"Oh iya, ngomong-ngomong siapa namamu?" tanya Gevan.
"Alea, namaku Alea."
"Wah nama yang indah hehe berapa umurmu?"
"8 tahun."
"Berarti aku 2 tahun lebih tua darimu kenalin, namaku Gevan." Gevan mengulurkan tangannya pada Alea.
Sambil menerima uluran tangan Gevan, Alea menjawab
"Jadi kita berteman?"
"Tentu saja, kita berteman mulai sekarang tapi, aku mau tanya."
"Tanya aja."
"Apakah Alea suka main sendiri di belakang panti?"
Alea menganggukan kepala.
"Kenapa? Bukannya bahaya jika anak kecil berada disini sendirian? Nanti kalau jatuh ke air gimana? Emang Alea bisa berenang?"
Alea hanya menyeringai.
"Loh kok senyum? Aku serius loh," ujar Gevan.
"Kak Gevan terlalu banyak bertanya," celoteh Alea.
*Astaga Alea aku serius loh, nanti kalau kamu jatuh ke air gimana?"
"Gak gimana-gimana Kakak, sejauh ini Alea baik-baik saja. Sebenarnya bukan jatuh ke air yang alea takutkan."
"Lalu apa?"
"Alea takut sakit Alea kerasa lagi." Alea seketika menundukkan kepalanya.
"Sakit? Alea sakit apa emang?" tanya Gevan.
"Alea gak tau kak, tapi itu benar-benar sakit. Jika sakitnya mulai datang Alea bisa saja gak bangun selama beberapa hari," jelas Alea seketika membuat Gevan sedih dan memeluknya.
"Alea baik-baik saja kok, kak Gevan yakin Alea pasti gak bakalan sakit lagi."
"Kak Gevan adalah teman pertama Alea yang berani memeluk Alea dan sekarang Alea gak takut lagi sama sakit Alea," isak Alea
"Benarkah? Kalau begitu kak Gevan akan terus memeluk Alea setiap Alea merasa takut, agar takutnya Alea hilang."
Alea hanya tersenyum.
***
Gevan dan Alea terlihat sama-sama bahagia sambil saling berbagi cerita lucu yang mereka tau. Mereka berdua tertawa riang seolah-olah sudah mengenal lama satu sama lain. Namun sayang, di tengah perbincangan mereka, Alea dengan tiba-tiba merasa sesak nafas dan batuk darah. Gevan merasa sangat panik sampai mengelap darah di bibir Alea dengan lengan bajunya yang berwarna putih itu.
"Apa yang terjadi denganmu? Kenapa darahnya banyak sekali?" tanya Gevan panik.
"Alea tidak apa-apa kok," jawab Alea dengan tatapan sayu.
"Alea tunggu disini ya, kak Gevan akan panggilkan kakak suster sebentar." Gevan langsung berlari menuju kantor dimana ayahnya berada.
Di kantor.
"Ayah... tolong temanku," teriak Gevan pada sang ayah.
"Kamu kenapa nak? Bajumu, kenapa bajumu penuh darah?" tanya sang ayah dengan panik.
"Temanku sakit ayah, tolong dia."
"Teman yang mana? Tunggu dulu, apa jangan-jangan? Nak, apa temanmu sesak nafas dan batuk darah?" tanya pengasuh panti.
"Iya-iya seperti itu, tunggu apalagi? Ayo ikuti aku ,dia mungkin sudah tak sadarkan diri sekarang," gertak Gevan.
Tanpa banyak bertanya lagi sang ayah dan pengasuh langsung lari mengikuti Gevan dan setibanya mereka di belakang panti betapa kagetnya Gevan saat melihat Alea sudah terkapar tak sadarkan diri di bawah pohon.
"ALEAA...ALEAAA!" Gevan berlari kearah Alea dan langsung memeluk Alea.
"ALEAA BANGUN KAU MENDENGARKU?ALEAA.." teriak Gevan sambil derai air mata.
"Gevan."
"Ayah cepatlah tolong dia, pengasuh, temanku tidak mati kan?" tanya Gevan dengan begitu panik.
"Gevan.. Gevan kamu minggir dulu agar ayah bisa menggendongnya."
Suasana tegang, Panik, serta khawatir bercampur aduk hanya dalam satu waktu. Gevan yang baru saja senang karna mendapatkan teman baru, kini penuh derai air mata karna takut temannya tak bisa tertolong.
***
3 hari telah berlalu, namun Alea masih saja terbaring tak sadarkan diri dengan selang selang oksigen di hidungnya. Gevan tak bosan menjenguknya setiap hari di rumah sakit dari mulai matahari terbit bahkan hingga tenggelam. Terkadang dia membacakan dongeng untuk Alea, dia juga membawakan bola baru seperti yang telah di janjikannya dan meletakannya di meja yang ada di samping bangsalnya.
Saat sedang tidur sambil memegang tangan Alea, sang ayah tiba-tiba datang untuk mengajaknya segera pergi karna hari ini adalah hari pindahan mereka.
"Gevan ayo, kita akan ketinggalan pesawat," ucap sang ayah.
"Ayah, tidak bisakah pindahnya di tunda dulu sampai Alea bangun?"
"Tidak bisa nak, ayah sangat sibuk dan kamu juga harus mulai sekolah lusa."
"Tapi Alea."
"Dia akan baik-baik saja, ada pengasuh yang akan menjaganya."
"Aleaa... Kapan kamu akan bangun? Kak Gevan merindukanmu," isak Gevan.
"Gevan!!!"
"Iya ayah sebentar lagi. Alea kak Gevan pergi dulu ya, maafkan kak Gevan karna tak bisa ada saat Alea bangun nanti. Kak Gevan janji, saat kembali nanti kak Gevan akan langsung datang kesini untuk menemui Alea, tunggu kak Gevan datang lagi ya," ucap Gevan sambil mengepalkan liontin di tangan Alea.
"Bu pengasuh tolong jaga Alea ya."
"Jangan khawatir, Alea akan baik-baik saja sampai Gevan bisa menemuinya lagi nanti." ujar pengasuh.
Lalu sang ayah dengan terpaksa menarik tangan Gevan untuk segera pergi.
"Tunggu Kak Gevan Alea, kak Gevan pasti akan segera kembali."
*****
Rintik hujan gerimis seraya membasahi dedaunan-dedaunan hijau dan rumput-rumput liar. Suasana kota kembali di ramaikan oleh kendaraan. 8 tahun telah berlalu, tentunya jaman sudah semakin berubah, para pelajar dan karyawan-karyawan kantoran berjalan sambil memainkan smartphone mereka tanpa memperhatikan jalan yang mereka injak.Gevan yang baru saja kembali satu minggu yang lalu, kini akan memulai hari pertamanya di sekolah barunya. saat ini di dia duduk di bangku kelas XII pada semester awal bulan ke empat.setelah selesai bersiap, Gevan keluar kamar dengan menggunakan barang-barang yang terhitung mahal harganya. rambut yang tertata dengan gaya bak oppa Korea terlihat begitu sempurna dengan wajah mulus tampannya.Tak lupa jaket kulit dengan harga puluhan juta membuatnya terlihat seperti seorang idol."Gevan, selama satu Minggu kamu di antar pak supir dulu ya," ujar sang ayah."hmm baiklah terserah ayah saja,
Hari berganti malam, saat aku sedang terlelap tidur karna kelelahan mamah datang ke kamarku dan menyiramiku dengan satu ember air.Byurrr .."dingin mah," isak ku kedinginan."dingin ya, makanya kalo di panggil itu cepet datang ini malah enak-enakan tidur," bentak mamah sambil melempar ember."A..ada apa mah?" tanyaku dengan gugup."ikut mamah." mamah menarik tanganku dengan secara paksa."sakit mah pelan-pelan," lirih ku."diam jangan manja."Tanpa di sangka mamah membawaku ke kamarnya dan mendandaniku dengan sangat menor."Mah,mamah ngapain?" tanyaku sambil terisak."Diam, kamu harus cari uang. kalo kamu terus enak-enakan rebahan di rumah, kamu mau makan apa?" jawab mamah sambil terus mendandaniku."Tapi kerja apa malam-malam begini?""Banyak tanya banget si, tingg
pagi pun tiba. Seperti biasa Alea pergi ke pasar untuk membeli bahan-bahan makanan dia pergi dengan naik angkot,saat sedang menunggu angkot di pinggir jalan tiba-tiba"Hai," sapa Gevan yang mau berangkat sekolah."Hah, kakak yang semalam nolong aku kan?" tanya Alea dengan kagum."Iya hehe ,, kamu baik-baik saja sekarang?""Berkat kakak aku baik-baik saja.""Tapi lukamu sepertinya gak di obati lagi, mau aku obati?" ujar Gevan."ahh tidak apa-apa aku baik-baik saja kok hehe,kakak mau sekolah ya.""Iya, kamu mau kemana?""Aku mau ke pasar kak.""Ya udah aku anterin yuk, kebetulan aku lewat sana kok," tawar Gevan sambil mengambil ranjang belanjaan dari tangan Alea."Eh tidak-tidak kak, aku terlalu kotor untuk naik motor kakak.""Gapapa naek aja ayo, lumayan ngirit ongkos.""Ta
Keesokan harinya.Saat tiba di sekolah, Gevan langsung berlari menuju kelas untuk mencari Ralia. Dia ingin buru-buru menceritakan kabar bahagianya kepada teman dekatnya dan setibanya di kelas."Ra..Ra.." panggil Gevan."Apa Gev?" jawab Ralia dan langsung menutup buku yang sedang ia baca."Akhir pekan nanti aku akan ke panti asuhan itu sama ayah," ujar Gevan dengan begitu riang."Benarkah?""Iya, untungnya ayah ku masih berhubungan dengan panti itu jadi, aku bisa ikut jika ayahku pergi kesana," jelas Gevan."Wah .. aku ikut fbahagia Gev selamat ya.""Selamat buat apa?" potong Seila yang tiba-tiba datang."Kepo." ejek Gevan."Heh Gev kamu bener-bener keterlaluan ya, masa Ralia di kasih tau aku nggak," ketus Seila."Apanya yang keterlaluan? orang dari awal aku sama Ralia temen Deket," jawab G
"Gevan kemana si? di telpon gak di angkat, di WA pun gak di balas," ujar Raina yang sedang duduk di bibir jendela sambil terus menatap ke arah handphone nya menunggu pesan dari Gevan.Lalu Raina pun kembali menelpon Gevan dan tetap tak kunjung mendapat jawaban."Apa dia sudah tidur? eih tidak mungkin ini baru jam 7 malam," gumamnya lagi.Sementara itu di tempat lain."Stop disini aja kak," ucap Alea menyuruh Gevan berhenti lalu diapun turun."Rumahmu disini?" tanya Gevan."Aa..ahh iya kak," jawab Alea terdengar gugup."Kalo begitu aku akan masuk bersamamu," sahut Gevan dan langsung membuka helm."Tidak..tidak ka! tidak usah, kakak pulang aja udah malem hehe," cegah Alea."Baru jam 7 malam tidak apa-apa, lagian kalo kamu masuk sendiri nanti mamah kamu marah sama kamu karna pulang terlambat," ujar Gevan."Tidak akan m
Setelah Alea pergi, tepatnya sebelum Bu Raisa mengemasi barangnya untuk pergi ke New York, seorang detektif datang ke rumahnya dan membawa Bu Raisa bersamanya untuk melakukan interogasi.Di ruang interogasi."Bu Raisa, kami mendengar bahwa Bu Raisa sering menyiksa dan bahkan menjual putrimu untuk mendapatkan uang dalam jumlah yang besar," ucap seorang detektif.Bu Raisa menyilang kan tangan dan dengan begitu sombongnya dia menjawab."Hah omong kosong macam apa itu? kau pikir aku benar-benar melakukan itu? permisi pak detektif kau tidak bisa menuduhku tanpa bukti jelas apapun."Tanpa menjawab apapun detektif itu langsung menunjukan video yang membuktikan bahwa Bu Raisa sangat bersalah."Tunggu dulu, kau percaya ini? permisi pak detektif, jaman sekarang sudah sangat canggih, video seperti ini bisa dengan mudah di buat tanpa merekam terlebih dahulu," sahut Bu Raisa masih deng
Saat Alea sedang duduk di kursinya, seorang siswi dengan nametag Lili menghampirinya sambil bersilang tangan."Hallo anak baru, kenalin aku Lili," sapa Lili tanpa sopan santun sedikitpun."Ada apa dengan anak ini? Tingkahnya songong banget," batin Alea.Alea menyeringai sambil berkata"Hallo aku Alea.""Tak ada yang menanyakan namamu hahaha," sahut Lili sambil tertawa puas.Alea hanya diam sambil menatap sinis ke arah Lili."Aughh tatapanmu benar-benar menakutkan. Kenapa? Kau ingin mengatakan sesuatu? Katakan ayo," ucap Lili sambil mendekatkan wajahnya pada Alea."Apa yang ingin kau dengar?" tanya Alea dengan begitu berani."Hah?""Kau ingin aku mengatakan sesuatu? jadi apa yang kau ingin aku katakan?" tanya Alea lagi."Anak ini apa yang dia bica
Di sudut sekolah yang lain, Gevan dan Ralia tengah menikmati makan siang mereka bersama sambil tertawa dan bercerita dengan begitu akrab. "Wah sandwich ini benar-benar enak," sahut Ralia. "Kenapa kamu berebihan sekali? Ini hanya sandwich biasa yang sering kita makan," sambung Gevan. "Entahlah, apa karna aku memakannya denganmu?" "Apa yang kau katakan? Kita makan bersama tiap hari." "Ah Gevan, tak bisakah kau bereaksi sepertiku?" ketus Ralia "Kenapa aku harus melakukannya?" "Ya harus aja." "Ish kekanak-kanakan sekali," celoteh Gevan. "Menyebalkan! Ah iya akhir pekan ini kamu akan ke panti ikut ayahmu kan?" tanya Ralia. "MMM... (Mengangguk) wah aku rasanya benar-benar tidak sabar," jawab Gevan. "Sebahagia i
"Oh iya bukannya sekarang waktunya Alea minum obat?" ucap Gevan."Iya kak.""Sebentar ya kakak ambilkan obat dulu di dalem," ujar Gevan dan langsung masuk ke rumah sakit dan meninggalkan Alea si taman sambil duduk di atas kursi roda.Dengan tenang Alea menunggu Gevan datang membawakannya obat lalu, tiba-tiba sebuah mobil berhenti di hadapannya. Alea yang ketakukan berusaha untuk pergi dari sana namun.."Ternyata benar kau Alea rupanya," ucap seorang pria yang baru saja turun dari mobil.Alea yang tak bisa berlari itu hanya berusaha menjalankan kursi rodanya untuk menjauh dari sana namun pria itu berjalan dengan begitu cepat hingga bisa menggenggam kursi roda Alea."Mau kemana kamu? Diam dulu lah, kita ngobrol dulu," ucap pria itu sambil tersenyum jahat.*Alea melirik."Kamu? Mau apa
Arga dan Seila tercengang saat orang pertama yang Alea sebut saat sadar adalah nama Gevan. "Apa ku bilang, dia terus menyebut nama Gevan, Aughh sebenarnya pelet apa yang pria itu berikan pada Alea," ketus Seila. "Seila, bukankah seharusnya kita beritahu Gevan tentang ini?" ujar Arga. "Apa maksudmu? Dia tidak ada urusannya dengan ini." "Bagaimana tidak, bukankah kamu juga mendengarnya bahwa Alea terus memanggil nama Gevan?" Seilapun terdiam dan meninggalkan ruangan. "Seila kamu mau kemana?" "Jangan ikuti aku, kamu jaga Alea." teriak Seila dan langsung lari menuju keluar. •••• Dengan tergesa-gesa Seila berjalan untuk mencari taxi sambil terus menelpon Gevan tapi tak kunjung mendapatkan jawaban juga. Tak menyerah, diapun mengirim pesan pada Ralia.
Sementara itu."Alea kemana si? Apa yang membuatnya begitu lama seperti itu?" gumam Agatha sambil berusaha untuk menelpon Alea.*Nomor yang anda tuju sedang tidak aktip atau berada di luar jangkauan*"Mana telpon nya tidak aktip lagi."Karna merasa khawatir, Agatha pun pergi ke toilet untuk menyusul Alea tapi, dia tidak ada disana."Apa ini? Apa dia pulang tanpa memberitahuku? Tapi tas nya masih bersamaku, tidak terjadi hal buruk padanya kan?" gumam Agatha yang semakin khawatir.Lalu dia melihat keramaian di jalan saat berdiri di dekat jendela belakang."Apa itu? Kenapa rame sekali?" tany Agatha dan langsung menghampiri keramaian itu.Agatha pun berlari keluar untuk melihat apa yang sedang terjadi."Astaga malang sekali lihat darahnya, apakah dia akan selamat setelah kehilangan darah sebanyak itu?" teriak seorang wanita pa
"Alea, kamu tidak ingat siapa aku?" tanya Gevan."Apa maksud kakak?""Ini aku kak Gevan Alea, kak Gevan yang kamu tunggu."Arga dan Alea terdiam. Suasana tiba-tiba berubah menjadi melodrama cinta segitiga. Dengan sayu Alea terus menatap Gevan, sementara Arga menatap dengan penuh amarah dengan tangan yang mengepal."iya nama kakak emang Gevan kan, tapi apa istimewanya dengan itu?" tanya Alea yang bertingkah seolah tak tau apa-apa."Kamu tidak mengingatku?" Tanya Gevan."Ingat apa? Sebenarnya apa yang kakak maksud?""Alea, jawab aku dengan benar, kau benar-benar tak mengingatku?" tanya Gevan sekali lagi."Hentikan Gevan, apa yang kau lakukan? Kau membuat dia tidak nyaman. Ayo Alea aku akan mengantarmu ke kelas," ketus Arga serta menarik tangan Alea."8 tahun l
Di tengah sendu tangisnya malam itu, tiba-tiba terdengar langkah dari belakang punggungnya yang berjalan ke arahnya. Seketika Alea terdiam dengan ketakutan dan.."Alea?"*Alea melirik."Apa yang kau lakukan disini malam-malam?""Kak Arga?""Bukankah kau sedang tidak enak badan? Lalu apa yang kau lakukan disini?" tanya Arga."Ahh itu."Argapun duduk di samping Alea."Baiklah katakan itu apa?" ucap Arga."Hah? Aa..aaa aku hanya merasa sesak saja di rumah jadi aku keluar untuk mencari angin itu saja hehe," jawab Alea dengan gugup."Ah begitu.""Iya tapi sepertinya aku harus pulang sekarang, aku sudah terlalu lama duduk disini."Karna merasa gugup Alea pun berdiri dan beranjak.
📞Gevan memanggil...."Asshh anak ini apalagi si? Suka banget gangguin orang lain senang-senang," ketus Rio dan langsung mengangkat telpon."Hallo." Rio."Rio." Gevan."Katakan, ada apa lagi? Ahh kamu benar-benar menggangguku.""Lupakan itu! Rio, apa kau memberiku alamat yang benar? Kau tidak memberiku alamat palsukan?""Apanya yang alamat palsu? Lagu Ayu ting-ting kah?""Berhenti bercanda.""Bukan aku, tapi kau yang bercanda. Kenapa kau berpikir bahwa aku memberimu alamat palsu? Seburuk itukah pertemanan kita?""Jadi maksudmu alamat ini benar?""Datangi alamat itu dan pastikan sendiri apakah itu benar atau salah.""Tapi ini berbeda dengan alamat yang ku terima di panti asuhan.""Aughh... Gevan
Arga yang syok setelah mendengar percakapan antara Seila dan Alea, dia langsung pergi tanpa kata. "Rahasia apa selain status Alea sebagai anak angkat di keluarga Seila. Apa ada rahasia lain yang tidak ku tau namun di ketahui Gevan yang bahkan tak begitu respek terhadap Seila," batin Arga. **** "Sudah bel, sekarang cepat masuk kelas hmm. Udah jangan nangis lagi," ucap Seila. "Iya kak." "Aughh lihat dirimu, kamu tetap terlihat cantik bahkan setelah air mata menghapus semua riasanmu," puji Seila sambil menyeka air mata Alea. "Kakak bisa aja." "Hmm tidak kok kakak serius, yuk," ucap Seila dan dia pun langsung memegang tangan Alea dan mengantar Alea hingga depan kelasnya. **** Hari demi hari terus berlalu, dan hari yang begitu di nantikan Gevanpun telah tiba.&n
Di sudut sekolah yang lain, terlihat Alea tengah duduk dengan santai sambil bertumpang kaki lalu."Ni minum." Arga memberikan sebotol minuman dingin pada Alea."Makasih.""Argapun duduk di samping Alea."Alea!""Hmmm.""Apa kamu di bully oleh teman sekelasmu?" tanya Arga."Di bully? Apa aku terlihat seperti orang bully.an? Haha ada apa dengan pertanyaanmu itu?" canda Alea."Bukan seperti itu.""Ya aku memang tidak akur dengan teman sekelasku, tapi itu karna aku masih baru jadi belum beradaptasi dengan baik. Tapi bukan berarti mereka membullyku juga," jelas Alea sambil meminum minuman yang di berikan Arga."Ah begitu, pokoknya jika ada yang merisakmu, jangan sungkan bilang saja padaku oke!" ujar Arga."Jangan khawatir aku tidak selem
"Apakah kamu benar-benar Alea?""Hah?" Alea berbalik dan, "kamu? Bagaimana bisa kamu?" tanya Alea pada orang itu dan ternyata adalah Gevan."Jawab pertanyaanku apa namamu benar-benar Alea?" tanya Gevan lagi sambil mendekat.Alea langsung berdiri dan mendekati Gevan sambil bertanya."Kenapa? Apakah penting jika namaku memang Alea?" tanya Alea dengan ketus."Tidak maksudku namamu sangat mirip dengan nama orang yang aku kenal," jawab Gevan."Cih tidak seperti dia satu-satunya orang yang memakai nama Alea," celoteh Alea."Terakhir kali kamu pernah menceritakan teman masa kecilnu saat kamu masih di panti kan apa kamu ingat?" tanya Gevan lagi."Tentu saja aku ingat ah dan sekarang aku bahkan menyesali apa yang sudah ku katakan. Harusnya aku tidak menceritakan masalah pribadiku pada orang asing sepertimu siapa tau kan