Abdullah menawarkanku apakah mau menghisap shisha? Ya, masih metode merokok juga menggunakan semacam pipa air dengan ruang asap, mangkuk, pipa dan selang. Ternyata metode ini sudah ada sejak lama dan terus dipertahankan oleh orang-orang di El Savannah hingga tahun 2050."Aku tidak merokok, Abdullah.""Oh, baiklah! Tidak masalah, Artemis. Sebenarnya aku masih penasaran dengan kekuatanmu yang luar biasa hebat itu."Sebenarnya aku agak malu disebut begitu. Bagaimana aku menjelaskan hal itu padanya. Padahal saat melawannya, aku dalam kondisi tak dapat mengendalikan badanku sendiri."Aku malah masih bersalah dengan temanmu yang sempat kulempar sampai menabrak dinding Dome itu.""Oh, Khamed maksudmu? Dia sama kuatnya denganku. Jangan selalu merasa seperti itu, Artemis. Khamed juga sudah membaik kondisinya.""Kekuatan itu juga baru kusadari ada dalam tubuhku. Rupanya itu juga dimiliki oleh ayahku.""Tunggu! Jadi, selama ini kau tak hidup dengan ayahmu si Alexander itu?"Hanya gelengan kepala
Abdullah tidak main-main kali ini. Ia terus menggandeng tanganku seperti anaknya sendiri yang takut kalau menghilang di pasar ini. Aku sebenarnya malah ingin tahu apakah orang itu sungguhan gila atau hanya orang-orang di El Savannah saja yang mengiranya begitu."Itu nama yang haram disebut disini!""Apa itu haram?""Eh, maksudku kau jangan coba menyebut nama itu lagi. Termasuk mendekati si gila Anas! Kecuali kau mau ikutan gila sepertinya.""Dia memang benar gila atau kalian yang mengiranya seperti itu?"Sejenak kami berdua berhenti, nampak Abdullah kesal sekali. Hanya dengusan kecil yang ditunjukkannya dan kami berjalan lagi pulang ke rumahnya. Astaga! Aku malah jadi penasaran kalau begini."Emilia sayaaang! Lihatlah! Aku membeli banyak di pasar hari ini.""Suamiku, apa kau lupa kalau ada bahan makanan yang sudah habis di lemari pendingin?""Aha! Tentu saja aku ingat, Emilia-ku!"Abdullah menunjukkan sekantong bahan yang dimaksud oleh Emilia. Istrinya itu hanya tersenyum dan mengambil
"Berterimakasihlah pada Emilia istriku itu, Artemis! Aku tidak akan melakukan ini kalau bukan desakan darinya.""Ya, aku sudah mengucapkan terima kasih tadi dengannya."Abdullah hanya melirikku dan dia menekan bel didekat pintu rumah seseorang. Bel disini tidak memakai sensor dan masih menggunakan tombol biasa. Sebab menurut Abdullah tidak terlalu bagus, apalagi sensor sangat sensitif dan disini tempatnya sempit. Bisa jadi setiap orang lewat dan tak sengaja terkena sensor akan membuat bel-nya berbunyi."Ah, kau sudah datang rupanya! Masuklah dulu, Abdullah! oh, ya kau juga... siapa namamu?""Artemis.""Ya, masuklah dulu Artemis. Adikku sedang memandikan ayahku."Orang yang menyambutku tadi bernama Al. Dia memang selalu khas memakai penutup kepala bernama Sorban dengan bulu hewan yang indah diatasnya."Al dan El itu kembar. Kau bisa membedakannya dengan Sorban mereka. Al memakai Sorban dengan hiasan bulu diatasnya, sedangkan adiknya El sangat menyukai permata. Ia akan memakai Sorban den
Dalam perjalanan pulang, aku selalu melihat ke arah cincin batu Kecubung itu. Warna ungunya menghipnotis mataku, seolah ingin selalu kulihat."Kau percaya pada kata-katanya dan juga cincin itu, Artemis?"Aku hanya menghela napas panjang, lalu menatap ke arah Abdullah. Sebenarnya antara percaya dan tidak! Tapi siapa lagi yang bisa memberikan informasi tentang letak Nuuswantaara itu kalau bukan dari Anas."Bagaimana aku menjawab pertanyaanmu itu, Abdullah? Satu sisi aku membutuhkan informasi tentang tempat itu, sisanya aku harus membuktikan dulu baru percaya.""Hah! Kupikir kau orang yang mudah sekali percaya akan hal itu, Artemis!"Tangan Abdullah membuka pintu rumahnya sendiri, ia justru masuk belakangan dan mempersilahkan aku terlebih dahulu. Kami berdua sudah disambut oleh Emilia yang nampak lebih rapi penampilannya kali ini. Biasanya dia masih mengenakan apronnya dan sibuk melakukan sesuatu di dapur."Hei, kalian berdua sudah pulang? Baguslah! Aku butuh sesuatu lagi untuk membetulka
Hawa dingin mampu kulawan kali ini, hanya demi menyelematkan Dova. Rasanya sangat jauh untuk menuju ke markaa para penjarah itu. Sudah terasa bosan melihat hamparan pasir di tengah gelapnya malam ini. Hanya mengandalkan penerangan dari Jet Sky.Barulah semuanya berhenti dan sorot lampu mengarah pada satu batu besar. Seperti tebing batu yang pernah kulihat."Kau yakin tempatnya disini, Khamed?""Sangat yakin, Abdullah!""Bagaimana caranya kita masuk?"Memang nampak membingungkan, semuanya batu dan tak terlihat ada pintu masuknya. Abdullah mencoba berbagai cara dari mendorong, meninju dengan tangan siberkinetiknya, hingga menebaskan pedangnya. Namun sama sekali tak membuat batu dihadapan kami bergeser."Mungkin pintunya bukan ini, karena tak terlihat ada celah untuk membuatnya terbuka."Aku mencoba meraba dibagian depan batu ini. Memang nampaknya konyol, tapi aku yakin kalau ada pintunya pasti terdapat celah. Benar saja! Aku menemukan sedikit celah yang sangat rapi. Aku memanggil semuany
Uugh! Aku pingsan lagi setelah berhasil menyelamatkan Dova. Baru tersadar saat berada di tempat khusus yang mungkin ini adalah rumah sakit. Ah, aku tak tahu! Hanya diberi tahu oleh orang disekitarku. Mataku masih belum mampu untuk dibuka.Entah seberapa banyak pasir yang masuk ke dalam mata ini. Aku takut kalau tiba-tiba dibuka dan rasanya semakin pedih."Jangan, aku takut!""Hei, mau sampai kapan kau begitu? Dia yang ada didepanmu sudah berusaha untuk membantu mengelurkan pasir itu.""Ternyata Artemis itu aslinya penakut ya, Dova?""Terkadang dia takut dengan hal-hal yang remeh semacam ini, Abdullah!""Iya, baiklah! Dasar kalian berdua!"Aku kesal mendengar ocehan mereka berdua, ingin rasanya kulempar segenggam pasir ke arah mereka. Biar merasakan betapa pedihnya mata ini saat pasirnya masih ada. Terasa ada yang membantu membersihkan pasir dan sepertinya cepat sekali. Apa saat aku pingsan tadi dia sudah membersihkannya?"Coba buka perlahan matamu."Perihnya masih terasa namun mata ini
"Silahkan, Tuan! Duduklah dulu disini."Aku dan Dova hanya tersenyum canggung saja. Kami merasa culun disini. Semuanya ruangan di dalam tenda ini berisi laki-laki berbadan besar. Hanya satu perempuan tadi di bagian depan. Oh, tidak! Ternyata para perempuan menjadi pelayan disini."Astaga! Mereka berpakaian seksi semua!"Kutepok pantat Dova, dia sudah menjulurkan lidahnya tak tahan melihat keseksian perempuan disini. Apa ini semacam bar? Sejujurnya selama di dalam Dome aku tak pernah mendatangi tempat seperti klub malam yang dipenuhi robot perempuan seksi. Bedanya disini mereka manusia sungguhan."Itu bukannya Abdullah bukan?""Eh, iya itu memang Abdullah! Apa yang dia lakukan disana?"Kulihat Abdullah tertawa sambil memegang gelas antik berukiran bagus dengan warna emas. Tiba-tiba mereka semua berhenti tertawa, saat beberapa orang laki-laki masuk kesana. Ah, ya! Meski terdapat sekat kain disini tapi kami masih bisa melihat aktifitas apa yang mereka lakukan."Dia memukul sesuatu, sepert
Sarapan pagi ini sangat luar biasa! Sebab kali ini hanya disajikan roti panggang dengan isian telur mata sapi dan sausnya yang pedas. Se-pedas mulut Emilia yang sedari tadi mengomel pada suaminya sampai lupa kalau ada kami bertiga disini.Abdullah hanya bisa menundukkan kepala. Sifat garangnya kalah dengan istrinya yang bertubuh langsing itu. Aku memilih untuk menyeduh kopi hitam milikku sendiri. Serenada juga ikut menuangkan air panas dari pemanas air elektrik ke gelas berisi coklat bubuk miliknya."Kau lihat, itulah kekuatan perempuan yang sesungguhnya.""Huh! Mengomel pada suaminya saat pagi hari?""Bukan itu, Artemis! Maksudku....""Iya, ya. Sudah, kita pura-pura tak dengar saja."Akhirnya Abdullah bisa meminta Emilia untuk berhenti sejenak. Napas perempuan itu agak tersengal karena dia sedari tadi bicara tanpa jeda. Sialnya, kenapa rasa kopi ini jadi ikutan hambar. Rasanya sudah kuberi gula sedikit."Aku malu, ada mereka bertiga disini!""Kau tidak pernah malu untuk mengulang perg
Yess...! Akhirnya Artemis mengijinkanku untuk memakai sisa terakhir dari kapasitas kertas ini. Aku mau menuliskan kisah malam pertama Serenada dan Artemis. Sebenarnya, ini adalah misi selanjutnya dariku dan Irana.Hei, kalian tahu bukan? Artemis dan Serenada itu orangnya polos parah. Mereka tidak paham soal apa yang harus dilakukan oleh pasangan pengantin setelah menikah. Haah... aku tidak tahu! Kenapa bisa punya sahabat seperti mereka?"Roger! Ganti! Posisimu, Irana!""Bzzzt!""Posisi! Aku ada di dekat kamar pengantin."Astaga! Apa yang dilakukan Irana disana? Terpaksa aku datangi saja dan kuseret dulu keluar dari posisinya."Kapten! Bajuku bisa rusak!""Aaah...! Kau ini bagaimana? Kenapa malah ada didepan pintu kamar mereka?""Bukannya kita mau mengawasi, apakah mereka sudah melakukan sesuatu yang benar sebagai pasangan suami istri pertama kalinya?""Tapi jangan didepan pintu! Bagaimana kalau mereka t
Bel rumah Profesor Madrosa berbunyi. Kebetulan sang pemilik rumah sedang pergi bersama cucunya. Jadi, aku yang membukakan pintu kali ini."Halo, Artemis...!""Astaga! Kalian semua...."Dova akhirnya turun dari lantai dua dan ikut menyambut orang-orang yang datang kemari. Dia meminta semuanya masuk dan seketika rumah ini jadi ramai. Acaranya besok, tapi mereka semua sudah hadir. Ternyata Dova mengundang orang-orang ini.Dari B-Neo City ada Azka yang datang dan juga laki-laki dari suku Xafreon yang bernama Purnama. Aku ingat ini, Alamsyah dan Farhein dari keluarga El-Tigre. Padahal Alam ini orangnya selalu sibuk."Aku hanya bisa hari ini saja, Artemis. Farhein yang mewakiliku nanti. Kalau sudah selesai, biar nanti aku jemput."Ternyata itu alasannya kenapa dia mengajak Farhein. Ada Dexta, Alara, Ericko dan juga Asnee yang ikut datang kemari. Asnee yang paling heboh disini. Dia bilang, Primerose akan datang besok.
Waktu terus berlalu di Nuuswantaara...Aku, Irana dan Serenada masih terus berlatih. Bahkan sekarang aku lebih baik dalam mengendalikan kekuatan EARTHSEED ini. Tak perlu lagi marah atau melihat Serenada menderita. Kapanpun asal dibutuhkan, aku bisa mengendalikannya.Perkembangan Irana juga sangat baik dalam mengendalikan listrik di tubuhnya.Profesor Madrosa membantu kami agar bisa mendapatkan tanda bukti bahwa kami sekarang adalah penduduk tetap di Nuuswantaara ini. Bahkan dia yang menunjukkan dimana aku bisa belajar lagi ilmu arkeologi yang sesungguhnya.Sepertinya SKYLAR sebentar lagi akan pensiun. W115 juga ku turunkan dan Profesor Madrosa sangat terkejut melihatnya.Sayangnya, mesin W115 mulai mengalami kerusakan. Irana menyarankan untuk menonaktifkan robot ini. Hanya satu yang kuminta darinya, aku hanya mau mengambil memori milik sahabat robotku ini. Irana dan Dova yang bekerjasama mengeluarkan dan katanya ada rencana mereka mau mem
Sepertinya aku bangun terlalu pagi. Kulihat Serenada dan Dova masih tertidur di kasurnya. Aku meminta W115 membuatkan sarapan dan segelas kopi untukku. Saat aku pergi ke kamar mandi dan membuka baju, baru ku sadari hal lainnya.Aku pikir hanya lengan dan telapak tanganku saja yang nampak lebih besar. Bagian dada dan perut juga jadi lebih bidang. Padahal rasanya dulu biasa saja. Bahkan aku tidak pernah berolahraga rutin untuk membentuk badanku."Haah... sepertinya aku butuh baju baru."Aku hanya berganti pakaian dengan kaos biasa saja. Baju bekas ayah sudah kucoba dan sama saja sempitnya. Saat aku turun sambil memakan sepotong roti dan membawa segelas kopi di tangan, Irana mengejutkanku."Eh, hampir saja ini jatuh!""Pagi, Artemis. Temanmu yang perempuan itu belum bangun?""Serenada? Ya, dia masih tertidur. Aku tidak berani mengganggunya. Ada apa?""Kakekku mengajak kalian sarapan di rumah. Oh ya, ngomong-ngomong saat
"Kakek...! Keluarkan aku dari sini! Aaargh! Lepaskan aku!""Ayo batalkan! Komputer utama... batalkan prosesnya!""PROSES TIDAK BISA DIBATALKAN!""A-apa? Iranaaaa...!""Kakeeeek...! Aaaaa...!""PROSES DIMULAI!""Tidaaaaak...!"Sementara itu, Dova dan Serenada masih terjebak dengan Artemis. Mereka berdua tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan."Aku tidak mau mati sekarang, Dova!""Kau pikir aku juga? Artemis... sadarlah!""Dova... Serenada...kalian adalah sahabat terbaikku."Artemis berhasil meraih mereka berdua dan memeluknya. Tapi bagi Dova dan Serenada, mereka justru tersiksa oleh panas yang berasal dari tubuh Artemis."Panaaaas...!""Eergh! Profesor... apa yang harus kami lakukan? Kami sudah tidak tahan lagi...!""Dova, aku tahu! Tahanlah sebentar!"Profesor Madrosa merogoh kantong jas laboratoriumnya. Dia mengeluarkan batu Katilayu yang berasal dari Artemis sebel
"Kau gila, Artemis!""Ya, aku memang sudah gila Dova!""Pikirkan lagi baik-baik, Artemis. Kumohon....""Semua sudah aku pikirkan dan sekarang aku sedang memutuskan itu, Serenada."Profesor Madrosa masih saja diam menatapku. Ternyata Irana punya pemikiran yang sama dengan kedua sahabatku itu. Hari ini aku sudah mempersiapkan diriku untuk itu. Satu tujuanku, ingin hidup normal. Jika memang gagal, biarkan aku menyusul ayah dan ibuku."Kemarilah kalian semua!"Profesor Madrosa menunjukkan satu alat yang ditutupi kain putih. Saat kain penutupnya dibuka, nampak tabung besar berwarna silver dalam kondisi tertutup. Tabung Penghapus, begitulah sebutan yang disematkan oleh sang pembuatnya sendiri."Seharusnya ini untuk Irana. Tapi aku tidak mau terjadi apapun pada cucu kesayanganku itu."Apapun yang terjadi, aku tidak akan mundur. Tujuan terakhirku melakukan perjalanan hanya untuk ini saja. Bertemu dengan Profesor Madrosa dan mengh
Max banyak bercerita pada Profesor Madrosa saat aku sedang perjalanan kemari. Terutama tentang masa laluku, pantas saja tahu nama lengkapku. Sesekali lelaki tua itu menghisap rokoknya."Tidak terganggu dengan rokokku bukan?""Tidak masalah, aku sudah terbiasa."Sebenarnya dia cukup geram dengan Max dan semua yang telah dilakukannya. Menurut Profesor Madrosa, dia sudah sangat keterlaluan. Max telah melanggar etika sains dan itu sebabnya tak pernah lagi muncul. Hanya teman terbaiknya saja yang tahu posisi dia saat ini."Dome milik V-Corporation adalah tempat terbaik baginya untuk bersembunyi. Jika tidak, dia sudah ditangkap dan dipenjara.""Maksudnya ini tentang semua percobaan dia yang melibatkan manusia. Termasuk aku dan Dova?""Dova yang pakai jas laboratorium itu?""Ya, itu aku."Sedikitnya aku jelaskan tentang masa lalu Dova bahwa dia adalah manusia buatan generasi pertama. Max juga yang memimpin dan mengawasi pr
Madrosa menghisap rokoknya, lalu mengeluarkan asapnya. Dia bercerita dulu tentang apa itu EARTHSEED Golem.Rupanya manusia yang menjadi EARTHSEED ini hanya ada satu saja setiap elemennya. Misalnya saja seperti Irana, tidak ada EARTHSEED Golem lainnya yang mampu mengeluarkan listrik dari tubuhnya."Sepertinya dari ceritamu di awal, Artemis. Kau masuk ke dalam elemen tanah. Kekuatanmu bisa menghancurkan tanah bahkan batu yang kau pukul.""Ya, itu benar.""Wah, dia yang namanya Artemis ini EARTHSEED juga ya. Berarti kita sama! Tos dulu!"Irana mengajakku tos dan tentu saja kubalas. Tapi tiba-tiba dia merasa aneh sambil melihat ke telapak tangannya."Eh, padahal aku tadi pakai tangan yang belum terbungkus sarung tangan. Tapi kenapa kau tidak kesetrum?""Karena dia berelemen tanah, Irana. Tanah menyerap energi listrikmu.""Ooh... begitu ya, Kek. Kalau begitu aku setrum yang tadi saja. Siapa namanya?""Dia na
"MENUJU KE HUTAN ALASRO!"SKYLAR masih mengikuti petunjuk sesuai dengan peta offline. Dova meninggalkan ruang kendali sebentar dan sepertinya meminta W115 untuk dibuatkan makanan. Dia mengambil sebotol minuman sari buah di lemari pendingin. Baru dia cium aromanya langsung isinya dibuang ke wastafel."Astaga! Pantas saja! Ini sudah melewati masa kadarluarsa.""Kalau begitu buang saja semuanya. Jadi, minuman yang baru kita beli bisa masuk juga kesini.""Eh, sejak kapan kau ada di belakangku Artemis?""Kupikir mata siberkinetikmu mampu mendeteksi pergerakanku.""Mana bisa kalau kau ada dibelakangku, Artemis. Haah...! Dasar!"Serenada ikut ke belakang, tapi dia hanya mengambil coklat pemberian Madeline tadi. Rasanya masih aneh sampai dengan saat ini melihatnya. Astaga! Tadi aku benar-benar menciumnya ya!"Kau kenapa Artemis? Aneh sekali!""Tidak apa! W115! Buatkan aku makanan yang ini saja.""Baik, Tuan Artemis."