Bab 19

Dalam sekejap, tatapan Billy langsung dipenuhi dengan kesedihan dan ketidakrelaan, seolah-olah hatinya akan hancur.

“Kamu benar-benar nggak merasakan apa pun?” Billy menarik pergelangan tangan Siena dengan kuat dan lanjut bertanya dengan tidak rela, “Kamu benar-benar sudah lupakan semua kenangan di antara kita?”

Sikap Billy ini sontak membuat Siena terkejut. Dia pun menggeleng secara refleks.

Tatapan Billy perlahan-lahan berubah menjadi tatapan penuh kesedihan yang bercampur amarah. Dia juga bersikap makin histeris.

“Kamu juga nggak ingat kejadian longsor salju lagi?” Demi mengembalikan ingatan Siena, Billy bahkan mengungkapkan semua kenangan yang buruk.

“Gimana dengan Julia yang membuatmu jatuh ke jurang dan hampir membuat kedua kakimu diamputasi? Kamu juga sudah lupa sama semua itu?”

“Apa?” Siena mengernyit sambil meronta dan mencoba melepaskan diri dari cengkeraman Billy.

“Demi celakai kamu, Julia mendorongmu dari gunung bersalju dan membuatmu terkurung di resor ski selama tujuh hari penuh.” Makin berbicara, raut wajah Billy makin jelek.

“Dia buat kedua kakimu mengalami radang dingin yang sangat parah. Setelahnya, dia berkomplot dengan kakaknya untuk menyembunyikan keadaanmu, menyiksamu, dan berusaha mengirimmu ke luar negeri. Kamu sudah lupa?”

Siena menunjukkan ekspresi bingung dan sedih. “Ja ... jadi, gimana aku bisa sampai datang ke tempat ini?”

Billy sontak terdiam begitu mendengar pertanyaan itu. Kemudian, dia baru menjawab dengan suara serak, “Ka ... kamu lompat dari gedung. Habis lompat dari lantai lima gedung, kamu jatuh koma. Lalu, kamu tiba-tiba hilang ....”

Ekspresi Siena berubah dari merasa asing sampai tercengang, dan pada akhirnya penuh amarah. Dia menarik tangannya dari cengkeraman Billy dengan sekuat tenaga dan bertanya, “Bagaimana denganmu? Kalau yang kamu bilang itu benar, kenapa kamu yang merupakan tunanganku nggak lindungi aku?”

Siena menatap Billy dengan penuh kekecewaan dan melanjutkan, “Semua ini bukan hal sepele, tapi kamu nggak pernah benar-benar peduli. Benar, ‘kan? Aku sudah mengerti.”

Nada Siena berangsur-angsur mendingin. “Aku pasti merasa sangat kecewa padamu, makanya baru memilih untuk lompat dari gedung dan hilang ingatan. Pergilah, Pak Billy. Aku nggak akan pulang bersamamu. Sekarang, aku sudah punya kekasih baru. Kami sangat bahagia.”

Sambil berbicara, Siena mengambil tasnya dan berjalan ke luar, “Ke depannya, kita nggak perlu ketemu lagi. Aku harap kamu jangan ganggu hidupku lagi.”

“Aku nggak akan mengizinkannya!”

Tatapan Billy berangsur-angsur menjadi kelam dan dipenuhi kegilaan. Dia melambaikan tangannya dan sekelompok pengawal tiba-tiba mengepung Siena.

“Nana, pulanglah bersamaku.” Kedua mata Billy terlihat sangat merah. Dia mengulurkan tangan untuk menyentuh wajah Siena, tetapi Siena menghindar dengan marah.

“Dulu, aku yang salah. Aku akan menebus kesalahanku. Nggak apa-apa meski kamu masih nggak bersedia terima aku sekarang. Setelah ikut aku pulang, kamu akan tahu. Ayo jalan, kita ....”

Sebelum Billy sempat menyelesaikan kata-katanya, sebuah sosok segera menerjang ke sisi Siena, lalu meninju wajah Billy dengan kuat.

“Kamu berani culik orang di wilayah kekuasaanku?”

Jordy mengadang di depan Siena dan menatap Billy dengan tatapan sedingin es. “Billy, coba saja kalau kamu berani.”

Orang yang dibawa datang Jordy segera mengepung seluruh kafe ini.

“Memangnya kamu itu siapa!”

Ada darah yang mengalir dari sudut bibir Billy. Dia bangkit dari lantai, lalu memelototi Jordy. Selanjutnya, dia langsung melayangkan tinjunya.

Kedua orang itu pun mulai berkelahi. Para tamu di sekitar buru-buru kabur karena ketakutan.

Berhubung Billy memiliki cedera kaki, dia pun segera jatuh dalam posisi yang tidak menguntungkan. Namun, meskipun begitu, dia tetap membalas serangan Jordy dengan garang. Dia tidak akan menyerah sampai berhasil membawa Siena pergi hari ini.

Siena yang berdiri di samping merasa sangat khawatir. Dia pun secara refleks menarik lengan Jordy.

“Jangan berkelahi lagi! Kalau kalian lanjut berkelahi, aku akan lapor polisi!”

Setelah mendengar ucapan Siena, Jordy segera menghentikan gerakannya. Hanya saja, dia tidak lupa untuk meninju Billy dengan kuat sekali sebelum berhenti. Kemudian, dia tersenyum sinis dan memandang Billy yang terjatuh ke lantai.

“Ini cuma sedikit pelajaran buat kamu, Billy Juman. Kalau kamu masih berani ganggu hidupku dan Nana, kamu mungkin nggak akan bisa kembali ke ibu kota dengan keadaan selamat.”

Wajah Billy sudah babak belur. Dia bangkit dari lantai dengan susah payah.

“Aku nggak akan nyerah. Nana, aku ....”

Sebelum Billy menyelesaikan kata-katanya, kepala pengawal tiba-tiba berjalan mendekat, “Pak Billy, Pak Leo sudah perintahkan kami untuk bawa kamu pulang.”

“Apa?” Billy sontak mengernyit dan berseru, “Nggak! Kasih tahu dia, aku nggak mau pulang!”

Namun, pengawal-pengawal di samping langsung mengangkat Billy dan menyeretnya ke dalam mobil.

“Nana!” Billy menoleh sambil berseru dengan tidak rela, “Nana! Tataplah aku. Kasih aku sebuah kesempatan lagi, ya? Nana! Nana!”

Siena memalingkan wajah dan tidak lagi menatap Billy. Dia menggunakan kedinginan dan kebungkaman untuk merespons kata-kata Billy. Setelah mengalami masa lalu seperti itu, dia tidak mungkin kembali.