“Saudari Penggugat, tolong kendalikan diri anda! Kita masih perlu mendengarkan penjelasan dari suami anda sebagai Tergugat agar kami bisa memutuskan yang terbaik bagi pernikahan anda berdua,” kata hakim itu saat mendengar jerit protes Anggraini.“Tapi Bu Hakim, ini tidak adil. Saya tahu dengan jelas bahwa Anggraini tidak mengetahui pernikahan kedua suaminya. Ini fitnah agar gugatannya ditolak!” bela Sophia ikut protes pada hakim itu.“Anda saksi, bukan? Keterangan anda belum diperlukan saat ini. Saat ini kami akan fokus mendengar keterangan dari Tergugat dahulu. Tolong hormati persidangan ini dan anda berdua silahkan duduk kembali!” Sophia mendengus kesal. Emosinya memuncak saat ini. Kalau bukan karena ibunya yang memaksa dia untuk duduk kembali sudah pasti dia tidak akan semudah itu untuk menurut.“Lanjutkan!” Hakim itu mempersilahkan Teguh untuk melanjutkan keterangannya.“Saya memiliki dokumen resmi yang bisa dikatakan sebagai bukti dari saya juga. Apa Yang Mulia mengizinkan saya
Anggraini keluar dari ruang damai yang telah dipersiapkan oleh pihak pengadilan agama untuk memfasilitasi mediasi antara dia dan Teguh.Mediasi antara mereka berjalan hampir dua jam lamanya namun seperti yang telah diduga, mediasi itu tidak berhasil karena dari pihak Anggraini menolak untuk berdamai dengan Teguh.Jangankan untuk berdamai, sepanjang mediasi Anggraini lebih banyak diam karena dirinya sendiri tidak diperkenankan oleh mediator untuk menyerang Teguh dengan pertanyaan yang memojokkan seperti bagaimana pria itu bisa melakukan semua manipulasi data itu. Teguh juga kekeuh tidak mau mengakui dan bersikap dengan sangat meyakinkan seakan tak punya salah apa-apa. Bahkan sang mediator pun sampai kebingungan untuk membuat mediasi tersebut berjalan lancar.“Gimana? Mediasinya nggak berhasil kan, Nggre? Kamu nggak mau balik sama dia kan?” tanya Sophia sedikit cemas.Dia dan ibunya sudah menunggu sedari tadi karena mereka tidak diperkenankan untuk masuk ke ruang mediasi selama proses
“Asyif, aku butuh bantuan bantuanmu. Apa kau punya kenalan seorang pengacara yang bagus?” tanya Anggraini di telepon.“Pengacara yang bagus? Untuk?” Anggraini menghela napas kesal.“Untuk mengurus perceraianku dengan mas Teguh. Aku mengalami kesulitan saat sidang pertama perceraianku kemarin,” kata Anggraini jujur.Asyif tidak menjawab.“Ada? Atau tidak ada?”“Aku punya satu kenalan pengacara yang bagus, tapi … entahlah rasanya agak kurang etis jika aku membantumu dalam hal ini,” kata Asyif jujur.“Kurang etis? Kenapa?” tanya Anggraini tidak mengerti.“Ya, itu rasanya seperti aku yang menyebabkan perceraian kalian berdua, bahkan untuk perceraian saja aku membantumu sampai selesai. Apa menurutmu itu tidak sedikit keterlaluan? Orang-orang bisa menganggap aku sebagai pebinor,” kekeh Asyif.“Keterlaluan? Kenapa? Kau temanku kan? Maksudku meski tidak pernah ada ikrar pertemanan di antara kita tapi kau pasti setuju kalau kita adalah teman. Apa salahnya membantu teman sendiri yang sedang ke
“Pak Bagas, ini Anggraini. Anggre, ini Pak Bagas, pengacara yang aku aku janjikan bakal kupertemukan denganmu,” kata Asyif memperkenalkan Anggraini dan pengacara yang dibawanya untuk bertemu dengan Anggraini.Anggraini dengan antusias mengulurkan tangannya terlebih dahulu. “Anggraini,” katanya sambil menyebutkan namanya.Pengacara itu pun berbalik menyebutkan namanya pula. Setelahnya mereka pun langsung ke inti pertemuan mereka dan membahas tentang masalah perceraian Anggraini dan Teguh. Asyif hanya berdiam diri mendampingi tanpa berniat untuk ikut campur masalah rumah tangga Anggraini yang sedang berada di ujung tanduk.Anggraini menceritakan semua hal yang menjadi permasalahan utama yaitu pernikahan kedua Teguh yang dilakukan diam-diam di belakangnya hingga manipulasi kartu identitas dan buku nikah keduanya.“Pada awalnya aku mengira kalau aku bisa menyelesaikan masalah ini sendiri, tapi setelah sidang perdana perceraian itu, aku merasa suamiku terlalu banyak membuat kebohongan hin
“Tapi? Tapi apa?”“Umm … tapi aku tidak bisa membeberkan itu, Pak. Kalau bisa kita cari jalan lain saja,” pinta Anggraini.Pak Bagas mengernyitkan keningnya.“Tapi memang ada?” tanyanya dengan nada setengah berharap.Sungguh ini tadinya hanya dia yang berandai-andai, tapi di luar ekspektasinya sepertinya video asusila yang dia pikir mungkin tidak ada kalau dilihat dari gelagat kliennya ternyata besar kemungkinannya ada.Anggraini sendiri merasa bimbang dan gundah gulana. Bagaimanapun dia tidak berharap bisa menggunakan itu sebagai bukti kuat dalam sidang cerainya. Selain saat ini dia masih resmi menjadi istrinya Teguh, Anggraini berpikir jauh ke depan tentang anak-anak dari pria itu dengan istri keduanya.Sangat disayangkan memang Anggraini tidak bisa masa bodo untuk hal ini. Harusnya dia abaikan saja nasib anak-anak itu. Toh bukan anaknya, dan ibu dari anak-anak itu jelas-jelas sudah merebut apa yang menjadi miliknya. Tapi … kalau dipikir-pikir lagi Shakila dan calon adiknya tidak s
“Saudari Anggraini?”Anggraini mengernyitkan kening saat salah seorang anggota polisi itu menyebutkan namanya. Kira-kira untuk urusan apa mereka datang ke sini mencarinya? Dan … begitu ia membuka pintu nama yang disebut adalah dirinya bukan pemilik apartemen yang mana itu adalah Sophia.“I-iya, saya sendiri, Pak? Kenapa ya?” tanya Anggraini gugup.Anggraini yang sedang berada di kamar mendengar ada suara berisik yang berasal dari lebih dari satu orang. Harusnya itu bukan suara dari seorang security apartemen atau salah seorang dari tetangganya, bukan?“Siapa, Anggre?”Reaksi yang ditunjukkan oleh Sophia sama dengan Anggraini yakni bingung dan heran.“Dengan saudari Sophia?” Kali ini pertanyaan itu pun dilayangkan kepada Sophia yang langsung disahuti Sophia dengan anggukan.“Iya, saya sendiri. Kenapa ya, Pak?”Petugas polisi itu dengan beberapa timnya langsung menjelaskan tujuan mereka datang ke tempat itu, yakni untuk menjemput Anggraini untuk dimintai keterangan terkait tersebarnya
Anggraini terhenyak mendengar penjelasan dari petugas kepolisian tersebut. Sebelumnya ketika dia menemukan begitu banyak kaset DVD di rumah suaminya dan istri keduanya itu, Anggraini sebenarnya tak kalah terkejutnya. Namun, saat mendengar informasi ini Anggraini lebih-lebih terkejutnya. Jadi semua itu tak hanya koleksi semata melainkan dia pergunakan untuk kepentingan komersial juga? Anggraini merasa lemas setengah mati. Ia bahkan tidak tahu karena tidak sempat memeriksa semuanya waktu itu bahwa ternyata di dalam tumpukan video itu ada juga video yang didokumentasikan bersama dirinya. Setega itu Teguh? Kapan dia mengambil video itu? Dan … apakah pria itu mengambil diam-diam aktivitas ranjang mereka demi uang juga?“Pak, maaf. Aku rasa mungkin ada kesalahan di sini. Sejujurnya, ya, saya akui yang berada di dalam video itu adalah benar saya dan suami saya. Saya juga tidak tahu kapan dan bagaimana dia merekam moment itu. Tapi meski begitu saya tetap harus berpositif thinking bahwa itu
“Kesialan?” gumam Anggraini mengulang kata yang baru saja diucapkan Merry kepadanya itu.“Ya, apalagi yang membuat sial selain punya istri yang tidak berguna sama sekali? Sudah tidak bisa memberikan keturunan di lain kesempatan malah membuat suaminya sendiri menjadi buron karena video kalian yang tidak punya adab itu,” ucap Merry geram.Anggraini mengernyitkan kening.“Aku tidak tahu apa maksudmu mengatakan itu. Tapi aku yakin kau lebih tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kau ingat saat kalian ada di Pangandaran dan pulang dari sana kau menemukan rumahmu sudah dimasuki oleh orang lain? Itu aku. Coba tebak apa yang kutemukan saat aku membongkar lemarimu itu?” tantang Anggraini.Merry menatap Anggraini geram. Posisinya sekarang sedang berdiri di dekat jeruji besi tempat di mana Anggraini sedang duduk bersandar di dalam sel tersebut.“Andai kutahu akan begini, harusnya waktu itu aku yang melaporkan dia terlebih dahulu sehingga aku tak perlu mengalami hal ini. Kau tahu Merry? Kau sama tidak