Share

Bab 4

Aku menghela napas. Tidak ada hubungannya dengan itu.

Aku dulu mencintai mereka dan bersedia melakukan semua hal itu untuk mereka. Sekarang aku tidak mencintai mereka lagi, jadi aku tidak peduli apa mereka bersedia melakukannya untukku.

Saat melihat Lionel, pria itu masih sibuk berbicara di telepon. Dia memijat-mijat keningnya dengan ujung jarinya. Pria itu kelihatannya sangat lelah.

Dulu, aku pasti akan menunggunya menyelesaikan pekerjaannya dulu, barulah aku akan berbicara dengannya.

Namun sekarang, aku teringat Alisia masih sendirian di rumah. Anak itu pasti sudah kelaparan.

Lantaran hatiku punya kekhawatiran, aku tidak peduli begitu banyak lagi.

"Pak Lionel."

Aku berdiri di depan Lionel dan menunjukkan senyuman sopan.

Dia tertegun. Setelah menyampaikan beberapa patah kata kepada orang di seberang sana, dia pun menutup telepon.

"Kenapa bisa kamu?"

"Hmm?" Aku mengangkat bahu. "Bukankah wajar aku kembali ke kampung halaman setelah bercerai?"

"Sebaliknya, mengapa membiarkan Deon belajar di Hodam dan bukannya di Brumen?"

Lionel menyelesaikan perkataannya dan menatapku lekat-lekat. Aku balas menatapnya.

Setelah beberapa saat, Lionel pun mengalihkan pandangannya lebih dulu.

"Dia merindukanmu. Dia ribut mau bertemu denganmu."

Aku tertawa. "Bukankah dia sudah punya Regina? Kenapa dia masih mau bertemu denganku?"

Lionel meraih lenganku. Emosi di matanya hampir meledak. "Ivana, aku nggak menikah dengannya. Aku hanya kalap satu kali itu saja."

Kata-katanya mengingatkanku kembali pada malam dua tahun yang lalu. Regina berbaring di ranjang mengenakan gaun hitam yang aku kenakan sewaktu hamil.

Lionel menutupi wajahnya dengan bantal dan terus bergumul.

Regina berkata, "Mengapa kamu harus menipu dirimu sendiri seperti ini?"

Lionel menjawab, "Aku mual melihat bekas luka operasi caesar di perutnya."

Memang benar, setelah aku melahirkan Deon, Lionel jarang tidur denganku lagi. Meski berhubungan intim, itu juga sekadar pelampiasan nafsu saja.

Aku membuka mulut dan berkata dengan lembut, "Ini bukan masalah sekali atau dua kali saja."

Namun, begitu kamu berselingkuh, hubungan kita sudah berakhir.

Aku dan Lionel telah berkenalan di hari pertama kuliah.

Jangan salah paham. Bukan cinta pada pandangan pertama, tetapi ibunya Lionel tiba-tiba pingsan saat upacara pembukaan.

Aku tepat berada di sampingnya dan memberikan CPR.

Kemudian, ibunya dilarikan ke rumah sakit. Dokter bilang, untunglah tindakan CPR dilakukan tepat waktu, barulah nyawa ibunya terselamatkan.

Demi berterima kasih kepadaku, Lionel mengajakku makan malam. Bahkan, ingin memberi uang kepadaku, tetapi aku tidak menerimanya.

Dia tipe pendiam. Aku sendiri juga tipe yang lambat akrab dengan orang lain. Aku hanya sibuk menghabiskan makanan. Kami juga bukannya bisa menjadi dekat hanya karena satu kali makan bersama.

Kondisi keluarga Lionel bagus, apalagi dia juga tampan. Dia telah mencuri banyak perhatian sejak kuliah dimulai.

Ada orang melihatku berjalan bersamanya. Mereka mulai bergosip tentang hubungan kami. Regina yang sekamar denganku pun menanyakan hal itu setiap hari.

Namun, aku yakin Lionel dan aku tidak mungkin bisa bersama.

Latar belakang keluarga kami terlalu berbeda. Kepribadian kami juga tidak terlalu cocok. Kami menghabiskan tahun pertama kuliah hanya sebagai kenalan.

Begitu tahun kedua dimulai, Lionel juga menghilang. Dia tidak masuk kuliah. Saat aku berjalan-jalan di taman malam harinya, aku juga tidak menemukan sosoknya yang biasanya berlari di sana.

Ada rumor mengenai dirinya yang menyebar di kampus. Ibunya seorang wanita simpanan. Lionel adalah anak haram dari seorang direktur perusahaan. Ibunya kepergok oleh istri sahnya dan disuruh ke luar negeri. Jadi, Lionel tidak bisa lagi kuliah di sini.

Aku mengiriminya beberapa pesan, tetapi tidak ada balasan sama sekali.

Hatinya terasa gelisah. Aku juga tidak tertarik melakukan apa pun.

Sampai suatu hari, di luar sedang hujan deras. Hingga membuat kisi-kisi jendela berbahan logam berderit.

Tiba-tiba, aku teringat pada Lionel. Jadi, aku pun mengiriminya pesan. "Kamu baik-baik saja?"

Aku pikir pesan ini juga tidak akan mendapat balasan seperti sebelumnya, tetapi ponselku bergetar dua kali dan pesan dari Lionel muncul.

"Mau temani aku minum-minum?"

Ibunya memang seorang simpanan. Ibunya juga kepergok oleh istri sah.

Alih-alih pergi ke luar negeri, ibunya malah bunuh diri dengan melompat dari gedung.

Matanya tampak kuyu. Botol demi botol anggur terus ditenggaknya. Dia bergumam, "Mengapa aku nggak bisa mabuk?"

Aku meraih tangannya yang masih memegang botol anggur dan menatap matanya dengan serius. Dalam sorot matanya, hanya ada bayanganku.

"Kamu ingin mabuk?"

Jakunnya bergerak. Aku mencium bibirnya.

Malam itu, aku menjerit kesakitan hingga air mataku menetes.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status