Home / Romansa / Anakku Bukan Anakku / Bab 2. Kembali untukmu cantik

Share

Bab 2. Kembali untukmu cantik

Author: Kimmy reana
last update Last Updated: 2025-02-13 16:15:57

Di lokasi yang sama, di sebuah Bar, tiga orang lelaki melangkah beriringan menuju sebuah tempat yang sudah merasa booking sebelumnya. 

Rencananya hari ini salah satu dari mereka bertiga akan melepas masa lajang dalam waktu kurang dari dua bulan lagi akan melangsungkan pernikahan. Sebuah kemajuan yang patut diapresiasi, sebab lelaki yang hendak melepas lajang itu adalah sosok yang menganut hidup bebas dan anti komitmen. 

Dia adalah Dimas Arkan Wijaya. 

“Nggak nyangka banget akhirnya lo sampai di titik sekarang.” Arik, salah satu temannya menatap takjub ke arah Dimas. “Patut dirayakan lebih dari ini sih,” lanjutnya dengan senyum jahil. 

“Keluar dari penjara, langsung dapat jodoh wanita cantik kaya raya. Lo harus bersyukur.” balas Albi. 

“Anggap aja investasi jangka panjang, dapat warisannya, dapat juga anaknya yang cantik.” Albi dan Arik sama-sama tertawa, sementara Dimas hanya menatap malas ke arah dua temannya itu. 

Hubungan persahabatan yang sempat merenggang akibat Dimas pernah melakukan kesalahan fatal hingga ia harus merasakan dinginnya jeruji besi. 

Waktu hukuman yang diterimanya tidak kurang dari lima belas tahun, tapi berkat bantuan dari beberapa orang yang masih peduli padanya, termasuk wanita yang akan dinikahinya saat ini, akhirnya Dimas pun bebas usai menjalani masa tahanan selama tiga tahun. 

Tiga tahun terlama dalam hidupnya, yang membuat Dimas akhirnya berubah. 

Lelaki itu tidak lagi menjadi si tukang celup, julukan yang tersemat untuknya karena sering bercinta dengan wanita manapun, yang dianggap menarik olehnya. Tapi, setelah keluar dari hotel prodeo, Dimas pun tidak lagi sembarangan mencari pasangan. Ia tidak pernah tidur dengan sembarang wanita, kecuali Donna, kekasihnya. 

“Lo beneran nggak pernah tidur sama cewek lain, kecuali si Donna?” Albi penasaran, sekaligus tidak percaya selama ini Dimas bisa menahan hasratnya untuk tidak bermain perempuan. 

“Nggak.” balas Dimas, ia menyesap minuman di gelas kecil hingga habis. 

“Dia udah sadar, Bi. Main perempuan nggak akan ada habisnya.” balas Arik. Hubungannya dan Dimas jauh lebih dekat, ia pun tahu bagaimana Dimas sekarang. Tidak lagi main perempuan dan fokus mengembangkan usaha yang sebelumnya pernah hancur akibat keserakahannya sendiri. 

“Gue udah berubah, percaya atau tidak terserah.” jawab Dimas dengan santai. 

“Lagipula gue mau menikah, mengikuti jejak kalian.” tunjuk Dimas pada Albi dan Arik

 “Tapi gue nggak akan jadi suami bucin macam kalian berdua. Nggak ada harga dirinya banget.” cibir Dimas. 

Albi maupun Arik tidak tersinggung sedikitpun, karena faktanya memang mereka berdua bucin akut. 

“Awas aja kalau akhirnya lo pun bucin akut.” balas Albi tidak mau kalah. 

“Nggak lah!” Dimas tetap menyangkal. 

“Dan nggak akan terjadi sama gue,” 

Memang tidak akan terjadi, Dimas memastikan itu. Hubungan yang terjalin atas dasar balas budi dan belum juga menemukan rasa yang bisa dijadikan pondasi kuat untuk membangun sebuah rumah tangga. Dimas tahu bagaimana perasaannya untuk Donna, tapi ia tidak mempunyai pilihan lain. Donna adalah penyelamatan hidupnya, setidaknya setelah semua hilang, termasuk harta dan seseorang yang sampai hari ini masih dicarinya secara diam-diam. 

“Besok gue mau balik ke Jakarta, kalian kapan?” tanya Arik. 

“Lusa.” Jawab Albi. “Isyana masih ingin disini satu hari lagi.” 

“Lo kapan, Dim?” tanya Arik pada Dimas, yang tidak kunjung menjawab pertanyaannya. 

“Nggak tahu, gue masih betah disini. Minggu depan, mungkin.” jawabnya tidak pasti. 

“Gue sih masih betah disini, tapi Nadia ada acara reuni sama teman kantornya dulu.” 

“Ngomong-ngomong, lo pernah deket sama temannya Nadia bukan? Siapa namanya, gue lupa.” Albi mengingatkan Dimas, pada sosok wanita yang masih menjadi tanda tanya besar dalam hidupnya selama ini. Kemana perginya? 

Apakah wanita itu masih ada di negeri ini? 

Atau mungkin sudah menikah dan memiliki keluarga baru? 

Memang sudah terlalu lama, enam tahun. Sangat memungkinkan untuknya menikah dan memiliki keluarga. 

“Mila.” balas Arik. “Cewek yang tergila-gila sama playboy cap kadal kayak Dimas.”

“Untung nggak hamil, kalau hamil berabe. Punya anak tanpa suami.” 

Dimas tiba-tiba tersedak, sampai dadanya terasa sakit. 

“Lo kenapa?” Albi menepuk pundak Dimas. 

“Kayak orang kaget,”

“Nggak apa-apa. Gue mau ke toilet dulu.” Dimas beranjak dari tempat duduknya, menuju toilet. 

Mendengar nama Mila dan hamil adalah dua hal yang masih menjadi sesal dalam hatinya. Diam-diam ia merasa sangat menyesal karena telah mengusir wanita itu, saat ia menunjukkan benda putih kecil dengan dua garis biru. 

Dimas mencuci wajahnya, mencoba menghilang pikiran tentang Mila yang semakin hari, makin terus menghantuinya. Apalagi menjelang hari pernikahannya, bayangan Mila justru semakin sering muncul tidak hanya dalam benaknya tapi juga dalam mimpi. 

“Dia pasti baik-baik saja. Bahkan mungkin hidup dengan baik, tanpa mikirin gue!” Dimas berdecak, pantas mengusap wajahnya dengan menggunakan saputangan. 

“Ngapain terus mikirin cewek sialan itu!” umpatnya. 

Dimas hendak keluar, tapi saat tangannya memegang gagang pintu, ia mendengar seseorang memanggil nama yang begitu familiar bahkan baru saja dipikirkannya. 

“Mbak Mila, mau langsung pulang?” 

“Iya. Kerjaan udah selesai, lebih baik kita langsung pulang saja.” 

Wajah dan suaranya benar-benar sama. Bahkan bentuk tubuh dan senyuman pun masih sama, hanya saja ia terlihat sedikit lebih kurus dari terakhir kali bertemu

. Dari balik pintu, Dimas masih memperhatikan Mila yang mungkin tidak menyadari kehadirannya. 

“Ya sudah, kita minta Rian jemput aja, langsung pulang.” 

Hanya sekilas, sebab kedua wanita itu segera pergi meninggalkan area toilet. Jiwa ingin tahu dan penasaran yang kini ada dalam diri Dimas bergejolak, ia bergegas mengikuti kedu wanita itu secara diam-diam.. 

Rupanya mereka masuk ke dalam salah satu ruangan khusus yang ada di Bar, sebuah ruangan VIP. Dimas ingin masuk untuk memastikan apa yang dilakukan Mila di dalam sana, tapi niat tersebut diturunkan Dimas, saat kembali melihat kedua wanita itu keluar dari dalam sana. 

Dimas segera bersembunyi, agar keberadaannya tidak diketahui Mila. 

“Kita langsung pulang ke Jakarta saja.” ucap Mila. 

“Iya.” balas dua rekam lainnya. 

Akhirnya Dimas pun tahu, wanita itu masih tinggal di Jakarta. 

Dimas menghampiri seorang pegawai yang tengah membawa minuman, yang juga keluar dari ruangan sama seperti Mila. 

“Tunggu!” cegat Dimas. 

“Kamu kenal tiga wanita yang keluar tadi? Yang memakai coat hitam?” 

Pegawai itu terdiam sejenak, mencoba mengingat. 

“Yang mana? Saya lupa.”

“Kamu pasti ingat,” Dimas mengeluarkan dua lembar uang kertas berwarna merah dari dalam dompetnya. Pegawai yang berjenis kelmarin lelaki itu langsung tersenyum, “Tentu ingat. Dia adalah LC panggilan dari Jakarta, kalau nggak salah Mila, Ajeng dan Wiwi. Kenapa? Tuan berminat?” 

“Bisa dipanggil?”

“Tentu.” 

Dimas menyeringai. “Berikan kontaknya, aku akan tambah lagi.” tanpa diminta Dimas pun memberikan beberapa uang lembat lagi dan memberikannya pada pelayan itu. 

Dimas menyeringai, usai mendapatkan informasi dimana Mila bekerja saat ini. Niat untuk kembali mempermainkan wanita itu pun kembali muncul. Ia merasa sangat tersinggung, sebab selama ini Dimas selalu berharap Mila hidup dengan baik dan bahagia tapi yang dilakukan wanita itu justru bekerja di tempat seperti ini. Bahkan Dimas pun langsung berasumsi, Mila tidak hanya menjadi LC tapi juga menjual dirinya. 

“Sepertinya kita akan kembali bersenang-senang, cantik. Tunggu aku di Jakarta.” 

Related chapters

  • Anakku Bukan Anakku   Bab 3. Suara misterius

    Sampai Jakarta sekitar pukul delapan pagi, dimana kedatangan Mila disambut hangat oleh senyum Talita. Gadis kecil itu tengah duduk bersama seorang lelaki yang sudah menemaninya sejak enam tahun lalu. Tanto, rekan kerjanya dulu saat masih di perusahaan Dirgantara. “Ibu sudah pulang,” tunjuk Tanto ke arah Mila, ia pun menggenggam tangan Talita, menghampirinya.“Ibu,” gadis kecil berambut hitam sebahu itu segera memeluk Mila, seolah sudah lama tidak bertemu.“Gadis ibu apa kabar? Nggak nakal, kan?” bukan hanya Talita, Mila juga kerap merasa rindu meski hanya beberapa jam terpisah. “Baik, Ibu.” kedua tangan mungil itu memeluk tubuh Mila. “Anak baik,” Mila membalasnya dengan mencium puncak kepala Talita.“Ayo, masuk.” ajaknya.Secangkir teh panas menjadi teman sebungkus nasi uduk. Porsinya sangat banyak, tapi dijamin, Mila akan menghabiskannya tanpa sisa. “Udah lama? Nggak bilang mau ke sini.” Lelaki di hadapannya tersenyum samar, memperhatikan bagaimana caranya menikmati makanan. Me

    Last Updated : 2025-02-13
  • Anakku Bukan Anakku   Bab 4. Sudah direncanakan

    Dimas mengedarkan pandangan ke sekeliling ketika sudah tiba di lobby kantor milik Donna, kekasihnya. Dia janji akan menjemput wanita itu dan makan malam bersama, di kediaman keluarganya. Hal yang sudah menjadi agenda wajib, yang dilakukan Dimas dan Donna, mengingat hubungan keduanya yang sebentar lagi akan memasuki jenjang yang lebih serius, yakin pernikahan. Sosok wanita itu muncul dari arah pintu lift, senyum manis langsung menyambut saat Dimas mendekat. “Sudah lama?” tanyanya, dengan satu tangan merangkul pinggang Dimas. “Tidak, baru saja sampai.” Dimas mencium kening Donna. “Ayo, Ayah dan Ibu sudah menunggu.” ajak Dimas, menggenggam tangan Donna menuju mobilnya yang sudah terparkir di depan lobi. Wanita itu tersenyum, menyandarkan kepala di satu sisi kepala Dimas.Dalam perjalanan menuju kediaman orang tua Dimas, Donna sempat menyinggung kembali kepulangan mereka dari Bandung, yang lebih cepat dari rencana yang sudah direncanakan sebelumnya. “Aku masih kesal, saat kamu ti

    Last Updated : 2025-02-14
  • Anakku Bukan Anakku   bab 5. Tawaran menarik

    “Bayarannya lumayan Mbak, masa mau di tolak.” bujuk Wiwi, saat menawarkan pekerjaan pada Mila untuk malam ini. “Jangan menolak rezeki. Kalau lagi ada, gas aja.” Mila sudah mendapat tawaran sejak kemarin, biasanya ia akan menerimanya tanpa berpikir dua kali, tapi kali ini ada pengecualian. Hati kecilnya merasa ragu, entah apa alasannya. “Bayarannya besar, kalau nggak salah tiga juta untuk dua jam. Selain itu, kita juga dapat bonus seperti biasa. Di hitung total, lima atau enam juta dapatlah dan kita hanya kerja dua jam saja. Kapan lagi dapat bayaran besar seperti itu, dengan lokasi masih di sekitar Jakarta.” Wiwi masih membujuk, menggunakan berbagai macam iming-iming yang bisa membuat Mila merasa yakin. “Ayo, sekarang sudah jam sembilan. Siap-siap, kita langsung berangkat, Riyan yang antar.” Mila terdiam sejenak, memikirkan tawaran Wiwi berulang kali. Nominal uang yang akan didapatnya sangat banyak, dengan jam kerja hanya dua jam saja. “Hanya menjual minuman seperti biasa, kan?”

    Last Updated : 2025-02-14
  • Anakku Bukan Anakku   Bab 6. Ketakutan

    “Bayaran untuk malam ini sudah saya kirim ke nomor rekening masing-masing. Terimakasih untuk kerjasamanya malam ini,” seorang pria bertubuh gempal menghampiri Mila dan wiwi, saat jam kerja keduanya selesai. Irawan namanya. “Kalian boleh pulang, jika tidak ingin menambah jam kerja. Semakin malam, semakin mahal bayarannya.” Irawan, tersenyum menggoda. Tawaran yang sama, tapi Mila tetap akan menolaknya. “Tidak Pak, saya mau langsung pulang saja. Udah di tunggu anak.” tolak Mila, usai memastikan pembayarannya berhasil masuk melalui aplikasi bank online. “Ya sudah, itu pilihan kamu.” Irawan memang tidak pernah memaksa, meski tidak pernah berhenti menawarkan tawaran yang begitu menggiurkan itu. Tapi Mila sadar betul konsekuensi yang akan diterimanya nanti, saat menjerumuskan diri ke dalam dunia hitam yang tidak hanya menjanjikan penghasilan besar, tapi resiko yang besar juga. “Mbak Mila mau langsung pulang?” “Iya, udah janji sama Talita, besok pagi mau ke antar dia ke rumah sakit.”“B

    Last Updated : 2025-02-14
  • Anakku Bukan Anakku   Bab 7. Sisi iblis

    Alasan mengapa Dimas begitu kesal dan tersinggung, yakni karena selama di penjara, Dimas kerap mengkhawatirkan Mila. Nyaris setiap hari memikirkannya, bahkan tak jarang ia merasa begitu bersalah, telah mengusir wanita itu tanpa menjelaskan terlebih dahulu apa yang sebenarnya terjadi. Bahkan saat ia bercinta dengan kekasihnya, saat itulah matanya terpejam dan bayangan seorang Mila memenuhi ruang pikirannya saat mencapai pelepasan. Memang tidak adil untuk Donna, tapi itulah fakta yang sebentar terjadi selama ini, yang selalu Dimas tutup-tutupi darinya. Sebanyak apapun Dimas berhubungan, sama sekali tidak mampu melupakan sosok wanita yang kini ada di hadapannya. “Dimas, please!” ucap Mila dengan susah payah dia berusaha terus menarik cengkraman Dimas, di lehernya. “Mohonlah, aku suka mendengarnya.” bisik Dimas tajam, mengikis jarak dengan menghimpit tubuh besarnya pada Mila, sehingga wanita itu tidak dapat berkutik. Satu tangan Dimas dengan kurang ajarnya mendarat di salah satu pa

    Last Updated : 2025-02-14
  • Anakku Bukan Anakku   Bab 8. Coklat manis

    Saat itu..Ibu menatap sedih ke arah Mila, saat wanita itu baru membuka mata untuk pertama kalinya, setelah dinyatakan koma selama dua hari. Mila mengalami pendarahan hebat, usai menjalani operasi Caesar saat melahirkan putrinya Talita. Sakit menjalar ke seluruh tubuh, sampai Mila tidak tahu mana yang paling sakit, bahkan hatinya pun ikut sakit. “Aku minta maaf,” kalimat pertama yang diucapkan Mila, dengan tatapan sedih ke arah ibunya. “Tidak apa-apa, Nak.” Ibu mencium punggung tangan Mila, mengusap dengan cepat lelehan air mata yang mulai membasahi wajahnya. Kesedihan terlihat jelas di kedua mata Ibu yang sembab, bisa dipastikan wanita paruh baya yang baru kehilangan suami tiga bulan itu menangis tanpa henti saat Mila dinyatakan koma, akibat pendarahan. “Ibu senang, akhirnya kamu sadar. Terimakasih Nak, sudah bertahan untuk Ibu dan juga anakmu.” Ibu kembali menangis, ada rasa bahagia dan sedih, bercampur menjadi satu. “Ibu selalu yakin, kamu bisa melewati semua ini.” Ibu meng

    Last Updated : 2025-02-15
  • Anakku Bukan Anakku   Bab 9

    “Kenapa coklatnya jadi dua?” Mila menatap dua coklat yang ada di tangan Talita. Bukan hanya jumlahnya yang bertambah, tapi mereknya pun berubah.“Yang dikasih Dokter Andev mana?” Dokter spesialis jantung itu jelas tidak akan memberikan makanan tanpa mengetahui komposisi yang ada di dalamnya, khususnya Talita. Gadis yang mengidap gagal jantung sejak masih bayi itu tidak boleh sembarangan mengkonsumsi makanan, yang mungkin akan berpotensi memperburuk jantungnya. Salah satunya coklat, makanan dengan kadar gula tinggi itu harus dihindari Talita dan yang diberikan Dokter Andev jelas coklat khusus dengan kadar gula rendah dan aman dikonsumsi Talita, tentunya dengan jumlah yang dibatasi. “Jatuh, seseorang tanpa sengaja menabraknya.” jelas Ibu. “Dia menggantinya dengan coklat ini,” “Banyak ibu,” Talita tersenyum, memamerkan dua coklat miliknya. “Sangat banyak.” terlihat kegembiraan di kedua sorot matanya. “Orang itu memberikan satu kardus coklat, tapi ibu ingat, Talita harus membatasi as

    Last Updated : 2025-02-15
  • Anakku Bukan Anakku   Bab 1. Bertemu kembali

    Asap mengepul dari dalam cangkir putih yang ada dalam genggaman kedua tangannya, sensasi yang sebelumnya panas perlahan menghangat. Aliran panas yang digenggamnya erat tidak lantas membuat hatinya ikut menghangat. Justru, ia merasa semakin dingin nyaris membeku.Sosok wanita yang sudah membersihkan tubuhnya di pukul sebelas malam itu bernama Mila Agnesia. Berusia dua puluh tujuh tahun, memiliki seorang anak tapi tidak memiliki suami. Mila seorang janda, sekaligus ibu untuk anak perempuannya bernama Talita Zahran. Mila menoleh ke arah tempat tidur, dimana gadis kecilnya masih meringkuk dibawah selimut tebal berwarna merah muda, warna kesukaannya. Helaan nafasnya teratur dengan sesekali terdengar dengkuran halus yang menandakan tidurnya begitu pulas. Jika bukan karena tuntutan pekerjaan, rasanya ingin kembali bergabung bersama gadis kecilnya itu dibalik selimut. Memeluknya, menghirup harum aroma tubuh Talita yang sangat disukai Mila. Tapi tuntutan hidup memaksanya bekerja lebih keras

    Last Updated : 2025-02-13

Latest chapter

  • Anakku Bukan Anakku   Bab 9

    “Kenapa coklatnya jadi dua?” Mila menatap dua coklat yang ada di tangan Talita. Bukan hanya jumlahnya yang bertambah, tapi mereknya pun berubah.“Yang dikasih Dokter Andev mana?” Dokter spesialis jantung itu jelas tidak akan memberikan makanan tanpa mengetahui komposisi yang ada di dalamnya, khususnya Talita. Gadis yang mengidap gagal jantung sejak masih bayi itu tidak boleh sembarangan mengkonsumsi makanan, yang mungkin akan berpotensi memperburuk jantungnya. Salah satunya coklat, makanan dengan kadar gula tinggi itu harus dihindari Talita dan yang diberikan Dokter Andev jelas coklat khusus dengan kadar gula rendah dan aman dikonsumsi Talita, tentunya dengan jumlah yang dibatasi. “Jatuh, seseorang tanpa sengaja menabraknya.” jelas Ibu. “Dia menggantinya dengan coklat ini,” “Banyak ibu,” Talita tersenyum, memamerkan dua coklat miliknya. “Sangat banyak.” terlihat kegembiraan di kedua sorot matanya. “Orang itu memberikan satu kardus coklat, tapi ibu ingat, Talita harus membatasi as

  • Anakku Bukan Anakku   Bab 8. Coklat manis

    Saat itu..Ibu menatap sedih ke arah Mila, saat wanita itu baru membuka mata untuk pertama kalinya, setelah dinyatakan koma selama dua hari. Mila mengalami pendarahan hebat, usai menjalani operasi Caesar saat melahirkan putrinya Talita. Sakit menjalar ke seluruh tubuh, sampai Mila tidak tahu mana yang paling sakit, bahkan hatinya pun ikut sakit. “Aku minta maaf,” kalimat pertama yang diucapkan Mila, dengan tatapan sedih ke arah ibunya. “Tidak apa-apa, Nak.” Ibu mencium punggung tangan Mila, mengusap dengan cepat lelehan air mata yang mulai membasahi wajahnya. Kesedihan terlihat jelas di kedua mata Ibu yang sembab, bisa dipastikan wanita paruh baya yang baru kehilangan suami tiga bulan itu menangis tanpa henti saat Mila dinyatakan koma, akibat pendarahan. “Ibu senang, akhirnya kamu sadar. Terimakasih Nak, sudah bertahan untuk Ibu dan juga anakmu.” Ibu kembali menangis, ada rasa bahagia dan sedih, bercampur menjadi satu. “Ibu selalu yakin, kamu bisa melewati semua ini.” Ibu meng

  • Anakku Bukan Anakku   Bab 7. Sisi iblis

    Alasan mengapa Dimas begitu kesal dan tersinggung, yakni karena selama di penjara, Dimas kerap mengkhawatirkan Mila. Nyaris setiap hari memikirkannya, bahkan tak jarang ia merasa begitu bersalah, telah mengusir wanita itu tanpa menjelaskan terlebih dahulu apa yang sebenarnya terjadi. Bahkan saat ia bercinta dengan kekasihnya, saat itulah matanya terpejam dan bayangan seorang Mila memenuhi ruang pikirannya saat mencapai pelepasan. Memang tidak adil untuk Donna, tapi itulah fakta yang sebentar terjadi selama ini, yang selalu Dimas tutup-tutupi darinya. Sebanyak apapun Dimas berhubungan, sama sekali tidak mampu melupakan sosok wanita yang kini ada di hadapannya. “Dimas, please!” ucap Mila dengan susah payah dia berusaha terus menarik cengkraman Dimas, di lehernya. “Mohonlah, aku suka mendengarnya.” bisik Dimas tajam, mengikis jarak dengan menghimpit tubuh besarnya pada Mila, sehingga wanita itu tidak dapat berkutik. Satu tangan Dimas dengan kurang ajarnya mendarat di salah satu pa

  • Anakku Bukan Anakku   Bab 6. Ketakutan

    “Bayaran untuk malam ini sudah saya kirim ke nomor rekening masing-masing. Terimakasih untuk kerjasamanya malam ini,” seorang pria bertubuh gempal menghampiri Mila dan wiwi, saat jam kerja keduanya selesai. Irawan namanya. “Kalian boleh pulang, jika tidak ingin menambah jam kerja. Semakin malam, semakin mahal bayarannya.” Irawan, tersenyum menggoda. Tawaran yang sama, tapi Mila tetap akan menolaknya. “Tidak Pak, saya mau langsung pulang saja. Udah di tunggu anak.” tolak Mila, usai memastikan pembayarannya berhasil masuk melalui aplikasi bank online. “Ya sudah, itu pilihan kamu.” Irawan memang tidak pernah memaksa, meski tidak pernah berhenti menawarkan tawaran yang begitu menggiurkan itu. Tapi Mila sadar betul konsekuensi yang akan diterimanya nanti, saat menjerumuskan diri ke dalam dunia hitam yang tidak hanya menjanjikan penghasilan besar, tapi resiko yang besar juga. “Mbak Mila mau langsung pulang?” “Iya, udah janji sama Talita, besok pagi mau ke antar dia ke rumah sakit.”“B

  • Anakku Bukan Anakku   bab 5. Tawaran menarik

    “Bayarannya lumayan Mbak, masa mau di tolak.” bujuk Wiwi, saat menawarkan pekerjaan pada Mila untuk malam ini. “Jangan menolak rezeki. Kalau lagi ada, gas aja.” Mila sudah mendapat tawaran sejak kemarin, biasanya ia akan menerimanya tanpa berpikir dua kali, tapi kali ini ada pengecualian. Hati kecilnya merasa ragu, entah apa alasannya. “Bayarannya besar, kalau nggak salah tiga juta untuk dua jam. Selain itu, kita juga dapat bonus seperti biasa. Di hitung total, lima atau enam juta dapatlah dan kita hanya kerja dua jam saja. Kapan lagi dapat bayaran besar seperti itu, dengan lokasi masih di sekitar Jakarta.” Wiwi masih membujuk, menggunakan berbagai macam iming-iming yang bisa membuat Mila merasa yakin. “Ayo, sekarang sudah jam sembilan. Siap-siap, kita langsung berangkat, Riyan yang antar.” Mila terdiam sejenak, memikirkan tawaran Wiwi berulang kali. Nominal uang yang akan didapatnya sangat banyak, dengan jam kerja hanya dua jam saja. “Hanya menjual minuman seperti biasa, kan?”

  • Anakku Bukan Anakku   Bab 4. Sudah direncanakan

    Dimas mengedarkan pandangan ke sekeliling ketika sudah tiba di lobby kantor milik Donna, kekasihnya. Dia janji akan menjemput wanita itu dan makan malam bersama, di kediaman keluarganya. Hal yang sudah menjadi agenda wajib, yang dilakukan Dimas dan Donna, mengingat hubungan keduanya yang sebentar lagi akan memasuki jenjang yang lebih serius, yakin pernikahan. Sosok wanita itu muncul dari arah pintu lift, senyum manis langsung menyambut saat Dimas mendekat. “Sudah lama?” tanyanya, dengan satu tangan merangkul pinggang Dimas. “Tidak, baru saja sampai.” Dimas mencium kening Donna. “Ayo, Ayah dan Ibu sudah menunggu.” ajak Dimas, menggenggam tangan Donna menuju mobilnya yang sudah terparkir di depan lobi. Wanita itu tersenyum, menyandarkan kepala di satu sisi kepala Dimas.Dalam perjalanan menuju kediaman orang tua Dimas, Donna sempat menyinggung kembali kepulangan mereka dari Bandung, yang lebih cepat dari rencana yang sudah direncanakan sebelumnya. “Aku masih kesal, saat kamu ti

  • Anakku Bukan Anakku   Bab 3. Suara misterius

    Sampai Jakarta sekitar pukul delapan pagi, dimana kedatangan Mila disambut hangat oleh senyum Talita. Gadis kecil itu tengah duduk bersama seorang lelaki yang sudah menemaninya sejak enam tahun lalu. Tanto, rekan kerjanya dulu saat masih di perusahaan Dirgantara. “Ibu sudah pulang,” tunjuk Tanto ke arah Mila, ia pun menggenggam tangan Talita, menghampirinya.“Ibu,” gadis kecil berambut hitam sebahu itu segera memeluk Mila, seolah sudah lama tidak bertemu.“Gadis ibu apa kabar? Nggak nakal, kan?” bukan hanya Talita, Mila juga kerap merasa rindu meski hanya beberapa jam terpisah. “Baik, Ibu.” kedua tangan mungil itu memeluk tubuh Mila. “Anak baik,” Mila membalasnya dengan mencium puncak kepala Talita.“Ayo, masuk.” ajaknya.Secangkir teh panas menjadi teman sebungkus nasi uduk. Porsinya sangat banyak, tapi dijamin, Mila akan menghabiskannya tanpa sisa. “Udah lama? Nggak bilang mau ke sini.” Lelaki di hadapannya tersenyum samar, memperhatikan bagaimana caranya menikmati makanan. Me

  • Anakku Bukan Anakku   Bab 2. Kembali untukmu cantik

    Di lokasi yang sama, di sebuah Bar, tiga orang lelaki melangkah beriringan menuju sebuah tempat yang sudah merasa booking sebelumnya. Rencananya hari ini salah satu dari mereka bertiga akan melepas masa lajang dalam waktu kurang dari dua bulan lagi akan melangsungkan pernikahan. Sebuah kemajuan yang patut diapresiasi, sebab lelaki yang hendak melepas lajang itu adalah sosok yang menganut hidup bebas dan anti komitmen. Dia adalah Dimas Arkan Wijaya. “Nggak nyangka banget akhirnya lo sampai di titik sekarang.” Arik, salah satu temannya menatap takjub ke arah Dimas. “Patut dirayakan lebih dari ini sih,” lanjutnya dengan senyum jahil. “Keluar dari penjara, langsung dapat jodoh wanita cantik kaya raya. Lo harus bersyukur.” balas Albi. “Anggap aja investasi jangka panjang, dapat warisannya, dapat juga anaknya yang cantik.” Albi dan Arik sama-sama tertawa, sementara Dimas hanya menatap malas ke arah dua temannya itu. Hubungan persahabatan yang sempat merenggang akibat Dimas pernah mela

  • Anakku Bukan Anakku   Bab 1. Bertemu kembali

    Asap mengepul dari dalam cangkir putih yang ada dalam genggaman kedua tangannya, sensasi yang sebelumnya panas perlahan menghangat. Aliran panas yang digenggamnya erat tidak lantas membuat hatinya ikut menghangat. Justru, ia merasa semakin dingin nyaris membeku.Sosok wanita yang sudah membersihkan tubuhnya di pukul sebelas malam itu bernama Mila Agnesia. Berusia dua puluh tujuh tahun, memiliki seorang anak tapi tidak memiliki suami. Mila seorang janda, sekaligus ibu untuk anak perempuannya bernama Talita Zahran. Mila menoleh ke arah tempat tidur, dimana gadis kecilnya masih meringkuk dibawah selimut tebal berwarna merah muda, warna kesukaannya. Helaan nafasnya teratur dengan sesekali terdengar dengkuran halus yang menandakan tidurnya begitu pulas. Jika bukan karena tuntutan pekerjaan, rasanya ingin kembali bergabung bersama gadis kecilnya itu dibalik selimut. Memeluknya, menghirup harum aroma tubuh Talita yang sangat disukai Mila. Tapi tuntutan hidup memaksanya bekerja lebih keras

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status