Beranda / Romansa / Anakku Bukan Anakku / Bab 3. Suara misterius

Share

Bab 3. Suara misterius

Penulis: Kimmy reana
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-13 16:27:07

Sampai Jakarta sekitar pukul delapan pagi, dimana kedatangan Mila disambut hangat oleh senyum Talita.

Gadis kecil itu tengah duduk bersama seorang lelaki yang sudah menemaninya sejak enam tahun lalu. Tanto, rekan kerjanya dulu saat masih di perusahaan Dirgantara.

“Ibu sudah pulang,” tunjuk Tanto ke arah Mila, ia pun menggenggam tangan Talita, menghampirinya.

“Ibu,” gadis kecil berambut hitam sebahu itu segera memeluk Mila, seolah sudah lama tidak bertemu.

“Gadis ibu apa kabar? Nggak nakal, kan?” bukan hanya Talita, Mila juga kerap merasa rindu meski hanya beberapa jam terpisah.

“Baik, Ibu.” kedua tangan mungil itu memeluk tubuh Mila.

“Anak baik,” Mila membalasnya dengan mencium puncak kepala Talita.

“Ayo, masuk.” ajaknya.

Secangkir teh panas menjadi teman sebungkus nasi uduk. Porsinya sangat banyak, tapi dijamin, Mila akan menghabiskannya tanpa sisa.

“Udah lama? Nggak bilang mau ke sini.”

Lelaki di hadapannya tersenyum samar, memperhatikan bagaimana caranya menikmati makanan. Memang sedikit rakus, tapi Mila benar-benar lapar.

“Udah bilang, tapi kamu nggak jawab.”

“Iya,” Mila mengambil ponsel dalam tas yang sengaja dimatikan.

“Oh iya.” Ia melihat banyak pesan masuk, salah satunya dari Tanto. “Hp nya sengaja dimatikan saat jam kerja.”

Mila hanya membaca sekilas pesan singkat Tanto, tapi ada nomor baru yang juga mengirimnya pesan. Nomor baru yang tidak dikenal.

Ia hanya mengabaikannya saja, kembali fokus pada nasi uduk di hadapannya.

“Masih kerja disana?” tanya Tanto.

“Nggak mau cari kerja yang lain?”

“Kerja apa?” Mila balik bertanya.

Dalam situasi seperti saat ini, mencari pekerjaan bukanlah perkara mudah, mengingat usianya yang sudah tidak muda lagi, ditambah jejak hitam yang pernah dilakukannya dulu.

Mila kesulitan mencari pekerjaan yang dianggap layak, bahkan sampai dia nekat terjun ke dunia hiburan malam pun, bukan keputusan mudah. Ia sudah berada di ujung putus asa. Saat seluruh dunia menghakiminya, atas pilihan yang diambil.

Keputusan besar itu adalah Talita.

Membesarkan anak tanpa seorang ayah sangat berat, tidak hanya berat dalam mencari nafkah untuk membiayai kehidupannya, juga berat menerima banyak hujatan yang tidak pernah ada hentinya, bahkan sampai saat ini, setelah enam tahun berlalu.

“Kalau ada kerjaan yang gajinya besar, bisa bawa anak, dan waktu kerjanya sangat fleksibel, kabari ya.” Mila tersenyum jahil. “Aku mau.”

“Ada.” Tanto tersenyum, menyuap nasi uduk kedalam mulutnya. “Jadi istriku. Gajinya nggak besar, tapi cukup untuk membiayai kalian berdua dan juga pengobatan Talita.”

Mila menatap ke arah Tanto, sebelum akhirnya tertawa. “Candaan kamu masih aja garing kayak dulu.” Mila mengambil kerupuk milik Tanto. “Menghibur sih! Tapi kasihan aja, beli satu dapat dua.”

“Nggak apa-apa, aku mau,”

“Kerupuknya nggak mau? Aku ambil kalau gitu.” Mila mengambil nyari semua kerupuk yang ada di atas piring milik Tanto, hal tersebut dilakukan bukan karena ia masih belum kenyang. Tidak.

Mila sudah lebih dari kenyang, hanya saja ia sengaja mengalihkan pembicaraan dengan menganggap ucapan Tanto hanyalah candaan semata. Padahal Mila tahu, yang diucapkan lelaki itu adalah kesungguhan dari lubuk hatinya.

Sadar tidak ada tanggapan serius dari Mila, Tato pun hanya menghela lemah.

Tapi, ia tidak akan pernah mundur untuk meyakinkan Mila, bahwa ia benar-benar tulus mencintai wanita itu dan juga Talita.

“Kalau ada informasi kerjaan, aku kabari ya. Aku nggak suka kamu ada di lingkungan seperti itu, bikin khawatir terus.” jujur Tanto

“Khawatir aku jual diri?” Mila tersenyum samar.

“Aku sudah pernah melakukannya dulu, saat usiaku masih sangat muda bahkan aku sudah mendapatkan hadiah dari dari perbuatanku dulu.” Mila menoleh ke arah Talita, yang tengah bermain bersama Ibu.

“Di usiaku yang sudah berumur ini, aku nggak mungkin melakukan kesalahan yang sama.”

“Syukurlah. Tetap hati-hati dan jaga diri, kalau begitu aku pamit pulang.”

Mila mengikuti langkah Tanto, menuju pintu gerbang.

“Aku belikan sedikit kebutuhan Talita,”

satu tangan Tanto terangkat, saat Mila hendak menyela.

“Buat Talita, buka buat kamu. Jadi, nggak ada alasan untuk menolak. Oke?”

Mila menghela lemah. “Baiklah, terimakasih.”

“Sama-sama. Aku pulang, ya?”

Mila mengangguk, melambai tangan ke arah Tanto.

Mobil yang dikendarai Tanto perlahan meninggalkan area rumah, lalu menghilang dibalik persimpangan jalan.

Mila menatap sedih ke arahnya, dimana lelaki itu tidak pernah berubah sejak dulu. Selalu perhatian, bahkan menolongnya tanpa pamrih.

Semua yang dilakukan Tanto adalah bukti ketulusan cinta seorang lelaki, sayangnya Mila tidak berani membuka hatinya untuk lelaki manapun setelah seorang lelaki brengsek menghancurkan hati dan hidupnya hingga tidak tersisa.

Karena lelaki itulah ia kerap dihantui trauma. Tidak mau menjalin hubungan baru dan hanya bisa jalan di tempat, bergelut dengan masa lalu.

“Istirahatlah, mumpung Talita tidur.”

Semalaman Mila belum tidur. Pekerjaan yang mengharuskannya terjaga di waktu orang lain tengah terlelap dalam mimpi. Siang harinya ia tidak bisa tidur dengan tenang, terkadang Talita merajuk dan selalu ingin bersamanya.

“Iya. Aku istirahat dulu ya, Bu.”

“Iya.”

Hari ini lelah yang dirasakan dua kali lipat, sebab ia bekerja di luar kota dan bolak-balik perjalanan di waktu yang sama. Tidak ada jeda istirahat, yang membuat Mila merasa begitu lelah.

Tidak membersihkan tubuhnya terlebih dahulu, sebab kantuk dan lelah serta tempat tidur yang terus melambai ke arahnya membuat Mila ingin segera merebahkan tubuhnya. Menenangkan otot-otot dalam tubuh yang terasa begitu tegang.

Nyaris tertidur, tapi kedua matanya kembali terbuka saat mendengar suara ponselnya berdering. Awalnya Mila tidak menghiraukan dan lebih memilih untuk tidur saja, tapi suaranya sangat mengganggu. Tidak hanya satu kali, tapi berkali-kali. Dengan kesal dan malas, akhirnya Mila pun mengambil ponsel tersebut dan tanpa ragu menerima panggilan itu.

“Halo!” suaranya begitu nyaring.

Sengaja ia melakukan itu, agar seseorang di seberang sana yang menghubunginya tahu, bahwa saat ini Mila dalam keadaan tidak ramah.

“Dengan ibu Mila Agnesia.”

“Iya, siapa ini? Kalau mau nipu jangan ke saya, Pak. Saya miskin, nggak punya apa-apa. Cari aja orang lain yang bisa bapak tipu!”

Akhir-akhir ini marak penipuan berkedok undian yang dilakukan dengan cara menghubungi si calon korban. Mila pun berpikir demikian, orang yang menghubunginya adakah salah satu penipu.

“Baiklah kalau begitu, semalam siang.” ucap si lelaki misterius dari seberang sana.

“Dasar penipu!” umpat Mila, sebelum akhirnya ia memutuskan sambungan secara sepihak.

“Ganggu aja!” kesalnya, karena orang tersebut yang diyakini seorang laki-laki telah mengganggu jadwal istirahatnya yang berharga.

Mila kembali merebahkan tubuhnya, hendak melanjutkan tidur tapi hanya selang beberapa detik saja, kedua matanya kembali terbuka saat ia teringat akan sesuatu.

Suara lelaki yang baru saja menghubunginya terdengar begitu familiar. Mila menyadarinya, tapi rasanya sangat mustahil.

“Nggak mungkin,” ia menggeleng, menepis kemungkinan yang dianggap mustahil olehnya.

“Nggak mungkin dia! Nggak mungkin!”

semakin menyangkal, justru semakin meyakinkan bahwa suara lelaki itu adalah suara seseorang yang sangat dibencinya.

Mila tidak mungkin salah mendengar, sebab ia masih mengingat segala sesuatu tentang sosok itu.

Dimas..

Bab terkait

  • Anakku Bukan Anakku   Bab 4. Sudah direncanakan

    Dimas mengedarkan pandangan ke sekeliling ketika sudah tiba di lobby kantor milik Donna, kekasihnya. Dia janji akan menjemput wanita itu dan makan malam bersama, di kediaman keluarganya. Hal yang sudah menjadi agenda wajib, yang dilakukan Dimas dan Donna, mengingat hubungan keduanya yang sebentar lagi akan memasuki jenjang yang lebih serius, yakin pernikahan. Sosok wanita itu muncul dari arah pintu lift, senyum manis langsung menyambut saat Dimas mendekat. “Sudah lama?” tanyanya, dengan satu tangan merangkul pinggang Dimas. “Tidak, baru saja sampai.” Dimas mencium kening Donna. “Ayo, Ayah dan Ibu sudah menunggu.” ajak Dimas, menggenggam tangan Donna menuju mobilnya yang sudah terparkir di depan lobi. Wanita itu tersenyum, menyandarkan kepala di satu sisi kepala Dimas.Dalam perjalanan menuju kediaman orang tua Dimas, Donna sempat menyinggung kembali kepulangan mereka dari Bandung, yang lebih cepat dari rencana yang sudah direncanakan sebelumnya. “Aku masih kesal, saat kamu ti

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-14
  • Anakku Bukan Anakku   bab 5. Tawaran menarik

    “Bayarannya lumayan Mbak, masa mau di tolak.” bujuk Wiwi, saat menawarkan pekerjaan pada Mila untuk malam ini. “Jangan menolak rezeki. Kalau lagi ada, gas aja.” Mila sudah mendapat tawaran sejak kemarin, biasanya ia akan menerimanya tanpa berpikir dua kali, tapi kali ini ada pengecualian. Hati kecilnya merasa ragu, entah apa alasannya. “Bayarannya besar, kalau nggak salah tiga juta untuk dua jam. Selain itu, kita juga dapat bonus seperti biasa. Di hitung total, lima atau enam juta dapatlah dan kita hanya kerja dua jam saja. Kapan lagi dapat bayaran besar seperti itu, dengan lokasi masih di sekitar Jakarta.” Wiwi masih membujuk, menggunakan berbagai macam iming-iming yang bisa membuat Mila merasa yakin. “Ayo, sekarang sudah jam sembilan. Siap-siap, kita langsung berangkat, Riyan yang antar.” Mila terdiam sejenak, memikirkan tawaran Wiwi berulang kali. Nominal uang yang akan didapatnya sangat banyak, dengan jam kerja hanya dua jam saja. “Hanya menjual minuman seperti biasa, kan?”

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-14
  • Anakku Bukan Anakku   Bab 6. Ketakutan

    “Bayaran untuk malam ini sudah saya kirim ke nomor rekening masing-masing. Terimakasih untuk kerjasamanya malam ini,” seorang pria bertubuh gempal menghampiri Mila dan wiwi, saat jam kerja keduanya selesai. Irawan namanya. “Kalian boleh pulang, jika tidak ingin menambah jam kerja. Semakin malam, semakin mahal bayarannya.” Irawan, tersenyum menggoda. Tawaran yang sama, tapi Mila tetap akan menolaknya. “Tidak Pak, saya mau langsung pulang saja. Udah di tunggu anak.” tolak Mila, usai memastikan pembayarannya berhasil masuk melalui aplikasi bank online. “Ya sudah, itu pilihan kamu.” Irawan memang tidak pernah memaksa, meski tidak pernah berhenti menawarkan tawaran yang begitu menggiurkan itu. Tapi Mila sadar betul konsekuensi yang akan diterimanya nanti, saat menjerumuskan diri ke dalam dunia hitam yang tidak hanya menjanjikan penghasilan besar, tapi resiko yang besar juga. “Mbak Mila mau langsung pulang?” “Iya, udah janji sama Talita, besok pagi mau ke antar dia ke rumah sakit.”“B

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-14
  • Anakku Bukan Anakku   Bab 7. Sisi iblis

    Alasan mengapa Dimas begitu kesal dan tersinggung, yakni karena selama di penjara, Dimas kerap mengkhawatirkan Mila. Nyaris setiap hari memikirkannya, bahkan tak jarang ia merasa begitu bersalah, telah mengusir wanita itu tanpa menjelaskan terlebih dahulu apa yang sebenarnya terjadi. Bahkan saat ia bercinta dengan kekasihnya, saat itulah matanya terpejam dan bayangan seorang Mila memenuhi ruang pikirannya saat mencapai pelepasan. Memang tidak adil untuk Donna, tapi itulah fakta yang sebentar terjadi selama ini, yang selalu Dimas tutup-tutupi darinya. Sebanyak apapun Dimas berhubungan, sama sekali tidak mampu melupakan sosok wanita yang kini ada di hadapannya. “Dimas, please!” ucap Mila dengan susah payah dia berusaha terus menarik cengkraman Dimas, di lehernya. “Mohonlah, aku suka mendengarnya.” bisik Dimas tajam, mengikis jarak dengan menghimpit tubuh besarnya pada Mila, sehingga wanita itu tidak dapat berkutik. Satu tangan Dimas dengan kurang ajarnya mendarat di salah satu pa

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-14
  • Anakku Bukan Anakku   Bab 8. Coklat manis

    Saat itu..Ibu menatap sedih ke arah Mila, saat wanita itu baru membuka mata untuk pertama kalinya, setelah dinyatakan koma selama dua hari. Mila mengalami pendarahan hebat, usai menjalani operasi Caesar saat melahirkan putrinya Talita. Sakit menjalar ke seluruh tubuh, sampai Mila tidak tahu mana yang paling sakit, bahkan hatinya pun ikut sakit. “Aku minta maaf,” kalimat pertama yang diucapkan Mila, dengan tatapan sedih ke arah ibunya. “Tidak apa-apa, Nak.” Ibu mencium punggung tangan Mila, mengusap dengan cepat lelehan air mata yang mulai membasahi wajahnya. Kesedihan terlihat jelas di kedua mata Ibu yang sembab, bisa dipastikan wanita paruh baya yang baru kehilangan suami tiga bulan itu menangis tanpa henti saat Mila dinyatakan koma, akibat pendarahan. “Ibu senang, akhirnya kamu sadar. Terimakasih Nak, sudah bertahan untuk Ibu dan juga anakmu.” Ibu kembali menangis, ada rasa bahagia dan sedih, bercampur menjadi satu. “Ibu selalu yakin, kamu bisa melewati semua ini.” Ibu meng

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-15
  • Anakku Bukan Anakku   Bab 9

    “Kenapa coklatnya jadi dua?” Mila menatap dua coklat yang ada di tangan Talita. Bukan hanya jumlahnya yang bertambah, tapi mereknya pun berubah.“Yang dikasih Dokter Andev mana?” Dokter spesialis jantung itu jelas tidak akan memberikan makanan tanpa mengetahui komposisi yang ada di dalamnya, khususnya Talita. Gadis yang mengidap gagal jantung sejak masih bayi itu tidak boleh sembarangan mengkonsumsi makanan, yang mungkin akan berpotensi memperburuk jantungnya. Salah satunya coklat, makanan dengan kadar gula tinggi itu harus dihindari Talita dan yang diberikan Dokter Andev jelas coklat khusus dengan kadar gula rendah dan aman dikonsumsi Talita, tentunya dengan jumlah yang dibatasi. “Jatuh, seseorang tanpa sengaja menabraknya.” jelas Ibu. “Dia menggantinya dengan coklat ini,” “Banyak ibu,” Talita tersenyum, memamerkan dua coklat miliknya. “Sangat banyak.” terlihat kegembiraan di kedua sorot matanya. “Orang itu memberikan satu kardus coklat, tapi ibu ingat, Talita harus membatasi as

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-15
  • Anakku Bukan Anakku   Bab 1. Bertemu kembali

    Asap mengepul dari dalam cangkir putih yang ada dalam genggaman kedua tangannya, sensasi yang sebelumnya panas perlahan menghangat. Aliran panas yang digenggamnya erat tidak lantas membuat hatinya ikut menghangat. Justru, ia merasa semakin dingin nyaris membeku.Sosok wanita yang sudah membersihkan tubuhnya di pukul sebelas malam itu bernama Mila Agnesia. Berusia dua puluh tujuh tahun, memiliki seorang anak tapi tidak memiliki suami. Mila seorang janda, sekaligus ibu untuk anak perempuannya bernama Talita Zahran. Mila menoleh ke arah tempat tidur, dimana gadis kecilnya masih meringkuk dibawah selimut tebal berwarna merah muda, warna kesukaannya. Helaan nafasnya teratur dengan sesekali terdengar dengkuran halus yang menandakan tidurnya begitu pulas. Jika bukan karena tuntutan pekerjaan, rasanya ingin kembali bergabung bersama gadis kecilnya itu dibalik selimut. Memeluknya, menghirup harum aroma tubuh Talita yang sangat disukai Mila. Tapi tuntutan hidup memaksanya bekerja lebih keras

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-13
  • Anakku Bukan Anakku   Bab 2. Kembali untukmu cantik

    Di lokasi yang sama, di sebuah Bar, tiga orang lelaki melangkah beriringan menuju sebuah tempat yang sudah merasa booking sebelumnya. Rencananya hari ini salah satu dari mereka bertiga akan melepas masa lajang dalam waktu kurang dari dua bulan lagi akan melangsungkan pernikahan. Sebuah kemajuan yang patut diapresiasi, sebab lelaki yang hendak melepas lajang itu adalah sosok yang menganut hidup bebas dan anti komitmen. Dia adalah Dimas Arkan Wijaya. “Nggak nyangka banget akhirnya lo sampai di titik sekarang.” Arik, salah satu temannya menatap takjub ke arah Dimas. “Patut dirayakan lebih dari ini sih,” lanjutnya dengan senyum jahil. “Keluar dari penjara, langsung dapat jodoh wanita cantik kaya raya. Lo harus bersyukur.” balas Albi. “Anggap aja investasi jangka panjang, dapat warisannya, dapat juga anaknya yang cantik.” Albi dan Arik sama-sama tertawa, sementara Dimas hanya menatap malas ke arah dua temannya itu. Hubungan persahabatan yang sempat merenggang akibat Dimas pernah mela

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-13

Bab terbaru

  • Anakku Bukan Anakku   Bab 9

    “Kenapa coklatnya jadi dua?” Mila menatap dua coklat yang ada di tangan Talita. Bukan hanya jumlahnya yang bertambah, tapi mereknya pun berubah.“Yang dikasih Dokter Andev mana?” Dokter spesialis jantung itu jelas tidak akan memberikan makanan tanpa mengetahui komposisi yang ada di dalamnya, khususnya Talita. Gadis yang mengidap gagal jantung sejak masih bayi itu tidak boleh sembarangan mengkonsumsi makanan, yang mungkin akan berpotensi memperburuk jantungnya. Salah satunya coklat, makanan dengan kadar gula tinggi itu harus dihindari Talita dan yang diberikan Dokter Andev jelas coklat khusus dengan kadar gula rendah dan aman dikonsumsi Talita, tentunya dengan jumlah yang dibatasi. “Jatuh, seseorang tanpa sengaja menabraknya.” jelas Ibu. “Dia menggantinya dengan coklat ini,” “Banyak ibu,” Talita tersenyum, memamerkan dua coklat miliknya. “Sangat banyak.” terlihat kegembiraan di kedua sorot matanya. “Orang itu memberikan satu kardus coklat, tapi ibu ingat, Talita harus membatasi as

  • Anakku Bukan Anakku   Bab 8. Coklat manis

    Saat itu..Ibu menatap sedih ke arah Mila, saat wanita itu baru membuka mata untuk pertama kalinya, setelah dinyatakan koma selama dua hari. Mila mengalami pendarahan hebat, usai menjalani operasi Caesar saat melahirkan putrinya Talita. Sakit menjalar ke seluruh tubuh, sampai Mila tidak tahu mana yang paling sakit, bahkan hatinya pun ikut sakit. “Aku minta maaf,” kalimat pertama yang diucapkan Mila, dengan tatapan sedih ke arah ibunya. “Tidak apa-apa, Nak.” Ibu mencium punggung tangan Mila, mengusap dengan cepat lelehan air mata yang mulai membasahi wajahnya. Kesedihan terlihat jelas di kedua mata Ibu yang sembab, bisa dipastikan wanita paruh baya yang baru kehilangan suami tiga bulan itu menangis tanpa henti saat Mila dinyatakan koma, akibat pendarahan. “Ibu senang, akhirnya kamu sadar. Terimakasih Nak, sudah bertahan untuk Ibu dan juga anakmu.” Ibu kembali menangis, ada rasa bahagia dan sedih, bercampur menjadi satu. “Ibu selalu yakin, kamu bisa melewati semua ini.” Ibu meng

  • Anakku Bukan Anakku   Bab 7. Sisi iblis

    Alasan mengapa Dimas begitu kesal dan tersinggung, yakni karena selama di penjara, Dimas kerap mengkhawatirkan Mila. Nyaris setiap hari memikirkannya, bahkan tak jarang ia merasa begitu bersalah, telah mengusir wanita itu tanpa menjelaskan terlebih dahulu apa yang sebenarnya terjadi. Bahkan saat ia bercinta dengan kekasihnya, saat itulah matanya terpejam dan bayangan seorang Mila memenuhi ruang pikirannya saat mencapai pelepasan. Memang tidak adil untuk Donna, tapi itulah fakta yang sebentar terjadi selama ini, yang selalu Dimas tutup-tutupi darinya. Sebanyak apapun Dimas berhubungan, sama sekali tidak mampu melupakan sosok wanita yang kini ada di hadapannya. “Dimas, please!” ucap Mila dengan susah payah dia berusaha terus menarik cengkraman Dimas, di lehernya. “Mohonlah, aku suka mendengarnya.” bisik Dimas tajam, mengikis jarak dengan menghimpit tubuh besarnya pada Mila, sehingga wanita itu tidak dapat berkutik. Satu tangan Dimas dengan kurang ajarnya mendarat di salah satu pa

  • Anakku Bukan Anakku   Bab 6. Ketakutan

    “Bayaran untuk malam ini sudah saya kirim ke nomor rekening masing-masing. Terimakasih untuk kerjasamanya malam ini,” seorang pria bertubuh gempal menghampiri Mila dan wiwi, saat jam kerja keduanya selesai. Irawan namanya. “Kalian boleh pulang, jika tidak ingin menambah jam kerja. Semakin malam, semakin mahal bayarannya.” Irawan, tersenyum menggoda. Tawaran yang sama, tapi Mila tetap akan menolaknya. “Tidak Pak, saya mau langsung pulang saja. Udah di tunggu anak.” tolak Mila, usai memastikan pembayarannya berhasil masuk melalui aplikasi bank online. “Ya sudah, itu pilihan kamu.” Irawan memang tidak pernah memaksa, meski tidak pernah berhenti menawarkan tawaran yang begitu menggiurkan itu. Tapi Mila sadar betul konsekuensi yang akan diterimanya nanti, saat menjerumuskan diri ke dalam dunia hitam yang tidak hanya menjanjikan penghasilan besar, tapi resiko yang besar juga. “Mbak Mila mau langsung pulang?” “Iya, udah janji sama Talita, besok pagi mau ke antar dia ke rumah sakit.”“B

  • Anakku Bukan Anakku   bab 5. Tawaran menarik

    “Bayarannya lumayan Mbak, masa mau di tolak.” bujuk Wiwi, saat menawarkan pekerjaan pada Mila untuk malam ini. “Jangan menolak rezeki. Kalau lagi ada, gas aja.” Mila sudah mendapat tawaran sejak kemarin, biasanya ia akan menerimanya tanpa berpikir dua kali, tapi kali ini ada pengecualian. Hati kecilnya merasa ragu, entah apa alasannya. “Bayarannya besar, kalau nggak salah tiga juta untuk dua jam. Selain itu, kita juga dapat bonus seperti biasa. Di hitung total, lima atau enam juta dapatlah dan kita hanya kerja dua jam saja. Kapan lagi dapat bayaran besar seperti itu, dengan lokasi masih di sekitar Jakarta.” Wiwi masih membujuk, menggunakan berbagai macam iming-iming yang bisa membuat Mila merasa yakin. “Ayo, sekarang sudah jam sembilan. Siap-siap, kita langsung berangkat, Riyan yang antar.” Mila terdiam sejenak, memikirkan tawaran Wiwi berulang kali. Nominal uang yang akan didapatnya sangat banyak, dengan jam kerja hanya dua jam saja. “Hanya menjual minuman seperti biasa, kan?”

  • Anakku Bukan Anakku   Bab 4. Sudah direncanakan

    Dimas mengedarkan pandangan ke sekeliling ketika sudah tiba di lobby kantor milik Donna, kekasihnya. Dia janji akan menjemput wanita itu dan makan malam bersama, di kediaman keluarganya. Hal yang sudah menjadi agenda wajib, yang dilakukan Dimas dan Donna, mengingat hubungan keduanya yang sebentar lagi akan memasuki jenjang yang lebih serius, yakin pernikahan. Sosok wanita itu muncul dari arah pintu lift, senyum manis langsung menyambut saat Dimas mendekat. “Sudah lama?” tanyanya, dengan satu tangan merangkul pinggang Dimas. “Tidak, baru saja sampai.” Dimas mencium kening Donna. “Ayo, Ayah dan Ibu sudah menunggu.” ajak Dimas, menggenggam tangan Donna menuju mobilnya yang sudah terparkir di depan lobi. Wanita itu tersenyum, menyandarkan kepala di satu sisi kepala Dimas.Dalam perjalanan menuju kediaman orang tua Dimas, Donna sempat menyinggung kembali kepulangan mereka dari Bandung, yang lebih cepat dari rencana yang sudah direncanakan sebelumnya. “Aku masih kesal, saat kamu ti

  • Anakku Bukan Anakku   Bab 3. Suara misterius

    Sampai Jakarta sekitar pukul delapan pagi, dimana kedatangan Mila disambut hangat oleh senyum Talita. Gadis kecil itu tengah duduk bersama seorang lelaki yang sudah menemaninya sejak enam tahun lalu. Tanto, rekan kerjanya dulu saat masih di perusahaan Dirgantara. “Ibu sudah pulang,” tunjuk Tanto ke arah Mila, ia pun menggenggam tangan Talita, menghampirinya.“Ibu,” gadis kecil berambut hitam sebahu itu segera memeluk Mila, seolah sudah lama tidak bertemu.“Gadis ibu apa kabar? Nggak nakal, kan?” bukan hanya Talita, Mila juga kerap merasa rindu meski hanya beberapa jam terpisah. “Baik, Ibu.” kedua tangan mungil itu memeluk tubuh Mila. “Anak baik,” Mila membalasnya dengan mencium puncak kepala Talita.“Ayo, masuk.” ajaknya.Secangkir teh panas menjadi teman sebungkus nasi uduk. Porsinya sangat banyak, tapi dijamin, Mila akan menghabiskannya tanpa sisa. “Udah lama? Nggak bilang mau ke sini.” Lelaki di hadapannya tersenyum samar, memperhatikan bagaimana caranya menikmati makanan. Me

  • Anakku Bukan Anakku   Bab 2. Kembali untukmu cantik

    Di lokasi yang sama, di sebuah Bar, tiga orang lelaki melangkah beriringan menuju sebuah tempat yang sudah merasa booking sebelumnya. Rencananya hari ini salah satu dari mereka bertiga akan melepas masa lajang dalam waktu kurang dari dua bulan lagi akan melangsungkan pernikahan. Sebuah kemajuan yang patut diapresiasi, sebab lelaki yang hendak melepas lajang itu adalah sosok yang menganut hidup bebas dan anti komitmen. Dia adalah Dimas Arkan Wijaya. “Nggak nyangka banget akhirnya lo sampai di titik sekarang.” Arik, salah satu temannya menatap takjub ke arah Dimas. “Patut dirayakan lebih dari ini sih,” lanjutnya dengan senyum jahil. “Keluar dari penjara, langsung dapat jodoh wanita cantik kaya raya. Lo harus bersyukur.” balas Albi. “Anggap aja investasi jangka panjang, dapat warisannya, dapat juga anaknya yang cantik.” Albi dan Arik sama-sama tertawa, sementara Dimas hanya menatap malas ke arah dua temannya itu. Hubungan persahabatan yang sempat merenggang akibat Dimas pernah mela

  • Anakku Bukan Anakku   Bab 1. Bertemu kembali

    Asap mengepul dari dalam cangkir putih yang ada dalam genggaman kedua tangannya, sensasi yang sebelumnya panas perlahan menghangat. Aliran panas yang digenggamnya erat tidak lantas membuat hatinya ikut menghangat. Justru, ia merasa semakin dingin nyaris membeku.Sosok wanita yang sudah membersihkan tubuhnya di pukul sebelas malam itu bernama Mila Agnesia. Berusia dua puluh tujuh tahun, memiliki seorang anak tapi tidak memiliki suami. Mila seorang janda, sekaligus ibu untuk anak perempuannya bernama Talita Zahran. Mila menoleh ke arah tempat tidur, dimana gadis kecilnya masih meringkuk dibawah selimut tebal berwarna merah muda, warna kesukaannya. Helaan nafasnya teratur dengan sesekali terdengar dengkuran halus yang menandakan tidurnya begitu pulas. Jika bukan karena tuntutan pekerjaan, rasanya ingin kembali bergabung bersama gadis kecilnya itu dibalik selimut. Memeluknya, menghirup harum aroma tubuh Talita yang sangat disukai Mila. Tapi tuntutan hidup memaksanya bekerja lebih keras

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status