Pak Hardean Nicko Bentala tampak cukup terkejut saat mengetahui kalau putranya telah menghamili mantan sekretarisnya. Walau tampak sedikit menyayangkan karena Arvino telah ceroboh, namun pria itu sama sekali tak menyalahkannya.
Justru, Hardean sebenarnya curiga kalau Vino telah dijebak oleh Ratu. Hal yang sebenarnya juga sering terpikirkan oleh Vino, namun akhirnya tak ia pikirkan lebih jauh karena sudah terlalu pusing dengan masalah yang ada. Untuk sementara Hardean menyuruh Vino untuk tetap merahasiakan hal ini dulu seraya mereka mencari jalan ke luar.
Sampai ketika Arvino menemani istrinya untuk check-up kandungan saat usia kehamilan Soraya telah menginjak enam bulan.
“Hal yang saya khawatirkan di awal sepertinya kian menjadi kenyataan, Bu,” kata Dokter kandungan langganan mereka sambil memandang monitor yang digunakan untuk mengecek kondisi di dalam rahim. “Bayi ibu terus bergerak terbalik atau sungsang di dalam perut Ibu. Kalau terus begini sepertinya akan sulit untuk dapat dilahirkan secara normal.”
Memang sejak dua bulan yang lalu, sang dokter telah menyampaikan itu pada Soraya dan Vino. Namun, kalau sebelumnya si dokter masih ragu, tampaknya kini telah sangat yakin.
“Tapi Ibu nggak perlu khawatir. Seperti yang saya bilang tadi, bayi Ibu dalam keadaan sehat kok, Bu. Sebenarnya melahirkan secara caesar juga tak buruk sama sekali, terlebih untuk ibu muda seperti Bu Soraya. Beberapa orang bahkan lebih memilih metode ini karena takut tak kuat berjuang melahirkan secara normal yang terasa lebih berat bagi banyak wanita.”
Vino menyadari betul keresahan istrinya. Sehingga ia terus menggenggam jemari Soraya, seraya membisikkan padanya untuk tenang dan tak terlalu cemas.
“Benar, Dok? Walau begitu bayi kami dalam keadaan sehat-sehat saja, kan? Posisinya ini tak akan mempengaruhi pertumbuhannya di dalam sana kan, Dok?” ulang Vino memastikan.
“Tidak ada yang perlu dicemaskan, Pak. Dia benar-benar dalam keadaan sehat. Bapak dan Ibu bisa melihatnya kalau Ibu mau.” Sang dokter hendak memutar layar untuk menunjukkan pada mereka. Tapi kemudian langsung kembali menghentikan gerakannya. “Oh ya, Bapak dan Ibu memilih untuk tidak mengetahui lebih awal jenis kelamin serta jumlah bayi Anda, bukan? Itu sebabnya Anda tak meminta hasil pemeriksaan USG. Maaf, saya nggak bermaksud menunjukkannya tadi.”
Vino pun melirik istrinya lagi. Ia terus menggenggam salah satu jemari Soraya.
“Tuh, dengar kata Dokter. Dia baik-baik saja, jadi kamu nggak perlu khawatir. Lagipula kamu kan emang rada takut melahirkan secara normal? Kurasa memang sebaiknya dilahirkan secara caesar saja,” kata Vino sambil tersenyum pada istrinya. Soraya balas tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
“Iya, Mas.”
Namun, di saat itulah sebuah ide mendadak muncul di kepala Vino. Sepertinya ia menemukan sebuah ide brilian untuk membereskan permasalahannya dengan Ratu tanpa perlu diketahui oleh Soraya. Hal yang sebetulnya sejalan dengan keadaan yang ada.
‘Oh ya, kenapa tidak terpikirkan olehku? Soraya kan memang tak pernah mau mengecek bayinya melalui USG karena dia ingin terkejut di saat melahirkan nanti. Oleh sebab itu dia tak pernah tahu jenis kelamin hingga jumlah dari bayi di perutnya. S-Sepertinya… sepertinya aku bisa memanfaatkan hal ini untuk membereskan kekacauan yang ada.’
***
“A-Apa, Pak? Menyerahkan bayi ini sepenuhnya untuk dirawat keluarga Anda? S-Saya nggak bakal dinikahi?”
Ratu tampak sangat terkejut saat mendengar hal yang dikatakan oleh Vino beserta Hardean. Di mana sore ini pasangan ayah dan anak itu mengunjunginya bersama di sebuah unit apartemen rahasia ini.
Jadi Vino menyampaikan idenya itu pada Hardean beberapa hari yang lalu. Hardean sangat setuju, di mana bahkan ia bisa memastikan kelancaran rencana itu dengan sahabat baiknya yang merupakan Direktur dari Rumah Sakit tempat mereka biasa diperiksa. Sehingga kini sisanya adalah membuat kesepakatan dengan Ratu.
“E-Enggak. Saya nggak mau. Anak ini adalah darah dagingku, bagaimana mungkin aku disuruh untuk merelakannya pada perempuan lain? Itu sama sekali tak masuk akal,” seru Ratu histeris sambil menggelengkan kepalanya.
“Tapi sampai kapanpun, aku tak akan bisa menikahi kamu seperti yang kamu inginkan. Aku tak mencintaimu, Ratu. Semua yang terjadi hanyalah kesalahan. Aku juga tak mau sampai kehilangan Soraya dan calon anak kami karena ini semua,” kata Vino kembali menekankan kata-katanya. Ia selalu mengatakan hal yang sama setiap kali Ratu meminta untuk dinikahi.
“Tapi, Mas—“
“Kamu seharusnya bersyukur karena kami mau bertanggung jawab seperti ini serta tidak menuntut kamu. Sebab dari awal semua ini kan hanya akal-akalan kamu. Kamu sengaja menjebak Vino untuk mengikuti keinginan kamu, sehingga kamu berakhir hamil begini.” Hardean berkata dengan lebih tegas dan dingin daripada putranya. Hal itu sukses membuat Ratu tergagap.
“S-Saya tidak—“
“Jangan berbohong. Jangan kira hanya karena kamu melakukannya di luar negeri, aku tak bisa mencari buktinya. Kami ini bukan orang bodoh, Ratu. Jangan kira semudah itu kamu mempermainkan kami.” Hardean menyela lagi dengan tegas. “Sekarang kita buat mudah saja. Kamu ikuti saja semua perintah kami sampai kelahiran anak itu nanti, lalu setelah itu kamu akan mendapat nominal yang sangat besar. Dengan uang itu kamu bisa hidup dengan mewah di luar negeri. Seumur hidup kami akan memberikan fasilitas yang selama ini hanya bisa kamu impikan, asal kamu hidup dengan tenang. Kamu harus menutup mulut kamu selamanya.”
Ratu tampak masih diam dan bimbang atas hal itu. Walau kemudian saat Hardean mengeluarkan sebuah cek dengan nominal satu miliar, kedua mata gadis itu langsung melotot sempurna.
“Ini hanya uang mukanya saja agar kamu setuju. Nantinya begitu masalah kelahiran selesai serta kamu setuju untuk pergi, saya akan terus memastikan kehidupan kamu terjamin dan selalu cukup. Sehingga sebaiknya kamu jangan sia-siakan penawaran sebesar ini. Bersikap pintar saja dan jangan membuang lebih banyak waktu yang nggak perlu.”
Maka dengan segala bujukan itu, Ratu pun akhirnya setuju. Wanita itu bersedia untuk menukar bayinya dengan nominal yang dijanjikan oleh Hardean. Dia pun mau mengambil bagian untuk mereka diam-diam dapat menyelundupkan bayi dari hasil perbuatan terlarang itu ke dalam pernikahan Vino dan Soraya, tanpa sepengetahuan Soraya.
***
“Waktu cepat banget berlalunya ya, Mas? Nggak terasa udah sembilan bulan aja sejak aku hamil, serta hampir sepuluh bulan sejak kita menikah.”Arvino yang tengah mengupas buah mengalihkan pandangannya pada sang istri yang saat ini berbaring di brankar rumah sakit. Senyuman lembut diberikannya pada perempuan itu.“Iya. Aku juga mikir gitu. Terasa nggak nyata aja.”Ya, saat-saat mendebarkan itu akan segera tiba.Jadwal operasi caesar akan dijalani oleh istrinya itu besok pagi, sehingga sejak beberapa jam yang lalu mereka telah berada di rumah sakit. Untuk selanjutnya mereka akan menuruti instruksi dari petugas medis menjalani setiap rangkaian yang dianjurkan.Namun, tanpa sepengetahuan Soraya, tidak hanya itu saja yang tengah berlangsung.Nyatanya sejak semalam Ratu juga telah berada di rumah sakit ini, tepatnya tak jauh dari beberapa kamar yang ada di sini. Ratu akan melahirkan lebih dulu, sehingga nanti bayinya bisa langsung disatukan dengan anak yang akan dilahirkan oleh Soraya secara
“Gimana mungkin kamu masih saja sibuk bekerja padahal besok aku harus lahiran.”Soraya tak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Kala sang suami tiba-tiba bilang padaanya kalau dia tak bisa tinggal malam ini akibat pekerjaan mendadak. Hal yang tentu saja karangan semata agar Arvino bisa memenuhi keinginan Ratu yang malam ini minta ditemani.“Aku minta maaf, sayang.” Vino berkata begitu sambil menggenggam jemari sang istri. “Aku sendiri juga nggak menyangka masalah ini akan muncul tiba-tiba seperti ini. Tapi aku janji sama kamu kalau aku akan menyelesaikan semuanya secepatnya. Sehingga aku bisa ada di sini dan menemani kamu saat nanti masuk dan keluar ruang operasi.”Soraya masih sedikit cemberut dan tampak tak senang. Arvino jadi semakin merasa bersalah dan sebenarnya tak mau meninggalkan sang istri, namun dia tak punya pilihan.“Udah. Biarkan suamimu pergi dulu, Nak. Yang penting kan dia ada di sini pas lahiran.” Dian, Maminya Soraya, akhirnya bersuara sambil mengusap bahu putrinya. “Ma
“Anak kamu laki-laki, Vin. Selamat.”Arvino membeku saat Dokter Gilang mengatakan hal itu begitu keluar dari ruang operasi. Matanya mengikuti seorang bayi yang masih basah yang digendong oleh seorang perawat. Di mana kini ia menangis dengan keras.‘Apa dia benar-benar anakku?’Dibiarkannya perawat itu membawa sang bayi ke ruangan khusus yang telah disiapkan. Nantinya bayi itu menunggu sampai Soraya pun melahirkan, sebelum kemudian dia akan digabungkan dengan bayi yang dilahirkan oleh sang istri.“Wanita itu gimana? Semua lancar, kan?” tanya Vino kemudian.“Ya. Dia baik-baik saja. Dia bahkan kuat menjalaninya dalam keadaan sadar. Oh ya, dia minta kamu untuk menemuinya.”Langkah Vino terasa berat. Sempat ia melirik pergelangan tangannya untuk mengecek waktu. Giliran Soraya kian mendekat.“Udah. Nggak perlu kamu temui kalau nggak mau, karena sekarang yang kita inginkan telah kita dapatkan. Kamu mau segera menemui Soraya, kan? Pergilah. Istri kamu pasti nungguin kamu,” kata Hardean, sang
Di satu titik Soraya membuka matanya. Saat dia melihat ke sekitarnya, dia menemukan orang-orang yang disayanginya berada di sana. Memandangnya dengan ekspresi setengah khawatir dan was-was.“Sayang, kamu udah bangun? Kamu bisa dengar aku?” sapa suaminya sambil mengusap salah satu pipinya.Namun, pikiran Soraya sudah langsung tertuju pada satu hal yang paling penting baginya saat ini. Sesuatu yang harus segera dia ketahui.“Gimana anak kita, Mas?” tanyanya dengan lemas karena masih pengaruh obat.“Anak kita lahir dengan selamat dan sehat sayang—““Anak kalian kembar!”Seruan Dian, Maminya Soraya itu membuatnya kian terjaga. Apalagi saat melihat ekspresi senang dan terharu dari anggota keluarganya yang lain.“K-Kembar?” tanyanya tak yakin.“Ya. Sepasang malah. Satu anak laki-laki dan satunya anak perempuan.”Di saat itu dia mendengar suara tangisan bayi yang mendekat. Hal yang disadarinya karena suaranya bukan hanya satu, tapi seperti dua bayi yang kompak menangis sekeras-kerasnya. Lant
Sekitar dua jam kemudian, Dokter Gilang tampak memasuki ruang inap Soraya. Kebetulan kini hanya tinggal mereka berdua saja di sana karena ketiga orang tua mereka telah pulang dulu untuk beristiarhat setelah tinggal di rumah sakit semalaman.“Selamat ya, Aya. Kamu sekarang resmi menjadi seorang Ibu. Mana anakmu juga kembar sepasang lagi,” ucap Dokter Gilang pada sang pasien istimewa.“Makasih, Om. Semua ini juga berkat pelayanan dari Om serta petugas medis lainnya.” Soraya tak bisa menyembunyikan senyuman sumringah di wajahnya. “Tapi sebenarnya ada yang membuatku heran, Om. Seingatku saat membaca beberapa artikel soal operasi caesar hingga konsultasi dengan dokter kandunganku, katanya aku nggak akan dibius sepenuhnya. Katanya hanya bagian bawah tubuhku saja yang dibius, sehingga aku bisa tetap terjaga selama prosesnya karena aku tidak akan merasakan sakit. Tapi kenapa tadi aku beneran dibuat nggak sadar, Om? Bangun-bangun aku udah melahirkan saja.”Pertanyaan jebakan itu membuat Arvino
“Selamat datang kembali di rumah kita!!!”Arvino tersenyum lebar sambil mengembangkan tangannya. Menyambut sang istri yang baru saja turun dari mobil dan melangkah memasuku pintu masuk utama di kediaman mereka.Ya. Hari ini setelah lima hari dirawat di rumah sakit, Soraya dan sepasang anak kembarnya diizinkan untuk pulang. Tentu saja sang suami kembali mengambil jadwal cuti di kantor demi mendampinginya.“Kamu pasti capek lama-lama berdiri, Ya. Ayo… duduk,” kata mertua wanitanya, Indah, seraya menggandeng sang menantu. Membantunya untuk mencapai tempat duduk terdekat.“Makasih, Ma. Aku udah merasa lebih baik kok, Ma. Jahitannya udah semakin mongering.”“Syukurlah.”Tak lama kemudian Vino kembali membawa bersama dengan dua perawat yang menggendong Nala dan Naka. Di mana kedua bayi itu tampak tertidur dengan tenang walau telah melakukan perjalanan pertama dari hidup mereka dari rumah sakit ke rumah.“Astaga, cucu-cucu kesayanganku akhirnya pulang ke rumah ini. Aku nggak sabar melihat tu
Lima tahun kemudian. Sekitar dua bulan yang lalu.Wanita bertubuh seksi itu tampak baru keluar dari salah satu terminal kedatangan di Bandara Internasional Seokarno Hatta. Tangannya tampak menyeret sebuah koper.Di tengah kesibukan orang-orang di sekitarnya, langkahnya lalu berhenti seketika. Saat matanya menangkap layar TV yang sedang menanyangkan sebuah berita.‘Seminggu semenjak pebisnis Hardean Nicko Bentala tewas karena ditembak oleh mantan karyawan yang sakit hati padanya. Kini kabarnya putra tunggal mendiang, Arvino Hardean Bentala ditunjuk sebagai pengganti posisi ayahnya sebagai CEO dari Bentala Corp. Arvino akan kembali bekerja senin depan, setelah masa berkabung keluarga besar Bentala selesai.’Senyuman licik di wajah perempuan itu pun terlihat. Dia tampak membuka kacamata hitam yang terpasang di wajahnya, sehingga kita dapat melihat wajahnya. Lalu seperti yang mungkin sudah ditebak. Sosok itu tak lain merupakan Ratu.Tak banyak hal yang berubah dari perempuan itu. Tentu sa
Senin pagi ini menjadi sedikit berbeda bagi pasangan suami istri yang telah bersama selama lima tahun lebih itu. Tentu saja mereka harus bangun pagi dan mempersiapkan sang kepala keluarga yang harus pergi bekerja, namun nuansa dan ketegangannya berbeda. Apalagi di wajah Vino.“Kenapa Pak CEO? Kamu gugup ya di hari pertama bekerja dengan jabatan baru?”Soraya menggoda Vino setelah memasangkan dasinya. Tersenyum saat memandang wajah pria itu lagi.“Ya… gimana nggak gugup, sayang. Selama ini aku hanya berfokus dengan posisiku sebagai Direktur di bidang pemasaran, lalu kini aku disuruh untuk menempati posisi yang tanggung jawabnya jauh lebih besar. Maksudku… tentu saja dari dulu aku selalu dilatih dan dipersiapkan untuk menggantikan posisi Papa, tapi aku tak mengira bakal secepat ini. Aku pikir masih ada waktu hingga belasan tahun lagi.”“Namanya kan juga musibah, Mas. Kita semua nggak bakal tahu kalau Papa akan pergi secepat itu.” Soraya tersenyum miris. “Tapi kamu pasti bisa kok, Mas. K