[Soraya: Selfie keluarga kecil kami pagi ini sebelum beraktifitas. Suami akhirnya punya waktu lagi mengantar anak-anak ke sekolah, sehingga si kembar ceria banget pagi ini.]Ratu memandang sinis unggahan terbaru dari story chat milik Soraya. Darahnya terasa mendidih melihat keempat orang itu memandang ke kamera dengan senyuman lebar dan ceria. Tak dilupakannya detail seperti bagaimana Vino merangkul pundak sang istri, sementara Soraya mengadu pipinya dengan Naka. Sementara itu Nala dengan manja menempelkan pipinya pada pipi sang ayah.‘Ini apa, Mas? Kamu mengejekku atau apa? Bisa-bisanya kamu tetap sok cuek begini.’Ratu memeriksa interaksi terakhir dengan nomor ponsel Vino. Di mana pria itu masih saja mengabaikan pesan terakhir yang dia kirimkan. Padahal Ratu merasa sudah sangat menekan Vino agar mau memenuhi keinginannya.‘Sepertinya kamu menyepelekanku. Kamu pikir aku hanya bisa menggertak saja? Kamu nggak percaya kalau aku bisa melakukan hal yang tak akan kamu duga?’Sempat Ratu t
Walau berusaha mengabaikan serta pikirannya telah teralihkan pada banyak hal, namun sebenarnya Soraya masih merasa sedikit ganjal soal apa yang terjadi hari ini. Yaitu mengenai reaksi tak disangka dari suaminya saat tadi Soraya memegang ponselnya.‘Itu adalah salah satu pertanda pasangan kita udah selingkuh!’Ingatan Soraya jadi kembali pada suatu hari saat dia berkumpul dengan rombongan istri kolega bisnis Vino. Sebagai wanita yang tak terlalu suka kehidupan sosial ala sosialita, dia sebenarnya jarang berkumpul dengan mereka. Gaya kehidupan mereka bukanlah tipenya. Namun, tentu saja dia tak bisa menghindar berbaur saat diperlukan seperti ketika menghadiri undangan pesta.‘Soalnya tentu saja… mereka punya rahasia di ponsel mereka itu yang tak ingin kita melihatnya. Hal yang sudah ditebak – kalau dia mungkin memiliki bukti dari hubungan terlarangnya dengan wanita lain. Karena nggak mungkin soal pekerjaan karena kita bukan saingan bisnis yang harus mereka waspadai untuk itu,’ seru salah
[+62812XXXXXXX9: Paperline Hotel No. 1012. Jam tujuh malam.]Vino nyaris membanting ponselnya saat menerima pesan dari Ratu tersebut. Dengan cepat dilayangkannya pandangan pada Fadly yang berdiri tegap di depan meja kerjanya.“Apa kalian masih belum menemukan apapun dari kehidupan pribadinya? Baik itu asal usulnya ataupun saat dia di Kanada, aku benar-benar tidak peduli. Aku ingin sebuah senjata untuk balas mengendalikannya. Apa-apaan ini? Kenapa aku harus menurut pada orang seperti dirinya?!” seru Vino kesal pada asisten pribadinya itu. Membuat pria itu menundukkan kepalanya.“Mohon maaf, Tuan. Tapi kami benar-benar tak menemukan hal apapun yang janggal tentang dirinya. Kami telah memeriksa segalanya.”“Kalian yakin memang sudah segalanya?”“Ya, Tuan. Tapi memang tidak ada yang bisa kita gunakan sebagai senjata.”Vino kembali terdiam menahan rasa geram di hati. Membuatnya meremas kedua lengan kursi yang dia duduki guna mengendalikan diri.‘Lalu bagaimana mungkin aku menurut saja? Ata
[Fadly: Menurut orang kita yang memantau, Bu Ratu langsung meninggalkan hotel itu di jam setengah delapan malam, Pak. Dia kembali ke apartemennya dan tak terlihat tanda-tanda keluar lagi sampai sekarang.]Vino menghela napas panjang saat membaca pesan terbaru dari asisten pribadinya itu. Ekspresi was-was tampak masih tergambar di wajahnya.‘Apa yang akan dia lakukan, ya? Kalau dia serius mungkin dia benar-benar akan mengadukan semua perbuatanku pada Soraya. Sehingga… itu sebabnya aku harus mendahuluinya dan mengaku pada Aya malam ini juga.’Tapi masalahnya… sekarang bukan waktu yang tepat.Sebab kini, mertua serta keponakan Soraya malah datang berkunjung. Mereka telah di sini dalam waktu yang cukup lama, serta belum tampak tanda-tanda akan segera pulang padahal kini sudah lewat jam sembilan malam. Sehingga membuat Vino kembali bingung dengan perubahan situasi untuk rencananya.[Pokoknya sekarang kamu suruh mereka terus memantau. Bahkan besok pagi laporkan apa yang dia lakukan. Suruh m
[Mas Vino: Mengirimkan dua foto]Mata Ratu yang sebelumnya masih cukup berat karena mengantuk, tampak segera terbuka lebar begitu menerima pesan dari pria yang digilainya itu. Namun, seketika juga ekspresinya tampak berubah menjadi horor.Vino mengirimkan dua foto padanya. Satunya sebuah artikel dari negara Kanada yang memuat soal tragedi seorang pria yang meninggal karena overdosis, di mana nama Ratu tercantum di sana sebagai orang terakhir yang bersama dengannya. Sementara satunya adalah foto dari orang yang terbunuh.Darah Ratu tampak langsung mendidih. Kalau Vino berpikir untuk memprovokasinya karena kiriman ini, maka pria itu berhasil melakukannya. Karena memang melihat wajah pria yang berada di tangannya ini saja telah berhasil mengacaukan seluruh sistem di tubuhnya.Siapa memangnya pria ini?Ia adalah orang yang dulu menyambut kedatangan Ratu saat pertama kali tiba di Kanada. Seseorang yang memperkenalkan diri sebagai suruha Hardean untuk membantunya beradaptasi dengan tempat b
Sebulan kemudian.Kedua bibir itu saling melumat dengan mesra. Bersama dekapan yang semakin erat, serta juga luapan kasih sayang seperti usapan dan belaian di mana-mana. Menemani mereka menyambut pagi yang indah itu.“Morning, sayang.”Selesai kecupannya yang terakhir, Vino menyapa seperti itu pada sang istri. Lagi-lagi dibelainya dengan penuh kasih sayang pipinya yang merona merah.“Selamat pagi, Mas. Kamu ngagetin aku aja deh pagi-pagi udah cium-cium begini,” kata Soraya dengan suara yang sedikit serak.“Abisnya lagi-lagi waktuku buat menghabiskan waktu dengan kamu dan anak-anak udah mau habis. Setelah weekend berlalu, sekarang aku harus kembali sibuk bekerja. Aku benci banget hari senin,” ucap Vino dengan nada sedikit merengek yang membuat Soraya langsung terkekeh. “Ahhh… mana aku juga harus terbang ke Bali lagi selama tiga hari buat ikutan seminar tender. Nyebelin banget.”“I feel you, Mas. Aku dan anak-anak pasti bakal kangen banget sama kamu selama tiga hari itu. Tapi kan hidup
[SPY: Kami akan segera naik pesawat menuju Bali. Uruslah bagianmu dengan Soraya. Pastikan semuanya lancar dan tepat sasaran.]Ratu mematikan lagi layar ponselnya setelah membaca pesan dari Fadly. Dia lantas meraih sebuah map berwarna putih yang dia letakkan di samping tas sandang miliknya. Dia membuka mapnya itu untuk membacanya lagi barang sejenak, sebelum kemudian meletakkannya di atas meja.Inilah saatnya. Inilah hari yang dia tunggu-tunggu. Setelah begitu banyak waktu berlalu, serta setelah semua trik yang dia lakukan secara diam-diam, maka kini saatnya melesatkan tembakan.Omong-omong saat ini dia ada di sebuah kafe tempat janjiannya dengan Soraya. Di mana selama sebulan ke belakang, dia memang semakin dekat dengan perempuan itu dengan alasan meminta bantaun dalam persiapan pernikahan. Soraya pun dengan senang hati membantunya saat dia memiliki waktu luang.Tentu saja selama ini hal itu terjadi dengan diam-diam. Tak hanya berkoordinasi dengan Fadly yang dia tugaskan untuk memasti
Soraya sebelumnya biasa-biasa saja. Walau merasa heran karena isi amplop itu malah surat dan bukan foto seperti yang Ratu ceritakan, namun dia tetap memeriksanya. Sampai ketika dia menyadari kalau itu adalah surat hasil pemeriksaan DNA. Lalu ada deretan huruf bercetak tebal yang berada di bagian tengah kertas.Probabilitas Ratu Adelia sebagai ibu dari (coretan) Arvino Bentala adalah 99.99%.Itulah saat hal aneh menjalari dirinya. Jantungnya berdetak dengan kencang, serta tentu saja darahnya terasa berdesir hebat. Sehingga tak heran wajah itu menjadi pucat mendadak.“I-Ini… ini apa, Ratu? Apa maksudnya ini?”Diliriknya perempuan di depannya. Soraya baru menyadari tiba-tiba ekspresi dan cara panjang perempuan itu berbeda. Bagaimana menjelaskannya ya? Namun, terlihat angkuh dan licik dibanding gadis yang tadi diajaknya bicara?“Seperti yang Mbak baca kalau itu adalah hasil pemeriksaan DNA antara diriku… dengan anakku. Salah satu anak yang sekarang Mbak Soraya akui sebagai anaknya Mbak.”