“Nek, gimana, Oma? Apa Papa berhasil bertemu Mama? Lalu apa Papa berhasil bawa Mama pulang, Oma?”Untuk kesekian kalinya kedu bocah itu bertanya padanya tentang Soraya. Di mana mereka terus menatapnya dengan sorot mata penuh harap dan bertanya-tanya. Menandakan betapa besar kejadian ini mengguncang mereka.Lalu sayangnya, Indah tak pernah bisa berbuat banyak. Pada awalnya dia memberikan beberapa alasan kebohongan untuk menenangkan mereka. Kini seiring waktu berjalan di mana tak ada kebar baik, semua itu mulai mereka ragukan.“Kita tunggu saja ya, sayang --““Mau tunggu sampai kapan, Oma? Sekarang udah sore, tapi Mama belum juga pulang. Gimana kalau Mama nggak pulang? Gimana kalau Mama nggak makan malam? Nala takut Mama kenapa-napa.” Bocah perempuan itu kembali menangis sambil menarik-narik rok neneknya. “Ayo, Oma. Ayo telepon Papa. Kalau enggak suruh polisi buat nyariin Mama.”Masalahnya kini nomor ponsel Vino ikut-ikutan tak bisa dihubungi. Pria itu tak mengangkat panggilannya lagi s
“Itu sepertinya Tuan dan Nyonya yang pulang.”Mendengar penuturan dari salah satu Asisten Rumah Tangga itu, si kembar langsung melompat turun dari tempat duduknya. Lantas berlari-lari kecil menuju pintu masuk utama di rumah tersebut. Sementara itu Indah mengiringi mereka dengan langkah pelan.“Anak-anak, jangan lari-larian. Ntar kalian jatuh.”Namun, tentu anak-anak itu tak mau mendengarkan. Mereka sudah menunggu kabar kepulangan ibu mereka sejak beberapa jam yang lalu. Belum lagi karena nyatanya mereka tidak pernah melihat wajah Soraya selama sekitar tiga hari lamanya.Benar saja. Ketika mereka sampai di depan pintu, terlihat Soraya yang baru saja menuruni mobilnya. Sementara itu di belakangnya Vino juga tampak baru sampai dengan mobil yang berbeda.“Mama!”Kedua bocah itu berhamburan ke dalam pelukan Soraya. Wanita itu tak sepenuhnya siap sebenarnya, namun dia refleks berlutut untuk menyambut mereka di dalam pelukannya. Merasakan bagaimana naluri keibuan yang susah payah dia tahan s
Selesai makan malam, Soraya menidurkan anak-anak. Selama itu Vino selalu mendampinginya sebab sepertinya hanya inilah cara untuk dapat bersama dengan sang istri untuk saat ini. Dengan memanfaatkan ketidaktahuan anak-anak sehingga Soraya harus bersandiwara seakan hubungan mereka baik-baik saja.Namun keluar dari kamar si kembar yang telah tertidur, keadaannya langsung berbeda. Soraya langsung memasang ekspresi serius dan bahkan enggan menatapnya.“Tak bisakah kamu mengubah keputusan kamu itu? Tolong, berikan kesempatan sekali lagi padaku dan aku akan membuktikan kalau aku nggak akan membuat kamu kecewa lagi. Aku bahkan bisa berlutut kalau kamu mau,” ucap Vino yang benar-benar frustrasi karena tak tahu harus bagaimana menyikapi semua ini.Hening.Soraya tak menyahutinya. Perempuan itu hanya terus berjalan dan menghadapkan punggung dingin itu padanya.“Sayang, aku --““Sebelum kamu meminta ini, sudah kukatakan kalau kamu sebaiknya mengurus Ratu dulu. Bisakah dia berhenti menggangguku? Ba
“Kenapa Mama harus pergi lagi? Mama kan baru aja pulang dan main dengan kami?” tanya Nala sambil cemberut sambil memandang ibunya. Di mana baru saja Soraya menyampaikan hal yang mengecewakan mereka.“Mama minta maaf, sayang. Tapi Mama beneran harus pergi. Seperti yang Mama bilang sebelumnya, Mama itu kena tipu sama teman Mama. Jadi… Mama harus mengurus banyak hal untuk melawan teman Mama itu,” kata Soraya dengan sangat lembut sambil mengusap kepala sang putri kesayangannya.Sementara Naka kali ini hanya diam saja dan memandang Soraya dengan ekspresi serius. Hal yang sebenarnya cukup membuat Soraya kepikiran sejak kemarin. Karena walaupun Naka sama seperti Nala yang ceria dan senang atas kembalinya dirinya, namun anak itu tampak banyak diam sambil memandangi wajah Soraya cukup lama. Seakan-akan dia mencoba menebak apa yang ada di kepala Soraya.‘Dan apakah mungkin Naka tahu kalau aku berencana untuk meninggalkannya? Tidak mungkin, kan?’“Naka gimana, Nak? Kenapa diam aja? Apa Naka ngiz
Ada tiga pertemuan yang Soraya rencanakan hari ini. Di jam istirahat, dia telah sepakat untuk bertemu dengan Dokter Gilang di kantornya. Lalu setelah itu dia akan menemui pengacara yang akan dia ajak berunding masalah perceraian. Setelah itu dia juga telah memiliki janji temu dengan Evan.Kini untuk pertemuan pertama, Soraya telah berdiri di depan gedung megah dari Rumah Sakit Brahmadja. Rumah Sakit yang awalnya hanya dia anggap sebagai tempat elit langganan keluarganya serta tempat si kembar dilahirkan, namun kini dia beri label baru sebagai TKP kebohongan yang dilakukan Vino padanya lima tahun yang lalu.“Om kaget karena kamu minta ketemuan tiba-tiba, Ya. Tapi untungnya Om punya waktu istirahat siang ini.” Gilang berkata begitu setelah menyesap kopi di depannya. Melirik Soraya yang juga telah menyeruput teh yang disajikan untuknya. “Ada masalah apa? Apa ini masalah Naka lagi? Apa dia baik-baik saja?”Soraya tersenyum miris sambil mengangguk. “Dia baik, Om. Niatku datang ke sini buka
“Sepertinya aku harus mulai siap-siap menyiapkan uang 1,5 miliar itu untukmu. Karena sepertinya… Soraya memang akan menceraikan Mas Vino.”Ratu menyeringai licik sambil terus menggeser layar demi layar di ponselnya yang menampilkan keseharian Soraya hari ini. Mulai dari saat dia meninggalkan rumah, mengunjungi Gilang di rumah sakit, mendatangi kantor pengacara, hingga berakhir bertemu dengan Evan. Lagi-lagi dua orang licik itu membuntuti setiap langkahnya di hari ini.“Sepertinya begitu. Memang sih dengan kasus sefatal ini nggak mungkin ada istri yang tahan buat nggak minta cerai. Aku awalnya ragu apakah Soraya akan tetap bertahan demi anak-anaknya. Namun… pada akhirnya dia hanya manusia biasa yang lemah,” sahut Fadly santai sambil menyesap sebatang rokok dari sela-sela jarinya.“Kamu patut memberikanku kredit atas provokasi yang kemarin kulakukan. Aku yakin, kalau tanpa diriku dia pasti masih aja galau dan menangis seharian. Dia akan berpura-pura bertahan demi kesehatan mental anak-a
Soraya menyadari tindak-tanduk suaminya agak berbeda malam ini. Dilihat dari wajahnya yang terus serius, banyak diam, hingga kemudian langsung pamit ke ruang kerjanya setelah selesai makan malam.Soraya bisa paham kalau Vino pasti sibuk dengan kerjaan. Apalagi karena kini masalah keluarga mereka tengah mencuat, sehingga sudah bisa ditebak mengapa Vino tampak begitu kesusahan. Namun, nyatanya dia tak bisa sepenuhnya bersimpati seperti biasanya. Perasaan telah dibohongi dan dikhianati ini membuatnya merasa untuk tak terlalu peduli akan hal itu.‘Lagipula mungkin saja itu juga untuk meraup simpatiku sehingga aku bisa luluh dan tak menceraikannya. Toh, kalau dia bosan dan butuh hiburan dia kan memiliki wanita itu. Dia juga tak terlalu membutuhkanku.’Sebaliknya, Soraya memilih untuk menemani anak-anak bermain di kamar tidur mereka. Ini adalah salah satu hal yang ingin dilakukannya sebelum proses perceraian akan mulai dilaksanan tadi. Dia ingin banyak dekat dengan Naka dulu sebelum meningg
Butuh beberapa menit bagi Soraya untuk mengendalikan ekspresi wajahnya lagi. Sebab di pagi yang cerah ini, sebelum dia membangunkan anak-anak, tentu saja dia tak bisa menunjukkan raut marah bercampur sedih seperti ini. Belum lagi dengan fakta kalau dia nyaris menitikkan air matanya.Hingga setelah merasa lebih baik, barulah dia memutuskan untuk mengunjungi kamar si kembar. Di depan pintu kamar dia bahkan berhenti lagi. Lalu mengubah ekspresi wajahnya menjadi berbinar dan penuh senyuman. Barulah setelah itu dia membuka pintu.“Pagi, anak-anak! Sekarang udah saatnya bangun dan kita sarapan dulu. Come on!”Dengan lemah lembut dibangunkannya anak-anak itu. Seperti biasanya, tidaklah sulit melakukannya. Sebab memang salah satu hal yang sering Soraya tanamkan pada mereka sejak kecil adalah kedisiplinan. Sehingga secara alami tubuh mereka sudah terbiasa dengan jadwal harian yang diterapkan.“Ayo bangun, lalu cuci muka. Papa udah mau berangkat kerja lho. Kita temenin Papa sarapan dulu yuk, la