Ada tiga pertemuan yang Soraya rencanakan hari ini. Di jam istirahat, dia telah sepakat untuk bertemu dengan Dokter Gilang di kantornya. Lalu setelah itu dia akan menemui pengacara yang akan dia ajak berunding masalah perceraian. Setelah itu dia juga telah memiliki janji temu dengan Evan.Kini untuk pertemuan pertama, Soraya telah berdiri di depan gedung megah dari Rumah Sakit Brahmadja. Rumah Sakit yang awalnya hanya dia anggap sebagai tempat elit langganan keluarganya serta tempat si kembar dilahirkan, namun kini dia beri label baru sebagai TKP kebohongan yang dilakukan Vino padanya lima tahun yang lalu.“Om kaget karena kamu minta ketemuan tiba-tiba, Ya. Tapi untungnya Om punya waktu istirahat siang ini.” Gilang berkata begitu setelah menyesap kopi di depannya. Melirik Soraya yang juga telah menyeruput teh yang disajikan untuknya. “Ada masalah apa? Apa ini masalah Naka lagi? Apa dia baik-baik saja?”Soraya tersenyum miris sambil mengangguk. “Dia baik, Om. Niatku datang ke sini buka
“Sepertinya aku harus mulai siap-siap menyiapkan uang 1,5 miliar itu untukmu. Karena sepertinya… Soraya memang akan menceraikan Mas Vino.”Ratu menyeringai licik sambil terus menggeser layar demi layar di ponselnya yang menampilkan keseharian Soraya hari ini. Mulai dari saat dia meninggalkan rumah, mengunjungi Gilang di rumah sakit, mendatangi kantor pengacara, hingga berakhir bertemu dengan Evan. Lagi-lagi dua orang licik itu membuntuti setiap langkahnya di hari ini.“Sepertinya begitu. Memang sih dengan kasus sefatal ini nggak mungkin ada istri yang tahan buat nggak minta cerai. Aku awalnya ragu apakah Soraya akan tetap bertahan demi anak-anaknya. Namun… pada akhirnya dia hanya manusia biasa yang lemah,” sahut Fadly santai sambil menyesap sebatang rokok dari sela-sela jarinya.“Kamu patut memberikanku kredit atas provokasi yang kemarin kulakukan. Aku yakin, kalau tanpa diriku dia pasti masih aja galau dan menangis seharian. Dia akan berpura-pura bertahan demi kesehatan mental anak-a
Soraya menyadari tindak-tanduk suaminya agak berbeda malam ini. Dilihat dari wajahnya yang terus serius, banyak diam, hingga kemudian langsung pamit ke ruang kerjanya setelah selesai makan malam.Soraya bisa paham kalau Vino pasti sibuk dengan kerjaan. Apalagi karena kini masalah keluarga mereka tengah mencuat, sehingga sudah bisa ditebak mengapa Vino tampak begitu kesusahan. Namun, nyatanya dia tak bisa sepenuhnya bersimpati seperti biasanya. Perasaan telah dibohongi dan dikhianati ini membuatnya merasa untuk tak terlalu peduli akan hal itu.‘Lagipula mungkin saja itu juga untuk meraup simpatiku sehingga aku bisa luluh dan tak menceraikannya. Toh, kalau dia bosan dan butuh hiburan dia kan memiliki wanita itu. Dia juga tak terlalu membutuhkanku.’Sebaliknya, Soraya memilih untuk menemani anak-anak bermain di kamar tidur mereka. Ini adalah salah satu hal yang ingin dilakukannya sebelum proses perceraian akan mulai dilaksanan tadi. Dia ingin banyak dekat dengan Naka dulu sebelum meningg
Butuh beberapa menit bagi Soraya untuk mengendalikan ekspresi wajahnya lagi. Sebab di pagi yang cerah ini, sebelum dia membangunkan anak-anak, tentu saja dia tak bisa menunjukkan raut marah bercampur sedih seperti ini. Belum lagi dengan fakta kalau dia nyaris menitikkan air matanya.Hingga setelah merasa lebih baik, barulah dia memutuskan untuk mengunjungi kamar si kembar. Di depan pintu kamar dia bahkan berhenti lagi. Lalu mengubah ekspresi wajahnya menjadi berbinar dan penuh senyuman. Barulah setelah itu dia membuka pintu.“Pagi, anak-anak! Sekarang udah saatnya bangun dan kita sarapan dulu. Come on!”Dengan lemah lembut dibangunkannya anak-anak itu. Seperti biasanya, tidaklah sulit melakukannya. Sebab memang salah satu hal yang sering Soraya tanamkan pada mereka sejak kecil adalah kedisiplinan. Sehingga secara alami tubuh mereka sudah terbiasa dengan jadwal harian yang diterapkan.“Ayo bangun, lalu cuci muka. Papa udah mau berangkat kerja lho. Kita temenin Papa sarapan dulu yuk, la
Sempat terjadi semacam pertimbangan di dalam hati Vino terkait kehadiran Ratu yang tiba-tiba. Di satu sisi dia sudah begitu muak dengannya, namun di sisi lain sebenarnya ada beberapa hal yang ingin dikatakannya pada perempuan itu. Mengingat keadaan kini membuatnya terpaksa tidak ambil pusing sama sekali dengan setiap ulah perempuan itu karena fokus dengan pekerjaan. Apalagi dia sudah tak bisa mempercayai orang lain untuk mewakilinya seperti yang dulu Fadly lakukan.Itu sebabnya, Vino akhirnya meminggirkan mobilnya sejenak untuk menghampiri wanita itu.“Kamu turun tanpa diminta? Sepertinya kamu juga sama kangennya dengan aku,” goda Ratu saat mereka kembali berhadapan.“Jangan kegeeran. Sudah saatnya kamu berhenti pura-pura delusional dan menerima kenyataan yang sebenarnya kalau kamu nggak akan pernah memiliki arti penting bagiku. Kamu itu hanya wanita pembawa sial yang telah merusak kehidupanku,” sahut Vino dingin.“So… apa yang membuat kamu akhirnya menemui wanita pembawa sial ini, Ma
“Naka, kenapa sih belakangan ini kamu banyak melamunnya? Kenapa membiarkan Kakak bermain sendiri?” tanya Nala sambil mendekati adik kembarnya. Di mana alih-alih ikut bermain ayunan dengan kakak perempuannya itu, sang adik hanya duduk di pinggir saja dan menonton. “Kamu nggak sakit lagi, kan?”Nala menyentuh dahi Naka. Namun, karena dia tak tahu standar suhu panas atau tidak itu bagaimana, akhirnya dia malah mengernyitkan kening. Sambil juga menyentuh dahinya sendiri sebagai perbandingan.“Ini panas nggak ya?”“Naka nggak apa-apa, Kakak,” sahut Naka lesu membantu menjelaskan pada kakaknya yang kebingungan itu.“Lalu kenapa Naka diam saja?”Sebenarnya banyak hal yang ada di kepala Naka. Dibanding Nala dia sepertinya lebih pintar membaca situasi, terlebih soal urusan para dewasa di sekitarnya.Nala mungkin tak terlalu menyadarinya, namun Naka sebenarnya merasakan perubahan yang besar selama seminggu lebih ini. Mulai dari bagaimana orang-orang lebih berwajah muram dari biasanya, Papa dan
Sama seperti malam-malam sebelumnya, Vino kesulitan untuk tidur. Padahal dengan rasa lelah yang dirasakannya dapat membantunya untuk lebih mudah berbaring. Namun kenyatannya malah sebaliknya.Apalagi karena lagi-lagi Ratu terus seperti menaburkan minyak ke dalam api yang membara di dalam hatinya.[+63812XXXXXXX4: Kamu pikir masalahnya selesai hanya karena kamu memblokir nomor lamaku, Mas? Bahkan kalaupun kamu mengganti nomormu nantinya, aku pasti akan tetap bisa menemukan cara untuk menghubungimu. Jadi jangan buang-buang waktu seperti itu.][+63812XXXXXXX4: Dan, ini aku kasih lagi bukti pertemuan antara Mbak Soraya dengan pria itu. Kali ini mereka bahkan bertemu di sebuah ruangan privat selama sekitar satu setengah jam lamanya. Kira-kira apa yang mereka lakukan hanya berdua selama itu ya? Apa yang mereka bicarakan? Tidakkah kamu penasaran, Mas?]Vino mendengus setelah melihat beberapa gambar Soraya dan Evan yang diambil diam-diam. Dikantonginya lagi alat eletronik itu, lalu dia lanjut
Beberapa hari setelahnya.Hubungan antara Vino dan Soraya menjadi lebih renggang lagi mulai dari saat itu. Kalau biasanya Soraya masih membukakan pintu kamar mereka di pagi hari dan menyiapkan kebutuhan Vino bekerja, belakangan ini dia meninggalkan kamar begitu saja. Membiarkan suaminya itu mengurus sendiri kebutuhannya.Jujur Vino menyesali apa yang dikatakannya di malam itu. Sepertinya dia terlalu emosi dan terprovokasi dengan semua chat yang dikirimkan oleh Ratu, sehingga semua itu kelepasan begitu saja dalam kefrutrasian yang dia rasakan. Sehingga kini semuanya menjadi lebih buruk daripada sebelumnya. ‘Sekarang sepertinya sudah terlambat. Mau minta maaf juga Soraya mungkin tak akan mendengarkannya?’Melawan rasa lelah di hatinya, Vino akhirnya selesai berpakaian untuk ke kantor. Seperti biasanya hal yang paling merepotkan adalah saat memasang dasi. Karena walau sebenarnya ia bisa melakukannya sendiri, namun selama lima tahun ini selalu Sorayalah yang membantunya. Sehingga kepanda