Probabilitas Soraya Wirma Malik sebagai ibu dari Nala Arvino Bentala adalah 99.99%.
Probabilitas Soraya Wirma Malik sebagai ibu dari Naka Arvino Bentala adalah 0%.
Soraya seketika membeku saat membaca tulisan bercetak tebal yang tercantum di dua kertas hasil pemeriksaan DNA terhadap sepasang anak kembarnya. Dengan tangan yang bergetar, ia pun segera membuka map kuning satunya untuk mengeluarkan hasil yang ada di dalamnya.
Probabilitas Arvino Hardean Bentala sebagai ayah dari Nala Arvino Bentala adalah 99.99%.
Probabilitas Arvino Hardean Bentala sebagai ayah dari Naka Arvino Bentala adalah 99.99%.
Apa-apaan ini? Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?
Bagaimana mungkin hasil pemeriksaan terhadap suaminya itu normal, sementara dirinya terhadap putra mereka Naka berbeda.
“Sus, ini pasti ada yang salah.” Soraya dengan cepat mengangkat wajahnya lagi untuk bicara dengan staf rumah sakit yang menyerahkan hasil pemeriksaan itu. “Ada yang salah dari hasil pemeriksaan ini, Sus. Anda mungkin salah membandingkan sampelnya atau semacamnya.”
“Maaf, Bu. Tapi itu tak mungkin terjadi, Bu. Karena kami selalu memastikan agar sampel yang masuk terjaga keakuratannya sampai hasilnya keluar. Seperti yang Anda lihat di hari penyerahan sampel, saat itu petugas yang berwenang langsung menyegel data dan sampel yang dibutuhkan di depan Anda. Data tersebut lalu dijaga sehingga hanya dibuka oleh petugas profesional yang berwenang. Jadi hal-hal seperti salah membandingkan atau tertukar tak mungkin terjadi,” jelas petugas itu dengan panjang lebar.
“Tapi ini ngawur loh Sus hasilnya. Nggak masuk akal sama sekali. Bagaimana mungkin hasil tes saya nggak cocok dengan salah satu anak kembar yang saya lahirkan dari rahim saya sendiri.” Soraya mencoba untuk tetap sopan walaupun hatinya kini telah tak karuan. “Atau kalau enggak… mungkin ada yang jahat kali, Sus. Mungkin tanpa sepengetahuan Suster ada yang menukar salah satu hasilnya dengan sembarangan kertas?”
“Maaf, Bu. Tapi hal seperti itu juga tak mungkin terjadi. Kami menjamin keamanan data yang masuk di dalam ruangan khusus dengan pantauan CCTV dan hanya diakses oleh staf kami saja. Jadi tak akan ada orang luar yang bisa keluar masuk ke sana tanpa sepengetahuan kami. Sehingga selama Ibu yakin telah memasukkan data dan sampel yang benar, maka hasilnya sudah pasti akurat.”
“T-Tapi, Sus—“
“Sampe kapan sih Mbak, kamu mau denial?”
Ucapan Soraya terpotong saat ucapan sinis dari suara menyebalkan itu terdengar. Benar saja, seorang wanita yang berusia lebih muda darinya tampak berdiri di sana dengan pakaiannya yang glamor itu. Di mana dia juga tampak memegang sebuah map kuning di tangannya.
“Hasil DNA antara Mbak dan Naka nggak bakalan cocok. Karena seperti yang sering kukatakan, kalau dia adalah anakku dan Mas Vino.”
Soraya semakin merasa terguncang. Nyatanya selama ini ucapan wanita itu telah cukup mengusiknya, namun kini dia seperti menemukan sebuah bukti pendukung untuk itu semua. Di mana kini kenyataan semakin tak sesuai dengan harapan.
Tapi tidak. Ini belum tentu sepenuhnya benar. Ini masih berkemungkinan dimanipulasi. Sehingga Soraya harus tetap tenang agar tak terprovokasi.
“Saya bilang kamu nggak usah ikut campur dengan urusan saya. Kenapa juga kamu sampai mengikuti saya ke sini? Karena saya nggak percaya sama kamu—“
“Mbak selalu bilang begitu, tapi akhirnya terpengaruh juga kan? Buktinya Mbak sampai melakukan tes DNA terhadap kedua anak yang awalnya sangat Mbak yakini sebagai darah daging Mbak itu. Lalu lihat sendiri hasilnya, bukan? Mau sampai kapan Mbak bersikeras dan terus saja denial?!”
Mendengar perempuan ini tak akan pernah ada gunanya. Yang ada Soraya malah dibuat malu dengan perhatian semua orang di sekitar mereka akibat ucapan tak tahu malunya. Sehingga lebih baik dia pergi saja dan mengabaikan perempuan gila ini.
Tapi bagaimana bisa? Karena dia masih saja bersikeras mengikuti Soraya.
“Semua yang kubilang terbukti kan, Mbak? Mbak jangan terus menghindar begini dan akui saja kenyataannya. Seperti yang kubilang, kalau aku dulu juga melahirkan anak dari Mas Vino berdekatan dengan waktu Mbak melahirkan. Saat itu Mbak melahirkan Nala lalu aku melahirkan Naka lebih awal demi menyempurnakan rencana mereka semua – sehingga mungkin itu sebabnya Naka jadi lebih lemah dan sakit-sakitan daripada Nala. Semua itu jadi mungkin karena Mas Vino dan mertua Mbak bekerja sama dengan sahabat Pak Hardean yang merupakan Direktur di Rumah Sakit itu. Mereka menjadikan seakan-akan Naka terlahir kembar dengan Nala, sehingga dia bisa menyembunyikan perselingkuhannya denganku.”
Ratu, wanita tak tahu malu itu, terus saja mengoceh sambil mengiringi langkah Soraya. Ia benar-benar tak peduli sama sekali dengan pendapat orang-orang di sekitar mereka yang mendengarkan aib itu, sebab wanita gila ini sepertinya benar-benar ingin mempermalukan Soraya. Padahal bukankah itu seharusnya menjadi hal yang lebih memalukan baginya?
“Ini nyata, Mbak. Aku bahkan berbaik hati memberi tahu sebelum Mbak Soraya semakin dibohongi oleh suami dan mertua Mbak itu seumur hidup. Mbak seharusnya berterima kasih padaku—“
Sampai di lahan parkir, Soraya menghentikan langkahnya. Dia dengan cepat berbalik dan menatap wanita itu dengan tatapan tajam.
“Apa kamu bilang? Berbaik hati dan berterima kasih? Kalau itu benar adanya, kamu seharusnya nggak menggoda suami orang dari awal!”
Soraya malah menyeringai puas mendengarnya. “Lihat. Akhirnya Mbak percaya padaku, kan? Mbak akhirnya tak bisa menolak fakta kalau aku dulu berselingkuh dengan suami Mbak, kan? Lalu Naka memang anakku.”
Soraya tercekat. Dia merasa terjebak namun tetap tak mau mengakuinya. Sampai kapanpun dia tak mungkin menerima fakta gila seperti itu.
Hingga ketika dia baru saja hendak menaiki mobilnya, tiba-tiba saja sebuah kendaraan yang familier tampak juga memasuki perkarangan rumah sakit itu. Tak lama sosok seorang pria dengan setelan formal ke luar dari sana dengan terburu-buru.
“Mas Vino!”
Ratu langsung terlonjak girang sambil mendekati pria itu, di mana diabaikan begitu saja oleh sang pria. Ia kini malah mendekati Soraya yang tampak heran mengapa suaminya itu bisa ada di sini. Padahal uji DNA ini dilakukan secara diam-diam.
“Sayang—“
Perempuan itu akhirnya tak tahan. Dia melempar kedua map kuning di tangannya ke dada sang suami.
“Jelaskan padaku kenapa hasil tes DNA ini terkesan aneh seperti ini. Jelaskan padaku kenapa bisa aku tercantum tak sedarah dengan Naka di sana?” tanya Soraya masih berusaha menahan tangis. Prinsipnya adalah tak boleh terlihat lemah di depan siapapun, terutama di depan pengkhianat dan musuh seperti mereka berdua.
“Sayang, ini nggak benar sama sekali. Aku bisa jelas—“
“Bukankah sudah jelas? Sudah kukatakan kalau Naka itu bukan anak Mbak, melainkan anak kami berdua. Mbak nggak sadar soal itu karena melahirkan secara Caesar waktu itu, sehingga dengan mudah juga ditipu oleh Mas Vino dan kedua orang tuanya—“
“Diam kamu!”
Vino akhirnya mengeraskan suaranya untuk membungkam wanita pengganggu itu. Walaupun dia tak terlihat bersalah sama sekali mengatakan aib yang memalukan itu. Dia malah terus senyam-senyum puas dan mengejek Soraya.
“Apa itu benar, Mas? Benar begitu?” tanya Soraya lagi yang kembali mendesak untuk mendapatkan kepastian.
Vino tampak kesulitan untuk menyahut. Walau ia terus berusaha berdalih, “Nggak mungkinlah, sayang. Mana mungkin aku melakukan hal seperti itu—“
“Kalau nggak mungkin kenapa hasil DNA-nya begitu? Kamu pikir teknologi sekarang bisa keliru hanya terhadap diriku saja?!” teriak Soraya tak tahan olehnya. Sukses membuat pria itu bungkam dan semakin serba salah menjelaskan.
“P-Pokoknya aku bisa jelaskan, sayang. Ini nggak seperti itu—“
“Kapan… terjadinya?” Soraya menyela penjelasan itu lagi. “Aku bahkan hamil dengan cepat setelah pernikahan kita, lalu sekarang aku harus menerima kenyataan kamu juga menghamili wanita di saat bersamaan? Kapan kamu menidurinya?”
“Sayang, aku—“
“Kami punya waktu bersama karena aku ini adalah mantan sekretarisnya, Mbak lupa? Tapi kalau lebih tepatnya sih saat kayaknya Naka tercipta saat kami melakukan perjalanan bisnis bersama ke Singapura selang sebulan setelah kalian menikah. Mbak kayaknya ingat deh karena kalian langsung melakukan bulan madu yang tertunda setelah itu—“
“Diam kataku! Kamu tidak berhak bersuara atas hal ini!”
Vino kembali berusaha untuk membungkam Ratu. Namun, Dara sepertinya telah mendapatkan jawaban dari rasa penasarannya. Karena sepertinya kini dia harus menerima kenyataan kalau Ratu memang mengatakan kebenaran selama ini. Hal itu terbukti dari hasil pemeriksaan ini, sehingga sisanya mungkin memang juga benar. Lagipula dipikir-pikir waktunya memang terasa cocok.
“Tega kamu, Mas. Gimana mungkin kamu ngelakuin ini semua padaku? Terlebih… setelah lima tahun lebih lamanya?” Soraya semakin tak bisa menepis kenyataan yang ada. Hal itu pun semakin melemahkannya.
“Sayang, bukan begitu. Tapi—“
Soraya memilih untuk tak mendengarkan lagi. Dia segera memilih untuk memasuki mobilnya.
“Sayang, kamu sedang kalut. Kamu nggak bisa menyetir sendiri. Sayang, buka. Biarkan aku masuk.”
Vino berusaha untuk mengetuk-ngetuk kaca jendela mobil yang sudah tertutup rapat. Namun, Soraya sudah tak mendengarkan sama sekali. Walau dengan pikiran kalut dan mata yang berair, dia pun tetap menyalakan mesin mobil.
“Sayang, dengarkan aku dulu. Soraya, Soraya!”
Wanita itu pun akhirnya memacu mobilnya dari tempat itu. Meninggalkan kedua orang yang telah berhasil menghancurkan dunianya secara berkeping-keping.
***
Sepasang bocah yang tampak sama-sama berusia sekitar lima tahunan tampak duduk berdampingan di teras dari sebuah rumah mewah. Keduanya tampak asyik mengobrol sambil mewarnai buku gambar di tangan mereka masing-masing. Sementara itu seorang wanita paruh baya ditemani dua orang pelayan tampak mengamati mereka dari kejauhan.
“Lihat. Gambarku lebih mirip sama Mama. Mama pasti akan menyukai gambarku,” ucap sang anak perempuan sambil membanggakan diri dan hasil gambarnya.
“Tidak, tidak.” Yang laki-laki menggeleng cepat. “Gambarkulah yang paling mirip dengan Mama. Kamu tak dengar tadi Bu guru memuji gambarku?”
“Gambarku juga dipuji oleh Bu Guru kok. Bahkan teman-teman juga banyak yang bilang bagus,” kata anak perempuan itu tak mau kalah.
“Dua-duanya terlihat bagus kok. Oma yakin Mama pasti bakal suka keduanya.” Wanita paruh baya tadi pun ikut bersuara.
“Benarkah, Oma?” tanya keduanya secara serempak.
“Ya. Kita tunggu sebentar lagi pas Mama pulang ya? Oma yakin, pasti Mama akan menyukai kedua gambar kalian itu.”
Hanya dengan begitu, perdebatan bisa langsung terselesaikan. Kedua bocah itu malah kembali saling bercengkerama dengan akrab. Mereka bahkan saling menilai gambar satu sama lain.
Di saat itulah, sebuah sedan berwarna merah tampak memasuki pekarangan rumah. Hal itu sukses menghentikan celotehan mereka, lalu kini dengan antusias menunggu seseorang yang berada di atas kendaraan itu.
“Mama pulang. Sebaiknya kita tanyakan sekarang saja yuk, Naka.”
“Iya, kak Nala.”
Sosok Soraya pun langsung turun dari mobil. Air mata yang memenuhi wajahnya tadi tampak telah terhapus, walaupun ekspresinya tampak masih saja muram. Apalagi karena tak lama kemudian mobil suaminya juga menyusul memasuki tempat itu.
“Mama, lihat deh. Kami hari ini di sekolah disuruh menggambar lukisan wajah Mama,” ucap Nala dengan riang.
“Iya, Ma. Lihatlah gambar Mama dan beri tahu kami siapa yang Mama suka,” kata Naka yang berjalana di sampingnya.
Saat itu pandangan Soraya langsung terhenti pada sosok Naka. Di mana bocah laki-laki itu menengadah sambil memamerkan kertas gambarnya. Senyuman lebar terlihat di wajah yang begitu polos itu.
“Lihatlah ini, Ma. Ini gambar wajah Mama. Gimana menurut Mama?”
Hati Soraya kembali jadi tak karuan saat memandang wajah sang putra. Dadanya terasa sangat sakit, sedih, walau tentu saja Soraya tak akan menyalahkannya dalam hal ini. Namun perasaan asing kini menyertai dadanya terhadap si bungsu kesayangannya ini.
Semua itu lantas diperburuk saat ia menyadari sosok Vino yang akhirnya turun dari mobil dan mendekat dengan ragu-ragu. Rasa muak kembali menebal di hati Soraya terhadap keadaan yang ada.
“Mama, ayo lihat. Ini—“
Sekali lagi Soraya sempat menatap wajah Naka, sebelum kemudian beralih pada sang putri. Gadis itu pun dengan cepat meraih gambar itu. Lantas kemudian berlutut untuk menggendong anak yang tadi terbukti 99.99% merupakan darah dagingnya.
“Nala, ayo kamu ikut Mama.”
Tanpa menoleh ke belakang di mana sudah bisa dipastikan kalau Naka mungkin terluka karena perbuatannya, Soraya membawa Nala memasuki rumah bersamanya. Dia bahkan juga melewati mertua yang biasanya dia hormati itu begitu saja. Mengabaikan setiap panggilan dari mereka.
“Mama, kenapa gambar Naka tak dilihat? Kenapa Naka ditinggal?”
“Naka!”
Sang putra hendak menyusul Mama dan kakak kembarnya, namun Vino menahan. Dengan kebingungan, pria itu pun berlutut di depan Naka guna menenangkannya.
“Pa, kenapa Mama tak melihat gambarku dan hanya peduli dengan gambarnya Kak Nala? Apakah gambarku benar-benar jelek sehingga Mama jadi membencinya?” rengek Naka menahan tangis.
“Mana mungkin Mama membencinya, Nak. Tentu saja tidak. Mama kan selalu bangga dan sayang dengan apapun yang kalian kerjakan.” Vino tambak bingung menghadapi pertanyaan sang putra. Otaknya berusaha keras berdalih agar sang putra tak merasakan dampak dari perbuatannya. “Mama tadi sengaja membawa Kak Nala ke dalam karena mungkin… hm… mungkin ada urusan perempuan yang harus mereka urus. Sehingga kita para laki-laki nggak boleh ikut mendengarkannya, Naka.”
“Tapi aku ingin tahu pendapat Mama soal gambarku.”
“Nanti ya, sayang. Nanti. Mama pasti bakal lihat punya kamu juga kok nanti. Kamu tunggu dulu ya.”
Vino memeluk Naka untuk menenangkan dan menghiburnya. Di saat itu ia melayangkan pandangan pada orang tua wanitanya yang tampak menunggu penjelasan darinya. Namun, sekali Vino mengirim sinyal pandangan tertentu pada beliau, wanita itu tampak langsung menutup mulutnya.
Sepertinya beliau pun langsung paham apa yang tengah terjadi pada anak dan menantunya itu.
***
Enam tahun yang lalu. Arvino berharap kalau semua itu hanya sebuah mimpi buruk saja. Saat di suatu pagi ia terbangun dengan sang sekretaris yang tertidur di sampingnya. Polos, tanpa sehelai pun benang di tubuh mereka. Bersama dengan bayangan-bayangan liar dan bergairah antara mereka yang terjadi tadi malam. “S-Semalam B-Bapak… memaksa saya. Padahal saya sudah menolak, tapi Bapak terus menahan saya sambil menciumi saya. Bapak kemudian membuka seluruh pakaian saya. S-Sehingga… sehingga….” Ratu menjelaskan itu sambil menangis tersedu-sedu. Dia tampak gelisah. Sehingga membuat Vino berusaha untuk menenangkannya walau otaknya sendiri kacau. Bagaimana mungkin semalam ia bisa semabuk itu padahal rasanya ia minum di batas yang wajar ia lakukan? Lalu kenapa ia sampai tak ingat apapun? Sejujurnya muncul juga kecurigaan kalau justru sang sekretaris malah menjebaknya. Namun, untuk sesaat ia mengabaikan hal itu dulu. Ia mencoba untuk menenangkan Ratu dulu karena tentu Vino tak ingin dia terus
Dua bulan setelah kehamilan Soraya.“Tada!!! Selamat menikmati!”Soraya tersenyum cerah sambil membuka tutup dari kotak bekal yang dibawakannya untuk sang suami. Dipamerkannya berbagai jenis makanan hasil olahannya yang memang khusus ia masakkan untuk menu makan siang Vino di hari itu.“Wah… menggugah selera banget ini. Aku yakin pasti rasanya enak,” ucap Vino langsung memuji masakan sang istri untuknya.“Tentu saja. Karena selain bahan makanan biasa, aku juga menaburkan bumbu kasih sayang di dalamnya. Kamu nggak akan menemui makanan seenak ini di restoran mewah sekalipun.”Dengan riang Vino menyantap makanan itu. Kalau boleh jujur sih rasanya biasa, sebab istrinya juga baru belajar memasak belakangan ini. Namun, fakta kalau semua ini disiapkan khusus untuknya sepertinya menjadikannya spesial. Apalagi karena istrinya yang sedang hamil ini tadi memberi kunjungan kejutan tepat di jam makan siang.“Tapi, Mas. Aku lihat sekretaris kamu baru lagi. Memangnya kemana sekretaris kamu yang lama
Pak Hardean Nicko Bentala tampak cukup terkejut saat mengetahui kalau putranya telah menghamili mantan sekretarisnya. Walau tampak sedikit menyayangkan karena Arvino telah ceroboh, namun pria itu sama sekali tak menyalahkannya.Justru, Hardean sebenarnya curiga kalau Vino telah dijebak oleh Ratu. Hal yang sebenarnya juga sering terpikirkan oleh Vino, namun akhirnya tak ia pikirkan lebih jauh karena sudah terlalu pusing dengan masalah yang ada. Untuk sementara Hardean menyuruh Vino untuk tetap merahasiakan hal ini dulu seraya mereka mencari jalan ke luar.Sampai ketika Arvino menemani istrinya untuk check-up kandungan saat usia kehamilan Soraya telah menginjak enam bulan.“Hal yang saya khawatirkan di awal sepertinya kian menjadi kenyataan, Bu,” kata Dokter kandungan langganan mereka sambil memandang monitor yang digunakan untuk mengecek kondisi di dalam rahim. “Bayi ibu terus bergerak terbalik atau sungsang di dalam perut Ibu. Kalau terus begini sepertinya akan sulit untuk dapat dilah
“Waktu cepat banget berlalunya ya, Mas? Nggak terasa udah sembilan bulan aja sejak aku hamil, serta hampir sepuluh bulan sejak kita menikah.”Arvino yang tengah mengupas buah mengalihkan pandangannya pada sang istri yang saat ini berbaring di brankar rumah sakit. Senyuman lembut diberikannya pada perempuan itu.“Iya. Aku juga mikir gitu. Terasa nggak nyata aja.”Ya, saat-saat mendebarkan itu akan segera tiba.Jadwal operasi caesar akan dijalani oleh istrinya itu besok pagi, sehingga sejak beberapa jam yang lalu mereka telah berada di rumah sakit. Untuk selanjutnya mereka akan menuruti instruksi dari petugas medis menjalani setiap rangkaian yang dianjurkan.Namun, tanpa sepengetahuan Soraya, tidak hanya itu saja yang tengah berlangsung.Nyatanya sejak semalam Ratu juga telah berada di rumah sakit ini, tepatnya tak jauh dari beberapa kamar yang ada di sini. Ratu akan melahirkan lebih dulu, sehingga nanti bayinya bisa langsung disatukan dengan anak yang akan dilahirkan oleh Soraya secara
“Gimana mungkin kamu masih saja sibuk bekerja padahal besok aku harus lahiran.”Soraya tak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Kala sang suami tiba-tiba bilang padaanya kalau dia tak bisa tinggal malam ini akibat pekerjaan mendadak. Hal yang tentu saja karangan semata agar Arvino bisa memenuhi keinginan Ratu yang malam ini minta ditemani.“Aku minta maaf, sayang.” Vino berkata begitu sambil menggenggam jemari sang istri. “Aku sendiri juga nggak menyangka masalah ini akan muncul tiba-tiba seperti ini. Tapi aku janji sama kamu kalau aku akan menyelesaikan semuanya secepatnya. Sehingga aku bisa ada di sini dan menemani kamu saat nanti masuk dan keluar ruang operasi.”Soraya masih sedikit cemberut dan tampak tak senang. Arvino jadi semakin merasa bersalah dan sebenarnya tak mau meninggalkan sang istri, namun dia tak punya pilihan.“Udah. Biarkan suamimu pergi dulu, Nak. Yang penting kan dia ada di sini pas lahiran.” Dian, Maminya Soraya, akhirnya bersuara sambil mengusap bahu putrinya. “Ma
“Anak kamu laki-laki, Vin. Selamat.”Arvino membeku saat Dokter Gilang mengatakan hal itu begitu keluar dari ruang operasi. Matanya mengikuti seorang bayi yang masih basah yang digendong oleh seorang perawat. Di mana kini ia menangis dengan keras.‘Apa dia benar-benar anakku?’Dibiarkannya perawat itu membawa sang bayi ke ruangan khusus yang telah disiapkan. Nantinya bayi itu menunggu sampai Soraya pun melahirkan, sebelum kemudian dia akan digabungkan dengan bayi yang dilahirkan oleh sang istri.“Wanita itu gimana? Semua lancar, kan?” tanya Vino kemudian.“Ya. Dia baik-baik saja. Dia bahkan kuat menjalaninya dalam keadaan sadar. Oh ya, dia minta kamu untuk menemuinya.”Langkah Vino terasa berat. Sempat ia melirik pergelangan tangannya untuk mengecek waktu. Giliran Soraya kian mendekat.“Udah. Nggak perlu kamu temui kalau nggak mau, karena sekarang yang kita inginkan telah kita dapatkan. Kamu mau segera menemui Soraya, kan? Pergilah. Istri kamu pasti nungguin kamu,” kata Hardean, sang
Di satu titik Soraya membuka matanya. Saat dia melihat ke sekitarnya, dia menemukan orang-orang yang disayanginya berada di sana. Memandangnya dengan ekspresi setengah khawatir dan was-was.“Sayang, kamu udah bangun? Kamu bisa dengar aku?” sapa suaminya sambil mengusap salah satu pipinya.Namun, pikiran Soraya sudah langsung tertuju pada satu hal yang paling penting baginya saat ini. Sesuatu yang harus segera dia ketahui.“Gimana anak kita, Mas?” tanyanya dengan lemas karena masih pengaruh obat.“Anak kita lahir dengan selamat dan sehat sayang—““Anak kalian kembar!”Seruan Dian, Maminya Soraya itu membuatnya kian terjaga. Apalagi saat melihat ekspresi senang dan terharu dari anggota keluarganya yang lain.“K-Kembar?” tanyanya tak yakin.“Ya. Sepasang malah. Satu anak laki-laki dan satunya anak perempuan.”Di saat itu dia mendengar suara tangisan bayi yang mendekat. Hal yang disadarinya karena suaranya bukan hanya satu, tapi seperti dua bayi yang kompak menangis sekeras-kerasnya. Lant
Sekitar dua jam kemudian, Dokter Gilang tampak memasuki ruang inap Soraya. Kebetulan kini hanya tinggal mereka berdua saja di sana karena ketiga orang tua mereka telah pulang dulu untuk beristiarhat setelah tinggal di rumah sakit semalaman.“Selamat ya, Aya. Kamu sekarang resmi menjadi seorang Ibu. Mana anakmu juga kembar sepasang lagi,” ucap Dokter Gilang pada sang pasien istimewa.“Makasih, Om. Semua ini juga berkat pelayanan dari Om serta petugas medis lainnya.” Soraya tak bisa menyembunyikan senyuman sumringah di wajahnya. “Tapi sebenarnya ada yang membuatku heran, Om. Seingatku saat membaca beberapa artikel soal operasi caesar hingga konsultasi dengan dokter kandunganku, katanya aku nggak akan dibius sepenuhnya. Katanya hanya bagian bawah tubuhku saja yang dibius, sehingga aku bisa tetap terjaga selama prosesnya karena aku tidak akan merasakan sakit. Tapi kenapa tadi aku beneran dibuat nggak sadar, Om? Bangun-bangun aku udah melahirkan saja.”Pertanyaan jebakan itu membuat Arvino
Delapan bulan kemudian.“Papa!!!”Vino yang awalnya bersandar pada badan mobil tampak langsung mengangkat wajahnya. Ekspresi wajahnya tampak berubah cerah saat melihat Nala dan Naka yang berlari-lari kecil ke arahnya. Di belakangnya tampak sang wali kelas yang mengiringi sambil memperingatkan untuk berhati-hati.Menggunakan tongkat yang selalu dipegangnya, Vino pun juga berusaha mendekati mereka. Hanya beberapa langkah saja sebelum mereka berhadapan.“Sudah sering dibilangin jangan lari-larian. Tuh, denger juga Bu guru Farida sampe kesusahan mengejar kalian begitu,” ucap Vino menasehati mereka. Dengan gemas mengacak rambut mereka secara bergantian.“Habisnya kami senang karena dijemput sama Papa lagi. Mama kan bilang kalau ini terakhir kalinya sebelum Papa kembali masuk kerja,” sahut Naka sambil cemberut.“Iya. Kalau Papa udah kerja kan Papa bakal sibuk banget sehingga nggak bisa antar jemput kami lagi,” sambung Nala ikut cemberut.“Ini artinya kalian nggak suka dijemput Mama begitu?
Sosok yang biasa terlihat glamor itu tampak berantakan. Dengan baju tahanan yang terpasang di tubuhnya, dia duduk di sudut sel dengan memeluk kakinya. Mengabaikan hiruk pikuk dari napi lain yang berbagi ruangan dengannya.“Tahanan nomor 1036, Anda mendapatkan kunjungan!”Seorang sipir wanita berteriak dari luar sel, namun beliau tak didengarkan. Baik oleh sosok penyendiri tadi ataupun para napi yang asyik bergosip itu.“Tahanan nomor 1036, Anda mendapatkan kunjungan!”Di satu titik salah satu napi yang sibuk bergosip itu melayangkan pandangannya menuju napi yang menyendiri tadi. “Hey, 1036. Ada yang manggil lo tuh. Tuli ya?”Sosok itu masih diam.“Siapa sih dia namanya? Oh, ya, Ratu! Bu sipir manggil lo tuh.”Baru di saat itulah wanita itu bereaksi. Dia mengangkat wajahnya memandang ke arah lawan bicaranya.“Ada yang manggil lo. Dasar ya, belum juga terbiasa sama nomor lo sendiri. Lo hapalin tuh karena itu nama yang bakal lo pake selama bertahun-tahun setelah apa yang lo lakuin ke ana
“Kenapa Bi Yuyun pergi dari rumah kita, Mama? Apa Bi Yuyun beneran nggak bakal kembali?” tanya Naka padanya dengan ekspresi polos. Di mana langsung diangguki oleh gadis kecil di sampingnya.“Iya, Mama. Bi Yuyun kan selalu bersama kita. Bi Yuyun juga sering nemenin Nala dan Dek Naka saat Mama nggak ada. Kami sedih deh kalau Bi Yuyun nggak ada.”Soraya menghela napas pelan mendengar curhatan para malaikat perginya setelah melihat kepergiaan Bi Yuyun beberapa menit yang lalu. Ya, seperti yang sudah disarankan oleh Vino tiga hari yang lalu, Soraya langsung mengecek gerak-gerik Bi Yuyun di rumah ini melalui rekaman CCTV. Dari sana baru disadarinya kalau selama ini sang ART ternyata sering melakukan hal-hal yang mencurigakan.Tentu saja beliau sudah tak bisa kerja di sini lagi. Apalagi karena Bi Yuyun akhirnya mengakui segala tuduhan itu. Walaupun dia minta maaf sambil memohon dan berjanji tak mengulangi tapi nasi telah menjadi bubur. Apalagi mengingat dampak yang terjadi karena ulah beliau
“Udah empat hari sejak kejadian itu, tapi… Vino belum sadar juga.”Soraya langsung mengelus pundak Indah saat mendengar hal itu. Lantas dia mengalihkan pandangannya menuju ranjang pasien di mana suaminya berbaring.Vino saat ini masih dirawat di ruang ICU, namun keluarga akhirnya diizinkan menjenguk mulai dari kemarin. Walaupun mereka harus dipastikan steril dan mengenakan jubah khusus. Serta hanya boleh sekitar lima belas menit saja di dalamnya.“Apa semuanya akan baik-baik saja? Apakah dia akan sadar? Mama nggak bakal kuat kalau Vino juga harus pergi seperti Papa --““Sst, Ma. Jangan mikir gitu. Mas Vino pasti kuat kok, Ma. Dia pasti akan segera sadar. Sebab itulah yang sedang dia perjuangkan dengan terus bertahan seperti sekarang. Jadi… dia pasti akan bangun, Ma. Mas Vino kan orangnya kuat dan pemberani.”Soraya mengatakan itu dengan penuh keyakinan dan semangat, walaupun ada celah di dalam hatinya yang malah berpikir sebaliknya. Nyatanya dia juga mempunya ketakutan yang besar meli
Seluruh tubuh Soraya langsung bergetar hebat saat mendengar kabar di telepon. Dia sampai tak tahu harus bicara apa.“Ada apa, Bu? Apa ada masalah?” tanya babysitter Ekky yang awalnya bercengkerama ringan dengannya di ruang tamu apartemennya Evan. Sekitar beberapa menit setelah mereka menidurkan si kecil.Soraya tak mampu menjawab pertanyaan itu. Dia terlalu syok dan kebingungan dengan semua ini. Rasa takut juga langsung melingkupinya.“Bu?” tanya babysitter itu lagi dengan khawatir.“S-Saya… saya pulang dulu ya, Sus. A-Ada masalah di rumah. S-Saya titip E-Ekky… nanti saya telepon Evan juga buat kasih tahu. S-Saya permisi.”Dengan tubuh masih bergetar Soraya bangkit dari sana. Tampak kebingungan sendiri dengan apa yang dia lakukan. Untungnya sang babysitter tadi dengan sigap mengambilkan tas Soraya yang tertinggal di atas sofa.“Ini, Bu. Nanti ketinggalan.”“O-Oh ya. Makasih ya, Sus. S-Saya pulang dulu.”“Y-Ya, Bu. Hati-hati.”Soraya bergegas meninggalkan unit apartemen itu dengan tubu
Vino tak bisa menepis perasaan di hatinya. Ia benar-benar yakin kalau memang ada penyusup di antara pegawainya berdasarkan pengamatannya belakangan ini, namun sayangnya ia belum sempat memastikan hal itu sama sekali. Sehingga kini itu jadi ganjalan baru di tengah pekerjaannya.‘Haruskah aku mengambil cuti sejenak untuk sekadar memastikan? Aku benar-benar kepikiran dan khawatir kalau firasat ini benar. Tapi masalahnya kan sekarang lagi banyak kerjaan.’Di saat itu tiba-tiba ia jadi kepikiran tentang apa yang menimpanya saat Fadly berkhianat. Vino sangat ingat bagaimana itu semua itu terjadi tanpa peringatan sama sekali, seperti hujan badai yang datang di siang hari yang awalnya cerah. Vino tak akan pernah melupakan perasaan itu. Ia tak akan pernah lupa rasanya ditikam dari belakang oleh orang begitu ia percayai. Lalu saat tersadar semuanya benar-benar sudah terlambat.‘Enggak. Aku harus memastikannya sekarang. Aku nggak boleh jatuh ke lubang yang sama.’Kala memikirkan itu Vino segera
[SPY: Terima kasih atas uangnya. Aku selalu tahu kamu akan menepati janjimu. Sekarang… berusahalah sebaik mungkin untuk sisa rencanamu itu. Sementara aku… akan segera meninggalkan negeri ini dulu untuk menghambur-hamburkan uang yang kudambakan seperti ini. Jangan menghubungiku lagi karena nomor ini akan kusingkirkan. Dan yang sangkutpautkan aku dengan apapun yang tengah kamu kerjakan. Good luck!]Ratu mematikan layar ponselnya kembali setelah membaca pesan singkat tersebut. Dia lalu melemparkan benda tersebut begitu saja ke atas jok mobil di sampingnya.Omong-omong saat ini perempuan itu kembali berada di jalan yang menghubungkan kompleks perumahan elit yang ditinggali keluarga Bentala menuju jalan raya. Tepatnya beberapa ratus meter dari pos penjagaan di mana sebelumnya dia pernah dua kali mencegat Vino yang hendak pergi bekerja.‘Di sini terakhir kali kita bertemu. Selanjutnya di mana? Aku nggak keberatan kalau harus bertemu denganmu di persidangan atau sebagainya. Yang jelas… kamu
“Hari ini Bu Farida akan datang lagi untuk mengajar ke rumah ini. Tapi nantinya… setelah kita dapat sekolah lagi, Bu Farida tak akan ke sini lagi. Nala sedih deh kalau memikirkannya,” celoteh Nala di tengah sarapan mereka pagi ini. Di mana hari yang baru dan cerah telah kembali menyapa di rumah kediaman yang penuh cinta ini.“Nggak apa-apa, Kakak. Kan kita akan tetap bertemu dengan Bu Farida di sekolah. Begitu juga dengan guru-guru kita yang lainnya, seperti: Bu Arin, Bu Mega, Bu Helen, Bu --““Dan ibu guru cantik Miss Ratu!”Baik Soraya maupun Vino sama-sama langsung tersedak mendengar ucapan polos Naka itu. Serempak mereka saling berpandangan, sebelum beralih pada kedua bocah yang terus mengobrol dengan riang gembira itu. Sementara Indah juga tampak memasang ekspresi prihatin di wajahnya.“Pokoknya aku udah nggak sabar buat ketemu semua guru dan teman-teman. Aku ingin agar dapat segera sekolah.”“Naka juga, Kak.”Dan akhirnya pembicaraan itu terhenti juga karena kini mereka mulai me
‘Soraya benar-benar harus dikasih pelajaran. Dia tak seharusnya cari gara-gara padaku seperti ini.’Setelah diam membisu selama berjam-jam lamanya, setelah dia benar-benar panik akibat serangan tak terduga dari Soraya, di suatu titik Ratu akhirnya menarik kesimpulan. Setelah tadi dia benar-benar hanya diam saja sambil memikirkan apa yang harus dia lakukan di tengah krisis ini.Lalu apa keputusannya?Bukannya merasa kapok dan mundur agar rahasianya itu bisa aman, dia malah berfokus tentang bagaimana caranya memberi pelajaran terhadap Soraya. Sebab Ratu merasa Soraya bukanlah orang yang seharusnya memperlakukannya begini. Sampai kapanpun wanita itu bukanlah tandingannya sama sekali.‘Aku akan membuatnya menyesal karena telah cari gara-gara denganku. Lihat saja, hal yang dia sebut senjata ini pada akhirnya akan berbalik melukai dirinya sendiri.’Berhenti menenggak minuman keras yang terus saja dia masukkan ke dalam tubuhnya, Ratu segera meraih ponselnya untuk menghubungi Fadly. Dia memin