"Ternyata benar kamu Swastika. Apa kabar? Kenapa kamu ada disini? Kamu kenapa?" tanya orang yang sedari tadi melihat kearahnya.
"Elena. Kamu Elena kan? Kabarku baik. Kamu gimana?" ucap Swastika setelah mengingat teman sebangkunya disekolah dulu dan orang yang selalu membelanya saat anak-anak lain mengganggunya."Kangen banget. Aku kehilangan kontak kamu setelah pindah kesini. Aku coba beberapa kali kirim pesan ke kamu lewat F* tapi tidak ada balasan sampai sekarang. Coba cari I* juga tidak ada" cecarnya panjang lebar."Aku juga kangen banget. Maaf aku ganti nomor karena waktu itu kecopetan diangkot. Kalau F* & I* aku sudah tidak main begituan lagi. Pengen hidup didunia nyata" jawab Swastika diiringi tawa khasnya."Kamu bisa saja. Kamu kenapa ada disini? Diatas kursi roda. Tadi aku juga lihat kamu pegang perut, Kamu hamil? Mana Suami kamu?" tanya Elena sambil celingukan."Tanyanya satu-satulah. Bingung jawabnya" keluh Swastika yang kemudian tertawa. "Iya aku hamil. Kemarin sempat kram tapi sekarang sudah lebih baik" sambungnya sembari melihat kearah Balin yang sudah mulai mendekat kemudian melambaikan tangannya."Maaf Lama" ucap Balin sambil menarik kursi roda Swastika menjauh dari Elena."Ini suami kamu?" seketika mata elang Balin mengeluarkan bombastis side eyes."Biasa aja dong. Aku colok nih matanya" celetuk Elena sambil menunjukkan dua jarinya yang diperagakan seperti akan benar-benar mencolok mata Balin."Bukan. Dia bukan suamiku. Ini Balin. Kamu lupa?" jawab Swastika sambil menahan tawa."Balin? Balin ya. Ehmm. Oh iya si Nerd kaca mata tebal?" tanyanya dengan mengedarkan pandangan ke Balin mulai dari ujung rambut hingga ujung kaki."Sialan" umpatnya kemudian memalingkan wajah menghadap Swastika. "Emang dia siapa sih?" tanyanya tanpa mengeluarkan suara dan hanya seperti komat-kamit."Elena" bisik Swastika."Gadis bar-bar pengunggu kantin" ucapnya dengan nada tak kalah mengejek."Sialan" umpatnya sambil memukul punggung Balin.Karena mereka ada didepan UGD dan pasien yang mulai berdatangan, akhirnya Elena memutuskan untuk mengantar Swastika, sementara Balin jalan lebih dulu sebagai penunjuk arah.Disepanjang perjalanan, Swastika dan Elena saling bercerita kehidupan masing-masing tak lupa disisipi cerita nostalgia keduanya. Swastika juga menceritakan apa yang sebenernya terjadi padanya dan meminta pada Elena untuk tidak menceritakannya pada siapapun karena hanya Elena dan Balin yang dia percaya. Walau baru saja bertemu lagi, Swastika yakin Elena tidak akan mengkhianatinya, dia sangat mengenal Elena sejak dulu.Mendengar cerita Swastika, Elena merasa simpati hingga dia berjanji akan mencarikan pekerjaan dan dia akan sering berkunjung ke tempat Swastika.Elena adalah pemilik salah satu butik terkenal di surabaya, tidak heran ruang lingkup kenalannya sangat luas. Dia bahkan menjadi langganan para pejabat kalau akan menghadiri undangan dan mengadakan acara lainnya.Setelah mengantar Swastika, Elena langsung berpamitan dan meminta maaf tidak bisa mampir karena anak buahnya menelfon memberi kabar bahwa ada istri pejabat yang hanya mau ditangani langsung oleh Elena. Sebelum pergi, diapun menyempatkan berpamitan dengan Balin dan Induk semang yang tidak lain adalah pemilik kontrakan.Setelah menyerahkan fotocopy KTPnya, tidak lupa Swastika meminta maaf dan memohon pengertian untuk kondisinya saat ini. Pemilik kontrakanpun mengijinkan Swastika untuk tinggal menggantikan Balin disana.Dari kejauhan, terlihat kasak kusuk Ibu-ibu sedang bergosip disela kegiatan mereka yang padat merayap bagai lalu lintas yang semrawut sambil memperhatikan Swastika dan Balin.Balim kemudian masuk kedalam kontrakannya dan membereskan barang-barangnya yang dianggap penting sementara Swastika berada diluar masih mengobrol dengan Ibu pemilik kontrakan yang disebut induk semang itu."Sudah selesai. Aku pergi dulu. Jangan lupa vitaminnya diminum teratur. Kunci pintu SELALU. Kalau butuh sesuatu langsung telfon aku jangan sungkan" ucap Balin panjang lebar sambil mengeluarkan tas ransel besar dan beberapa kantong berisi pakaian dan keperluannya. "Besok pagi aku akan kesini lagi bawain kamu sarapan. Kalau ada menu khusus yang kamu mau bilang saja, Ok?" sambungnya."Siap" jawab Swastika dengan pose serasa tengah upacara pengibaran bendera.Keesokan harinya, Elena datang membawakan banyak makanan juga cemilan-cemilan sehat untuk ibu hamil. Yang dia beli khusus setelah bertanya pada teman-temannya yang sudah pernah merasakan hamil."Aku sudah dapat pekerjaan buat kamu. Jadi karyawan disalah satu cabang apotek milik temanku. Dia baru akan buka cabang didaerah dekat sini. Bagaimana? Kamu mau?" tanya Elena dengan mulut yang terus mengunyah.Sempat ragu karena dia tidak memiliki dokumen pendukung, tapi Elena meyakinkannya. Akhirnya Swastika menerimanya dan memastikan kembali apa benar temannya mau menerimanya tanpa jaminan apapun. Dengan percaya diri, Elena meyakinkan bahwa temannya itu akan menerima Swastika dan mengerti akan keadaannya. Teman Elena hanya berpesan agar karyawan lain yang juga bekerja disana jangan sampai tau karena akan terjadi kecemburuan sosial."Kamu yakin dia cuma teman kamu?" bisik Elena yang melihat Balin masih memarkirkan motornya."Iya. Dia temanku dari kecil" jawab Swastika dengan santai sambil mencicipin cemilan yang dibawakan Elena."Tapi menurutku tidak begitu. Tatapannya padamu sangat berbeda dan ingat ya, tidak ada persahabatan antara pria dan wanita dewasa" ucap Elena yang masih melihat kearah Balin yang sekarang sedang berjalan mendekati mereka."Jangan-jangan kamu lagi yang suka sama Balin?" goda Swastika sambil menyenggol lengan Elena yang sedari tadi hanya diam bahkan makanan ditangannya tidak segera dimasukkan kedalam mulut.Setelah Balin bergabung dengan mereka, acara saling goda menggodapun dihentikan dan akhirnya mereka bernostalgia memceritakan hal-hal bodoh yang mereka lakukan selama sekolah dulu.Satu minggu kemudian.Cabanh apotek milik teman Elena dibuka. Swastika mulai bekerja disana dengan baik. Karyawan disana tau kalau Swastika sedang hamil, mereka memperlakukan Swastika dengan baik selama bekerja. Walaupun tetal ada satu dua orang yang selalu mengusik dan menggosipkannya yang tidak-tidak, dia berusaha menulikan pendengarannya dan fokus bekerja untuk mencari nafkah dan membayar hutang pada Balin.Beberapa kali juga temannya yang tidak suka itu berusaha memfitnah Swastika agar keluar dari apotek itu, dia menganggap bahwa Swastika hanya akan menyebarkan aib karena hamil tapi tidak pernah memperkenalkan suaminya. Hanya Balin yang sering menjemputnya itupun dia perkenalkan hanya sebagai sahabat dan tidak lebih.Diapun pernah difitnah mengambil uang dikasir dan salah memberikan obat saat terdapat banyak kustomer. Hinga kustomer datang mengkomplain dan marah-marah. Meskipun begitu dia tetap bisa membuktikan bahwa dia tidak bersalah dan masih dipekerjakan disana.Beberapa bulan berlalu, perut Swastika sudah semakin membesar dan sudah turun ke panggul, tinggal 3 minggu lagi akan lahir dari tanggal HPL yang diprediksi oleh dokter kandungan langganannya.Elena dan Balin berebut ingin memberi nama pada anak Swastika yang saat ini mereka sebut baby A. Setiap mereka bertiga berkumpul akan terjadi perdebatan yang berakhir pada Balin yang mengalah."Jadi gimana Tika? Namanya jadi pakai yang inikan?" tanya Elena dengan memasang bombastis side eyes pada Balin yang dengan cuek memalingkan wajahnya."Ehm. Gimana ya?"Beberapa hari kemudian, lahirlah seorang bayi tampan yang diberi nama Abisatya Dewandaru. Swastika berharap, Abi akan menjadi anak yang jujur yang akan memberi kebahagiaan sesuai dengan arti dari nama yang diberikannya. Dia lahir satu minggu lebih awal dari tanggal HPL. Walau harus melahirkan tanpa didampingi suami, Swastika tetap tegar melewati semua prosesnya. Hanya Balin dan Elena yang tetap setia disampingnya.Abi tumbuh menjadi anak yang tampan, pintar dan humoris. Dia tidak kekurangan kasih sayang walau tanpa kehadiran seorang ayah. Balin selalu meluangkan waktu untuk menemani dan mengajaknya bermain. Elena juga tidak mau kalah, setiap dia datang selalu membawakan mainan untuk Abi. Mereka sangat menyayangi Abi. Selama Swastika masih recovery, Balin dan Elena akan bergantian menjaga Abi. Tidak terasa waktu berlalu, saat ini Abi sudah memasuki usia tujuh tahun. Dan saat hari ulang tahunnya yang setiap tahun selalu dirayakan bersama Mama, Om Balin kesayangan dan Tante Elena cantik
Dia mengabaikan suara itu dan akhirnya mereka pulang. Disepanjang perjalanan, Abi terus berceloteh menceritakan tentang Oma Ratna. "Dia sudah kembali seperti dulu lagi" batin Swastika sambil terus menanggapi celotehan anaknya yang tidak ada hentinya itu. Beberapa bulan setelah pertemuan di rumah sakit, Oma Ratna masih sering mengunjungi Abi. Dia juga sering menawarkan diri untuk menjemput Abi saat Swastika sedang sibuk dengan apotek yang baru saja dibuka. Apotek Swastika berada tepat disebrang apartementnya, memudahkan dia untuk memantau Abi. Oma Ratna tiba-tiba mengajak Swastika dan Abi untuk makan malam dirumahnya pada sabtu malam. Di mempunyai rencana untuk mengenalkan Swastika pada anaknya. Aryasatya Gunawan. Yang sudah seperti bujang lapuk karena tidak segera menikah dan hanya suka one night stand bersama wanita sewaannya. "Rumah Oma besar sekali" puji Abi saat sudah masuk kedalam rumah Oma Ratna dan bersama dengan Swastika mereka dibawa kearea taman belakang rumah itu. "Sua
"A-Abi sudah bangun?" tanya Swastika yang kaget Abi sudah berada didepan pintu kamarnya yang tidak terlalu jauh dari dapur. "Tadi Mama bilang Papa Abi. Siapa Ma?" Abi balik bertanya pada Swastika yang terlihat salah tingkah saat ini. "Itu loh. Papanya Abimanyu temen kamu saat sekolah diSurabaya dulu" Elena mencoba mengubah topik pembicaraan. "Ahh.. Iya. Iya, kemarin Mama bertemu sama Papanya Abi. Abimanyu kebetulan dia ada rapat disini dan mampir keapotek Mama membeli obat" kilah Swastika meneruskan pembicaraan Elena. "Ohh. kirain Papanya Abi aku" ucap Abi yang sudah tidak tertarik dengan obrolan tentang Papanya Abimanyu. Setelah bersalaman dan memeluk Elena, Abi kembali kekamarnya dan melanjutkan tidurnya karena hari itu hari minggu jadi dia bebas untuk bangun siang. "Jadi ceritakan semuanya" pinta Elena yang sudah terlanjur penasaran. Swastikapun menceritakan kejadian semalam dengan menahan derai air matanya. Berhari-hari setelah kejadian itu, Swastika semakin memperketat jadw
"Itu hanya mimpi buruk Abi. Tadi Abi baca doa sebelum tidur?" tanya Swastika sambil terus mengusap punggung Abi. Abi hanya menggeleng dan saat nafasnya mulai teratur, Swastika melepas pelukkannya kemudian mencium kening anak semata wayangnya itu. Elenapun mendekat dan memberikan segelas air putih agar Abi kembali tenang. "Sudah jagoan. Mulai sekarang kalau mau tidur harus baca doa dulu. Ok" ucap Elena yang mengusap rambut tebal Abi. Setelahnya, Swastika mengantar Abi kembali kedalam kamar dan menyuruhnya untuk tidur lagi tapi Abi menolak dan justru berlari kearah Elena dan memeluknya. "Ada apa Sayang?" tanya Elena sambil bermain kode-kodean dengan Swastika yang berada didepan pintu kamar Abi. Abipun membisikkan keinginannya dan membuat Elena justru tertawa tetapi tetap mengiyakan asalkan mendapat ijin dari Mamanya. Awalnya Abi ragu untuk bilang ke Mamanya, dia tidak berani bicara dan hanya melirik Mamanya saja. Tapi setelah Elena meyakinkannya, akhirnya Abi memberanikan diri mint
Seorang perempuan tua mengenakan daster sederhana yang bahkan sudah sedikit robek dibagian bahu dan rambut yang digulung rendah menyambutnya dengan senyum terindah yang sudah lama tidak dilihatnya. Ibunya syok melihat anak yang sudah lama dia rindukan tiba-tiba datang. Dia hanya diam mematung sementara Swastika bersujud dan mencium kaki ibunya sambil menangis kemudian dia berdiri dan langsung memeluk erat Ibunya seolah menyakurkan rasa rindu yang sudah menumpuk dihatinya hingga terasa sesak bukan main. Kata maaf terus terucap dari bilah bibirnya. Setelah memandang Balin dan mendapat anggukan darinya, Ibunya yang semula diam membalas pelukan erat anak perempuannya itu. Air mata keduanya terasa tak mau berhenti hingga membuat baju mereka basah. Rasa rindu yang sudah sangat lama mereka rasakan, mereka tuangkan semuanya bersamaan dengan keluarnya air mata kebahagiaan. Untaian doa yang selalu Ibunya panjatkan akhirnya terkabul dan dapat memeluk kembali anaknya yang telah lama menghilang
Setelah mendapat ejekan dari cucunya, Ayah Swastika segera pergi mandi dan berganti pakaian. Dan kemudian bermain dengan cucunya lagi. Mereka bahkan terlihat seperti seorang teman, saling bercerita dan enggan pergi jauh satu sama lain. Sementara Balin yang sudah pulang ke rumah orang tuanya sejak Abi berlari masuk untuk memeluk Mamanya yang sedang menangis didepan pintu, saat ini sedang disidang oleh kedua orang tuanya karena belum juga membawa pulang calon menantu. Ini adalah salah satu hal yang membuatnya malas untuk pulang sejak terakhir kali dia memutuskan untuk pulang. Berbanding terbalik dengan Balin, Elena saat ini sedang kasmaran karena Doni menyusulnya dan saat ini sedang mengajaknya kesalah satu restoran terkenal. "Kamu berapa hari disini?" tanya Elena sambil memotong daging steak kemudian melahapnya. "Hanya dua hari, besok aku harus sudah balik lagi. Ada kerjaan yang tidak bisa ditinggal" jawabnya sambil juga menikmati daging steak yang direkomendasikan oleh Elena. "Kam
"Dokter lima belas menit lagi ruang operasi sudah siap" ucap salah satu perawat yang bertugas diruang operasi.Arya hanya berdeham dan sama sekali tidak berucap apapun, walau begitu auranya sudah membius siapa saja yang melihatnya, apalagi saat kacamatanya bertengger dihidung mancungnya seperti sekarang ini. "Oh My God. Jantung, kau baik-baik saja" gumam perawat itu setelah menutup pintu ruangan Arya sambil memegang dadanya sebelah kiri kemudian dia kembali keruang operasi. Arya memang dikenal sebagai dokter bertangan dingin yang tampan. Banyak operasi yang dianggap sulit tapi bisa dia atasi. Walau usianya yang masih tergolong muda, kemampuannya sudah diatas rata-rata dari dokter seusianya. Dengan kemampuannya ini, dia menjadi langganan para pejabat beserta keluarganya, pengusaha juga para selebritis. Bahkan sempat ada rumor kalau dia memiliki hubungan dengan salah seorang model terkenal. Seperti operasi kali ini, bahkan profesor sekalipun banyak yang menolak dan menyarankan untuk
Pagi-pagi sekali Balin sudab berada di apartement Elena dan sedang memasak untuk sarapan. Bukan masakan rumit, dia hanya menganggang roti dan memberi selai diatasnya juga segelas susu dan air putih. TokTokTok"Elena, bangun" teriak Balin sambil terus mengetuk pintu kamar Elena yang masih tertutup rapat. Pada awalnya, dia mengetuk dengan cukup pelan tapi lama-kelamaan semakin keras karena tidak kunjung mendapat jawaban. "Dobrak ya nih" teriaknya lagi sambil terus mengetuk pintu dengan kasar. Elena yang masih tidur akhirnya terbangun karena merasa terganggu dengan suara bising itu. "Apa sih itu berisik banget" gumam Elena masih dengan mata tertutup. Tapi bukannya bangun, dia justru menutup telinganya menggunakan bantal. Dibalik pintu, Balinpun tidak menyerah. Dia terus mengetuk pintu dengan kasar. "Argghh... Berisik banget sih" teriaknya lagi karena ketukan itu semakin kencang dan brutal juga disertai umpatan. Mau tidak mau dia akhirnya bangun dan membuka pintu. Saat dia membuka
"Apa kabar Bapak Arya yang terhormat" ucap pria itu setelah melepas topi dan maskernya. Dengan masih memegang lengannya yang terluka. "Masih berani Anda menemui saya?" ucap Arya dengan tenang. "Kenapa saya harus takut? Saya tidak pernah melakukan sesuatu setengah-setengah. Kalau ujungnya saya pasti akan masuk penjara, kenapa tidak sekalian saja saya mengirim Anda menghadap Tuhan Anda?" pria itu tertawa seolah bangga dengan apa yang dia katakan. "Psikopat. Tunggu saja. Sebentar lagi akan ada polisi yang datang" dan benar saja, tidak lama memang ada polisi yang datang kesana. "Biarkan saja. Saya tidak takut" pria itu masih terus tertawa. "Pak Bramanto, apa Anda yakin keluarga Anda sedang dalam keadaan baik-baik saja saat ini?" gertak Arya yang tentu saja langsung membuat Bramanto ciut. Apalagi saat melihat senyum mengerikan yang Arya berikan, sungguh membuat bulu kuduk meremang."Apa yang Anda tau tentang keluarga saya? Mereka sudah berada ditempat yang aman" ucap Bramanto dengan
Pagi harinya, saat semua keluarga tengah berkumpul untuk sarapan, Arya dan David masih belum menampakkan batang hidungnya. "Kemana Arya? Kenapa belum turun?" gerutu Mamih Ratna. "Dia tadi malam sedikit mabuk Mih, mungkin masih tidur" jawab Swastika. "Akan aku coba bangunkan Mih" sambungnya. "Ya sudah. Suruh dia cepat mandi dan sarapan" "Iya Mih" Swastikapun meninggalkan makanannya dan bergegas menuju kamar Arya. Setelah menanyakan pada para pengawal yang berjaga didepan kamar, Swastika segera masuk. Dan benar saja, Arya masih tertidur pulas diatas ranjang dengan kemeja, celana panjang dan kaos kaki yang sudah berserakan dimana-mana. Swastika memunguti semuanya dan meletakkannya didalam paperbag yang semula berisi pakaian bersih untuk Arya berganti baju. "Ayo bangun" Swastika mencoba menarik lengan Arya untuk mengeluarkannya dari dalam selimut. "Hhmm" "Ayo. Mamih menunggu dibawah" "Biarkan saja. Kepalaku pusing sekali" "Makanya jangan mabuk. Kakimu jugakan masih sakit kenapa
"Aku tidak ingin pulang. Aku ikut kemana Anda pergi" ucap gadis itu dengan wajah memelas dan air mata yang masih menggenang. "HAH?" Rama yang bingung tidak tau harus membawa gadis itu kemana, akhirnya memilih untuk tetap meninggalkan acara pesta. Sebelum pergi dia mengabari Arya bahwa ada urusan mendesak yang membuatnya harus pergi lebih dulu. "Rama kenapa?" tanya Swastika yang mendapat bisikan mengenai kepulangan Rama. "Tidak tau. Katanya ada urusan mendesak" jawab Arya tidak peduli. Merekapun melanjutkan menikmati rangkaian acara lain dengan Abi yang sudah lebih dulu masuk kedalam kamar hotel. Arya sengaja memesan kamar hotel yang memang berada disatu lokasi dengan gedung tempat acara pernikahan Elena. Dia sudah menduga bahwa acara ini akan berlangsung hingga lebih dari tengah malam. Dia juga sudah memesan untuk yang lain termasuk Rama tapi karena dia sudah pulang lebih dulu, kamar itu hanya akan dihuni oleh David sementara Abi akan tetap bersama Ryan dan dua pengawal lain, da
Dua jam sebelum acara dimulai, mereka sudah berangkat beriringan menggunakan tiga mobil dan beberapa pengawal yang ada di belakang rombongan mereka. "Jangan cemberut sepert itu dong. Ayo senyum" goda David pada Rama yang kalah dalam tantangan tahan nafas. "Sialan. Ini tidak mungkin. Pasti kalian berdua curang" tuding Rama pada Abi dan David. "TIDAK" sangkal Abi dan David. "Itu hampir 15 menit. Tidak mungkin kalian bisa tahan nafas sampai selama itu terutama kamu" tunjuk Rama pada David. "Lebih baik kita nanti tanyakan pada Pak Arya saja" jawab David yang tertawa bersama Abi. Mereka merasa lucu melihat Rama yang uring-uringan karena tidak terima dengan kekalahannya. Setelah berkendara membelah kemacetan hampir 2 jam akhirnya mereka sampai ke tempat acara. "Wow. Dekorasinya cantik sekali" kagum Swastika yang lekat memandang dekorasi ruangan itu. Pada awalnya Elena menginginkan tema outdoor tapi karena ramalan cuaca yang tidak menentu akhirnya dia harus mengganti tema menjadi indo
"Wah, tadi itu benar-benar menyenangkan" ucap Abi kegirangan saat sudah masuk kedalam kamarnya. Tidak pernah dia membayangkan akan berada dalam situasi seperti itu. Sangat mirip dengan adegan perkelahian di film action yang sering ditontonnya. Seketika ponselnya bergetar menandakan ada sebuah pesan masuk. "Waaahhhh" teriak Abi kegirangan sembari joget-joget masuk kedalam kamar mandi. Pesan dari Arya yang berisi perintah untuk mulai belajar pisau dan pedang membuat adrenalin Abi terpacu. "Baru pulang sudah sibuk dengan ponselmu lagi?" Ucap Swastika yang keheranan dengan kelakuan Arya. "Hehe. Maaf. Sayang sini sebentar" "Ada apa?" Swastika mendekat membawa es jeruk dan beberapa cemilan. Arya merogoh sesuatu yang ada didalam sakunya dan menunjukkannya pada Swastika. "Marry Me?" ucap Arya tiba-tiba.Swastika yang kaget hanya bisa menutup mulutnya yang menganga. Jantungnya berdetak cepat sampai dia benar-benar tidak bisa berkata-kata. "Maaf karena tidak ada acara istimewa. Aku buk
Sampai dikantornya, Arya segera menuju ruangannya dan meminta Rama dan David untuk segera menemuinya. "Kamu istirahat disini dulu sebentar ya. Aku ada meeting sebentar dengan Rama dan David" ucap Arya setelah mengantar Swastika keruangan pribadinya. "Baiklah. Sepertinya ini perihal rahasia perusahaanmu. Aku akan tunggu disini" jawab Swastika. Sebelum meninggalkan Swastika disana, Arya meninggalkan kecupan dikening dan kemudian menggunakan tongkatnya untuk berjalan menuju ruangannya. Disana Rama dan David sudah menunggu. "Jadi bagaimana? Jelaskan" pinta Arya.Merekapun menjelaskan pada Arya mengenai bukti-bukti temuannya dan siapa saja yang dicurigai sebagai komplotannya. Rama juga menjelaskan bahwa disalah satu cabang perusahaannya, mereka berhasil membawa kabur sejumlah uang. "Kenapa bisa kecolongan lagi?" tanya Arya yang sudah kesal sedari tadi. "Maaf, kami tidak menyangka kalau komplotannya bahkan sudah ada dimana-mana" jawab David. "Untuk sekarang, semua yang ada di kantor c
"Antar ke rumah sakit ya Pak" ucap Abi pada sopir yang mengawalnya. Karena permintaan Arya, untuk sementara Abi tidak diperbolehkan untuk naik sepeda motor sebagai gantinya, dia akan diantar jemput oleh sopir kepercayaan Arya dan beberapa pengawal. Karena hal itu pula, setelah Arya memberi instruksi pada Rama, ada pengawal yang datang kesekolah Abi dan mengambil motor yang dibawanya tadi pagi. "Kenapa harus sebegitunya sih? Kenapa juga tidak boleh naik motor? Dia yang punya musuh kenapa harus aku yang berkorban?" ocehan Abi disepanjang perjalanan. "Tuan Arya hanya mengkhawatirkan Tuan Muda. Karena dibidang yang digeluti Tuan Arya, para musuh tidak akan hanya mencoba menyerang Tuan Arya sendiri tetapi juga orang-orang yang ada disekelilingnya. Jadi saya mohon Tuan Muda untuk tidak berprasangka buruk dulu" ucap Ryan, pengawal pribadi Abi. "Hufh" Abi memutar bola matanya dan memilih untuk kembali fokus pada ponselnya. Setelah menempuh perjalanan yang memakan waktu lama karena terjeb
"Bu, saya mau ijin pulang dulu. Sebentar lagi mau masuk jam kantor" pamit Rama. "Iya. Berangkatlah" jawab Mamih Ratna. Setelah berpamitan, Rama diantar Swastika hingga keluar ruangan. "Rama, kalau ada info terbaru tolong kabari ya" pinta Swastika. "Baik Bu. Akan saya infokan kalau ada perkembangan. Saya permisi" Rama pun meninggalkan rumah sakit dan pergi menuju kantornya. Saat Swastika kembali kedalam ruangan dan melanjutkan kegiatannya mengelap tubuh Arya, tiba-tiba dia merasakan jemari Arya bergerak. Cepat-cepat dia berdiri dan memanggil Mamih Ratna dan Swastika meminta tolong pada Luna untuk memanggilkan dokter. Tak berapa lama, kedua mata Arya perlahan terbuka."Arya" "Sayang" "Kamu bisa dengar Mamih?" "Arya" "Arya" panggil Mamih Ratna dan Swastika saling sahut. Mereka terus memberikan afirmasi pada Arya agar segera sadar tetapi Arya tidak merespon apapun. Dia masih berusaha membuka matanya. "Mamih" "Tika" ucapnya tanpa mengeluarkan suara. "Hei, kamu sudah bangun? Tu
"Tenang dulu Bu" ucap dokter itu kala melihat Swastika yang menangis. "Bapak Arya mengalami patah tulung kaki sebelah kiri dan beberapa luka luar. Untuk luka luar sudah kami tangani, tetapi untuk luka dikaki kami akan segera melakukan operasi. Mohon Ibu untuk menandatangani dokumen persetujuan ini sebelum kami melanjutkan tindakan" ucap dokter itu. Kemudian salah seorang perawat mendatanginya dan menyodorkan dokumen yang harus ditandatangani. "Tapi dia baik-baik saja kan Dok?" tanyanya sekali lagi. "Sejauh yang kami periksa, tidak ada luka dalam selain pada kaki. Semuanya baik-baik saja Bu" jawab dokter. Setelah dokumen ditandatangani, mereka bergegas membawa Arya menuju ruang operasi dan menyuruh Swastika untuk menunggu didepan ruangan. Disana, Swastika menghubungi Luna untuk mengabarkan apa yang tengah terjadi pada Arya karena setelah mencoba menghubungi Rama dia masih belum mendapat jawaban. Luna yang saat itu masih mengantuk dan setengah sadar tersentak mendengar kabar itu. D