"A-Abi sudah bangun?" tanya Swastika yang kaget Abi sudah berada didepan pintu kamarnya yang tidak terlalu jauh dari dapur.
"Tadi Mama bilang Papa Abi. Siapa Ma?" Abi balik bertanya pada Swastika yang terlihat salah tingkah saat ini."Itu loh. Papanya Abimanyu temen kamu saat sekolah diSurabaya dulu" Elena mencoba mengubah topik pembicaraan."Ahh.. Iya. Iya, kemarin Mama bertemu sama Papanya Abi. Abimanyu kebetulan dia ada rapat disini dan mampir keapotek Mama membeli obat" kilah Swastika meneruskan pembicaraan Elena."Ohh. kirain Papanya Abi aku" ucap Abi yang sudah tidak tertarik dengan obrolan tentang Papanya Abimanyu. Setelah bersalaman dan memeluk Elena, Abi kembali kekamarnya dan melanjutkan tidurnya karena hari itu hari minggu jadi dia bebas untuk bangun siang."Jadi ceritakan semuanya" pinta Elena yang sudah terlanjur penasaran. Swastikapun menceritakan kejadian semalam dengan menahan derai air matanya.Berhari-hari setelah kejadian itu, Swastika semakin memperketat jadwal Abi. Dia memasukkan Abi kesalah satu tempat bimbel dan kursus bahasa. Hingga saat Oma Ratna berusaha menemui Abi disekolah dan tempat kerja Swastika tidak akan menemukannya. Setelah hari itu, Swastika benar-benar tidak mengijinkan Oma Ratna menemui Abi bahkan untuk melihatnya walaupun dari jauh.Beberapa kali Oma Ratna datang ke apotek Swastika tapi tidak bisa bertemu dengannya. Hingga saat Oma Ratna nekat menunggu sampai hampir 3jam didepan apotek, akhirnya Swastika mengijinkannya masuk."Ibu kenapa keras kepala sekali. Saya sudah katakan untuk tidak menemui Abi lagi" tutur Swastika dengan rasa hormat agar Ibu Ratna bisa mengerti."Saya tidak tau ada masalah apa kamu dengan anak saya. Tapi saya benar-benar tulus menyayangi Abi bahkan sejak saya melihatnya pertama kali ditaman rumah sakit. Masih bolehkah saya bertemu dengan Abi? Saya sudah tidak punya siapa-siapa lagi. Arya jarang ada dirumah, dia lebih sering berada di rumah sakit. Saya kesepian, Tika" ucap Ibu Ratna dengan suara bergetar menahan air mata yang sudah berada dipelupuk matanya."Saya hanya tidak mau berurusan dengan anak Ibu itu""Sebagai Maminya secara tulus saya meminta maaf atas nama anak saya, Arya padamu Tika. Entah kesalahan apa yang dia perbuat hingga kamu seperti ini. Tapi sekali lagi, saya meminta maaf dengan sangat tulus"Swastika tidak menjawab, terjadi perang batin antara pikiran dan hatinya. Disatu sisi dia merasa seperti penjahat karena sudah memisahkan Abi dengan keluarga kandung dari Papanya termasuk juga dengan Papanya, disis lain, dia masih belum siap untuk bertemu dan berhubungan lagi dengan Arya. Kata-kata yang dulu Arya ucapkan selalu terngiang dalam kepalanya dan menjadi momok menakutkan untuknya. Setelah lama diam, akhirnya Swastika mengijinkan Ibu Ratna untuk bertemu lagi dengan Abi. Hanya bertemu dan tidak mengajak Abi pergi terutama pergi kerumah pribadinya.Setelah mendapat ijin dari Swastika, Ibu Ratna berdiri dan memeluk Swastika dengan erat menyalurkan rasa bahagia yang dia rasakan dan mereka memutuskan untuk menjemput Abi pulang sekolah bersama.Tanpa diketahui keduanya, sejak tadi ada sebuah mobil yang mengikuti mereka. Sedari tadi saat Ibu Ratna keluar dari rumahnya, mobil itu terus mengikuti bahkan juga berhenti lama didepan apotek Swastika dan sekarang mengikutinya ke sekolah Abi.Dia adalah Arya.Saat dibalkon tadi pagi, dia melihat Maminya keluar bersama sopir tanpa memberitahukan kemana tujuannya pergi. Padahal biasanya Maminya itu akan selalu cerewet memberinya kabar. Diapun memutuskan untuk mengikuti mobil ibunya bahkan masih mengenakan piyama tidurnya. Diapun ikut menunggi didalam mobil saat Ibunya dengan keras kepala ingin bertemu dengan Swastika padahal sudah jelas-jelas dia telah diusir. Hatinya ikut sakit saat seorang Ibu dari dokter bedah terkenal dan istri dari seorang pengusaha kaya diusir karena ingin menemui seseorang yang bahkan bukan siapa-siapa."Mama, Oma" teriak Abi setelah keluar dari gerbang sekolah kemudian berlari kearah keduanya. Setelah memeluk Mamanya, tidak lupa Abi memeluk Oma Ratna. Dia sangat merindukan Oma Ratna tapu tidak berani bilang dan hanya dia pendam sendiri. Abipun menggandeng keduanya menuju mobil.Oma Ratna memutuskan untuk duduk dikursi belakang bersama Abi sementara Swastika yang berada dibalik kemudi. Mereka yang dibelakang asyik mengobrol dan bercerita. Abi bahkan menceritakan apa saja yang dilakukan disekolah hari ini. Melihat mereka bahagia dari spion dalam mobilnya, Swastika hanya tersenyum dan dia belum menyadari keberadaan mobil Arya yang masih saja mengikutinya.Hari ini dia belum ada jadwal operasi jadi dia masih mengikuti mereka."Siapa anak laki-laki itu? Benarkah?" gumam Arya sambil memukul-mukul kemudi yang ada didepannya. "Tidak. Tidak mungkin waktu dia hamil. Kami hanya melakukannya sekali. Itu pasti anak orang lain" sambungnya.Sebelum pulang, Swastika mengantar Oma Ratna terlebih dahulu karena sopir pribadinya tadi sudah disuruh pulang dan dia berjanji mengantar Oma Ratna pulang. Meskipun tidak bisa mengajak Abi masuk kedalam rumah, Oma Ratna sudah senang karena Swastika berbaik hati masih mengijinkannya bertemu Abi.Sebelum kembali keapartement, dia menjemput Balin terlebih dahulu, karena Balin sedang berada di restoran cepat saji yang searah dengan jalan pulang untuk bertemu dengan kliennya. Arya yang masih mengikuti Swastika menduga bahwa Balin adalah suaminya dan Abi adalah anak mereka. Tapi semakin dia mempercayai itu, hatinya semakin terasa sakit.Dia masih mengikuti mobil Swastika yang saat ini sudah berada disebuah gedung perkantoran dan ternyata Balin turun disana. Swastika menjemput Balin hanya karena Abi menginginkan burger yang dijanjikan oleh Balin saat melakukan videocall tadi. Dan setelah itu Swastika melajukan mobilnya menuju apartement agar Abi bisa istirahat.Setelah mobil Swastika memasuki kawasan apartement itu, Arya berhenti dan tidak lagi mengikutinya. Setidaknya dia sudah tau dimana Swastika tinggal.Diapun pulang kerumah karena merasa lelah setelah kemarin melakuka operasi yang memakan waktu lama."Darimana saja kamu? Katanya mau istirahat seharian ini" tanya Mami Ratna yang heran karena tidak biasanya Arya keluar rumah setelah melakukan operasi besar sampai tengah malam."Jalan-jalan" jawabnya sambil memegang tengkuknya yang terasa pegal."Makan dulu""Mami saja duluan. Arya mau istirahat" ucap Arya sambil menggelengkan kepala dan terus berjalan menuju kamarnya.Sambil bersandar diranjangnya, dia melihat foto hasil jepretannya saat mengikuti Swastika tadi. Foto Swastika bersama dengan Abi yang sedang tersenyum bahagia. Tanpa sadar ujung bibirnya juga ikut terangkat. Dia tersenyum melihat foto itu.Foto seorang gadis yang sudah menolongnya dan dengan bodohnya ia campakkan begitu saja dengan tak berperasaan."Tapi anak ini seperti tidak asing. Dia seperti mirip dengan seseorang yang aku kenal. Tapi siapa?" monolognya sembari zoom in foto Abi agar lebih jelas."Sudahlah. Buat apa juga aku peduli. Tidak ada untungnya juga" sambungnya kemudian mematikan ponselnya dan bersiap untuk tidur.Sementara itu, Abi yang kekenyangan segera tertidur setelah mengganti pakaiannya dan Swastika membereskan tas dan seragam Abi karena besok masih harus dipakai lagi.Tak lama, Elena datang setelah membereskan masalah butiknya yang baru kedatangan stock barang dari butik pusatnya di surabaya."Ayo. Makam dulu" ajak Swastika sambil memasak nasi goreng seafood untuk makan siang mereka."Lelah sekali" keluh Elena sambil meletakkan kepalanya dimeja makan."Apa tidak lebih baik kamu tambah karyawan saja? Kalau hanya bertiga seperti sekarang, kamu akan kewalahan seperti ini" ujar Swastika memberi saran."Iya. Nanti aku akan tambah pegawai lagi setelah membicarakannya dengan yang lain" ucapnya sambil menghirup aroma sedap dari masakan Swastika.Merekapun menikmati makan siang sambil Swastika mendengarkan keluh kesah Elena yang merasa lelah."Aku juga mau cerita" ucap Swastika setelah memastikan Elena sudah selesai berkeluh kesah."Ada apa?" tanya Elena dengan mulut penuh dengan nasi goreng."Tadi Ibu Ratna mendatangiku lagi. Dia sampai menunggu selama 3 jam didepan apotek jadi aku menyuruhnya untuk masuk kedalam dan ternyata dia meminta ijin untuk bisa bertemu lagi dengan Abi""Terus jawaban kamu gimana?""Aku ijinkan. Tetapi tidak boleh mengajak Abi pergi-pergi terutama kerumahnya itu" jelas Swastika."Bagus. Yang terpenting jangan sampai kamu dan dia bertemu lagi" ucap Elena dengan kesal setiap kali Swastika membahas pria sudah mencampakkannya itu."Sudahlah tidak usah dipikirkan. Kalau kamu bagaimana? Hubungan kamu dan Doni baik-baik sajakan?" tanya Swastika yang heran karena sejak kemarin Elena sama sekali tidak membahas pacarnya itu."Doni. Dia.... Dia katanya mau ngelamar aku setelah pulang dari Singapura" ucap Elena dengan bahagia. Berbanding terbalik dengan apa yang dia ceritakan sebelum ini.Dia akhirnya menceritakan apa yang sudah dia persiapkan bersama Doni dan bagaimana respon kedua orang tua mereka mengetahui bahwa anak-anak mereka akan melanjutkan hubungan kejenjang yang lebih serius.Swastika merasa bahagia melihat sahabatnya ini bahagia dengan pilihannya. Walaupun sebenarnya, ada sesuatu yang ingin sekali dia ungkapkan tentang calon suami sahabatnya itu tapi dia urungkan dan akan mencari waktu yang tepat untuk menceritakan semuanya."Mama""Mama""MAMAAAAA" teriak Abi dari dalam kamarnya yang membuat dua orang dewasa yang sedang berbagi cerita itu kaget dan langsung menghampiri Abi dikamarnya."Sayang, ada apa?" tanya Swastika sambil memeluk erat tubuh Abi untuk menenangkannya."Mama. Mama. Abi. itu. Abi""Itu hanya mimpi buruk Abi. Tadi Abi baca doa sebelum tidur?" tanya Swastika sambil terus mengusap punggung Abi. Abi hanya menggeleng dan saat nafasnya mulai teratur, Swastika melepas pelukkannya kemudian mencium kening anak semata wayangnya itu. Elenapun mendekat dan memberikan segelas air putih agar Abi kembali tenang. "Sudah jagoan. Mulai sekarang kalau mau tidur harus baca doa dulu. Ok" ucap Elena yang mengusap rambut tebal Abi. Setelahnya, Swastika mengantar Abi kembali kedalam kamar dan menyuruhnya untuk tidur lagi tapi Abi menolak dan justru berlari kearah Elena dan memeluknya. "Ada apa Sayang?" tanya Elena sambil bermain kode-kodean dengan Swastika yang berada didepan pintu kamar Abi. Abipun membisikkan keinginannya dan membuat Elena justru tertawa tetapi tetap mengiyakan asalkan mendapat ijin dari Mamanya. Awalnya Abi ragu untuk bilang ke Mamanya, dia tidak berani bicara dan hanya melirik Mamanya saja. Tapi setelah Elena meyakinkannya, akhirnya Abi memberanikan diri mint
Seorang perempuan tua mengenakan daster sederhana yang bahkan sudah sedikit robek dibagian bahu dan rambut yang digulung rendah menyambutnya dengan senyum terindah yang sudah lama tidak dilihatnya. Ibunya syok melihat anak yang sudah lama dia rindukan tiba-tiba datang. Dia hanya diam mematung sementara Swastika bersujud dan mencium kaki ibunya sambil menangis kemudian dia berdiri dan langsung memeluk erat Ibunya seolah menyakurkan rasa rindu yang sudah menumpuk dihatinya hingga terasa sesak bukan main. Kata maaf terus terucap dari bilah bibirnya. Setelah memandang Balin dan mendapat anggukan darinya, Ibunya yang semula diam membalas pelukan erat anak perempuannya itu. Air mata keduanya terasa tak mau berhenti hingga membuat baju mereka basah. Rasa rindu yang sudah sangat lama mereka rasakan, mereka tuangkan semuanya bersamaan dengan keluarnya air mata kebahagiaan. Untaian doa yang selalu Ibunya panjatkan akhirnya terkabul dan dapat memeluk kembali anaknya yang telah lama menghilang
Setelah mendapat ejekan dari cucunya, Ayah Swastika segera pergi mandi dan berganti pakaian. Dan kemudian bermain dengan cucunya lagi. Mereka bahkan terlihat seperti seorang teman, saling bercerita dan enggan pergi jauh satu sama lain. Sementara Balin yang sudah pulang ke rumah orang tuanya sejak Abi berlari masuk untuk memeluk Mamanya yang sedang menangis didepan pintu, saat ini sedang disidang oleh kedua orang tuanya karena belum juga membawa pulang calon menantu. Ini adalah salah satu hal yang membuatnya malas untuk pulang sejak terakhir kali dia memutuskan untuk pulang. Berbanding terbalik dengan Balin, Elena saat ini sedang kasmaran karena Doni menyusulnya dan saat ini sedang mengajaknya kesalah satu restoran terkenal. "Kamu berapa hari disini?" tanya Elena sambil memotong daging steak kemudian melahapnya. "Hanya dua hari, besok aku harus sudah balik lagi. Ada kerjaan yang tidak bisa ditinggal" jawabnya sambil juga menikmati daging steak yang direkomendasikan oleh Elena. "Kam
"Dokter lima belas menit lagi ruang operasi sudah siap" ucap salah satu perawat yang bertugas diruang operasi.Arya hanya berdeham dan sama sekali tidak berucap apapun, walau begitu auranya sudah membius siapa saja yang melihatnya, apalagi saat kacamatanya bertengger dihidung mancungnya seperti sekarang ini. "Oh My God. Jantung, kau baik-baik saja" gumam perawat itu setelah menutup pintu ruangan Arya sambil memegang dadanya sebelah kiri kemudian dia kembali keruang operasi. Arya memang dikenal sebagai dokter bertangan dingin yang tampan. Banyak operasi yang dianggap sulit tapi bisa dia atasi. Walau usianya yang masih tergolong muda, kemampuannya sudah diatas rata-rata dari dokter seusianya. Dengan kemampuannya ini, dia menjadi langganan para pejabat beserta keluarganya, pengusaha juga para selebritis. Bahkan sempat ada rumor kalau dia memiliki hubungan dengan salah seorang model terkenal. Seperti operasi kali ini, bahkan profesor sekalipun banyak yang menolak dan menyarankan untuk
Pagi-pagi sekali Balin sudab berada di apartement Elena dan sedang memasak untuk sarapan. Bukan masakan rumit, dia hanya menganggang roti dan memberi selai diatasnya juga segelas susu dan air putih. TokTokTok"Elena, bangun" teriak Balin sambil terus mengetuk pintu kamar Elena yang masih tertutup rapat. Pada awalnya, dia mengetuk dengan cukup pelan tapi lama-kelamaan semakin keras karena tidak kunjung mendapat jawaban. "Dobrak ya nih" teriaknya lagi sambil terus mengetuk pintu dengan kasar. Elena yang masih tidur akhirnya terbangun karena merasa terganggu dengan suara bising itu. "Apa sih itu berisik banget" gumam Elena masih dengan mata tertutup. Tapi bukannya bangun, dia justru menutup telinganya menggunakan bantal. Dibalik pintu, Balinpun tidak menyerah. Dia terus mengetuk pintu dengan kasar. "Argghh... Berisik banget sih" teriaknya lagi karena ketukan itu semakin kencang dan brutal juga disertai umpatan. Mau tidak mau dia akhirnya bangun dan membuka pintu. Saat dia membuka
Balin langsung berlari menuju dapur menyiapkan pesanan Ibunya kemudian ke kebun belakang untuk memanggil Ayahnya. "Yah. Sebenarnya Balin anak kandung atau anak pungut sih?" tanya Balin sambil duduk didekat Ayahnya yang bercucuran keringat karena baru saja menebang beberapa pohon pisang yang buahnya sudah matang. "Emang keliatannya bagaimana?" jawab Ayahnya dengan santai dan seolah tidak peduli dengan pertanyaan konyol sang anak Karena bagaimanapun Balin sangat mirip dengan dirinya saat muda dulu, jelas dia tidak meragukan kalau Balin adalah benar anaknya. "Tadi Balin datang sana Elena. Bisa-bisanya Balin dicuekin dan disuruh ini itu. Disuruh panggil Ayah juga buat kedepan" Ayahnya langsung bangkit dan segera masuk kedalam rumah meninggalkan parang dan pisang berjejer yang baru ditebangnya begitu saja. Balinpun membawa masuk semuanya dan kemudian dia membawa cemilan dan air minum ke ruang tamu setelah Ibunya berteriak beberapa kali memanggil namanya. "Hubungan kamu dan Balin seben
Balin dengan cepat langsung menarik Doni dan menghajarnya. Pada awalnya Doni mencoba melawan, tapi tenaganya kalah jauh dengan Balin yang memang rutin latihan boxing. Sedangkan Elena masih diam terpaku setelah melihat apa yang Doni lakukan pada Swastika sampai Balin mendorongnya hingga dia terjatuh didekat Swastika yang masih menangis ketakutan. Balin menyeret keluar tubuh Doni yang mulai tidak berdaya dan penuh luka lebam. Elena yang sudah sadar dari syoknya segera mengambil selimut untuk menutupi bagian dada Swastika karena bajunya sudah sobek kemudian memeluknya dengan sangat erat. Walau hatinya hancur sehancur-hancurnya karena melihat kelakuan Doni tapi kondisi sahabatnya jauh lebih penting baginya. Dalam pelukkannya, Swastika menangis tersedu-sedu. Balin yang sudah sampai didepan rumah, meletakkan Doni yang sudah terkapar begitu saja dilantai kemudian dia menelfon polisi dan orang tua Swastika. Papa Swastika yang mendapat kabar dari Balin buru-buru mengajak istri dan cucunya
"Kita Flashback keenam tahun lalu, saat Abi masih sangat kecil. Ingat waktu kamu ada job di NTT?" Elena pun menggangguk pertanda bahwa dia mengingat kejadian waktu itu, perjalanan dinasnya kesekian kali tapi untuk pertama kalinya dia menginjakkan kakinya di NTT dan sampai sekarang belum ada lagi klien yang mengundangnya kesana. "Saat kamu pergi, Doni mendatangi Swastika di kontrakan saat Abi sedang tertidur. Pada awalmya Swastika tidak menaruh curiga apapun pada Doni. Dia menerima bingkisan yang dibawa oleh Doni kemudian ke dapur untuk memindahkannya dipiring dan membuatkan minum. Saat dia sedang didapur, tiba-tiba Doni menghampirinya dan memeluknya dari belakang, sontak Swastika kaget dan langsung menepis tangan Doni yang ada di pinggangnya. Sadar mendapat perlawanan, Doni semakin menyudutkan Swastika dengan terus mendekatinya. Dan beruntunglah, saat itu tangan Swastika meraih pisau kemudian mengacungkan pada Doni, Swastika pun mengancam akan berteriak jika dia berani macam-macam.
"Apa kabar Bapak Arya yang terhormat" ucap pria itu setelah melepas topi dan maskernya. Dengan masih memegang lengannya yang terluka. "Masih berani Anda menemui saya?" ucap Arya dengan tenang. "Kenapa saya harus takut? Saya tidak pernah melakukan sesuatu setengah-setengah. Kalau ujungnya saya pasti akan masuk penjara, kenapa tidak sekalian saja saya mengirim Anda menghadap Tuhan Anda?" pria itu tertawa seolah bangga dengan apa yang dia katakan. "Psikopat. Tunggu saja. Sebentar lagi akan ada polisi yang datang" dan benar saja, tidak lama memang ada polisi yang datang kesana. "Biarkan saja. Saya tidak takut" pria itu masih terus tertawa. "Pak Bramanto, apa Anda yakin keluarga Anda sedang dalam keadaan baik-baik saja saat ini?" gertak Arya yang tentu saja langsung membuat Bramanto ciut. Apalagi saat melihat senyum mengerikan yang Arya berikan, sungguh membuat bulu kuduk meremang."Apa yang Anda tau tentang keluarga saya? Mereka sudah berada ditempat yang aman" ucap Bramanto dengan
Pagi harinya, saat semua keluarga tengah berkumpul untuk sarapan, Arya dan David masih belum menampakkan batang hidungnya. "Kemana Arya? Kenapa belum turun?" gerutu Mamih Ratna. "Dia tadi malam sedikit mabuk Mih, mungkin masih tidur" jawab Swastika. "Akan aku coba bangunkan Mih" sambungnya. "Ya sudah. Suruh dia cepat mandi dan sarapan" "Iya Mih" Swastikapun meninggalkan makanannya dan bergegas menuju kamar Arya. Setelah menanyakan pada para pengawal yang berjaga didepan kamar, Swastika segera masuk. Dan benar saja, Arya masih tertidur pulas diatas ranjang dengan kemeja, celana panjang dan kaos kaki yang sudah berserakan dimana-mana. Swastika memunguti semuanya dan meletakkannya didalam paperbag yang semula berisi pakaian bersih untuk Arya berganti baju. "Ayo bangun" Swastika mencoba menarik lengan Arya untuk mengeluarkannya dari dalam selimut. "Hhmm" "Ayo. Mamih menunggu dibawah" "Biarkan saja. Kepalaku pusing sekali" "Makanya jangan mabuk. Kakimu jugakan masih sakit kenapa
"Aku tidak ingin pulang. Aku ikut kemana Anda pergi" ucap gadis itu dengan wajah memelas dan air mata yang masih menggenang. "HAH?" Rama yang bingung tidak tau harus membawa gadis itu kemana, akhirnya memilih untuk tetap meninggalkan acara pesta. Sebelum pergi dia mengabari Arya bahwa ada urusan mendesak yang membuatnya harus pergi lebih dulu. "Rama kenapa?" tanya Swastika yang mendapat bisikan mengenai kepulangan Rama. "Tidak tau. Katanya ada urusan mendesak" jawab Arya tidak peduli. Merekapun melanjutkan menikmati rangkaian acara lain dengan Abi yang sudah lebih dulu masuk kedalam kamar hotel. Arya sengaja memesan kamar hotel yang memang berada disatu lokasi dengan gedung tempat acara pernikahan Elena. Dia sudah menduga bahwa acara ini akan berlangsung hingga lebih dari tengah malam. Dia juga sudah memesan untuk yang lain termasuk Rama tapi karena dia sudah pulang lebih dulu, kamar itu hanya akan dihuni oleh David sementara Abi akan tetap bersama Ryan dan dua pengawal lain, da
Dua jam sebelum acara dimulai, mereka sudah berangkat beriringan menggunakan tiga mobil dan beberapa pengawal yang ada di belakang rombongan mereka. "Jangan cemberut sepert itu dong. Ayo senyum" goda David pada Rama yang kalah dalam tantangan tahan nafas. "Sialan. Ini tidak mungkin. Pasti kalian berdua curang" tuding Rama pada Abi dan David. "TIDAK" sangkal Abi dan David. "Itu hampir 15 menit. Tidak mungkin kalian bisa tahan nafas sampai selama itu terutama kamu" tunjuk Rama pada David. "Lebih baik kita nanti tanyakan pada Pak Arya saja" jawab David yang tertawa bersama Abi. Mereka merasa lucu melihat Rama yang uring-uringan karena tidak terima dengan kekalahannya. Setelah berkendara membelah kemacetan hampir 2 jam akhirnya mereka sampai ke tempat acara. "Wow. Dekorasinya cantik sekali" kagum Swastika yang lekat memandang dekorasi ruangan itu. Pada awalnya Elena menginginkan tema outdoor tapi karena ramalan cuaca yang tidak menentu akhirnya dia harus mengganti tema menjadi indo
"Wah, tadi itu benar-benar menyenangkan" ucap Abi kegirangan saat sudah masuk kedalam kamarnya. Tidak pernah dia membayangkan akan berada dalam situasi seperti itu. Sangat mirip dengan adegan perkelahian di film action yang sering ditontonnya. Seketika ponselnya bergetar menandakan ada sebuah pesan masuk. "Waaahhhh" teriak Abi kegirangan sembari joget-joget masuk kedalam kamar mandi. Pesan dari Arya yang berisi perintah untuk mulai belajar pisau dan pedang membuat adrenalin Abi terpacu. "Baru pulang sudah sibuk dengan ponselmu lagi?" Ucap Swastika yang keheranan dengan kelakuan Arya. "Hehe. Maaf. Sayang sini sebentar" "Ada apa?" Swastika mendekat membawa es jeruk dan beberapa cemilan. Arya merogoh sesuatu yang ada didalam sakunya dan menunjukkannya pada Swastika. "Marry Me?" ucap Arya tiba-tiba.Swastika yang kaget hanya bisa menutup mulutnya yang menganga. Jantungnya berdetak cepat sampai dia benar-benar tidak bisa berkata-kata. "Maaf karena tidak ada acara istimewa. Aku buk
Sampai dikantornya, Arya segera menuju ruangannya dan meminta Rama dan David untuk segera menemuinya. "Kamu istirahat disini dulu sebentar ya. Aku ada meeting sebentar dengan Rama dan David" ucap Arya setelah mengantar Swastika keruangan pribadinya. "Baiklah. Sepertinya ini perihal rahasia perusahaanmu. Aku akan tunggu disini" jawab Swastika. Sebelum meninggalkan Swastika disana, Arya meninggalkan kecupan dikening dan kemudian menggunakan tongkatnya untuk berjalan menuju ruangannya. Disana Rama dan David sudah menunggu. "Jadi bagaimana? Jelaskan" pinta Arya.Merekapun menjelaskan pada Arya mengenai bukti-bukti temuannya dan siapa saja yang dicurigai sebagai komplotannya. Rama juga menjelaskan bahwa disalah satu cabang perusahaannya, mereka berhasil membawa kabur sejumlah uang. "Kenapa bisa kecolongan lagi?" tanya Arya yang sudah kesal sedari tadi. "Maaf, kami tidak menyangka kalau komplotannya bahkan sudah ada dimana-mana" jawab David. "Untuk sekarang, semua yang ada di kantor c
"Antar ke rumah sakit ya Pak" ucap Abi pada sopir yang mengawalnya. Karena permintaan Arya, untuk sementara Abi tidak diperbolehkan untuk naik sepeda motor sebagai gantinya, dia akan diantar jemput oleh sopir kepercayaan Arya dan beberapa pengawal. Karena hal itu pula, setelah Arya memberi instruksi pada Rama, ada pengawal yang datang kesekolah Abi dan mengambil motor yang dibawanya tadi pagi. "Kenapa harus sebegitunya sih? Kenapa juga tidak boleh naik motor? Dia yang punya musuh kenapa harus aku yang berkorban?" ocehan Abi disepanjang perjalanan. "Tuan Arya hanya mengkhawatirkan Tuan Muda. Karena dibidang yang digeluti Tuan Arya, para musuh tidak akan hanya mencoba menyerang Tuan Arya sendiri tetapi juga orang-orang yang ada disekelilingnya. Jadi saya mohon Tuan Muda untuk tidak berprasangka buruk dulu" ucap Ryan, pengawal pribadi Abi. "Hufh" Abi memutar bola matanya dan memilih untuk kembali fokus pada ponselnya. Setelah menempuh perjalanan yang memakan waktu lama karena terjeb
"Bu, saya mau ijin pulang dulu. Sebentar lagi mau masuk jam kantor" pamit Rama. "Iya. Berangkatlah" jawab Mamih Ratna. Setelah berpamitan, Rama diantar Swastika hingga keluar ruangan. "Rama, kalau ada info terbaru tolong kabari ya" pinta Swastika. "Baik Bu. Akan saya infokan kalau ada perkembangan. Saya permisi" Rama pun meninggalkan rumah sakit dan pergi menuju kantornya. Saat Swastika kembali kedalam ruangan dan melanjutkan kegiatannya mengelap tubuh Arya, tiba-tiba dia merasakan jemari Arya bergerak. Cepat-cepat dia berdiri dan memanggil Mamih Ratna dan Swastika meminta tolong pada Luna untuk memanggilkan dokter. Tak berapa lama, kedua mata Arya perlahan terbuka."Arya" "Sayang" "Kamu bisa dengar Mamih?" "Arya" "Arya" panggil Mamih Ratna dan Swastika saling sahut. Mereka terus memberikan afirmasi pada Arya agar segera sadar tetapi Arya tidak merespon apapun. Dia masih berusaha membuka matanya. "Mamih" "Tika" ucapnya tanpa mengeluarkan suara. "Hei, kamu sudah bangun? Tu
"Tenang dulu Bu" ucap dokter itu kala melihat Swastika yang menangis. "Bapak Arya mengalami patah tulung kaki sebelah kiri dan beberapa luka luar. Untuk luka luar sudah kami tangani, tetapi untuk luka dikaki kami akan segera melakukan operasi. Mohon Ibu untuk menandatangani dokumen persetujuan ini sebelum kami melanjutkan tindakan" ucap dokter itu. Kemudian salah seorang perawat mendatanginya dan menyodorkan dokumen yang harus ditandatangani. "Tapi dia baik-baik saja kan Dok?" tanyanya sekali lagi. "Sejauh yang kami periksa, tidak ada luka dalam selain pada kaki. Semuanya baik-baik saja Bu" jawab dokter. Setelah dokumen ditandatangani, mereka bergegas membawa Arya menuju ruang operasi dan menyuruh Swastika untuk menunggu didepan ruangan. Disana, Swastika menghubungi Luna untuk mengabarkan apa yang tengah terjadi pada Arya karena setelah mencoba menghubungi Rama dia masih belum mendapat jawaban. Luna yang saat itu masih mengantuk dan setengah sadar tersentak mendengar kabar itu. D