"Paman, saya ada sesuatu yang belum saya katakan pada Paman," ucap Vesa sesaat sebelum mobil mereka sampai di area parkir petinggi di AL Group.
Ruslan yang duduk di samping sopir itu langsung saja menoleh, "Ya. Tuan Muda?"Vesa menghela napas sebelum berbicara, dia harus meyakinkan dirinya sendiri jika apa yang dia lakukan sudah benar. "Ada yang mencoba mencelakai saya di kampus," ujar Vesa dengan suara rendah.Mata Ruslan membulat kaget, mulutnya sedikit terbuka, "Kenapa Anda baru memberitahu saya sekarang? Kapan hal itu terjadi? Bisa tolong Anda ceritakan lebih rinci pada saya, Tuan Muda?"Vesa mengangguk, "Saya waktu itu sedang menunggu ketiga teman saya itu di dekat tangga dan saya tiba-tiba saja didorong. Saya terjatuh tapi untung ada seseorang yang menyelamatkan saya.""Apa!? Astaga, Tuan Muda. Kita ke rumah sakit sekarang, saya takut jika luka Anda serius...""Tidak. Tidak perlu, Paman. Saya baik-baik saja. Saya hanya mintDi dalam lift, Derrick menoleh keheranan pada sahabatnya itu tapi tak mengatakan apa-apa."Oh, iya Vesa. Kenapa kau meninggalkan ponselmu di ruanganmu?" tanya Derrick."Hah!? Aku meninggalkannya?" tanya Vesa pura-pura terkejut.Vesa menepuk jidatnya pelan.Derrick menatap aneh Vesa, "Kau itu. Dasar pelupa. Apa kita perlu naik ke lantai atas lagi untuk mengambil ponselmu?"Dengan cepat Vesa menanggapi, "Tidak. Tidak perlu, Derrick. Waktu istirahat kan cuma sebentar, aku takut nanti malah sudah habis waktunya. Kau bawa ponselmu kan? Kalau ada yang penting, pasti mereka akan menghubungimu. Verylta tahu aku keluar denganmu."Derrick mengangguk, "Benar juga."Saatl lift itu sudah terbuka, Vesa dengan sengaja menjatuhkan jam tangannya di depan lift dan hal itu tertangkap mata Derrick. Namun, sebelum Derrick memprotesnya, Vesa sudah menyeret temannya itu dan pergi ke seberang jalan. Sampai di minimarket, Vesa merampas
"Ah, ponselku tertinggal. Apa ada? Ada hal penting?" tanya Vesa sambil memasuki ruang kerjanya."Oh, itu. Tidak ada, Tuan. Hanya mencemaskan Anda saja. Kalau begitu saya permisi dulu," ujar Verylta dan gadis itu pun menghilang begitu saja.Vesa mendesah kecewa. Dia mulai bisa memahami pelan-pelan sekarang. Di sekelilingnya ada begitu banyak kepalsuan hingga dia mulai merasa harus lebih waspada. Dia melirik ponselnya di atas meja dan tak berminat untuk menyentuhnya.Dia sudah merasa aneh dengan ponsel itu sejak lama. Dia pun baru-baru saja menyadari jika ponselnya telah disadap. Dan tak hanya itu saja, dia pun tahu arloji mewahnya itu semuanya telah dipasangi dengan alat penyadap. Vesa tidak tahu apakah saat ini dia harus tertawa apa bersedih. Dia sangat bingung hingga dia tak tahu siapa orang yang bisa dia percayai. Dua jam kemudian, dia hanya menghabiskan waktunya untuk mencari cara agar dia bisa membongkar hal yang menurutnya tak waja
"Bagaimana?" tanya seseorang di seberang sana melalui panggilan telepon."Sesuai rencana Anda, Bos. Dia mulai terpancing. Aku rasa sekarang dia sedang kebingungan siapa yang harus dia percayai," jawab Verlyta pelan."Bagus, lanjutkan sesuai rencana, jangan sampai gagal," ucap orang itu serius.Verlyta menjawab, "Baik, Bos. Tenang saja."Dengan segera dia menutup saluran panggilan itu. Gadis muda itu tersenyum senang karena rencananya berjalan dengan lancar.Dia mulai merapikan meja kerjanya saat Derrick dan juga dua pemuda tampan lainnya berjalan menghampiri mereka."Nona Verlyta, apakah Vesa sudah selesai?" tanya Derrick yang tak mau langsung saja masuk ke dalam ruangan sahabatnya itu tanpa izin lantaran takut jika kedatangannya mengganggu Vesa."Eh, maaf. Tuan Vesa sudah pulang dua jam yang lalu," sahut Verlyta.Lay yang mendengar itu, segera berbicara, "Apa yang terjadi?" "Saya tidak tahu karena tad
"Memang apa yang harus aku ceritakan?" tanya Vesa polos."Berhenti bercanda, Vesa Araya," ujar Derrick sambil memukul bahu temannya itu.Vesa mengaduh dan merasa Derrick White ini tak cocok dengan wajah marah. Baginya, karena terbiasa dengan wajah Derrick yang sering melawak, Vesa tak tahan dengan wajah serius Derrick."Oke, baiklah. Baiklah. Aku sudah menceritakannya sebagian di kantor tadi kan? Bagian mana yang membuatmu masih bingung?" tanya Vesa berubah lebih serius, tak ingin membuat Derrick ngambek tidak jelas. Sahabatnya yang satu itu memang terkadang bersikap d luar nalar hingga membuatnya kebingungan.Derrick duduk di sebuah sofa kosong dan menjawab, "Boleh aku tebak dulu, kau itu mencurigai Paman Ruslan?""Apakah sangat terlihat dengan jelas?" tanya Vesa balik."That's so obvious. Katakan kenapa kau mencurigainya?" tanya Derrick penasaran.Vesa tak tahu harus bagaimana memulainya tapi akhirnya dia berkata, "Ses
Hari berikutnya Vesa benar-benar menjalankan ide yang berputar-putar di dalam benaknya. Pria muda itu di sore hari, usai dirinya bekerja di perusahaan ayahnya, langsung dengan sengaja pergi ke kediaman Stefan Aditama.Dia berhadapan langsung dengan Stefan yang saat itu baru saja selesai berolah raga. Vesa Araya mengernyit heran saat melihat Stefan yang masih kuat melakukan olahraga berat padahal usianya sama dengan sang ayah. Dia pun sekarang tak heran jika Stefan memiliki tubuh yang lebih bugar dan nampak lebih muda dari pada usia aslinya. Vesa bahkan yakin di usia Stefan saat ini masih banyak wanita yang tertarik pada pesona Stefan. Dia akan dengan mudah membuat semua perempuan bertekuk lutut untuknya."Apa yang kau lakukan di sini, anak muda?" tanya Stefan sambil memicingkan matanya ke arah pemuda itu."Saya ingin berbicara dengan Anda, Tuan Stefan," jawab Vesa yang sebenarnya sedikit gentar melihat tatapan Stefan yang begitu tajam itu.
Stefan tergelak mendengarnya. "Menurutmu aku akan membunuhmu atau tidak?" Stefan malah balik bertanya.Vesa tentu tidak tahu pasti tentang hal itu. Saat dia datang ke kediaman salah satu musuh masa lalu ayahnya itu, dia hanya mengandalkan keberuntungannya saja. Berharap Stefan tidak akan langsung bertindak gegabah, Vesa menjawab, "Saya rasa Anda tidak mungkin membunuh saya. Anda bukan seorang pembunuh."Stefan tersenyum tipis, sejujurnya dia malah lega karena Vesa tak berpikiran buruk mengenai dirinya."Ya. Lagi pula tak ada gunanya membunuhmu, anak muda. Saat itu aku sudah menyerahkan diriku pada ayahmu dan ayahmu melepaskan aku jadi kalau dipikir-pikir masalah antara aku dan ayahmu sudah selesai. Kami bahkan tidak pernah berkomunikasi atau ketemu secara tidak sengaja selama dua puluh tahun ini," jelas Stefan.Vesa juga tahu tentang hal itu, dia semakin yakin jika musuh yang mencoba mencelakainya bukanlah Stefan Aditama serta
"Tidak, Paman."Tiba-tiba saja terdengar suara wanita muda dari luar. Inka Kalina masuk ke dalam ruang kerja pamannya dengan pandangan sebal.Stefan langsung saja balas melotot kesal, "Jadi kau mau membantah Paman?"Inka mendekat, "Bukan seperti itu. Ayolah, Paman. Aku lelah sekali jika harus terus menerus pindah ke sana ke mari. Lagi pula sebentar lagi aku akan lulus. Akan buang-buang waktu kalau harus pindah lagi."Stefan mendesah, "Tapi kau tidak tahu betapa berbahayanya dekat dengan anak ini." Dia menunjuk Vesa dengan jarinya.Vesa hanya bisa terdiam."Astaga, Paman. Aku tidak akan apa-apa. Paman bisa meminta anak buah untuk menjagaku sepanjang waktu," ucap Inka berusaha meyakinkan pamannya.Stefan mulai melunak, "Jadi kau tidak akan protes jika Paman mengawasimu lebih dari biasanya?"Inka meremas tangannya dan dengan berat hati menjawab, "Tidak. Terserah Paman saja."Stefan mengangguk puas, "Oke. K
Sebelum Ruslan sampai ke pintu, tiba-tiba saja Vesa mengeluarkan suaranya kembali, "Kenapa Paman membiarkan Agusta mati?"Ruslan terkejut tapi dengan tegar dia berbalik menatap Vesa, "Itu kecelakaan. Benar saat itu saya mengetahui dia keluar tapi dia berjanji tidak akan lama dan tak pernah kami sangka akhirnya dia terbunuh. Kematian Tuan Agusta adalah salah satu pukulan terberat saat itu, Tuan Muda."Tanpa mengucapkan apa-apa lagi, Ruslan benar-benar pergi dari apartemen itu. Vesa jatuh terduduk di sofanya. Derrick mendekat ke arahnya."Seharusnya kau tidak begitu tadi," ujar Derrick pelan.Vesa menjawab, "Bukankah kau memintaku untuk menanyakan langsung kepadanya?"Derrick menggelengkan kepalanya, "Tapi bukan dengan cara seperti itu. Tadi kau tidak bertanya melainkan langsung menuduhnya.""Bukankah itu sama saja?" kilah Vesa.Derrick bersikeras, "Bertanya dan menuduh jelas dua hal yang berbeda, Vesa. Kau bahkan tadi tak