Beranda / Urban / Anak Miliarder / 68. Kepercayaan

Share

68. Kepercayaan

Penulis: Zila Aicha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Vesa tahu jika dia tidak boleh mencurigai seseorang tanpa alasan yang kuat. Namun, ketika dia mempelajari apa yang telah menimpa sang ayah, dia semakin yakin jika memang tak ada orang yang benar-benar dia bisa percayai kecuali jika orang itu memiliki hubungan darah.

Satu-satu orang yang memiliki hubungan darah dengannya di Indonesia hanyalah ayahnya maka mulai detik itu juga, dia tidak akan memberikan kepercayaannya secara penuh pada seseorang. Walaupun itu adalah Ruslan, orang yang menjadi kepercayaan ayahnya sendiri dan yang telah menolongnya.

Namun jauh di dalam lubuk hatinya, dia ingin sekali mempercayai Derrick dan si kembar meskipun mereka bertiga bukanlah berasal dari Indonesia. Terutama Derrick, dia merasa jika temannya yang satu itu tulus padanya dan tak memiliki niat yang tersembunyi.

Dan semoga firasatnya memang benar. Dia ingin memiliki seorang seperti Agusta Irawan yang seperti ayahnya miliki dulu. Dari semua orang terdekat ayahnya hanya Agust
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Anak Miliarder   69. Orang Jahat?

    "Paman, saya ada sesuatu yang belum saya katakan pada Paman," ucap Vesa sesaat sebelum mobil mereka sampai di area parkir petinggi di AL Group.Ruslan yang duduk di samping sopir itu langsung saja menoleh, "Ya. Tuan Muda?"Vesa menghela napas sebelum berbicara, dia harus meyakinkan dirinya sendiri jika apa yang dia lakukan sudah benar. "Ada yang mencoba mencelakai saya di kampus," ujar Vesa dengan suara rendah.Mata Ruslan membulat kaget, mulutnya sedikit terbuka, "Kenapa Anda baru memberitahu saya sekarang? Kapan hal itu terjadi? Bisa tolong Anda ceritakan lebih rinci pada saya, Tuan Muda?"Vesa mengangguk, "Saya waktu itu sedang menunggu ketiga teman saya itu di dekat tangga dan saya tiba-tiba saja didorong. Saya terjatuh tapi untung ada seseorang yang menyelamatkan saya.""Apa!? Astaga, Tuan Muda. Kita ke rumah sakit sekarang, saya takut jika luka Anda serius...""Tidak. Tidak perlu, Paman. Saya baik-baik saja. Saya hanya mint

  • Anak Miliarder   70. The Test

    Di dalam lift, Derrick menoleh keheranan pada sahabatnya itu tapi tak mengatakan apa-apa."Oh, iya Vesa. Kenapa kau meninggalkan ponselmu di ruanganmu?" tanya Derrick."Hah!? Aku meninggalkannya?" tanya Vesa pura-pura terkejut.Vesa menepuk jidatnya pelan.Derrick menatap aneh Vesa, "Kau itu. Dasar pelupa. Apa kita perlu naik ke lantai atas lagi untuk mengambil ponselmu?"Dengan cepat Vesa menanggapi, "Tidak. Tidak perlu, Derrick. Waktu istirahat kan cuma sebentar, aku takut nanti malah sudah habis waktunya. Kau bawa ponselmu kan? Kalau ada yang penting, pasti mereka akan menghubungimu. Verylta tahu aku keluar denganmu."Derrick mengangguk, "Benar juga."Saatl lift itu sudah terbuka, Vesa dengan sengaja menjatuhkan jam tangannya di depan lift dan hal itu tertangkap mata Derrick. Namun, sebelum Derrick memprotesnya, Vesa sudah menyeret temannya itu dan pergi ke seberang jalan. Sampai di minimarket, Vesa merampas

  • Anak Miliarder   71. Firasat Buruk

    "Ah, ponselku tertinggal. Apa ada? Ada hal penting?" tanya Vesa sambil memasuki ruang kerjanya."Oh, itu. Tidak ada, Tuan. Hanya mencemaskan Anda saja. Kalau begitu saya permisi dulu," ujar Verylta dan gadis itu pun menghilang begitu saja.Vesa mendesah kecewa. Dia mulai bisa memahami pelan-pelan sekarang. Di sekelilingnya ada begitu banyak kepalsuan hingga dia mulai merasa harus lebih waspada. Dia melirik ponselnya di atas meja dan tak berminat untuk menyentuhnya.Dia sudah merasa aneh dengan ponsel itu sejak lama. Dia pun baru-baru saja menyadari jika ponselnya telah disadap. Dan tak hanya itu saja, dia pun tahu arloji mewahnya itu semuanya telah dipasangi dengan alat penyadap. Vesa tidak tahu apakah saat ini dia harus tertawa apa bersedih. Dia sangat bingung hingga dia tak tahu siapa orang yang bisa dia percayai. Dua jam kemudian, dia hanya menghabiskan waktunya untuk mencari cara agar dia bisa membongkar hal yang menurutnya tak waja

  • Anak Miliarder   72. Kegilaan

    "Bagaimana?" tanya seseorang di seberang sana melalui panggilan telepon."Sesuai rencana Anda, Bos. Dia mulai terpancing. Aku rasa sekarang dia sedang kebingungan siapa yang harus dia percayai," jawab Verlyta pelan."Bagus, lanjutkan sesuai rencana, jangan sampai gagal," ucap orang itu serius.Verlyta menjawab, "Baik, Bos. Tenang saja."Dengan segera dia menutup saluran panggilan itu. Gadis muda itu tersenyum senang karena rencananya berjalan dengan lancar.Dia mulai merapikan meja kerjanya saat Derrick dan juga dua pemuda tampan lainnya berjalan menghampiri mereka."Nona Verlyta, apakah Vesa sudah selesai?" tanya Derrick yang tak mau langsung saja masuk ke dalam ruangan sahabatnya itu tanpa izin lantaran takut jika kedatangannya mengganggu Vesa."Eh, maaf. Tuan Vesa sudah pulang dua jam yang lalu," sahut Verlyta.Lay yang mendengar itu, segera berbicara, "Apa yang terjadi?" "Saya tidak tahu karena tad

  • Anak Miliarder   73. Kau Punya Rencana?

    "Memang apa yang harus aku ceritakan?" tanya Vesa polos."Berhenti bercanda, Vesa Araya," ujar Derrick sambil memukul bahu temannya itu.Vesa mengaduh dan merasa Derrick White ini tak cocok dengan wajah marah. Baginya, karena terbiasa dengan wajah Derrick yang sering melawak, Vesa tak tahan dengan wajah serius Derrick."Oke, baiklah. Baiklah. Aku sudah menceritakannya sebagian di kantor tadi kan? Bagian mana yang membuatmu masih bingung?" tanya Vesa berubah lebih serius, tak ingin membuat Derrick ngambek tidak jelas. Sahabatnya yang satu itu memang terkadang bersikap d luar nalar hingga membuatnya kebingungan.Derrick duduk di sebuah sofa kosong dan menjawab, "Boleh aku tebak dulu, kau itu mencurigai Paman Ruslan?""Apakah sangat terlihat dengan jelas?" tanya Vesa balik."That's so obvious. Katakan kenapa kau mencurigainya?" tanya Derrick penasaran.Vesa tak tahu harus bagaimana memulainya tapi akhirnya dia berkata, "Ses

  • Anak Miliarder   74. Ujian Kesetiaan I

    Hari berikutnya Vesa benar-benar menjalankan ide yang berputar-putar di dalam benaknya. Pria muda itu di sore hari, usai dirinya bekerja di perusahaan ayahnya, langsung dengan sengaja pergi ke kediaman Stefan Aditama.Dia berhadapan langsung dengan Stefan yang saat itu baru saja selesai berolah raga. Vesa Araya mengernyit heran saat melihat Stefan yang masih kuat melakukan olahraga berat padahal usianya sama dengan sang ayah. Dia pun sekarang tak heran jika Stefan memiliki tubuh yang lebih bugar dan nampak lebih muda dari pada usia aslinya. Vesa bahkan yakin di usia Stefan saat ini masih banyak wanita yang tertarik pada pesona Stefan. Dia akan dengan mudah membuat semua perempuan bertekuk lutut untuknya."Apa yang kau lakukan di sini, anak muda?" tanya Stefan sambil memicingkan matanya ke arah pemuda itu."Saya ingin berbicara dengan Anda, Tuan Stefan," jawab Vesa yang sebenarnya sedikit gentar melihat tatapan Stefan yang begitu tajam itu.

  • Anak Miliarder   75. UJian Kesetiaan II

    Stefan tergelak mendengarnya. "Menurutmu aku akan membunuhmu atau tidak?" Stefan malah balik bertanya.Vesa tentu tidak tahu pasti tentang hal itu. Saat dia datang ke kediaman salah satu musuh masa lalu ayahnya itu, dia hanya mengandalkan keberuntungannya saja. Berharap Stefan tidak akan langsung bertindak gegabah, Vesa menjawab, "Saya rasa Anda tidak mungkin membunuh saya. Anda bukan seorang pembunuh."Stefan tersenyum tipis, sejujurnya dia malah lega karena Vesa tak berpikiran buruk mengenai dirinya."Ya. Lagi pula tak ada gunanya membunuhmu, anak muda. Saat itu aku sudah menyerahkan diriku pada ayahmu dan ayahmu melepaskan aku jadi kalau dipikir-pikir masalah antara aku dan ayahmu sudah selesai. Kami bahkan tidak pernah berkomunikasi atau ketemu secara tidak sengaja selama dua puluh tahun ini," jelas Stefan.Vesa juga tahu tentang hal itu, dia semakin yakin jika musuh yang mencoba mencelakainya bukanlah Stefan Aditama serta

  • Anak Miliarder   76. Keputusan Mendadak

    "Tidak, Paman."Tiba-tiba saja terdengar suara wanita muda dari luar. Inka Kalina masuk ke dalam ruang kerja pamannya dengan pandangan sebal.Stefan langsung saja balas melotot kesal, "Jadi kau mau membantah Paman?"Inka mendekat, "Bukan seperti itu. Ayolah, Paman. Aku lelah sekali jika harus terus menerus pindah ke sana ke mari. Lagi pula sebentar lagi aku akan lulus. Akan buang-buang waktu kalau harus pindah lagi."Stefan mendesah, "Tapi kau tidak tahu betapa berbahayanya dekat dengan anak ini." Dia menunjuk Vesa dengan jarinya.Vesa hanya bisa terdiam."Astaga, Paman. Aku tidak akan apa-apa. Paman bisa meminta anak buah untuk menjagaku sepanjang waktu," ucap Inka berusaha meyakinkan pamannya.Stefan mulai melunak, "Jadi kau tidak akan protes jika Paman mengawasimu lebih dari biasanya?"Inka meremas tangannya dan dengan berat hati menjawab, "Tidak. Terserah Paman saja."Stefan mengangguk puas, "Oke. K

Bab terbaru

  • Anak Miliarder   Cuap-cuap Penulis

    Halo, readers. Kita ketemu lagi di sini. Akhirnya selesai juga season kedua ini. Lega sekali rasanya bisa menyelesaikan cerita ini. Zila ucapkan banyak terima kasih yang sudah antusias membaca kisah Vesa Araya, anak dari Valentino Araya ini dan mengikutinya sampai akhir. Semoga ceritanya tidak mengecewakan ya dan kalian puas dengan cerita ini. Endingnya semoga juga memuaskan bagi para readers ya dan nggak ada yang kecewa. Zila harap kisah Vesa Araya ini semoga bisa diingat oleh para pembaca. Akhir kata, Zila harap bisa membuat cerita lain yang juga disukai para pembaca. Salam hangat dari Zila Aicha, sampai ketemu di karya Zila berikutnya.

  • Anak Miliarder   130. Akhir dari Dendam

    Tubuh Gea terlihat begitu mengerikan. Dadanya tertancap pisau dan mulutnya mengeluarkan busa serta matanya pun terbuka.Vesa langsung memerintah, "Hubungi polisi sekarang."Inka menutup wajahnya karena tak sanggup melihatnya. Vesa langsung saja memeluk gadis itu agar Inka tak merasa takut."Siapa yang membunuhnya? Itu terlalu kejam, Vesa. Sungguh mengerikan," ujar gadis itu dengan suara bergetar."Kita akan segera tahu, biarkan polisi yang menanganinya," ujar Vesa.Tak lama kemudian polisi datang dan langsung saja memeriksa kasus itu."Apakah Anda berdua bisa ikut kami ke kantor polisi untuk memberi kesaksian?" tanya petugas polisi itu."Ya," jawab Vesa.Vesa pun mengajak Inka untuk ikut ketua polisi itu.Vesa dan Inka harus berada di kantor polisi setidaknya selama dua jam lamanya guna memberi kesaksian mereka. Dan saat dia telah selesai dan keluar dari ruang interogasi, dia melihat Lara, anak Gea itu datang ke kantor polisi dengan raut wajah yang penuh air mata."Apa Anda sudah mene

  • Anak Miliarder   129. Tidak Terduga

    "Aku tidak membencimu, Alea. Hanya saja kau sudah keterlaluan," ucap Vesa. Dia lalu menggandeng Lara pergi dari sana.Alea berteriak, "Vesa."Vesa tak memperdulikannya. Alea hanya bisa menggigit bibir bawahnya dengan perasaan getir. Vesa sudah tak mau berhubungan lagi dengannya. Pria muda itu pastilah sudah begitu jijik padanya.Alea menjambak rambutnya sendiri lalu pergi dari kampus itu karena tak tahan melihat para mahasiswa yang menatapnya dengan tatapan aneh.Di sisi lain, Vesa berujar pelan, "Maafkan aku. Gara-gara aku, kamu jadi...""Tak apa. Well, omong-omong aku harus pergi sekarang, aku rasa temanku sudah datang," ujar Lara kemudian.Vesa mengangguk pelan, masih merasa begitu bersalah. Begitu gadis itu pergi, dia memilih untuk mengubah rencananya. Dia tak mungkin memanfaatkan Lara untuk menjebak Gea. Gadis itu tak tahu apa-apa. Entah kenapa, dia merasa jika Lara memang gadis polos. Maka dari itu dia memutuskan untuk menyerang Gea tanpa melibatkan Lara. Sore itu dia kembali

  • Anak Miliarder   128. Berkeliling

    Hanya dalam waktu tak kurang dari tiga puluh detik saja, Stefan sudah mengirimkan sebuah photo begitu Vesa mematikan sambungan teleponnya.Vesa dengan tenang membuka pesan itu dan tersenyum miring begitu dia melihat photo itu.Kena kau, Gea. Vesa membatin.Segera dia mengantongi kembali ponselnya dan berjalan mendekati Lara sambil tersenyum cerah."Sudah selesai menghubungimu?" tanya Vesa yng jauh lebih ramah dari pada sebelumnya."Sudah. Mau berkeliling sekarang?" tanya Lara balik."Ya, langsung saja. Aku tak akan mengambil waktumu banyak-banyak," ucap Vesa.Lara mengangguk dan kemudian mulai bertindak sebagai seorang tour guide di sana. Meskipun baru meninggalkan kampus itu selama tujuh bulan lamanya, tapi kampus itu sudah cukup banyak berubah.Vesa mengenang masa-masa di kampusnya itu. Walaupun memang banyak kenangan buruk di sana, dia tetap masih sedikit kenangan baik hingga sekarang dia cukup merasa kecewa lagi ketika teringat masa-masa awal pertemanannya dengan Derrick.Derrick

  • Anak Miliarder   127. Lara

    Lara Serafin tergesa-gesa masuk ke dalam kampusnya, Greenwich University. Dia telah berjanji pada Gemma Jones semalam untuk menemani gadis itu ke perpustakaan.Saat dia melangkahkan kakinya menuju tempat itu, dia harus melewati segerombolan mahasiswa dari fakultas lain yang terlihat sedang berbincang-bincang santai.Lara begitu menikmati kehidupan barunya di kampus itu. Meskipun pada awalnya dia merasa banyak sekali hal yang begitu janggal seperti alasan yang tidak jelas sang ibu yang memilih negara ini. Di samping itu, ibunya yang sekarang ini memilih untuk bekerja dari rumah tentu membuatnya semakin bertanya-tanya.Ibunya, Gea Raharjo beralasan jika bekerja dari rumah berarti membuatnya memiliki waktu yang lebih banyak dengannya. Dikarenakan hal itu juga, Lara tak pernah bisa memprotes ataupun bertanya lebih banyak mengenai alasan utama ibunya itu.Dan ketika Lara bertanya tentang pekerjaan ibunya itu, ibunya hanya akan menjawab jika dia bergelut dengan saham. Entah saham yang seper

  • Anak Miliarder   126. Siapa yang Salah?

    Derrick hanya bisa terdiam kala melihat sahabat baiknya pergi dari rumahnya. Dia melirik Alea sekilas, ingin sekali dia merengkuh tubuh Alea tapi di saat dia mendekat, Alea mundur ke belakang.Dengan wajah yang sudah basah karena air mata, Alea berkata dengan terisak-isak pelan, "Ini semua salahku. Salahku, Derrick."Derrick menggeleng, "Tidak. Ini salahku, Alea. Kau tidak salah. Aku yang membuat semuanya berantakan.""Aku yang datang padamu, aku yang paling bersalah," ujar Alea lagi."Aku yang memintamu datang, aku, Derrick," lanjut Alea.Derrick menyambar, "Dan aku juga mau datang ke sini. Oke, baiklah. Kita sama-sama bersalah. Kita berdua sama-sama bersalah."Alea jatuh terduduk di lantai halaman rumah Derrick, "Vesa pasti membenciku. Padahal kami baik-baik saja. Dia tidak pernah menyakitiku. Tapi kenapa aku? Derrick, aku hanya kesal karena dia tak pernah mau mengunjungiku ke sini. Padahal kan jelas uang bukan masalah baginya. Tapi dia lebih mementingkan perusahaannya itu. Aku hany

  • Anak Miliarder   125. Kejutan Besar

    London masih menjadi salah satu kota terpadat yang Vesa datangi. Pemandangan malam kota ini selalu berhasil membuat Vesa rindu. Semenjak kematian kakek dan neneknya sekitar tujuh bulan yang lalu, Vesa Araya belum pernah mendatangi kota itu. Hal ini bukan karena dia yang tak ingin pergi menengok kakek dan neneknya, melainkan karena kesibukannya yang cukup menyita waktu.Dalam enam bulan belakang, selain Vesa harus mengejar gelar pendidikanya, dia harus kembali mengurus perusahaan peninggalan sang ayah. Dirinya yang mungkin menjadi anak miliarder terkaya di Indonesia itu pun hampir tak memiliki waktu senggang sedikit pun.Hingga mungkin, bisa dikatakan jika hidup Vesa hanyalah berkutat pada dunia bisnis, pendidika sekaligus melacak keberadaan Gea yang sampai sekarang belum juga dia ketahui.Namun, Vesa bukanlah orang yang mudah menyerah apalagi Gea menjadi salah satu penyebab segala ketidakberuntungan yang menghinggapinya. Vesa tidak sedikitpun menghentikan pencarian dan malah semakin m

  • Anak Miliarder   124. Menjaganya dengan Nyawaku

    "Kau tidak mau menyelidikinya?" tanya Inka kemudian.Vesa terkejut mendengar perkataan Inka, "Menyelidiki? Kau mengatakannya seolah Derrick telah melakukan sesuatu yang aneh-aneh saja."Inka tergelak, "Vesa, bukan begitu maksudku. Yah, kita tidak tahu apa yang terjadi di sana. Kan bisa jadi dia memang sedang menghadapi masalah yang besar."Inka melihat kening Vesa mengerut. Pria muda itu sedang berpikir."Beberapa waktu aku mengenal Derrick, dia tidak sepertimu. Kau selalu mengatakan apapun. Tapi tidak dengan Derrick. Kalian memang berteman dekat, namun aku rasa dia masih menyimpan rahasia atau bisa dibilang tak selalu mengatakan apapun kepadamu," jelas Inka."Itu aku tahu, Inka. Kan tadi sudah aku katakan. Dia memang tak selalu mengatakan segalanya dan aku tak pernah memaksanya untuk mengatakannya. Aku menghargai privasinya," sahut Vesa."Nah, itu dia, Vesa. Kenapa kau tidak coba selidiki. Siapa tahu sebenarnya dia membutuhkan bantuanmu tapi tak mengatakannya," ucap Inka.Vesa berpik

  • Anak Miliarder   123. Negara Impian

    Gea tersenyum sekilas sebelum menjawab pertanyaan putrinya itu, "Karena Inggris itu negara impian Ibu."Lara bingung tapi berusaha tersenyum, tak ingin mengerecoki ibunya dengan pertanyaan-pertanyaan dirinya lagi yang mungkin saja malah membuat Sang Ibu bersedih."Kau pasti akan suka nanti, Sayang. Kau bisa masuk ke Greenwich University nanti," ujar Gea.Lara mengangguk dan setelah itu makanan datang. Gadis muda yang telah menyelesaikan pendidikan sekolah menengahnya itu mulai berkonsentrasi pada makanan yang ada di depannya."Makanlah dulu, Ibu tidur sebentar ya? Jika perlu apa-apa, kau bisa bangunkan Ibu," ucap Gea lagi.Lara menjawab, "Ya, Ibu tenang saja. Setelah makan, aku akan ikut tidur.""Anak baik," puji Lara sambil mengusap lembut rambut Sang Putri.Tak lama setelah itu, Gea benar-benar terpejam. Sayangnya, meskipun Lara dari luar tampak menikmati makanannya, sayang sekali pikirannya sedang berkelana ke mana-mana.Lara memang masih sangat muda, di usianya yang baru saja meng

DMCA.com Protection Status