Share

136. Terpaksa Berbohong

Author: Pixie
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

“Apakah dia sudah pulang?” tanya Louis dengan tangan masih memegang kenop pintu.

Kara tersenyum kecut. “Sudah. Boleh Mama masuk?”

Tanpa bersuara, Louis melebarkan pintu.

“Terima kasih, Sayang.” Kara membelai kepala putranya lalu beralih menatap Emily.

Putrinya itu sedang berbaring menghadap dinding. Punggungnya yang tidak terselimuti dengan sempurna tampak begitu muram.

“Emily ....”

Gadis mungil itu tidak menyahut. Tangannya hanya bergerak sedikit merapatkan Yemon ke dagu.

“Dia sudah seharian seperti ini. Aku beberapa kali berusaha menghiburnya, tapi tidak berhasil,” lapor Louis, setengah berbisik.

Mendapat keterangan semacam itu, kerongkongan Kara semakin gersang. Ia pun terpaksa berdeham. “Ada hal penting yang harus Mama bicarakan dengan kalian. Kalian mau mendengar?”

Louis mengangguk, tetapi Emily pura-pura tidak tahu. Selang satu embusan napas, K

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Nunu Alfi
yang bisa membujuk emily hanya frank..
goodnovel comment avatar
Vivin Rista Moinggalo
lgi Thor bgus
goodnovel comment avatar
SK Celey
duh jadi ikutan sedih karena Emily sedih... kadih bonus tambahan bab ke pembava setia donk Thor... nggak sabar nunggu kelanjutannya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   137. Kita Harus Membawanya ke Rumah Sakit

    “Bagaimana kalau Mama membuatkan roti lapis? Mama akan menambahkan tomat yang banyak supaya kulitmu semakin cantik. Kamu mau?” bujuk Kara lembut. “Makanlah, Emily. Kalau tidak, kamu bisa sakit.” Louis mengguncang pundak sang adik, tetapi gadis mungil itu menggeleng. Sambil ikut memajukan bibir, Louis menatap sang ibu. “Mama, bagaimana ini?” Kara menatap Emily dengan kedipan khawatir. “Kalau kamu tidak mau makan, Mama akan membuatkan susu. Kamu harus minum, oke?” Emily tidak menimpali. Ia hanya bergeming. Bahkan saat sang ibu mendaratkan kecupan di pelipis, ia tidak menggubris. “Louis, jaga adikmu.” Balita laki-laki itu mengangguk. Ketika sang ibu melewati pintu, ia cepat-cepat berbisik, “Emily, kenapa kamu masih marah? Mama sudah menjelaskan alasannya. Menurutku, itu wajar.” “Tetap saja, Papa kita orang jahat. Kalau kita tidak pindah ke sini, dia pasti tidak akan mencari kita.” Emily akhirnya mengeluarkan suaranya yang tipis dan bergetar. “Tapi itu bukan salah Mama.” “Mama ju

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   138. Keinginan Anak-Anak Itu Sederhana

    Kara termenung sejenak. Selang satu kedipan, ia memegangi lengan Susan. “Maaf, Bu. Kurasa, Frank benar. Emily bisa lebih cepat pulih di tangan dokter pribadinya. Dia pernah merawatku. Dia memang dokter yang hebat. Sedangkan kalau ke rumah sakit, Ibu tahu sendiri bagaimana pasien biasa harus menunggu antrean.” Susan bergeming menatap sang putri. Entah kapan terakhir kali ia menemukan sorot mata itu. Putrinya yang dulu akhirnya kembali? Putrinya yang selalu yakin dengan apa yang ia pahami. “Baiklah, jaga diri kalian baik-baik, dan tidak usah panik. Demam Emily tidak mungkin berbahaya. Sudah menyiapkan kain kompresnya?” Bibir Kara menggeleng. “Belum. Aku terlalu bingung tadi.” “Jangan bingung. Masalah tidak akan teratasi dengan pikiran runyammu itu.” Keharuan diam-diam merayap melapisi wajah Kara. “Bisakah Ibu ikut dengan kami? Aku tidak tenang kalau meninggalkan ibu sendirian di sini?” Tanpa terduga, Susan melengkungkan senyum. “

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   139. Apakah Frank Bisa Jadi Papa yang Baik?

    Wela sontak memegang dada dan berdengung kecil. Dengan raut iba, ia menatap wajah Emily. “Oh, kasihan sekali. Pantas saja dia sampai demam.” Tiba-tiba, dengan gerak cepat, ia menampar lengan kekar di sebelahnya. “Kau ... apakah sudah meminta maaf kepada Louis dan Emily?” Sambil mengusap-usap lengannya, Frank menggerutu, “Sudah dan belum.” “Bersikaplah lebih jantan lagi. Kau seharusnya langsung berlutut saat itu juga. Dengan begitu, Emily tidak akan pergi dan mogok makan seharian.” Rahang sang pria berdenyut-denyut geram. Ia tidak pernah terima diomeli, tetapi apa yang disebutkan oleh sahabatnya memang benar. Alhasil, ia memilih diam. “Maaf, Dokter Wela. Bolehkah saya menanyakan sesuatu?” bisik Kara tanpa terduga. Wela seketika menyejukkan ekspresi. “Kau tidak perlu seformal itu kepadaku, Nona Manis. Aku adalah sahabat Frank, anggap aku sebagai sahabatmu juga.” Kara mengangguk kecil. “Kau pasti tahu kalau sebentar lagi Frank aka

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   140. Nenek Kenal Finnic?

    “Kenapa kamu menanyakan nama itu, Louis?” selidik Susan, berusaha menahan mimik wajah agar tidak melukiskan perasaan. “Kami bertemu dengannya saat piknik di pantai. Namanya Finnic Miller. Kurasa Mama kenal dengannya, tapi hubungan mereka mencurigakan. Sewaktu Mama melihatnya, wajah Mama langsung pucat, seperti melihat hantu.” Susan spontan menelan ludah, tetapi mulutnya terlalu kering. Suaranya terancam serak. “Lalu, apa yang kalian lakukan? Kalian mengobrol?” “Kurasa itu bukan mengobrol, tapi berdebat. Nenek tahu kenapa kami bisa bertemu dengannya? Itu karena bolanya menghancurkan istana pasir kami. Dia tidak mau meminta maaf dengan tulus, jadi aku tidak mengembalikan bolanya. Tapi ternyata, dia malah meledek tanganku. Untung saja, Frank Harper datang membela kami.” Mata Susan melebar. “Frank membela kalian?” “Ya!” Louis mengangguk tegas. “Dia dengan gagah berani menegur laki-laki itu. Tapi kemudian, Mama datang. Mama meminta kami untuk melupakan kesalahan Finnic dan mengembalika

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   141. Apakah Perih?

    Frank tersentak dan berbalik. Susan kini dapat melihat dengan jelas wajah kusut yang penuh air mata itu. “Nyonya Martin?” Cepat-cepat, sang CEO tertunduk dan menyeka wajahnya dengan sapu tangan. “Bagaimana rasanya ditolak oleh putrimu sendiri? Apakah perih?” Suara Susan lembut. Namun, kata-katanya menancap tepat pada luka batin Frank. “Ya, aku tahu. Apa yang kurasakan ini pasti tidak sebanding dengan apa yang mereka rasakan selama ini. Aku mengerti,” pria itu mengangguk dengan dagu yang berkedut. Melihat betapa menyedihkannya sang CEO, Susan tersenyum kecut. Tanpa sepatah kata pun, ia melangkah masuk lalu duduk di salah satu kursi dekat meja itu. “Bagus kalau kamu tahu. Penderitaan yang mereka alami memang tidak akan pernah sebanding dengan penderitaanmu. Bagaimana bisa?” Susan mengangkat pandangan, menelusuri interior mewah ruangan itu. “Kamu tinggal di tempat sebagus ini, sedangkan kami terpaksa menyewa apartemen kumuh. Louis

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   142. Kau Memanggilku Anjing?

    Dengan gagah berani, Louis merentangkan sebelah tangan di hadapan Isabel. Pipinya menggembung, matanya terlihat cekung. “Berhenti! Kau tidak boleh lewat!” Mendapat sambutan yang mengejutkan itu, Isabela mengerjap. Ia nyaris saja tertawa remeh. Bocah laki-laki itu bahkan tidak lebih tinggi dari pinggangnya, tetapi berani menantangnya? Namun, mengingat tugas yang diberikan oleh Rowan, ia cepat-cepat menyunggingkan senyum. “Halo, Anjing Kecil. Selamat pagi! Apa kabarmu hari ini?” Louis menurunkan tangan. Akan tetapi, kerut alisnya masih terpasang. “Kau memanggilku anjing?” Isabel tersentak. “Ini tidak seperti yang kau pikirkan. Anak anjing itu panggilan sayang. Jangan tersinggung. Aku tidak bermaksud menghinamu. Sebaliknya ....” Gadis itu mempermanis senyum. “Aku datang ke sini untuk meminta maaf kepadamu dan saudaramu. Aku sadar kalau kedatanganku kemarin telah membawa masalah besar untuk kalian. Ucapanku memang terlalu kasar.” L

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   143. Skandal yang Menggemparkan

    Frank nyaris menyemburkan tawa. Ia diam-diam bangga mendengar ketegasan putranya. “Kau dengar itu, Isabel? Anak-anak saja pandai menilai.” Napas sang gadis mulai menderu. Sekeras apa pun ia menusuk jempol dengan telunjuk, rasa sakitnya tak mampu mengalihkan kesal. “Hubby, tidakkah kau berpikir untuk mendisiplinkan anak ini? Sebentar lagi kita akan menikah dan aku akan menjadi ibunya. Keluarga kita butuh keharmonisan. Tidak bisakah kita berdamai sekarang dan mulai membangun hubungan?” Frank tersenyum mendengar getar suara Isabel. Perempuan itu memang tidak pernah tulus. Ia bahkan tidak pernah bersabar dalam menggapai apa yang ia mau. “Kau yakin bersedia menjadi ibu untuk anak-anakku?” tanyanya ragu. “Tentu saja. Kara saja mampu, apalagi aku,” jawabnya sambil mengernyit sekilas. Frank mengangkat alis dan mengangguk-angguk. “Memangnya kau bisa menyuap mereka makan? Memandikan mereka? Membacakan cerita sampai mereka tertidur?” Isabela melipat tangan dan mengangkat wajah. “Apa susahn

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   144. Rowan Murka

    “Hei,” Frank menangkup pipi yang agak pucat itu, “jangan khawatir. Semuanya ada dalam kendaliku. Tidak akan ada masalah baru.” “Kau selalu saja bilang begitu,” desah Kara sambil menunduk, menghindar dari tatapan sang CEO. Dengan lembut, Frank mengangkat dagu yang tampak berat itu. “Aku hanya mengungkapkan kebenaran dan inilah cara terampuh untuk membatalkan pernikahanku dengan Isabela.” “Bagaimana jika dia membalas dengan menerbitkan artikel tentang kita? Perusahaan Savior dan Perusahaan Hall bisa berperang.” “Kalau itu terjadi, bagus! Savior akan menang dan hubungan kita tidak perlu ditutupi lagi,” timpal Frank ringan. Kara sontak mengernyitkan dahi dan mendesah, “Frank?” “Aku serius. Itu sama sekali bukan masalah besar bagiku. Setiap orang memang pernah melakukan kesalahan, Kara. Yang membedakannya adalah bagaimana orang itu bertanggung jawab. Jadi, apa yang kau khawatirkan?” “Kau tidak mendekatiku untuk mengantisipasi

Latest chapter

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   Ungkapan Terima Kasih untuk Pembaca-Pembaca Hebat

    Halo, Teman-Teman yang Baik Hati, Terima kasih banyak, ya, udah ngikutin cerita Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan hingga titik terakhir. Untuk Kak Puji Amriani, SK Celey, Indah Carolina, Ningsih Ngara, Monika, Rini Hartini, Selvyana Yuliansari, D6ta, Is Yuhana, AR Family, Desak Kayan Puspasari, Emma Boru Regar, Binti Mucholifah, Bhiwie Handayani, Sofia Elysa, dan Kakak-Kakak yang gak bisa Pixie sebutin satu per satu. Terima kasih banyak udah rajin banget kasih komentar buat Pixie. Dan buat Kak Azka Aulia, Lida Boelan, Adel Putri, Wenny, SK Celey, MG, Rina Zolkaflee, Susan Vantika, Nazarieda, Firaz Marsyanda, dan yang ada di ranking top fans. Terima kasih banyak atas gems-nya. Pixie harap, kalian bersedia nungguin karya Pixie selanjutnya. Pixie udah ada rencana untuk tulis cerita Louis Emily versi dewasa tapi nanti, setelah Pixie bikin cerita satu lagi. Pixie mau kumpulin lebih banyak bocil buat dipersatukan nanti. Selagi menunggu, kalian boleh banget cek karya Pixie y

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 212. From Zero to Infinity (TAMAT)

    Tanpa permisi lagi, Philip menyerbu masuk dan memegangi tangan Barbara. Belum sempat ia mengatakan apa-apa, Barbara sudah kembali mengejan. Briony pun keluar dan Barbara mengembuskan napas lega. "Philip .... Anak kita sudah lahir." Meskipun kepalanya mengangguk, Philip masih berkedip-kedip. Mulutnya ternganga, tak tahu harus merespon apa. "Ya ...," desahnya selang beberapa saat. Ketika tangisan Briony terdengar, barulah akal sehatnya terkumpul lagi. "Wow," Philip mengerjap. Ia membungkuk, mengelus rambut sang istri dengan perasaan yang bercampur aduk. "Kau sangat hebat, Sayang. Kau bisa melahirkan secepat itu." Barbara tersenyum bangga. "Usaha kita tidak sia-sia, Phil. Padahal, aku sempat ketakutan tadi. Desakan Briony sangat kuat. Tapi Louis dan Emily melarangku mengejan. Aku berusaha menahannya sampai akhirnya, aku menyerah." Philip berdecak kagum sekaligus tak percaya. Masih dengan tampang kaku, ia mengecup pelipis Barbara. "Kau luar biasa, Sayang. Aku senang kau tidak menemu

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 211. Bibi Mau Melahirkan!

    "Louis, Bibi sudah mau melahirkan!" Emily bangkit dengan lengkung alis tinggi. "Ya, kita harus segera membawa Bibi ke rumah sakit!" Tanpa membuang waktu, Louis meraih tangan Barbara, menariknya untuk berputar arah. "Ayo, Bibi. Kita kembali ke mobil." Akan tetapi, Barbara menggeleng. Wajahnya pucat, badannya tegang. Kakinya seolah menyatu dengan bumi. "Ada apa, Bibi?" "Panggil Philip," gumamnya lirih. "Apa?" "Panggil Philip!" Si Kembar mengerjap. Selang satu anggukan, mereka berlari menuju Philip. "Paman Philip! Paman Philip!" "Hei, kalian mau ke mana?" seru Barbara lagi. Si Kembar mengerem. Saat menoleh ke belakang, Barbara ternyata melambai-lambai. "Kenapa kalian meninggalkanku sendirian di sini?" Suaranya melengking. "Tadi Bibi menyuruh kami memanggil Paman Philip?" Louis menggeleng tak mengerti. "Ya, tapi jangan meninggalkan aku di sini." Sambil tertatih-tatih, ia beringsut mendekati Louis dan Emily. "Satu orang saja yang memanggil Philip. Satu orang lagi, pegangi aku!"

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 210. Kegugupan Barbara

    "Halo, Orion," bisik Emily saat bayi mungil dalam kotak membuka mata. Tangannya terulur, berusaha menggapai pipi gembul itu. Dari sisi lain boks, Louis juga melongok ke dalam. "Halo, Oscar." "Louis?" tegur Emily dengan mata bulat. "Kenapa kamu memanggilnya Oscar? Ini pertemuan pertama kita dengannya. Jangan membuat kesan buruk." Louis langsung mengerutkan bibir. "Oke, maaf. Aku sudah kebiasaan. Biar kuulang." Setelah berdeham, ia kembali menunduk. "Halo, Orion. Ini aku, Louis. Aku sepupumu." Emily tersenyum kecil dan mengangguk. "Itu baru benar." Usai mengacungkan jempol kepada Louis, ia melambaikan tangan ke bawah. "Dan aku Emily. Senang bertemu denganmu, Orion." Selama beberapa saat, dua balita itu sibuk mengamati Orion. Philip dan Barbara merasa terhibur mendengar komentar mereka. "Ternyata Paman Philip benar. Orion mirip kedua orang tuanya. Matanya mirip Bibi, sedangkan hidung dan mulutnya mirip paman." "Dagunya juga mirip Paman. Tapi rambutnya mirip Bibi." "Emily, coba k

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 209. Perjuangan Ava

    Seorang perawat berusaha menenangkan Ava. Akan tetapi, wanita itu terus menggeleng, menolak semua kata-kata yang ditujukan kepadanya. Ia sudah sangat lemas. Rasa sakit seakan merontokkan seluruh tulang dalam badannya. Otaknya tidak bisa lagi berfungsi dengan normal. "Tidak. Aku sudah tidak kuat. Aku tidak bisa melanjutkan." Setelah menarik napas berat, Jeremy akhirnya membungkuk. Perawat tadi pun bergeser. Jeremy jadi lebih leluasa untuk membelai rambut Ava yang basah oleh keringat serta wajahnya yang dibanjiri air mata. "Ava, bisakah kau mendengarku? Ava?" Tatapan mereka akhirnya bertemu. Jeremy bisa melihat keputusasaan dalam manik cokelat itu. "Aku tidak sanggup lagi, Jeremy. Aku tidak sanggup. Biar dokter saja yang mengeluarkannya. Aku tidak tahan lagi." Dada Jeremy seperti dicabik-cabik. Ia nyaris tersedak oleh rasa nyeri. Namun, sambil mengelus pundak Ava, ia menggeleng. "Tidak, aku kenal dirimu. Kamu bukanlah orang yang pantang menyerah, Ava. Kamu pasti bisa." "Tapi aku

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 208. Kegembiraan Louis dan Emily

    "Lihat ini, Brandon." Louis meletakkan setumpuk kertas foto di atas meja. Kemudian, satu per satu ia tunjukkan kepada temannya. "Ini foto Russell sedang menangis. Ini foto Russell sedang tertawa. Dan ini foto Russell sedang marah." "Apakah anak bayi sudah bisa marah? Bukankah dia masih terlalu muda untuk mengerti apa-apa?" Brandon menggeleng samar. Louis mengedikkan bahu. "Aku tidak tahu soal itu. Tapi kalau Russell melihat sesuatu yang tidak disukainya, tangannya terus mengepak dan mulutnya berbunyi ...." Louis meniru erangan bayi yang membuat penjaga perpustakaan melirik. "Russell juga punya tatapan tajam, Brandon. Kalau dia merasa terganggu oleh kita, dia akan melotot sambil mengerutkan alis." Emily menyentuh pangkal alisnya, memeriksa apakah bentuknya sudah sama seperti alis Russell pada gambar. Brandon tersenyum melihat ekspresi Emily. "Kurasa dia pasti sangat lucu saat marah." "Ya!" Emily mengangguk cepat. "Dia selalu lucu, setiap saat. Louis, tunjukkan foto Russell saat ma

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 207. Ulang Tahun Bersama Russell

    "Oh, lihatlah Russell, Louis. Bukankah dia sangat tampan? Dia sudah bersih dan wangi." Emily mendekatkan hidungnya ke wajah Russell. Ketika berhasil mencium pipi yang sangat lembut itu, Emily terkikik menahan tawa. Ia tidak ingin mengganggu Kara yang tertidur dalam pelukan Frank. "Ya, dia sangat tampan. Dia mirip denganku. Bukankah begitu, Nenek?" Louis mengangkat pandangannya ke arah wanita yang menggendong Russell. Susan tersenyum geli. "Ya, dia mirip denganmu. Hanya saja, hidungnya sedikit lebih mancung." Bibir Louis langsung mengerucut. Telunjuknya meruncing menyentuh hidungnya sendiri. "Mau setinggi apa hidung Russell nanti? Padahal, hidungku sudah sangat mancung." Susan terkekeh mendengar jawaban Louis. "Nenek hanya bercanda, Louis. Siapa yang lebih mancung itu bukan masalah. Yang penting adalah kalian sama-sama sehat." Louis mengangguk sepakat. Tangannya kini terangkat menyentuh kaki adiknya yang mungil. "Nenek, apakah Russell berat?" Susan sontak mengangkat alis. "Kau ma

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 206. Russell Lucu Sekali!

    "Halo, Anak Baik. Selamat datang." Kara merengkuh Russell dengan hati-hati, seolah makhluk kecil itu adalah mutiara yang sangat rapuh. Air mata terus mengucur di pelipisnya. Usai mengecup bayi yang diselimuti oleh handuk itu, Kara kembali berbisik, "Ini Mama, Russell. Mama senang akhirnya Mama bisa memelukmu begini." Sambil mengulum bibir, Frank ikut membungkuk. Ia mengelus punggung mungil itu, lalu mengecup kepalanya yang bergerak-gerak mengimbangi tangis. "Dan ini Papa, Russell. Papa juga senang kau akhirnya hadir di sini." Masih dengan senyum merekah dan mata merah, Frank menatap Kara lembut. Sebelum genangan keharuannya menetes lagi, ia cepat-cepat mengecup kening sang istri. Kara terpejam menerima kehangatan itu. "Terima kasih telah melahirkan putra kita, Ratu Lebah," bisik Frank serak. Kara tersenyum lebih lebar dan mengangguk samar. "Terima kasih telah menemaniku di sini.""Itulah yang seharusnya kulakukan sejak dulu." Frank mengelus pipi Kara sebelum mengecupnya lagi. "P

  • Anak Kembar sang Miliarder yang Dirahasiakan   S3| 205. Keluarlah, Russell!

    Kara sedang duduk di ranjang. Sambil memejamkan mata, ia berusaha mengatur napas. Kepalanya bersandar pada pundak bidang di sebelahnya. "Apakah ada kabar dari si Kembar?" tanya Kara lirih. Frank menggeleng samar. Tangannya terus memijat jemari Kara. "Kau tidak perlu mengkhawatirkan mereka, Ratu Lebah. Mereka anak-anak yang mandiri dan cerdas. Mereka pasti mengerti kalau kamu harus segera melahirkan. Mari merayakan ulang tahun mereka setelah Russell lahir, hmm?" Selang anggukan singkat, Kara menoleh. "Apakah kamu menangis?" Alis Frank sontak tertarik dahi. Sambil menjauhkan kepala agar karena lebih mudah melihatnya, ia menggeleng. "Kenapa kau berpikir aku menangis?" "Suaramu bergetar, Frank." Sambil mengerutkan bibir, Frank menarik napas panjang. "Aku tidak menangis." "Lalu mengapa matamu merah dan berair?" Frank berkedip tegas. "Aku tidak menangis," ulangnya dengan penekanan lebih. Masih dengan napas tersengal-sengal, Kara meloloskan tawa. Kepalanya sedikit miring, menanti gum

DMCA.com Protection Status