"Kau tak tahu rasa apa yang aku maksud?"Hanya beberapa sentimeter lagi maka bibir milik Ben akan bersentuhan dengan bibir milik Ivy. Wanita itu tentu saja panik. Ia ingin mendorong wajah Ben menjauh darinya. Akan tetapi, tubuhnya mengkhianatinya.Karena Ivy tak bisa mendorong wajah Ben menjauh, maka yang bisa Ivy lakukan adalah menahan napas sembari memejamkan mata seerat mungkin. Ivy tak sanggup melihat apa yang akan terjadi setelah ini.Ben menghentikan gerakannya sembari tersenyum kecil. Pria itu mendekatkan bibirnya pada dahi Ivy dan mencium bagian itu dengan lembut. Setelah beberapa detik, Ben melepas kecupan itu."Kenapa kau menutup matamu, hm? Kau mengharapkan apa?" Tanya Ben setelah menjauhkan wajahnya dari wajah Ivy. Ivy membuka mata dengan wajah merah padam karena sudah salah sangka. Wanita itu menutup wajahnya yang memerah menggunakan telapak tangan karena malu sudah berpikir yang tidak tidak."Kau mengharapkanku mencium bibirmu ya?" Tanya Ben dengan nada menggoda, sesek
"Kau darimana saja? Aku lelah menunggumu, bodoh,"Kai melempar kulit kacang yang sedang ia makan pada Ben begitu pria bermata coklat itu tiba di apartemen Jake. Ben melirik ke arah Kai sembari menghela napas, enggan meladeni adik dari sahabatnya itu.Begitu dekat dengan sofa, Ben segera merebahkan dirinya dengan nyaman, tepat di samping Kai yang saat ini memutar matanya tanpa menghentikan kunyahannya pada kacang yang sedang ia makan.Pria bermata amber itu melirik ke arah Ben dengan tatapan aneh, karena pria yang berprofesi sebagai CEO itu hanya menggunakan celana boxer pendek sepaha dengan kaos hitam polos yang menutupi tubuhnya."Kenapa pakaianmu terlihat santai begitu?"Pertanyaan yang Kai lontarkan membuat aktivitas Ben yang saat ini sedang mengetik sesuatu di layar ponselnya terhenti. Ben menolehkan kepalanya pada Kai dan memusatkan atensinya pada pria bermata amber itu dengan mata menyipit tajam, tak suka jika kegiatannya di ganggu."Aku habis dari luar," jawab Ben singkat, eng
"Kau mengetahui sesuatu tentang siapa yang mengejar Jake, Ben?" Kai menolehkan kepalanya saat suara Ben menyambar perkataan Jake, seolah pria itu tahu sesuatu tentang orang yang menyerang Jake.Ben menghela napas, lalu melirik ke arah Ethan, Jake dan Kai secara bergantian. Wajahnya terlihat tanpa ekspresi, dengan tatapan datar yang tak bisa diartikan, menimbulkan tanda tanya besar di benak Kai dan Caroline bersaudara. Setelah itu, pria bermata coklat itu memijat kepalanya yang terasa berdenyut sembari memejamkan mata.Hal ini tentu saja memancing rasa penasaran diantara ketiga pria itu. Kai yang memang pada dasarnya kepo dan selalu ingin tahu akan hal yang membuatnya penasaran mendekati Ben. Pria bermata amber itu menepuk lengannya dengan perlahan hingga Ben membuka matanya. Ben menolehkan kepalanya ke arah Kai dengan tatapan tajam miliknya. Jangan lupakan aura dominan pekat yang memenuhi ruangan ini, membuat Kai meneguk ludahnya karena merasa gentar. Kai ingin mengurungkan niatn
Ivy menggiring si kembar menuju ke ruang tengah setelah diantarkan oleh Ben untuk pulang. Wanita muda itu segera menyimpan tas dan beberapa kantung Snack yang ia dapatkan dari Ben di atas meja.Terra yang sudah kelelahan segera merebahkan dirinya di atas sofa dengan sebelah kakinya yang menjuntai ke bawah dengan posisi tubuh yang miring.Hal ini tentu saja berbahaya karena gadis kecil itu hampir saja terjatuh dari atas sofa andaikata Terry tak menahan tubuh adik kembarnya tepat waktu. Sebagai kakak yang baik, Terry segera membenarkan posisi tubuh Terra dengan mendorong tubuh gadis kecil itu agar menjauhi sisi pinggiran sofa. Dengan begitu, Terra tak akan terjatuh.Sedangkan Terry sendiri, ia merebahkan tubuhnya di atas lantai yang terbalut karpet tebal karena merasa tubuhnya sudah lemas terlalu lelah bermain saat berada di kolam renang.Bocah laki-laki itu menggunakan lengan sebagai pengganti bantal. Terry menutup matanya menggunakan seb
"Tentu saja bukan, sayang. Kalian anak Mommy. Tuan Ben bukan ayah kalian berdua," jawab Ivy setelah sekian lama terdiam dengan suara pelan, nyaris berbisik pada si kembar.Ivy melepaskan pelukannya pada Terry dan juga Terra, lalu menyeka air matanya sendiri. Karena cukup lama menangis—sekitar 10 menit—mata hijau milik Ivy terlihat memerah dan bengkak. Hidung wanita itu juga terlihat memerah dengan tatapan mata yang begitu sayu. Ivy tampak begitu kacau, berbeda dengan image dirinya yang dikenal sebagai wanita independen yang tahan banting. Hal ini juga tak jauh berbeda dengan kondisi Terra. "Maaf ya, gara gara Mommy menangis, kau juga ikut menangis, Terra," Ivy meminta maaf pada anak perempuannya sambil mengusap pipi chubby milik Terra, lalu mencium dengan lembut kedua mata milik Terra secara bergantian dengan begitu lembut dan penuh dengan kasih sayang.Terra tak berkata apapun dan memilih untuk mengangguk saja sebagai jawaban. Ia send
Tepat satu minggu setelah Ethan berhasil memecahkan kode khusus dari file yang telah dicuri oleh Steve dari dua orang pria yang tak dikenal, Ben belum mendapatkan informasi apapun mengenai penelusuran Ethan tentang hal yang berkaitan dengan Neva, tragedi mawar Hitam dan juga Tulip darah.Malah, belakangan ini Ben menjadi semakin sibuk karena banyak perusahaan yang mau bekerja sama dengannya di bidang perhotelan.Perluasan wilayah yang ia lakukan dengan Adam Corp rupanya membawa banyak investor asing untuk bekerja sama dengan Clayton Group, hingga Ben bisa meraup keuntungan luar biasa di pertengahan tahun ini.Beberapa file yang menumpuk terlihat memenuhi permukaan meja kerja yang sedang sedang Ben digunakan, hingga permukaan meja itu tak terlihat lagi dari arah luar. Kebanyakan dari file itu berisi tentang peninjauan tentang lokasi perhotelan yang akan dibangun ataupun tentang laporan keuangan perusahaan yang harus ia periksa dari para bawahannya.Ketika tengah memeriksa file keuangan
"Tunggu, siapa yang kau maksud little devil, Ben? Kau tak pernah membicarakannya denganku?" Tanya Steve dengan nada penasaran.Steve merapatkan kursinya ke arah Ben sembari tersenyum kecil, terlihat begitu ingin tahu siapa yang Ben maksud. Begitu sampai di samping adik kembarnya, Steve menopang dagu bersiap untuk mendengarkan penjelasan dari Ben —yang akan sangat sulit untuk di dapatkan— mengingat Ben adalah tipikal orang yang sulit terbuka pada orang lain.Ben memutar matanya malas melihat tingkah sang kakak yang ingin tahu akan urusannya. Ben mengambil amplop yang Steve sodorkan padanya dan melihatnya bolak balik tanpa ada niatan untuk membukanya."Bukan urusanmu," ujar Ben dengan nada datar setelah sekian lama terdiam, terlihat enggan untuk menjawab pertanyaan Steve yang terdengar tak bermutu di telinganya.Mata coklatnya dengan teliti menilik amplop itu dari segala sisi. Sebelah tangannya menopang di dagu dengan tatapan lelah. Karena merasa gemas Ben yang diam dan tak menjawab p
"Ethan, apa kau sudah bisa menebak siapa itu Neva?" Tanya Jake yang saat ini sedang memegang secangkir kopi di tangan kanannya. Sementara tangan kirinya digunakan untuk memegang file berisi data keuangan bulan lalu dari toko roti yang ia miliki.Pria bermata abu abu itu menolehkan kepalanya dari komputer pada lawan bicaranya. Matanya mengerjap sebentar, merasa kabur karena terlalu lama di depan layar komputer.Begitu penglihatannya sedikit jelas, Ethan tersenyum tipis sembari menggelengkan kepalanya. Helaan napas kasar keluar dari mulutnya."Belum. Aku belum menemukan petunjuk soal Neva," jawab Ethan dengan nada lesu.Wajah pria bermata abu-abu itu terlihat murung dan putus asa. Senyum itu begitu memuakkan di mata Jake, begitu palsu dan tidak alami.Rasanya, ia ingin memaki Ethan untuk tak tersenyum, apalagi dalam kondisi sulit seperti sekarang. Namun, melihat sinar mata sang adik yang begitu redup seolah tak memiliki semangat dan gairah hidup, Jake mengurungkan niatnya."Ah, begitu r
Setelah dirias oleh para pengantin professional selama dua jam lamanya, penampilan Ivy kini berubah drastis. Wanita sederhana yang saat ini sedang kebingungan itu terlihat berkali kali lipat lebih cantik daripada sebelumnya.Wajahnya yang seperti boneka dipoles sedemikian rupa, dengan gaun pengantin putih yang membalut tubuh rampingnya.Setelah memasangkan veil pada kepalanya, para perias itu pergi ke luar dari ruangan itu. Ivy menggigit bibirnya dan memegang dadanya lagi, merasa sesak dan juga tak nyaman.Ditengah kebingungannya itu, tiba tiba saja Ben datang menghampiri dirinya, dengan setelan jas hitam yang nampak gagah membalut tubuh kekarnya.Sejenak keduanya saling terkesima satu sama lain. Wajah Ivy sampai memerah melihat wajah Ben yang berkali kali lipat lebih tampan daripada biasanya. Meskipun kantung mata hitam tak bisa di samarkan dengan sempurna dari wajah pria tampan itu." Ben, jelaskan apa yang terjadi. Mengapa semuanya bisa terjadi seperti ini? Kenapa pernikahannya men
"Kalau aku mau uncle Kai menjadi Daddy ku," sela Terry yang entah sejak kapan datang. Semua orang yang ada di ruangan itu mengalihkan fokus mereka pada Terry yang saat ini terlihat begitu berkeringat. Bocah laki-laki itu mengipasi wajahnya yang terlihat memerah menggunakan buku yang entah di dapat dari mana.Terra memperhatikan kakak kembarnya dengan intens. Ada seberkas rasa tak suka saat Terry menyebutkan demikian. Maka dari itu, Terra turun dari pangkuan Kai dan segera menghampiri Terry, lalu memukul tangan bocah laki-laki itu dengan cukup kencang.Terry yang mendapat geplakan kasih sayang dari sang adik tentu saja tak terima. Mata hijaunya menatap Terra dengan tatapan tajam. Rahang bocah laki-laki itu mengetat. Wajahnya yang terlihat memerah karena kelelahan menjadi semakin merah karena marah."Kenapa kau malah memukul tanganku?" Tanya Terry dengan nada setengah berteriak. Ia hampir saja mendorong tubuh Terra ke belakang jika saja Ivy tak menarik gadis kecil itu ke belakang."I
"Ben, apakah kau sudah selesai dengan pekerjaanmu?" Tanya seorang pria paruh baya yang masih bugar di umurnya yang tak muda lagi.Ben yang sedang mengetik sesuatu di laptopnya tentu saja menghentikan kegiatannya. Matanya bergulir dari laptop menuju ke arah sumber suara. Di depannya, Ben bisa melihat seorang pria yang sangat ia kenali. "Oh, belum," sahut Ben singkat lalu kembali memusatkan perhatiannya pada laptop dan kembali mengetik, mengabaikan eksistensi pria yang saat ini berada di hadapannya dengan wajah tak bersalah."Aku sedang sibuk, Daddy Apa yang Daddy butuhkan? Katakan dengan cepat dan segera keluar dari sini,"Perkataan Ben yang merupakan pengusiran secara langsung membuat pria dengan postur yang sangat mirip dengan Ben itu tertawa keras. Pria itu menegang perutnya yang terasa keram.Ben melirik sebentar ke arah pria yang ia panggil Daddy itu secara sekilas, lalu memutar mata malas saat mendengar tawa nyaring yang terdengar menyebalkan di telinganya."Dad, suaramu membuat
"Well, sepertinya aku memang harus membicarakan hal ini, terutama kaitannya dengan penyembunyian statusku dan juga pelaku dari tragedi mawar hitam itu sendiri,"Ivy tersenyum miris pada dirinya sendiri. Dengan cepat, ia segera menarik rambut hitamnya yang panjang dan indah dari belakang dengan gerakan kasar. Wanita muda itu meringis kecil saat kepalanya terasa sangat sakit. Kai yang berada di hadapannya tentu saja terkejut dengan aksi dai wanita yang lebih muda darinya itu."Wow wow wow. Tunggu sebentar. Apa yang akan kau lakukan, Ivy?" Tanya Kai heran karena tak mengerti apa yang akan dilakukan oleh wanita beranak dua itu."Menarik apa yang tersembunyi," jawab Ivy ambigu, yang tentu menimbulkan tanda tanya besar di benak Leanore dan juga Kai."Maksudnya?" Tanya Leanore dengan nada pelan, benar benar gagal paham dengan apa yang Ivy katakan padanya."Aku akan menjelaskan itu nanti. Tapi bisakah kalian menarik rambutku terlebih dahulu?" Pinta Ivy dengan wajah memelas. Mata hijau itu t
"Bukti nyata. Tidak hanya sekedar omongan saja. Kau tahu sendiri bukan jika perkataanmu itu tak memiliki kekuatan hukum jika masalah ini akan di usut?"Perkataan yang Kai lontarkan memang benar adanya. Ivy termenung sembari menggigit bibir, merasa ada yang kurang untuk mengungkap Flora sebagai dalang dari dua kejadian mengerikan yang terjadi selama beberapa tahun ke belakang.Kurangnya bukti dan saksi membuat Ivy terperangkap kata katanya sendiri. Wajah wanita beranak dua itu terlihat kebingungan, namun disisi lain terlihat sedikit kesal karena menemukan jalan buntu, disaat semuanya akan terungkap.Kai yang melihat hal itu menampilkan senyuman tipisnya. Ia segera berdiri untuk mengambil makanan yang sekiranya bisa di gunakan untuk mengganjal perut yang terasa lapar, mengingat sekarang sudah hampir makan siang. Kai baru ingat jika dirinya belum makan apapun selain air yang tadi ia teguk hari ini."Kau mau kemana?" Tanya Leanore menginterupsi Kai yang bangkit dari sofa."Bukankah kita s
"Darimana kau mendapatkan kesimpulan jika Flora adalah dalang dari semua ini?"Ethan tak menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh kakak tirinya itu. Bibirnya terlihat melengkung ke atas dengan mata yang terpejam.Hal ini membuat Jake selaku kakak tak sedarah dari pria bermata abu abu itu merasa kebingungan dengan tingkah sang adik yang tak bisa ia baca."Kau tak tahu?" Tanya Ethan balik, dengan nada datar seperti biasa.Jake menggelengkan kepalanya. Jujur saja, ia merasa kebingungan dan terkejut disaat yang bersamaan, karena mendapat sekali banyak kejutan dan informasi dalam satu waktu. Kejadian hari ini terlalu sulit untuk di cerna oleh otaknya yang seolah tersetting untuk bisnis saja.Ethan tertawa kecil melihat sang kakak yang terlihat kebingungan, namun disisi lain juga terlihat sangat penasaran. Ia ingin menggoda Jake lebih lama, hitung hitung sebagai hiburannya dikala suntuk.Akan tetapi, Ethan tak melakukannya mengingat ia tak punya banyak waktu untuk bercanda si situasi gedu
"Haruskah aku mengatakannya?"Ivy bertanya pada kedua manusia yang berada di sampingnya dengan nada ragu. Mulutnya terlihat kelu saat didesak harus membuka tabir rahasia yang selama ini ia simpan rapat agar identitasnya tak ketahuan.Leanore dan Kai menganggukkan kepala sebagai tanda setuju. Suara Ivy tercekat di kerongkongan, seolah ada sesuatu yang menahannya. Lidahnya terasa kelu untuk mengatakan sebuah kalimat sebagai jawaban dari pertanyaan yang Kai lontarkan.Sejujurnya ia merasa bersalah karena menyembunyikan fakta sebesar ini, terutama "Neva" adalah sosok yang mengetahui semua tentang dua kejadian buruk yang menimpa Clayton Group hingga memakan banyak korban jiwa.Akan tetapi, disisi lain, jika ia membuka jati dirinya, maka hidupnya bisa dalam bahaya. Ini adalah sebuah pertaruhan yang sangat besar resikonya.Dirinya menimang nimang keputusan untuk mengungkap jati dirinya. Jika boleh dibandingkan, maka rahasia yang satu ini jauh lebih berat di katakan daripada saat ia menyembun
"Itu karena aku memiliki alasan tersendiri."Ivy mendesah malas seraya melihat ke arah jam di dinding, menikmati suara jarum jam yang entah kenapa menenangkan pikirannya yang tengah kusut seperti benang yang bertumpuk.Leanore tentu saja mengerutkan keningnya mendengar alasan yang Ivy lontarkan. Rasanya, wanita yang sudah menjadi rekan sekaligus dianggapnya adik itu menyembunyikan sesuatu yang sangat besar. Hal ini bisa terlihat dari cara pandang Ivy yang terlihat tak nyaman. Manik hijau yang bagaikan rusa itu bergulir tak tentu arah dengan gerakan tubuh yang tak nyaman. Leanore bisa melihat jika Ivy seolah ingin meninggalkan tempat ini secepat mungkin.Walaupun wajah Ivy terlihat lebih tenang daripada sebelumnya, tapi Leanore tahu jika Ivy sebenarnya tengah menyembunyikan keresahan hati yang saat ini ia rasakan.Wanita berambut merah terang itu menghela napas panjang. Ia ingin mendesak sahabatnya lebih jauh. Jujur saja, keputusan yang Ivy ambil sangatlah bodoh menurutnya. Leanore m
Jake sudah sampai di apartemennya karena panggilan Ethan yang menyuruhnya untuk cepat pulang ditengah jam kerjanya. Dengan tergesa, pria bermata hitam jelaga itu melepas sepatu yang ia kenakan dan melemparnya dengan asal.Tak berhenti sampai di sana saja, Jake juga melempar jas yang ia kenakan ke gantungan mantel yang berada dekat dengan pintu, hingga jas itu tergantung dengan asal. Setelah beres, pria itu segera melangkahkan kakinya menuju ke ruang tengah, tepat dimana sang adik menunggu dirinya.Jake bisa melihat jika ruang tengah sangat berantakan, seperti diterjang oleh badai topan. Kaleng bir yang berserakan di mana mana. Sampah yang berceceran di segala penjuru. Serta remah remah kue dah keripik yang bertebaran di setiap jengkal lantai yang ia pijaki. Jake juga bisa menemukan beberapa dalaman wanita yang tergantung di atas sofa. Jake menggeleng jijik sembari menggelengkan kepalanya, karena tak percaya jika apartemen yang ia sayangi ini tak ayal seperti tempat pembuangan sampah