(Romance - Mystery) Ivy Anderson, wanita beranak dua yang harus mendapatkan kesialan serta takdir buruk setelah bertemu dengan Ben Clayton, CEO Clayton Group yang paling berpengaruh di New York hanya karena kesalahan kecil. Ben yang terobsesi pada Ivy menghalalkan segala cara untuk mendekati Ivy, dimulai dari menaklukan si kembar Terra dan Terry maupun menggunakan cara kotor untuk mendapatkan Ivy. Apa motif Ben yang sebenarnya? Mampukah Ivy melepaskan diri dari Ben yang terobsesi padanya? "Bertekuk lututlah padaku jika kau ingin kedua anak kesayanganmu selamat dari cengkraman ku, Miss Ivy," "Tapi mereka adalah—" "Satu saja perintah dariku dilanggar, maka bersiaplah kemungkinan buruk yang menimpa mereka berdua. Bagaimana jika kita mulai dari si little devil, Terry Anderson?"
View More"Ben, kau harus segera menikah. Mommy menginginkan cucu darimu," ujar seorang wanita paruh baya yang kini berkacak pinggang tepat di hadapan seorang pria bernama Ben.
Pria yang dipanggil Ben itu memutar mata malas disertai dengan dengusan kesal. Ia mengalihkan tatapannya dari ponsel yang saat ini sedang ia pegang."Mom, aku masih berumur 29 tahun! Jangan terus menekanku untuk menikah!" Teriak Ben menimpali perkataan ibunya dengan urat leher yang menonjol."Lagipula, jika Mommy mau memaksa untuk menikah, maka suruhlah Steve karena ia adalah kakakku," balas Ben lagi sambil memalingkan tatapannya ke arah lain.Ini adalah bahasan yang sangat ingin ia hindari. Pernikahan. Hanya satu kata itu saja berhasil membuat Ben yang notebene adalah seorang pria penyuka kebebasan menjadi kesal.Pria itu tak menginginkan ikatan yang akan membelenggunya. Ben tidak suka di atur oleh orang lain. Karena menurut Ben, pernikahan berarti sama saja dengan menyerahkan setengah kebebasan yang ia miliki pada istrinya nanti.Sang ibu menghela napas kesal melihat tingkah laku anaknya yang sering membuatnya naik darah. Wanita paruh baya itu mengepalkan tangan dan segera mengambil tas jinjing dengan merek ternama dari atas meja, lalu melemparkannya pada Ben tanpa belas kasih."Mommy!" Teriak Ben kaget sekaligus kesakitan karena lemparan wanita itu mengenai tubuhnya. Sang ibu melotot hingga matanya hampir keluar, membuat nyali Ben untuk melawan ibunya menciut saat itu juga."Mommy menyuruhmu menikah karena Mommy khawatir pada pergaulanmu, Ben. Mommy hanya tak mau kau pergi ke klub malam dan membawa wanita jalang ke rumah ini,""Kalau begitu aku akan memanggil para pelacur itu ke apartemenku saja,""Bukan itu maksudku,"Wanita itu memijat kepalanya karena merasa pusing dengan tingkah laku anak bungsunya yang semakin menjadi jadi. Ia merasa gagal menjadi ibu karena Ben menjadi anak yang pembangkang dan sangat sulit untuk diatur. Mungkin salahnya juga karena selalu memanjakan anak itu."Ben, ibu melakukan hal ini demi kebaikanmu. Jika kau memiliki istri, setidaknya kau tak akan berteriak marah saat para pelacur itu tak bisa memuaskanmu,"Omongan ibunya terdengar frontal dan sangat vulgar, membuat Ben yang mendengarnya langsung malu. Wajah Ben memerah sempurna sampai ke telinga dengan tangan mengepal. Pria dewasa yang hampir mencapai umur tiga puluh tahun itu tak menyangka jika ibunya akan tahu akan rahasia kecilnya yang satu ini."Ibu, aku tidak—""Ibu akan mencarikan calon istri untukmu. Suka tidak suka, kau harus menerimanya Ben. Ibu tidak mau lagi mendengar alasanmu,"Ben mengerang kesal mendengar keputusan ibunya. Dengan amarah yang membludak, Ben segera berdiri dan meninggalkan ruang tamu menuju ke garasi mobil. Ia harus menenangkan pikirannya yang saat ini tengah kacau balau."Ben! Jangan pergi!"Ben tak mendengar perkataan ibunya. Ia segera mengendarai mobil Lamborghini mewah yang baru saja ia beli seminggu yang lalu menuju ke sebuah bar ternama di kota New York. Mobil mewah itu melesat membelah jalanan dengan apik, membuat decakan iri bagi para pengendara lain yang melewatinya.Tak membutuhkan waktu yang lama, cukup 10 menit saja mobil Lamborghini milik Ben kini telah tiba di sebuah bar ternama di kota New York. Setelah memarkirkan mobilnya ditempat parkiran khusus, Ben pun segera melangkahkan kakinya menuju ke dalam bar itu.Saat baru saja masuk, Ben langsung disambut oleh teman lamanya, Archer yang merupakan pemilik bar mewah paling bergensi di kota New York. Ben mengenal Archer sejak sekolah menengah atas karena merasa memiliki hobi yang sama, yakni mengoleksi para perempuan cantik untuk di "mainkan"."Wow dude. Aku tak menyangka kau akan datang lagi ke barku," ujar Archer dengan senyuman ramah. Ia segera mengalungkan tangannya di pundak milik Ben dan segera menyeret pemuda itu menuju kemeha bartender."Apa yang ingin kau minum?""Vodka satu botol,"Archer melotot saat mendengar pesanan dari kawan lamanya. Ia segera menolehkan kepalanya dan menatap Ben dengan tatapan tak percaya."Satu botol? Kau mau membunuh dirimu sendiri?""Tidak perlu banyak bertanya dan berikan pesananku. Aku ingin meringankan kepalaku yang terasa berat ini,"Archer menghela napas kasar lalu segera meminta bartender untuk menyiapkan pesanan milik Ben. Pria berambut cepak dengan kebangsaan Kanada itu berjanji akan menghentikan Ben apabila pria itu sudah mabuk berat."Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu untuk menyambut tamu lainnya. Kau diamlah disini dan minumlah dengan tenang. Jika butuh sesuatu, panggil aku,"Archer menepuk bahu milik Ben dan segera pergi dari tempat duduknya setelah mengatakan hal itu. Ben yang tak peduli mengendikkan bahu, lalu segera meminum minumannya seperti tengah meneguk air putih.Saat sudah meneguk setengah botol dari minuman alkohol itu, kepala Ben terasa berat dan matanya berkunang kunang. Pria itu merasa tubuhnya sangat ringan. Wajahnya memerah dengan bau Vodka yang begitu menyengat dari mulutnya.Karena merasa pusing luar biasa, Ben pun meninggalkan bar milik Archer setelah membayar Vodka yang belum habis. Pria itu berjalan menuju parkiran dengan langkah sempoyongan. Sedikit saja ditepuk, sepertinya Ben akan jatuh.Saat berada di dalam mobil, mata cokelat miliknya tanpa sengaja menangkap seorang gadis cantik yang melintas di depannya. Gadis itu mengenakan sweater putih dengan celana jeans yang membentuk lekuk tubuhnya yang begitu indah. Wajah boneka itu membuat Ben merasakan sesuatu yang ingin meledak dalam dirinya.Tanpa ragu, Ben segera menghampiri gadis itu, lalu menyeretnya ke gang sepi yang sangat jarang dilalui oleh orang lain. Gadis itu memberontak dan berteriak, namun Ben tampaknya tak peduli."Diamlah, jalang sialan. Lebih baik kau mendesahkan namaku saja daripada memberontak seperti ini," ujar Ben dengan nada kesal karena gadis di hadapannya terus menerus melakukan perlawanan."Tidak! Aku akan melawanmu untuk menjaga kehormatanku, Tuan. Lebih baik lepaskan aku!" Ujar gadis itu berteriak.Ben yang merasa pusing dengan ocehan itu segera membungkam mulut gadis yang tak ia kenal itu dengan sebelah tangan, lalu merobek paksa baju yang dikenakan oleh gadis itu dengan tangan lainnya. Gadis itu menangis dalam dekapan Ben."Jangan menangis, sayang. Karena aku akan membuatmu melupakan segalanya malam ini," Ben berkata dengan nada seduktif untuk menenangkan gadis itu. Namun sayang, bukannya tenang, air mata gadis itu malah semakin deras.Dan peristiwa mengerikan di malam itu pun dimulai. Ben memperkosa gadis itu tanpa rasa kasihan, mengabaikan teriakan dan umpatan yang dilayangkan oleh gadis itu padanya.Yang ada dalam kepala Ben saat ini hanyalah memuaskan napsunya saja. Pria itu bahkan tak menggunakan pengaman untuk kegiatan gilanya ini.Setelah selesai, Ben pun pingsan karena kelelahan sekaligus efek dari alkohol yang ia minum. Pria itu langsung terbaring di gang kecil di sana.Gadis yang diperkosa oleh Ben memeluk tubuhnya sendiri sambil menangis. Dengan tubuh gemetar dan rasa sakit yang menjalar pada bagian bawahnya, ia mengambil pakaian milik Ben dan menggunakan benda itu pada tubuhnya. Gadis itu pun berjalan dengan terpincang meninggalkan Ben sendirian di gang mengerikan itu.Pada pukul 3 pagi, Ben pun terbangun dari pingsannya. Pria itu memegang kepalanya yang terasa berdenyut. Rasa pusing yang mendera kepalanya terasa semakin menjadi jadi. Dengan sisa kesadaran yang ada, ia pun segera memanggil Archer itu membawa dirinya ke apartemen.Archer pun datang tak lama kemudian. Pria berambut cepak itu terlonjak kaget saat melihat Ben yang tampak begitu berantakan, dengan bau sperma yang menguar dari tubuh pria itu. Selain itu, Archer juga menemukan tetesan darah dan juga sweater putih milik wanita di tanah."Sialan! Kau sudah melakukan apa sampai seperti ini, Ben? Apa kau memperkosa seseorang?""Jangan banyak bicara dan bawa aku ke apartemenku. Kepalaku sakit," bentak Ben sambil memegang kepalanya yang terasa berat.Archer mendengkus kesal lalu segera membopong sahabatnya itu menuju ke garasi, dan mengantarkan pria itu pulang ke apartemen miliknya, melupakan kegiatan panas dan gadis cantik itu begitu saja.Setelah dirias oleh para pengantin professional selama dua jam lamanya, penampilan Ivy kini berubah drastis. Wanita sederhana yang saat ini sedang kebingungan itu terlihat berkali kali lipat lebih cantik daripada sebelumnya.Wajahnya yang seperti boneka dipoles sedemikian rupa, dengan gaun pengantin putih yang membalut tubuh rampingnya.Setelah memasangkan veil pada kepalanya, para perias itu pergi ke luar dari ruangan itu. Ivy menggigit bibirnya dan memegang dadanya lagi, merasa sesak dan juga tak nyaman.Ditengah kebingungannya itu, tiba tiba saja Ben datang menghampiri dirinya, dengan setelan jas hitam yang nampak gagah membalut tubuh kekarnya.Sejenak keduanya saling terkesima satu sama lain. Wajah Ivy sampai memerah melihat wajah Ben yang berkali kali lipat lebih tampan daripada biasanya. Meskipun kantung mata hitam tak bisa di samarkan dengan sempurna dari wajah pria tampan itu." Ben, jelaskan apa yang terjadi. Mengapa semuanya bisa terjadi seperti ini? Kenapa pernikahannya men
"Kalau aku mau uncle Kai menjadi Daddy ku," sela Terry yang entah sejak kapan datang. Semua orang yang ada di ruangan itu mengalihkan fokus mereka pada Terry yang saat ini terlihat begitu berkeringat. Bocah laki-laki itu mengipasi wajahnya yang terlihat memerah menggunakan buku yang entah di dapat dari mana.Terra memperhatikan kakak kembarnya dengan intens. Ada seberkas rasa tak suka saat Terry menyebutkan demikian. Maka dari itu, Terra turun dari pangkuan Kai dan segera menghampiri Terry, lalu memukul tangan bocah laki-laki itu dengan cukup kencang.Terry yang mendapat geplakan kasih sayang dari sang adik tentu saja tak terima. Mata hijaunya menatap Terra dengan tatapan tajam. Rahang bocah laki-laki itu mengetat. Wajahnya yang terlihat memerah karena kelelahan menjadi semakin merah karena marah."Kenapa kau malah memukul tanganku?" Tanya Terry dengan nada setengah berteriak. Ia hampir saja mendorong tubuh Terra ke belakang jika saja Ivy tak menarik gadis kecil itu ke belakang."I
"Ben, apakah kau sudah selesai dengan pekerjaanmu?" Tanya seorang pria paruh baya yang masih bugar di umurnya yang tak muda lagi.Ben yang sedang mengetik sesuatu di laptopnya tentu saja menghentikan kegiatannya. Matanya bergulir dari laptop menuju ke arah sumber suara. Di depannya, Ben bisa melihat seorang pria yang sangat ia kenali. "Oh, belum," sahut Ben singkat lalu kembali memusatkan perhatiannya pada laptop dan kembali mengetik, mengabaikan eksistensi pria yang saat ini berada di hadapannya dengan wajah tak bersalah."Aku sedang sibuk, Daddy Apa yang Daddy butuhkan? Katakan dengan cepat dan segera keluar dari sini,"Perkataan Ben yang merupakan pengusiran secara langsung membuat pria dengan postur yang sangat mirip dengan Ben itu tertawa keras. Pria itu menegang perutnya yang terasa keram.Ben melirik sebentar ke arah pria yang ia panggil Daddy itu secara sekilas, lalu memutar mata malas saat mendengar tawa nyaring yang terdengar menyebalkan di telinganya."Dad, suaramu membuat
"Well, sepertinya aku memang harus membicarakan hal ini, terutama kaitannya dengan penyembunyian statusku dan juga pelaku dari tragedi mawar hitam itu sendiri,"Ivy tersenyum miris pada dirinya sendiri. Dengan cepat, ia segera menarik rambut hitamnya yang panjang dan indah dari belakang dengan gerakan kasar. Wanita muda itu meringis kecil saat kepalanya terasa sangat sakit. Kai yang berada di hadapannya tentu saja terkejut dengan aksi dai wanita yang lebih muda darinya itu."Wow wow wow. Tunggu sebentar. Apa yang akan kau lakukan, Ivy?" Tanya Kai heran karena tak mengerti apa yang akan dilakukan oleh wanita beranak dua itu."Menarik apa yang tersembunyi," jawab Ivy ambigu, yang tentu menimbulkan tanda tanya besar di benak Leanore dan juga Kai."Maksudnya?" Tanya Leanore dengan nada pelan, benar benar gagal paham dengan apa yang Ivy katakan padanya."Aku akan menjelaskan itu nanti. Tapi bisakah kalian menarik rambutku terlebih dahulu?" Pinta Ivy dengan wajah memelas. Mata hijau itu t
"Bukti nyata. Tidak hanya sekedar omongan saja. Kau tahu sendiri bukan jika perkataanmu itu tak memiliki kekuatan hukum jika masalah ini akan di usut?"Perkataan yang Kai lontarkan memang benar adanya. Ivy termenung sembari menggigit bibir, merasa ada yang kurang untuk mengungkap Flora sebagai dalang dari dua kejadian mengerikan yang terjadi selama beberapa tahun ke belakang.Kurangnya bukti dan saksi membuat Ivy terperangkap kata katanya sendiri. Wajah wanita beranak dua itu terlihat kebingungan, namun disisi lain terlihat sedikit kesal karena menemukan jalan buntu, disaat semuanya akan terungkap.Kai yang melihat hal itu menampilkan senyuman tipisnya. Ia segera berdiri untuk mengambil makanan yang sekiranya bisa di gunakan untuk mengganjal perut yang terasa lapar, mengingat sekarang sudah hampir makan siang. Kai baru ingat jika dirinya belum makan apapun selain air yang tadi ia teguk hari ini."Kau mau kemana?" Tanya Leanore menginterupsi Kai yang bangkit dari sofa."Bukankah kita s
"Darimana kau mendapatkan kesimpulan jika Flora adalah dalang dari semua ini?"Ethan tak menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh kakak tirinya itu. Bibirnya terlihat melengkung ke atas dengan mata yang terpejam.Hal ini membuat Jake selaku kakak tak sedarah dari pria bermata abu abu itu merasa kebingungan dengan tingkah sang adik yang tak bisa ia baca."Kau tak tahu?" Tanya Ethan balik, dengan nada datar seperti biasa.Jake menggelengkan kepalanya. Jujur saja, ia merasa kebingungan dan terkejut disaat yang bersamaan, karena mendapat sekali banyak kejutan dan informasi dalam satu waktu. Kejadian hari ini terlalu sulit untuk di cerna oleh otaknya yang seolah tersetting untuk bisnis saja.Ethan tertawa kecil melihat sang kakak yang terlihat kebingungan, namun disisi lain juga terlihat sangat penasaran. Ia ingin menggoda Jake lebih lama, hitung hitung sebagai hiburannya dikala suntuk.Akan tetapi, Ethan tak melakukannya mengingat ia tak punya banyak waktu untuk bercanda si situasi gedu
"Haruskah aku mengatakannya?"Ivy bertanya pada kedua manusia yang berada di sampingnya dengan nada ragu. Mulutnya terlihat kelu saat didesak harus membuka tabir rahasia yang selama ini ia simpan rapat agar identitasnya tak ketahuan.Leanore dan Kai menganggukkan kepala sebagai tanda setuju. Suara Ivy tercekat di kerongkongan, seolah ada sesuatu yang menahannya. Lidahnya terasa kelu untuk mengatakan sebuah kalimat sebagai jawaban dari pertanyaan yang Kai lontarkan.Sejujurnya ia merasa bersalah karena menyembunyikan fakta sebesar ini, terutama "Neva" adalah sosok yang mengetahui semua tentang dua kejadian buruk yang menimpa Clayton Group hingga memakan banyak korban jiwa.Akan tetapi, disisi lain, jika ia membuka jati dirinya, maka hidupnya bisa dalam bahaya. Ini adalah sebuah pertaruhan yang sangat besar resikonya.Dirinya menimang nimang keputusan untuk mengungkap jati dirinya. Jika boleh dibandingkan, maka rahasia yang satu ini jauh lebih berat di katakan daripada saat ia menyembun
"Itu karena aku memiliki alasan tersendiri."Ivy mendesah malas seraya melihat ke arah jam di dinding, menikmati suara jarum jam yang entah kenapa menenangkan pikirannya yang tengah kusut seperti benang yang bertumpuk.Leanore tentu saja mengerutkan keningnya mendengar alasan yang Ivy lontarkan. Rasanya, wanita yang sudah menjadi rekan sekaligus dianggapnya adik itu menyembunyikan sesuatu yang sangat besar. Hal ini bisa terlihat dari cara pandang Ivy yang terlihat tak nyaman. Manik hijau yang bagaikan rusa itu bergulir tak tentu arah dengan gerakan tubuh yang tak nyaman. Leanore bisa melihat jika Ivy seolah ingin meninggalkan tempat ini secepat mungkin.Walaupun wajah Ivy terlihat lebih tenang daripada sebelumnya, tapi Leanore tahu jika Ivy sebenarnya tengah menyembunyikan keresahan hati yang saat ini ia rasakan.Wanita berambut merah terang itu menghela napas panjang. Ia ingin mendesak sahabatnya lebih jauh. Jujur saja, keputusan yang Ivy ambil sangatlah bodoh menurutnya. Leanore m
Jake sudah sampai di apartemennya karena panggilan Ethan yang menyuruhnya untuk cepat pulang ditengah jam kerjanya. Dengan tergesa, pria bermata hitam jelaga itu melepas sepatu yang ia kenakan dan melemparnya dengan asal.Tak berhenti sampai di sana saja, Jake juga melempar jas yang ia kenakan ke gantungan mantel yang berada dekat dengan pintu, hingga jas itu tergantung dengan asal. Setelah beres, pria itu segera melangkahkan kakinya menuju ke ruang tengah, tepat dimana sang adik menunggu dirinya.Jake bisa melihat jika ruang tengah sangat berantakan, seperti diterjang oleh badai topan. Kaleng bir yang berserakan di mana mana. Sampah yang berceceran di segala penjuru. Serta remah remah kue dah keripik yang bertebaran di setiap jengkal lantai yang ia pijaki. Jake juga bisa menemukan beberapa dalaman wanita yang tergantung di atas sofa. Jake menggeleng jijik sembari menggelengkan kepalanya, karena tak percaya jika apartemen yang ia sayangi ini tak ayal seperti tempat pembuangan sampah
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments