“Keysha belum ditangkap. Untuk sementara tetaplah di rumah karena kita tidak tahu, apa yang mungkin dilakukannya.”Evan langsung mengajak bicara Renata begitu pulang kerja. Mereka kini berada di kamar membahas masalah Keysha yang menjadi tersangka.“Ya, Elang tadi juga mengirimkan pesan jika memang Keysha pelaku penusukan itu. Istri Henry yang cerita, ketika Elang datang ke sana untuk melayat,” ujar Renata kemudian.Evan mengangguk-angguk mendengar ucapan Renata. Dia pun semakin cemas jika Keysha berbuat hal gila lainnya.“Keysha benar-benar sudah tidak waras. Semoga saja dia cepat ditangkap agar tidak meresahkan,” ucap Evan kemudian.Renata begitu cemas mendengar cerita tentang Keysha, hanya masih tidak percaya jika wanita itu bisa berubah sangat kejam.“Oh ya, Van. Aku ingin membahas ini, tapi lupa karena kamu masih memikirkan tentang meninggalnya Henry,” ujar Renata sangat mengingat sesuatu“Apa, hm?” tanya Evan sambil mengusap rambut Renata.“Ini soal Mama,” jawab Renata.Evan lan
Renata kembali ke kamar setelah meminum susu yang dibuatkan Margaret. Dia masuk dan langsung naik ke ranjang.“Sudah?” tanya Evan yang memang belum tidur dan masih mengecek berkas.Evan pun menutup berkas yang dibaca dan meletakkan di atas nakas saat Renata naik ranjang.“Sudah, tadi Mama yang bikinin,” jawab Renata sambil menarik selimut untuk menutupi kedua kaki.“Mama?” Evan mengerutkan alis.Renata mengangguk mendengar ucapan Evan.“Sepertinya akhir-akhir ini jantung Mama sering kambuh, ya?” Renata masih memikirkan kondisi Margaret.Tentu saja ucapan Renata membuat Evan terkejut dan langsung menoleh ke istrinya itu.“Kamu lihat Mama kambuh?” tanya Evan panik.“Tidak secara langsung, hanya saja tadi Mama minum obat. Pas aku tanya, katanya hanya nyeri saja. Tapi tetap saja aku cemas,” jawab Renata terlihat sedih.“Nanti aku coba bicara ke Mama. Kalau memang kambuh, lebih baik melakukan pemeriksaan untuk memastikan,” ujar Evan kemudian.Renata mengangguk-angguk setuju mendengar ucapa
Margaret sangat terkejut karena ada yang mencoba menusuk putranya. Dia panik sampai berteriak keras.“Evan! Tolong!”Evan sendiri langsung menahan tangan orang yang hendak menusuknya, membuat ujung belati tak sampai ke perutnya.Pria yang berusaha menusuk Evan pun panik karena serangannya berhasil ditahan. Dia mencoba mendorong belati itu agar bisa menusuk Evan.“Tolong!” Margaret berteriak keras agar ada yang membantu putranya.Evan berusaha menahan tangan pria itu yang hampir menusuknya dengan kedua telapak tangan. Hingga akhirnya Evan menendang kaki pria itu, membuat penyerangnya itu berlutut di tanah.Di saat yang bersamaan, satpam rumah sakit dan beberapa orang berlarian mendekat karena mendengar teriakan Margaret.Evan berhasil memukul tangan pria yang menyerangnya, membuat belati yang dipegang jatuh. Dia lantas meringkus dengan menahan di tanah.“Tolong putraku,” pinta Margaret meminta satpam untuk membantu meringkus orang yang hendak menyerang putranya.Satpam membantu Evan me
“Kok Mama pulangnya lama? Katanya tadi sudah dalam perjalanan pulang?” tanya Renata begitu melihat mertuanya masuk rumah.Margaret terkejut ditodong pertanyaan Renata, tapi berusaha untuk tetap tenang.“Oh, tadi ban mobilnya mendadak kempes, jadi nunggu diganti dulu,” jawab Margaret sekenanya.Renata pun mengangguk-angguk percaya mendengar jawaban Margaret.“Oh ya, Ma. Sudah lihat berita hari ini?” tanya Renata kemudian.Renata merangkul tangan sang mertua, lantas mengajak duduk di ruang keluarga.“Berita apa?” tanya Margaret karena sejak kejadian penyerangan tadi, sama sekali belum membuka ponsel.Renata mengambil remote televisi, lalu mencari-cari saluran berita yang tadi dilihatnya.“Itu, Ma.” Renata menunjuk ke televisi.Margaret pun menonton saluran berita yang sedang menyiarkan informasi penggebrekan sebuah rumah kontrakan yang diyakini ditinggali Keysha.“Dia masih belum tertangkap, ya?” Margaret tiba-tiba cemas, apalagi tadi Evan hampir celaka.“Iya, Ma. Aku juga tidak paham,
“Apa mamaku memberikan semua yang aku inginkan?” tanya Keysha ketika pria yang menemui ibunya datang.“Aku tidak tahu. Tugasku hanya mengambil ini, bukan mengeceknya.” Pria itu memberikan tas besar yang dibawanya ke Keysha.Keysha mencebik mendengar ucapan pria itu. Dia lantas membuka tas untuk melihat isinya.“Mamamu bilang agar kamu pulang saja, dia berkata kalau akan membantumu menghadapi semua masalah yang terjadi,” kata pria itu menyampaikan apa yang dikatakan ibu Keysha.“Ya, mengatasi masalah dengan membiarkanku masuk penjara,” ujar Keysha tanpa memandang ke pria yang bersamanya.Keysha sudah membuka tas itu, hingga terkejut melihat isinya.“Apa ini? Di mana uang yang aku inginkan?” Keysha mengobrak-abrik isi tas yang hanya berisi pakaian.Pria yang bersama Keysha terkejut mendengar ucapan wanita itu.“Kamu mengambil uangku?” Keysha begitu murka. Dia lantas berdiri hingga saling berhadapan dengan pria itu.Pria itu terkejut mendengar tuduhan Keysha. Dia saja tidak melihat apa i
“Kamu masih tidak bosan makan mangga muda?” tanya Evan keheranan saat baru saja keluar dari kamar mandi, melihat istrinya sedang makan mangga, meski hari sudah malam.Renata menoleh ke Evan, hingga kemudian tersenyum lebar.“Aku pengen,” jawab Renata.Evan pun menghampiri Renata, lantas duduk bersama istrinya itu. Dia melihat sepiring penuh mangga muda lengkap dengan sambal kacang.“Aku merinding tiap lihat kamu makan mangga muda, Re. Herannya, kamu juga tidak pernah sakit perut karena kebanyakan makan asam,” ujar Evan sampai meringis membayangkan betapa asamnya buah itu.“Kok doain aku sakit perut?” Renata menyipitkan mata ke suaminya.“Bukan doain, Re. tapi keheranan,” ujar Evan menjelaskan, gemas kalau Renata sudah mode manja.“Ya, namanya juga pengen, Van. Ini masih mending hanya mangga muda, kalau aku minta yang aneh-aneh, kamu nanti makin pusing,” balas Renata.“Iya, iya. Gini aja ngambek, aku hanya bercanda.” Evan sampai mencubit hidung istrinya karena gemas.Renata sendiri tet
Setelah semua yang terjadi, akhirnya Renata dan Evan bisa menjalani hari dengan tenang.Ini sudah sebulan sejak penangkapan Keysha. Renata hari itu pergi ke rumah sakit bersama Evan untuk melakukan pemeriksaan kehamilan seperti biasa.“Dia masih kecil, perutmu saja masih kecil,” ucap Evan sambil mengelus perut Renata.“Baru juga lima bulan, Van. Lihat saja nanti, dia sudah sebesar apa,” balas Renata.Evan semakin mengusap perut Renata, merasakan perut sang istri yang sudah sedikit besar.“Nyonya Renata.” Perawat memanggil nama Renata untuk melakukan pemeriksaan.Renata dan Evan pun berdiri, mereka masuk untuk bertemu dokter. Seperti biasa, Renata menyampaikan yang dirasakan selama trimester kedua, sebelum kemudian naik ke ranjang untuk diperiksa.“Bayinya sehat. Berat badan dan panjangnya ideal,” ucap dokter sambil menggerakkan alat USG di atas perut Renata, lantas memperbesar resolusi gambar di monitor.“Detak jantungnya juga normal, semua dalam kondisi baik,” ucap dokter lantas mena
“Apa semuanya sudah siap?” tanya Margaret sambil mengecek koper yang akan dibawa.Hari itu Margaret dan yang lain akan pergi menghadiri pernikahan Stef. Mereka harus datang lebih awal karena akan membantu persiapan pernikahan Stef dan Mely.“Sepertinya sudah semua, Ma.” Renata ikut mengecek koper bawaan mereka.Margaret pun kembali mengecek dan memang sudah lengkap. Dia lantas menatap perut Renata yang sudah terlihat membuncit karena kini usianya sudah menginjak 6 bulan.“Kamu tidak masalah ‘kan naik pesawat?” tanya Margaret yang mencemaskan kondisi Renata.“Tidak masalah, Ma. Malah lebih enak naik pesawat daripada mobil,” jawab Renata kemudian memilih duduk sambil menunggu yang lain siap.“Iya, juga. Naik mobil juga meski santai tapi tetap membutuhkan waktu lama,” gumam Margaret kemudian.Renata tersenyum mendengar ucapan sang mertua, satu tangan mengelus perut perlahan.“Kenapa kamu terus mengusap perutmu? Sakit?” tanya Margaret cemas.Renata terkejut mendengar pertanyaan Margaret,