Margaret sangat terkejut karena ada yang mencoba menusuk putranya. Dia panik sampai berteriak keras.“Evan! Tolong!”Evan sendiri langsung menahan tangan orang yang hendak menusuknya, membuat ujung belati tak sampai ke perutnya.Pria yang berusaha menusuk Evan pun panik karena serangannya berhasil ditahan. Dia mencoba mendorong belati itu agar bisa menusuk Evan.“Tolong!” Margaret berteriak keras agar ada yang membantu putranya.Evan berusaha menahan tangan pria itu yang hampir menusuknya dengan kedua telapak tangan. Hingga akhirnya Evan menendang kaki pria itu, membuat penyerangnya itu berlutut di tanah.Di saat yang bersamaan, satpam rumah sakit dan beberapa orang berlarian mendekat karena mendengar teriakan Margaret.Evan berhasil memukul tangan pria yang menyerangnya, membuat belati yang dipegang jatuh. Dia lantas meringkus dengan menahan di tanah.“Tolong putraku,” pinta Margaret meminta satpam untuk membantu meringkus orang yang hendak menyerang putranya.Satpam membantu Evan me
“Kok Mama pulangnya lama? Katanya tadi sudah dalam perjalanan pulang?” tanya Renata begitu melihat mertuanya masuk rumah.Margaret terkejut ditodong pertanyaan Renata, tapi berusaha untuk tetap tenang.“Oh, tadi ban mobilnya mendadak kempes, jadi nunggu diganti dulu,” jawab Margaret sekenanya.Renata pun mengangguk-angguk percaya mendengar jawaban Margaret.“Oh ya, Ma. Sudah lihat berita hari ini?” tanya Renata kemudian.Renata merangkul tangan sang mertua, lantas mengajak duduk di ruang keluarga.“Berita apa?” tanya Margaret karena sejak kejadian penyerangan tadi, sama sekali belum membuka ponsel.Renata mengambil remote televisi, lalu mencari-cari saluran berita yang tadi dilihatnya.“Itu, Ma.” Renata menunjuk ke televisi.Margaret pun menonton saluran berita yang sedang menyiarkan informasi penggebrekan sebuah rumah kontrakan yang diyakini ditinggali Keysha.“Dia masih belum tertangkap, ya?” Margaret tiba-tiba cemas, apalagi tadi Evan hampir celaka.“Iya, Ma. Aku juga tidak paham,
“Apa mamaku memberikan semua yang aku inginkan?” tanya Keysha ketika pria yang menemui ibunya datang.“Aku tidak tahu. Tugasku hanya mengambil ini, bukan mengeceknya.” Pria itu memberikan tas besar yang dibawanya ke Keysha.Keysha mencebik mendengar ucapan pria itu. Dia lantas membuka tas untuk melihat isinya.“Mamamu bilang agar kamu pulang saja, dia berkata kalau akan membantumu menghadapi semua masalah yang terjadi,” kata pria itu menyampaikan apa yang dikatakan ibu Keysha.“Ya, mengatasi masalah dengan membiarkanku masuk penjara,” ujar Keysha tanpa memandang ke pria yang bersamanya.Keysha sudah membuka tas itu, hingga terkejut melihat isinya.“Apa ini? Di mana uang yang aku inginkan?” Keysha mengobrak-abrik isi tas yang hanya berisi pakaian.Pria yang bersama Keysha terkejut mendengar ucapan wanita itu.“Kamu mengambil uangku?” Keysha begitu murka. Dia lantas berdiri hingga saling berhadapan dengan pria itu.Pria itu terkejut mendengar tuduhan Keysha. Dia saja tidak melihat apa i
“Kamu masih tidak bosan makan mangga muda?” tanya Evan keheranan saat baru saja keluar dari kamar mandi, melihat istrinya sedang makan mangga, meski hari sudah malam.Renata menoleh ke Evan, hingga kemudian tersenyum lebar.“Aku pengen,” jawab Renata.Evan pun menghampiri Renata, lantas duduk bersama istrinya itu. Dia melihat sepiring penuh mangga muda lengkap dengan sambal kacang.“Aku merinding tiap lihat kamu makan mangga muda, Re. Herannya, kamu juga tidak pernah sakit perut karena kebanyakan makan asam,” ujar Evan sampai meringis membayangkan betapa asamnya buah itu.“Kok doain aku sakit perut?” Renata menyipitkan mata ke suaminya.“Bukan doain, Re. tapi keheranan,” ujar Evan menjelaskan, gemas kalau Renata sudah mode manja.“Ya, namanya juga pengen, Van. Ini masih mending hanya mangga muda, kalau aku minta yang aneh-aneh, kamu nanti makin pusing,” balas Renata.“Iya, iya. Gini aja ngambek, aku hanya bercanda.” Evan sampai mencubit hidung istrinya karena gemas.Renata sendiri tet
Setelah semua yang terjadi, akhirnya Renata dan Evan bisa menjalani hari dengan tenang.Ini sudah sebulan sejak penangkapan Keysha. Renata hari itu pergi ke rumah sakit bersama Evan untuk melakukan pemeriksaan kehamilan seperti biasa.“Dia masih kecil, perutmu saja masih kecil,” ucap Evan sambil mengelus perut Renata.“Baru juga lima bulan, Van. Lihat saja nanti, dia sudah sebesar apa,” balas Renata.Evan semakin mengusap perut Renata, merasakan perut sang istri yang sudah sedikit besar.“Nyonya Renata.” Perawat memanggil nama Renata untuk melakukan pemeriksaan.Renata dan Evan pun berdiri, mereka masuk untuk bertemu dokter. Seperti biasa, Renata menyampaikan yang dirasakan selama trimester kedua, sebelum kemudian naik ke ranjang untuk diperiksa.“Bayinya sehat. Berat badan dan panjangnya ideal,” ucap dokter sambil menggerakkan alat USG di atas perut Renata, lantas memperbesar resolusi gambar di monitor.“Detak jantungnya juga normal, semua dalam kondisi baik,” ucap dokter lantas mena
“Apa semuanya sudah siap?” tanya Margaret sambil mengecek koper yang akan dibawa.Hari itu Margaret dan yang lain akan pergi menghadiri pernikahan Stef. Mereka harus datang lebih awal karena akan membantu persiapan pernikahan Stef dan Mely.“Sepertinya sudah semua, Ma.” Renata ikut mengecek koper bawaan mereka.Margaret pun kembali mengecek dan memang sudah lengkap. Dia lantas menatap perut Renata yang sudah terlihat membuncit karena kini usianya sudah menginjak 6 bulan.“Kamu tidak masalah ‘kan naik pesawat?” tanya Margaret yang mencemaskan kondisi Renata.“Tidak masalah, Ma. Malah lebih enak naik pesawat daripada mobil,” jawab Renata kemudian memilih duduk sambil menunggu yang lain siap.“Iya, juga. Naik mobil juga meski santai tapi tetap membutuhkan waktu lama,” gumam Margaret kemudian.Renata tersenyum mendengar ucapan sang mertua, satu tangan mengelus perut perlahan.“Kenapa kamu terus mengusap perutmu? Sakit?” tanya Margaret cemas.Renata terkejut mendengar pertanyaan Margaret,
Renata masih menatap sang oma, penasaran dengan orang yang ditunggu, sampai Veronica tidak mau menyerahkan perusahaan itu ke pemegang saham lain untuk mengurusnya.“Dia cucu saudara jauh oma. Dia bilang akan datang dalam minggu-minggu ini. Semoga saja kamu bisa bertemu dengannya,” ujar Veronica menjawab pertanyaan Renata.“Saudara jauh? Oma masih punya saudara?” tanya Renata.Selama ini tidak ada yang pernah berkunjung ke rumah selain klien atau teman bisnis Veronica. Renata pun tidak pernah bertemu saudara Veronica yang tinggal di luar negeri. Mengira jika saudara-saudara neneknya itu sudah tidak peduli dan tak pernah tahu keberadaan Veronica.“Ya, saudara sepupu. Bisa dibilang adik sepupu oma,” jawab Veronica menjelaskan.“Oma tidak pernah cerita, membuatku berpikir jika Oma sudah tidak punya saudara,” ujar Renata tapi kemudian penasaran dengan masa lalu sang oma.“Hm … benar juga.” Veronica sendiri jarang menceritakan bagaimana keluarganya, sebab dia di negara ini pun seperti kabur
“Bagaimana perasaanmu?” tanya Renata.Hari itu Renata dan Evan pergi ke rumah Stef untuk menemui Mely. Hari pernikahan Mely dan Stef akan diadakan tiga hari lagi.“Masih panik,” jawab Mely.Hari pernikahan belum tiba, tapi Mely merasa panik, grogi, dan cemas.Renata tertawa kecil mendengar jawaban Mely, lantas menggenggam telapak tangan mantan sekretarisnya itu.“Jangan panik. Menikah tidak semengerikan yang kamu bayangkan. Semua akan menyenangkan saat kamu menjalaninya dengan bahagia,” ujar Renata agar Mely tidak panik atau cemas.Mely menatap Renata, hingga mengembuskan napas kasar.“Ya, sepertinya aku harus meyakinkan diri sendiri jika semua akan baik-baik saja,” balas Mely mencoba tersenyum.“Nah, itu bagus,” balas Renata.Mely melirik ke perut Renata, hingga tangannya menyentuh perut Renata.“Sudah berapa bulan?” tanya Mely penasaran.“Ini baru masuk enam bulan,” jawab Renata yang ikut melirik ke perut, membiarkan Mely menyentuh perutnya.“Apa kembar lagi?” tanya Mely penasaran.