“Kamu masih tidak bosan makan mangga muda?” tanya Evan keheranan saat baru saja keluar dari kamar mandi, melihat istrinya sedang makan mangga, meski hari sudah malam.Renata menoleh ke Evan, hingga kemudian tersenyum lebar.“Aku pengen,” jawab Renata.Evan pun menghampiri Renata, lantas duduk bersama istrinya itu. Dia melihat sepiring penuh mangga muda lengkap dengan sambal kacang.“Aku merinding tiap lihat kamu makan mangga muda, Re. Herannya, kamu juga tidak pernah sakit perut karena kebanyakan makan asam,” ujar Evan sampai meringis membayangkan betapa asamnya buah itu.“Kok doain aku sakit perut?” Renata menyipitkan mata ke suaminya.“Bukan doain, Re. tapi keheranan,” ujar Evan menjelaskan, gemas kalau Renata sudah mode manja.“Ya, namanya juga pengen, Van. Ini masih mending hanya mangga muda, kalau aku minta yang aneh-aneh, kamu nanti makin pusing,” balas Renata.“Iya, iya. Gini aja ngambek, aku hanya bercanda.” Evan sampai mencubit hidung istrinya karena gemas.Renata sendiri tet
Setelah semua yang terjadi, akhirnya Renata dan Evan bisa menjalani hari dengan tenang.Ini sudah sebulan sejak penangkapan Keysha. Renata hari itu pergi ke rumah sakit bersama Evan untuk melakukan pemeriksaan kehamilan seperti biasa.“Dia masih kecil, perutmu saja masih kecil,” ucap Evan sambil mengelus perut Renata.“Baru juga lima bulan, Van. Lihat saja nanti, dia sudah sebesar apa,” balas Renata.Evan semakin mengusap perut Renata, merasakan perut sang istri yang sudah sedikit besar.“Nyonya Renata.” Perawat memanggil nama Renata untuk melakukan pemeriksaan.Renata dan Evan pun berdiri, mereka masuk untuk bertemu dokter. Seperti biasa, Renata menyampaikan yang dirasakan selama trimester kedua, sebelum kemudian naik ke ranjang untuk diperiksa.“Bayinya sehat. Berat badan dan panjangnya ideal,” ucap dokter sambil menggerakkan alat USG di atas perut Renata, lantas memperbesar resolusi gambar di monitor.“Detak jantungnya juga normal, semua dalam kondisi baik,” ucap dokter lantas mena
“Apa semuanya sudah siap?” tanya Margaret sambil mengecek koper yang akan dibawa.Hari itu Margaret dan yang lain akan pergi menghadiri pernikahan Stef. Mereka harus datang lebih awal karena akan membantu persiapan pernikahan Stef dan Mely.“Sepertinya sudah semua, Ma.” Renata ikut mengecek koper bawaan mereka.Margaret pun kembali mengecek dan memang sudah lengkap. Dia lantas menatap perut Renata yang sudah terlihat membuncit karena kini usianya sudah menginjak 6 bulan.“Kamu tidak masalah ‘kan naik pesawat?” tanya Margaret yang mencemaskan kondisi Renata.“Tidak masalah, Ma. Malah lebih enak naik pesawat daripada mobil,” jawab Renata kemudian memilih duduk sambil menunggu yang lain siap.“Iya, juga. Naik mobil juga meski santai tapi tetap membutuhkan waktu lama,” gumam Margaret kemudian.Renata tersenyum mendengar ucapan sang mertua, satu tangan mengelus perut perlahan.“Kenapa kamu terus mengusap perutmu? Sakit?” tanya Margaret cemas.Renata terkejut mendengar pertanyaan Margaret,
Renata masih menatap sang oma, penasaran dengan orang yang ditunggu, sampai Veronica tidak mau menyerahkan perusahaan itu ke pemegang saham lain untuk mengurusnya.“Dia cucu saudara jauh oma. Dia bilang akan datang dalam minggu-minggu ini. Semoga saja kamu bisa bertemu dengannya,” ujar Veronica menjawab pertanyaan Renata.“Saudara jauh? Oma masih punya saudara?” tanya Renata.Selama ini tidak ada yang pernah berkunjung ke rumah selain klien atau teman bisnis Veronica. Renata pun tidak pernah bertemu saudara Veronica yang tinggal di luar negeri. Mengira jika saudara-saudara neneknya itu sudah tidak peduli dan tak pernah tahu keberadaan Veronica.“Ya, saudara sepupu. Bisa dibilang adik sepupu oma,” jawab Veronica menjelaskan.“Oma tidak pernah cerita, membuatku berpikir jika Oma sudah tidak punya saudara,” ujar Renata tapi kemudian penasaran dengan masa lalu sang oma.“Hm … benar juga.” Veronica sendiri jarang menceritakan bagaimana keluarganya, sebab dia di negara ini pun seperti kabur
“Bagaimana perasaanmu?” tanya Renata.Hari itu Renata dan Evan pergi ke rumah Stef untuk menemui Mely. Hari pernikahan Mely dan Stef akan diadakan tiga hari lagi.“Masih panik,” jawab Mely.Hari pernikahan belum tiba, tapi Mely merasa panik, grogi, dan cemas.Renata tertawa kecil mendengar jawaban Mely, lantas menggenggam telapak tangan mantan sekretarisnya itu.“Jangan panik. Menikah tidak semengerikan yang kamu bayangkan. Semua akan menyenangkan saat kamu menjalaninya dengan bahagia,” ujar Renata agar Mely tidak panik atau cemas.Mely menatap Renata, hingga mengembuskan napas kasar.“Ya, sepertinya aku harus meyakinkan diri sendiri jika semua akan baik-baik saja,” balas Mely mencoba tersenyum.“Nah, itu bagus,” balas Renata.Mely melirik ke perut Renata, hingga tangannya menyentuh perut Renata.“Sudah berapa bulan?” tanya Mely penasaran.“Ini baru masuk enam bulan,” jawab Renata yang ikut melirik ke perut, membiarkan Mely menyentuh perutnya.“Apa kembar lagi?” tanya Mely penasaran.
Renata sangat terkejut saat ada yang menggedor kaca jendela tepat di sampingnya. Dia sampai mencengkram lengan Evan dengan tatapan keluar, di mana ada pria membawa senjata tajam terus menggedor kaca.“Van.” Renata panik dam menatap Evan yang sedang memperhatikan pria lain yang juga menggedor kaca jendela sebelah Evan.“Keluar, serahkan mobil dan harta benda kalian kalau mau selamat!”Pria yang ada di luar mobil terus mengedor sambil menyampaikan maksud yang mereka inginkan.“Pegangan, Re. Kita pergi dari sini,” ucap Evan menginterupsi.“Kamu yakin? Mereka mengelilingi mobil dan tidak hanya dua orang yang ada di luar,” ucap Renata dengan ekspresi wajah panik. Dia menoleh ke belakang dan ada dua pria lain di sana.“Lebih baik aku menabrak mereka semua, daripada membahayakan nyawamu,” balas Evan siap memasukkan perseneling.Renata panik dan bingung, tapi mencoba yakin kepada suaminya.Evan akhirnya memundurkan mobil dengan cepat, membuat orang yang ada di belakang terkejut dan menghindar
Evan begitu mencemaskan kondisi Renata. Dia berjalan mondar-mandir di depan ruang perawatan, menunggu sampai dokter selesai memeriksa Renata.Asisten pria yang membantu Evan masih di sana, menunggu sampai atasannya memberi instruksi.Evan mendekat ke dokter yang baru saja keluar dari ruang pemeriksaan. Tidak sabar ingin mengetahui bagaimana kondisi istrinya.“Bagaimana kondisinya?” tanya Evan dengan ekspresi wajah panik.“Janinnya baik-baik saja. Mungkin karena syok sehingga mengalami kram. Namun, tidak ada tanda pendarahan atau jalan lahir terbuka, jadi bisa dibilang semuanya baik-baik saja dan hanya perlu istirahat yang cukup,” ujar dokter menjelaskan.Evan bernapas lega mendengar penjelasan dokter, setidaknya Renata dan calon bayi mereka baik-baik saja.Setelah berterima kasih ke dokter. Evan pun masuk ke ruang pemeriksaan. Dokter juga menyarankan agar Renata dirawat dua atau tiga hari untuk memastikan kondisinya baik-baik saja.“Van.” Renata menatap nanar ke sang suami. Tatapan ma
“Ada hubungan rumit antara orang tua Oma dengan orang tua sepupunya. Jadi kata Oma, sepupunya ini kembar mereka lahir 1 tahun sebelum Oma. Namun, Oma Buyut yang mengharapkan kekuasaan, merayu kakak iparnya lantas lahirlah Oma. Jadi bisa dibilang kalau Oma dengan sepupu yang mau membantunya itu memang sedarah. Memiliki ayah yang sama. Salah satu alasan yang membuat Oma dan Opa akhirnya pergi untuk menghindari pertikaian karena perebutan warisan,” ujar Renata menjelaskan rumitnya keluarga sang oma.Terlebih karena terbukti jika oma buyutnya dulu pelakor dalam hubungan rumah tangga kakaknya sendiri. Membuat Veronica lantas memilih meninggalkan tanah kelahirannya untuk menutupi masa lalu yang buruk.Evan berpikir sejenak, sedikit bingung tapi berusaha mencerna semua yang Renata ceritakan.“Rumit sekali,” gumam Evan sambil mengusap punggung Renata perlahan.“Aku juga pusing awalnya, karena sebelumnya Oma pun tidak pernah menceritakan hal itu kepadaku. Mungkin karena sekarang Oma merasa har