Dhira sedang makan siang bersama Dharu di bawah pohon yang terdapat di samping halaman sekolah. Dharu yang memang tidak bisa bermain berlebihan mengingat kondisi sebelumnya, memang lebih suka duduk di sana sambil menikmati bekal yang dibawa dari rumah.Dhira sendiri biasanya bermain, tapi karena sekarang takut jika Dharu dikerumuni anak gadis lain, membuat Dhira memilih tidak mau main.“Kamu ga main?” tanya Dharu sambil memandang Dhira. Dia memasukkan potongan buah ke mulut seraya menunggu sang adik menjawab.Dhira memandang teman-temannya yang sedang asyok berlari-larian. Kemudian dia pun menggelengkan kepala.“Nggak mau, nanti Dharu cuekin Dhira lagi,” balas Dhira tanpa menoleh sang kakak.Dharu mengedikkan bahu mendengar ucapan Dhira, terserah adiknya saja daripada nanti Dhira merajuk lagi.Saat keduanya sedang makan bekal yang dibawakan Renata. Tiba-tiba beberapa anak gadis menghampiri dan ikut duduk dengan keduanya.Tentu saja Dhira dan Dharu langsung memandang ke para gadis itu.
“Keysha belum ditangkap. Untuk sementara tetaplah di rumah karena kita tidak tahu, apa yang mungkin dilakukannya.”Evan langsung mengajak bicara Renata begitu pulang kerja. Mereka kini berada di kamar membahas masalah Keysha yang menjadi tersangka.“Ya, Elang tadi juga mengirimkan pesan jika memang Keysha pelaku penusukan itu. Istri Henry yang cerita, ketika Elang datang ke sana untuk melayat,” ujar Renata kemudian.Evan mengangguk-angguk mendengar ucapan Renata. Dia pun semakin cemas jika Keysha berbuat hal gila lainnya.“Keysha benar-benar sudah tidak waras. Semoga saja dia cepat ditangkap agar tidak meresahkan,” ucap Evan kemudian.Renata begitu cemas mendengar cerita tentang Keysha, hanya masih tidak percaya jika wanita itu bisa berubah sangat kejam.“Oh ya, Van. Aku ingin membahas ini, tapi lupa karena kamu masih memikirkan tentang meninggalnya Henry,” ujar Renata sangat mengingat sesuatu“Apa, hm?” tanya Evan sambil mengusap rambut Renata.“Ini soal Mama,” jawab Renata.Evan lan
Renata kembali ke kamar setelah meminum susu yang dibuatkan Margaret. Dia masuk dan langsung naik ke ranjang.“Sudah?” tanya Evan yang memang belum tidur dan masih mengecek berkas.Evan pun menutup berkas yang dibaca dan meletakkan di atas nakas saat Renata naik ranjang.“Sudah, tadi Mama yang bikinin,” jawab Renata sambil menarik selimut untuk menutupi kedua kaki.“Mama?” Evan mengerutkan alis.Renata mengangguk mendengar ucapan Evan.“Sepertinya akhir-akhir ini jantung Mama sering kambuh, ya?” Renata masih memikirkan kondisi Margaret.Tentu saja ucapan Renata membuat Evan terkejut dan langsung menoleh ke istrinya itu.“Kamu lihat Mama kambuh?” tanya Evan panik.“Tidak secara langsung, hanya saja tadi Mama minum obat. Pas aku tanya, katanya hanya nyeri saja. Tapi tetap saja aku cemas,” jawab Renata terlihat sedih.“Nanti aku coba bicara ke Mama. Kalau memang kambuh, lebih baik melakukan pemeriksaan untuk memastikan,” ujar Evan kemudian.Renata mengangguk-angguk setuju mendengar ucapa
Margaret sangat terkejut karena ada yang mencoba menusuk putranya. Dia panik sampai berteriak keras.“Evan! Tolong!”Evan sendiri langsung menahan tangan orang yang hendak menusuknya, membuat ujung belati tak sampai ke perutnya.Pria yang berusaha menusuk Evan pun panik karena serangannya berhasil ditahan. Dia mencoba mendorong belati itu agar bisa menusuk Evan.“Tolong!” Margaret berteriak keras agar ada yang membantu putranya.Evan berusaha menahan tangan pria itu yang hampir menusuknya dengan kedua telapak tangan. Hingga akhirnya Evan menendang kaki pria itu, membuat penyerangnya itu berlutut di tanah.Di saat yang bersamaan, satpam rumah sakit dan beberapa orang berlarian mendekat karena mendengar teriakan Margaret.Evan berhasil memukul tangan pria yang menyerangnya, membuat belati yang dipegang jatuh. Dia lantas meringkus dengan menahan di tanah.“Tolong putraku,” pinta Margaret meminta satpam untuk membantu meringkus orang yang hendak menyerang putranya.Satpam membantu Evan me
“Kok Mama pulangnya lama? Katanya tadi sudah dalam perjalanan pulang?” tanya Renata begitu melihat mertuanya masuk rumah.Margaret terkejut ditodong pertanyaan Renata, tapi berusaha untuk tetap tenang.“Oh, tadi ban mobilnya mendadak kempes, jadi nunggu diganti dulu,” jawab Margaret sekenanya.Renata pun mengangguk-angguk percaya mendengar jawaban Margaret.“Oh ya, Ma. Sudah lihat berita hari ini?” tanya Renata kemudian.Renata merangkul tangan sang mertua, lantas mengajak duduk di ruang keluarga.“Berita apa?” tanya Margaret karena sejak kejadian penyerangan tadi, sama sekali belum membuka ponsel.Renata mengambil remote televisi, lalu mencari-cari saluran berita yang tadi dilihatnya.“Itu, Ma.” Renata menunjuk ke televisi.Margaret pun menonton saluran berita yang sedang menyiarkan informasi penggebrekan sebuah rumah kontrakan yang diyakini ditinggali Keysha.“Dia masih belum tertangkap, ya?” Margaret tiba-tiba cemas, apalagi tadi Evan hampir celaka.“Iya, Ma. Aku juga tidak paham,
“Apa mamaku memberikan semua yang aku inginkan?” tanya Keysha ketika pria yang menemui ibunya datang.“Aku tidak tahu. Tugasku hanya mengambil ini, bukan mengeceknya.” Pria itu memberikan tas besar yang dibawanya ke Keysha.Keysha mencebik mendengar ucapan pria itu. Dia lantas membuka tas untuk melihat isinya.“Mamamu bilang agar kamu pulang saja, dia berkata kalau akan membantumu menghadapi semua masalah yang terjadi,” kata pria itu menyampaikan apa yang dikatakan ibu Keysha.“Ya, mengatasi masalah dengan membiarkanku masuk penjara,” ujar Keysha tanpa memandang ke pria yang bersamanya.Keysha sudah membuka tas itu, hingga terkejut melihat isinya.“Apa ini? Di mana uang yang aku inginkan?” Keysha mengobrak-abrik isi tas yang hanya berisi pakaian.Pria yang bersama Keysha terkejut mendengar ucapan wanita itu.“Kamu mengambil uangku?” Keysha begitu murka. Dia lantas berdiri hingga saling berhadapan dengan pria itu.Pria itu terkejut mendengar tuduhan Keysha. Dia saja tidak melihat apa i
“Kamu masih tidak bosan makan mangga muda?” tanya Evan keheranan saat baru saja keluar dari kamar mandi, melihat istrinya sedang makan mangga, meski hari sudah malam.Renata menoleh ke Evan, hingga kemudian tersenyum lebar.“Aku pengen,” jawab Renata.Evan pun menghampiri Renata, lantas duduk bersama istrinya itu. Dia melihat sepiring penuh mangga muda lengkap dengan sambal kacang.“Aku merinding tiap lihat kamu makan mangga muda, Re. Herannya, kamu juga tidak pernah sakit perut karena kebanyakan makan asam,” ujar Evan sampai meringis membayangkan betapa asamnya buah itu.“Kok doain aku sakit perut?” Renata menyipitkan mata ke suaminya.“Bukan doain, Re. tapi keheranan,” ujar Evan menjelaskan, gemas kalau Renata sudah mode manja.“Ya, namanya juga pengen, Van. Ini masih mending hanya mangga muda, kalau aku minta yang aneh-aneh, kamu nanti makin pusing,” balas Renata.“Iya, iya. Gini aja ngambek, aku hanya bercanda.” Evan sampai mencubit hidung istrinya karena gemas.Renata sendiri tet
Setelah semua yang terjadi, akhirnya Renata dan Evan bisa menjalani hari dengan tenang.Ini sudah sebulan sejak penangkapan Keysha. Renata hari itu pergi ke rumah sakit bersama Evan untuk melakukan pemeriksaan kehamilan seperti biasa.“Dia masih kecil, perutmu saja masih kecil,” ucap Evan sambil mengelus perut Renata.“Baru juga lima bulan, Van. Lihat saja nanti, dia sudah sebesar apa,” balas Renata.Evan semakin mengusap perut Renata, merasakan perut sang istri yang sudah sedikit besar.“Nyonya Renata.” Perawat memanggil nama Renata untuk melakukan pemeriksaan.Renata dan Evan pun berdiri, mereka masuk untuk bertemu dokter. Seperti biasa, Renata menyampaikan yang dirasakan selama trimester kedua, sebelum kemudian naik ke ranjang untuk diperiksa.“Bayinya sehat. Berat badan dan panjangnya ideal,” ucap dokter sambil menggerakkan alat USG di atas perut Renata, lantas memperbesar resolusi gambar di monitor.“Detak jantungnya juga normal, semua dalam kondisi baik,” ucap dokter lantas mena
Setelah menunggu cukup lama, akhirnya Kasih melahirkan dengan cara cesar. Kini Kasih sudah dipindah ke ruang inap, tapi bayinya masih dalam pemantauan dokter di ruangan khusus perawatan bayi. “Syukurlah semua berjalan dengan lancar,” ucap Liliana penuh kelegaan melihat Kasih baik-baik saja. “Kita akhirnya punya cucu.” Jefrine merangkul istrinya, terlihat tatapan penuh kebahagiaan di mata pria itu. Dean melihat tatapan berbeda dari sang papa ke sang mama. Tatapan yang dianggapnya sudah lenyap sejak bertahun-tahun lamanya. “Kamu sudah menghubungi ibunya Kasih?” tanya Liliana yang ingat ke besannya itu. “Sudah, Ma. Ibu bilang akan datang secepatnya naik kereta, jadi butuh waktu ke sini,” jawab Dean. “Iya ga papa, terpenting kamu sudah mengabarinya,” ujar Liliana. Renata dan Evan senang melihat kebahagiaan Dean. Akhirnya bisa melihat pria itu bisa tersenyum penuh kelegaan dan bahagia. “Kami pulang dulu, kalau nanti Kak Kasih bangun dan tanya, katakan kami akan datang besok,” ujar R
“Benarkah? Ini berita yang sangat bagus.”Renata begitu senang mendengar Kasih dan Dean akhirnya berbaikan dengan Jefrine.Malam itu Kasih dan Dean mengajak makan malam Evan juga Renata, tentu saja untuk merayakan kebahagiaan keduanya yang kini sudah berbaikan dengan orang tua Dean.“Ya, kami pun tak menyangka. Kupikir bertemu dengan Papa akan membuat kami kembali bertengkar hebat. Namun, siapa sangka jika kemarin malam adalah malam yang benar-benar di luar dugaanku,” ujar Dean menjelaskan.Renata paham maksud Dean, hingga kemudian membalas, “Terkadang kita terlalu takut akan pemikiran kita sendiri. Kita merasa jika orang yang membenci kita, benar-benar akan terus membenci kita selamanya. Tapi siapa sangka jika ketakutan itu tidak benar, nyatanya papamu mau meminta maaf dulu.”“Benar, sama seperti Mama saat dulu tak suka Renata. Tiba-tiba saja datang dan meminta maaf, lalu menerima hubungan kami. Bukankah terkadang kita yang terlalu takut untuk memperbaiki kesalahan, hingga menunggu o
Dean dan yang lain terkejut saat melihat siapa yang kini berdiri memandang mereka, bahkan Liliana langsung berdiri karena panik.Dean langsung memalingkan wajah, seolah tak sudi melihat pria yang kini berdiri memandang dirinya.Kasih sendiri mengalihkan pandangan ke Dean, melihat suaminya yang terlihat tidak senang dan tidak nyaman.“Kamu sudah pulang. Kupikir kamu akan pulang minggu depan,” ujar Liliana dengan wajah panik.Jefrine—ayah Dean, menatap istrinya yang sudah berdiri dengan sikap kebingungan.“Mumpung kamu di sini, ada yang ingin kubicarakan denganmu,” ujar Jefrine sambil menatap Dean.Kasih langsung memandang suaminya, terlihat jelas jika Dean benar-benar tertekan.Jefrine menunggu Dean bicara, hingga sekilas melirik ke Kasih.“Hanya sebentar,” ucap pria itu kemudian.Dean menghela napas kasar, hingga akhirnya berdiri lantas memandang ke arah Jefrine.“Aku juga merasa perlu menyelesaikan sesuatu denganmu,” ucap Dean yang tak mau bersikap sopan ke pria yang dianggapnya buru
Dean akhirnya setuju pergi makan malam ke rumah orang tuanya. Dia dan Kasih kini berada di mobil menuju rumah Liliana.Kasih menoleh Dean, melihat suaminya terlihat serius menyetir. Sebelumnya Dean tidak memberi keputusan apakah mau datang makan malam di rumah orang tuanya, tapi tiba-tiba saja sore ini Dean meminta Kasih bersiap.“De, kamu tidak apa-apa, kan? Kalau memang masih tidak bisa, kita tidak usah datang. Mama juga pasti maklum kalau dijelaskan,” ujar Kasih yang tidak tega memaksa suaminya pulang.Kasih tahu bagaimana suaminya itu berjuang melawan sang papa. Dia sendiri tidak pernah menyalahkan sikap Dean yang membenci ayahnya, semua tak terlepas dari perbuatan ayah Dean di masa lalu, yang membuat Dean memilih membenci sang ayah.Deon menoleh Kasih, melihat istrinya itu terlihat cemas.“Aku tidak apa-apa. Sejak kita menikah, aku juga belum pernah melihat Mama. Ya, aku sadar jika membenci Papa, tapi Mama tidak salah sama sekali, jadi kupikir tidak ada salahnya berkunjung, selam
“Kamu benar-benar tidak apa, kan? Bagaimana calon bayi kita? Dia tidak kaget, kan?”Dean sangat mencemaskan kondisi Kasih. Bahkan kembali memastikan saat sudah sampai apartemen.“Aku baik-baik saja, De. Serius.” Kasih mencoba meyakinkan jika dirinya baik-baik saja.Dean memandang Kasih. Dia sedih karena sang istri mendapat perlakukan tidak baik berulang kali.“Apa kita pindah saja. Kita ke tempat Ibu saja,” ujar Dean. Dia tidak bisa terus menerus panik karena istrinya beberapa kali hampir celaka.Kasih terkejut mendengar ucapan Dean. Jarak rumah ibu Kasih dan kota tempat mereka tinggal cukup jauh. Kasih tidak tega jika Dean harus bolak-balik menempuh jarak yang jauh.“Tidak apa, De. Aku janji akan hati-hati lagi. Lagian aku kalau pergi pasti bersama Renata, jadi ada yang melindungiku. Tadi saja memang mengalami kejadian tak terduga, tapi serius aku baik-baik saja,” balas Kasih mencoba meyakinkan.Dean menatap sendu. Dia sibuk bekerja sampai tidak bisa menemani istrinya pergi atau seka
Dean berjalan cepat menuju ke ruang guru begitu sampai di sekolah Dhira dan Dharu. Renata memang menghubungi Dean, agar pria itu bisa melindungi Kasih, serta tahu apa yang dilakukan Kanaya ke Kasih.Dean masuk ke ruang guru, lantas secepat kilat menghampiri Kasih yang duduk dengan ekspresi wajah terkejut menatapnya.“Kamu baik-baik saja? Apa ada yang terluka?” tanya Dean yang sangat panik. Dia mengecek tubuh sang istri apakah ada luka.“Aku baik-baik saja, De.” Kasih mencoba menenangkan istrinya.Kanaya terkejut melihat Dean di sana. Dia tidak pernah tahu jika Dean menikah dengan Kasih, karena pernikahan keduanya dilakukan secara tertutup dan hanya orang tertentu saja yang diundang.Renata melihat wajah panik Kanaya, lantas memberi isyarat ke Dean untuk menoleh ke pelaku yang mencoba menabrak Kasih.Dean menoleh ke Kanaya, tatapan tidak senang tersirat jelas dari sorot mata pria itu saat melihat Kanaya.Hingga beberapa saat kemudian, seorang pria masuk ke ruang guru, membuat semua ora
Renata benar-benar geram melihat siapa yang keluar dari mobil. Sungguh tak paham dengan pemikiran seperti manusia itu.“Matamu sudah buta, hah! Ini lingkungan sekolah, bukan area balapan yang bisa kamu jadikan tempat ajang ugal-ugalan!”Renata mengamuk, membuat banyak orang akhirnya kini memperhatikan dirinya.Kasih mendekat lantas mencoba menarik Renata agar tidak terlibat masalah.“Sudah, Re. Aku juga baik-baik saja, tidak apa.” Kasih mencoba menjauhkan Renata.“Tidak bisa, Kak. Dia sengaja melakukannya!” Renata tetap saja tidak terima.Kanaya tersenyum miring melihat Renata marah, lantas melirik ke Kasih yang mencoba mengajak pergi Renata.“Tolong! Apa anaknya sekolah di sini? Apakah begini adab di dalam sekolah!” Renata berteriak keras, meminta pendapat para orang tua di sana.“Jika manusia seperti ini, berkeliaran dan ugal-ugalan di area sekolah, kemudian menabrak salah satu dari anak kalian, apa kalian akan terima?” Renata menatap satu persatu orang tua yang ada di sana.Para or
“Maaf ya, Re. Aku sekarang jadi sering merepotkanmu.” Kasih menatap tak enak hati karena terus meminta bantuan Renata untuk menemaninya.“Tidak apa. Seperti kayak siapa saja. Dulu aku sering sekali merepotkan Kakak, sekarang anggap saja aku sedang membalasnya,” balas Renata tidak masalah jika sering menemani Kasih.Kasih terharu mendengar balasan Renata, lantas merangkul tangan ibu tiga anak itu untuk jalan.“Kamu tidak dimarahi Bibi karena sering meninggalkan Aldric, kan?” tanya Kasih sambil berjalan.Kasih ingin jalan-jalan karena bosan di apartemen, tapi tidak berani pergi sendiri, sehingga mengajak Renata.“Bukan marah, yang ada Mama malah senang karena Aldric aku tinggalkan sama Mama. Katanya kalau aku di rumah, Aldric akan banyak bersamaku,” jawab Renata diakhiri tawa kecil.Kasih ikut tertawa mendengar jawaban Renata.“Oh ya, tapi nanti siang aku jemput anak-anak sekalian ga apa-apa, kan?” tanya Renata kemudian.“Tentu saja, aku malah senang bisa ikut menjemput mereka,” balas K
“Tampaknya Kasih hanya dekat denganmu di sini.” Renata menoleh ketika mendengar Margaret bicara. Dia melihat mertuanya itu berjalan masuk kamar menghampiri dirinya. “Iya, Ma. Karena kata Evan, Kak Kasih memang tidak memiliki teman di sini,” ujar Renata menjelaskan. Renata sedang menyusui Aldric, lantas menatap Margaret yang duduk di tepian ranjang memperhatikan dirinya. “Hm … ya, Mama jadi ingat saat pertama kali melihatnya. Dia pendiam bahkan mama lihat tidak pernah bergaul dengan mahasiswa lain,” ujar Margaret karena memang dulu pernah menyelidiki siapa Kasih, sebab Evan berkata menyukainya. Margaret tiba-tiba menatap Renata dengan cepat, hingga kemudian kembali berkata, “Kamu jangan salah paham. Mama bicara begini bukan apa-apa, hanya ingin bicara sesuatu yang mama tahu.” Renata tertawa kecil melihat mertuanya salah tingkah. Dia pun kemudian membalas, “Tenang saja, Ma. Baik aku atau Evan, sama-sama sudah menganggap itu masa lalu. Lagi pula hubungan kami baik, jadi Mama jangan