Sejak satu jam yang lalu, Elina melangkah mondar-mandir di dekat jendela, sembari mengeratkan pegangannya ke benda pipih itu.
Elina bingung dengan dirinya. Padahal tadi ia sudah melaksanakan shalat Maghrib dan berdoa. Namun hatinya kembali gundah dan gelisah.
Ada apakah gerangan dengan hatinya saat ini?
Elina mengalah. Ia harus menelepon dokter Andre dan menjelaskan semuanya.
"Ya. Aku harus menelepon dokter Andre." Baru menyalakan ponselnya sedetik. Elina kembali menonaktifkan nya.
"Ah. Ada apa denganku. Mirip seperti kisah anak remaja saja," kesal Elina menggerutu.
Elina in
Andre tersenyum melihat layar ponsel yang menampilkan nama Elina tertera paling atas, menelponnya beberapa menit yang lalu.Elina menelponnya untuk menjelaskan kesalahpahaman itu. Bolehkah Andre berharap lebih untuk menjadikan Elina pendamping hidupnya?Perlahan. Elina mulai membuka hati dan mengizinkan seseorang masuk ke dalam kehidupannya yang mulai tertata untuk masa depannya yang telah hancur dahulu. Melangkah untuk kembali menemukan jalan yang lurus keluar dari gang buntu.Andre menyibak tirai jendela dan memperhatikan suasana di luar sana. Bertahun lamanya. Andre menyendiri di dalam kegelapan. Mengunci diri dari kehidupan luar. Menghabiskan waktu untuk bekerja dan bekerja.Bahkan kedua orang tuanya. Tiad
Aldi berjalan menelusuri semua area hotel bersama para klien dan juga sekretarisnya, sembari menjelaskan perkembangan hotel yang telah dibangun beberapa tahun yang lalu, namun pengunjungnya tetap bertambah dengan berbagai macam fasilitas mewah di dalamnya.Semua kamar hotel selalu terisi setiap hari. Aldi merencanakan membangun air mancur di tanah lapang dekat hotel dan juga kolam ikan yang akan mempercantik hotel tersebut."Bagaimana dengan desain seperti ini Bapak Aldinata."Mereka menunjukkan gambar desain air mancur yang terlihat indah dengan ukuran yang pas dan juga taman bunga mini di sekitarnya. Yang mereka perhatian dari data-data pengunjung hotel. Pengunjung lebih banyak terdiri dari beberapa pasangan suami istri membawa anak-anak mereka untuk berlibur.
Kali ini bukan Aldi yang membuat janji. Namun Elina sendiri yang tengah menunggu Aldi di taman tempat mereka sering bertemu dahulu, ketika masih menjalin kasih dan berjanji akan tetap bersama selamanya. Namun kini jalan mereka telah berbeda.Elina menguatkan hatinya untuk memutuskan sesuatu yang besar dalam hidupnya. Aldi adalah bagian dari masa lalunya dan Aldi berhak mengetahui nya."Kamu telah lama menunggu Elina?" tanya Aldi. Wajah Aldi terlihat kusut dan suram tidak seperti biasanya. Kerah bajunya berantakan dan terdapat banyak keringat di bahunya. Bahkan hal sekecil itu Elina masih bisa menaruh perhatiannya.Elina sebenarnya ingin tidak lagi peduli dengan mantan suaminya, namun bukan rasa sayang dan cinta seperti dulu. Lebih ke rasa teman dan orang tua kedua anak kemba
"Bunda cantik seperti Nana." Liana memperhatikan wajah bundanya yang sudah dipoles tipis dengan makeup."Cantikan Bunda," kata Liam membuat Liana kesal dan memukul punggung kakaknya dengan pelan.Hari ini, keluarga dokter Andre akan membawa seserahan ke kediaman keluarga Syahreza. Elina tersenyum walaupun jantungnya berdetak dengan kencang sedari tadi. Elina mencoba menetralkan tubuhnya yang kaku dan juga berkeringat dingin.Liana menghapus keringat di dahi bundanya dengan lembut, agar makeup bundanya tidak luntur."Kok Bunda keringetan?""Jangan banyak bertanya. Urusan orang dewasa," peringat Liam, membuat Liana bungkam tidak lagi b
Aldi menggeram frustasi. Leo sengaja mengunggah foto keluarga Syahreza dengan keluarga dokter Andre yang tengah memasang cincin pertunangan.Aldi mencengkeram stir mobil dan melaju dengan kecepatan di atas rata-rata, mewakili rasa kalut, dan sakit hatinya.Aldi mengingat kenangan mereka dahulu ketika Elina menatapnya dengan penuh cinta ketika dirinya tengah melamarnya, walaupun anggota keluarga nya tidak ada yang datang waktu itu."Mama sama adek Mas, tidak datang?" bisik Elina di telinga Aldi."Maaf. Mereka sibuk katanya. Hanya papa yang bisa datang. Kamu tidak marah, kan?"Elina menggeleng dan mengerti. Mungkin mereka semua tidak sudi menghadiri aca
Elina dan dokter Andre masuk ke dalam ruang inap Aldi yang terlihat sudah membuka mata dan tengah mengobrol dengan kedua anak kembarnya."Deddy kenapa sampai seperti ini? Nana sedih lihatnya." Liana memeluk lengan kekar daddy-nya sambil mengelusnya.Aldi tersenyum dan mengusap kepala Liana, "Deddy tidak kenapa-kenapa Sayang. Hanya kecapean."Liam menyilang kedua tangan di dada memperhatikan interaksi Liana dan deddy mereka. Liam memilih tidak bersuara."Liam," lirih Tamara mencoba menyapa cucu laki-laki nya itu.Elina dan Andre memperhatikan raut wajah Liam yang dingin dan enggan untuk menjawab panggilan dari Tamara.
Dua minggu sudah berlalu, setelah kejadian itu, dimana mantan suaminya mengancam akan bunuh diri karena Elina akan segera menikah dengan dokter Andre.Elina bahkan semakin yakin bahwa dokter Andre adalah jodohnya. Ketika Aldi mengancam akan bunuh diri, bahkan dokter Andre selalu membisikkan kata-kata menenangkan kepadanya, membuat Elina bisa mengontrol emosinya.Mungkin kalau bukan dokter Andre yang akan menjadi suaminya, dan mendengar mantan suami Elina menyuruhnya berpisah, sejak beberapa detik yang lalu dokter Andre akan menerjang tubuh Aldi dan memukulnya membabi buta karena berani menyuruhnya berpisah dengan calon istrinya sendiri.“Kamu sudah siap Elina?” tanya Pelita merapikan gaun pengantin yang tengah dipakai sang pengantin wanita. Tidak terlalu te
Elina menggigit bibir bawahnya gugup. Malam ini adalah malam yang dinantikan oleh semua pengantin baru. Elina menatap pantulan dirinya di cermin. Dengan memakai piyama tertutup dan berlengan panjang, Elina menyemprotkan sedikit parfum ke tubuhnya.Beberapa menit yang lalu mereka telah melaksanakan shalat sunnah dan memanjatkan doa bersama sebelum melakukan hal itu.Namun Elina sedikit memundurkan waktunya dengan alasan ingin ke toilet. Andre tidak mempermasalahkan nya. Dengan senyuman lembut Andre mengangguk dan sekarang menunggunya di pinggir ranjang tengah memainkan ponselnya.Elina mengambil nafas panjang setelah itu keluar dari kamar mandi dengan senyuman mengembang. Elina melangkah mendekati sang suami dengan jantung berdebar dan wajah memerah.