Semenjak kejadian hari itu. Dimana Liam menyuarakan isi hatinya. Sekarang Elina akan merubah semuanya. Lebih mementingkan anak-anak ketimbang pekerjaan.
Elina menatap layar ponselnya. Menampilkan nomor nyonya Alice. Elina akan menghubungi nyonya Alice hari ini.
"Hai Elina."
Elina mempersiapkan kemungkinan apapun yang akan terjadi dan tanggapan nyonya Alice nantinya, kepada dirinya.
"Elina!" suara di seberang sana kembali memanggil namanya.
"Iya nyonya Alice."
"Ada apa? Apakah ada masalah berat sehingga sampai menelepon dan melamun."
"Deddy!" teriak Liana ketika keluar dari kelas menuju gerbang bersama Liam dan Devan. Dua anak laki-laki itu memutar bola mata malas, memperhatikan wajah Liana yang sangat ceria melihat pria dengan setelan jas kerja menunggunya di gerbang sekolah. Aldi tersenyum dan seperti biasa berjongkok lalu membuka kedua tangannya dengan lebar, untuk mendekap tubuh mungil Liana. Hap. Liana masuk ke dalam pelukan Aldi. Liana merindukan deddy nya. Pasti deddy nya tidak berani menjemput mereka kalau ayah Leo datang ke sekolah. "Ayah Leo tidak menjemput?" Liana mendongak menatap wajah deddy nya, lantas menggeleng membuat Aldi bernafas lega.
Setelah kejadian siang tadi. Angel mogok makan dan hanya menangis terisak mengeluarkan sesak yang tengah anak kecil itu rasakan. Jantungnya seakan diremas oleh tangan tak kasat mata."Ada apa denganmu, Angel?""Papa... Ma. Papa menjemput anak kembar itu lagi. Papa sempat melihat ku tadi. Tapi ia tidak memperdulikan Angel."Shanika menghela nafas, lantas melempar sebongkah tisu kepada putrinya, "Hapus air matamu. Sekarang apa yang kamu inginkan untuk membalas mereka?"Angel menghapus air mata nya menggunakan tisu itu dan sempat terperangah mendengar penuturan mamanya."Maksud Mama bagaimana? Angel telah kalah Ma. Liana, salah satu anak kemb
Sejak satu jam yang lalu, Elina melangkah mondar-mandir di dekat jendela, sembari mengeratkan pegangannya ke benda pipih itu. Elina bingung dengan dirinya. Padahal tadi ia sudah melaksanakan shalat Maghrib dan berdoa. Namun hatinya kembali gundah dan gelisah. Ada apakah gerangan dengan hatinya saat ini? Elina mengalah. Ia harus menelepon dokter Andre dan menjelaskan semuanya. "Ya. Aku harus menelepon dokter Andre." Baru menyalakan ponselnya sedetik. Elina kembali menonaktifkan nya. "Ah. Ada apa denganku. Mirip seperti kisah anak remaja saja," kesal Elina menggerutu. Elina in
Andre tersenyum melihat layar ponsel yang menampilkan nama Elina tertera paling atas, menelponnya beberapa menit yang lalu.Elina menelponnya untuk menjelaskan kesalahpahaman itu. Bolehkah Andre berharap lebih untuk menjadikan Elina pendamping hidupnya?Perlahan. Elina mulai membuka hati dan mengizinkan seseorang masuk ke dalam kehidupannya yang mulai tertata untuk masa depannya yang telah hancur dahulu. Melangkah untuk kembali menemukan jalan yang lurus keluar dari gang buntu.Andre menyibak tirai jendela dan memperhatikan suasana di luar sana. Bertahun lamanya. Andre menyendiri di dalam kegelapan. Mengunci diri dari kehidupan luar. Menghabiskan waktu untuk bekerja dan bekerja.Bahkan kedua orang tuanya. Tiad
Aldi berjalan menelusuri semua area hotel bersama para klien dan juga sekretarisnya, sembari menjelaskan perkembangan hotel yang telah dibangun beberapa tahun yang lalu, namun pengunjungnya tetap bertambah dengan berbagai macam fasilitas mewah di dalamnya.Semua kamar hotel selalu terisi setiap hari. Aldi merencanakan membangun air mancur di tanah lapang dekat hotel dan juga kolam ikan yang akan mempercantik hotel tersebut."Bagaimana dengan desain seperti ini Bapak Aldinata."Mereka menunjukkan gambar desain air mancur yang terlihat indah dengan ukuran yang pas dan juga taman bunga mini di sekitarnya. Yang mereka perhatian dari data-data pengunjung hotel. Pengunjung lebih banyak terdiri dari beberapa pasangan suami istri membawa anak-anak mereka untuk berlibur.
Kali ini bukan Aldi yang membuat janji. Namun Elina sendiri yang tengah menunggu Aldi di taman tempat mereka sering bertemu dahulu, ketika masih menjalin kasih dan berjanji akan tetap bersama selamanya. Namun kini jalan mereka telah berbeda.Elina menguatkan hatinya untuk memutuskan sesuatu yang besar dalam hidupnya. Aldi adalah bagian dari masa lalunya dan Aldi berhak mengetahui nya."Kamu telah lama menunggu Elina?" tanya Aldi. Wajah Aldi terlihat kusut dan suram tidak seperti biasanya. Kerah bajunya berantakan dan terdapat banyak keringat di bahunya. Bahkan hal sekecil itu Elina masih bisa menaruh perhatiannya.Elina sebenarnya ingin tidak lagi peduli dengan mantan suaminya, namun bukan rasa sayang dan cinta seperti dulu. Lebih ke rasa teman dan orang tua kedua anak kemba
"Bunda cantik seperti Nana." Liana memperhatikan wajah bundanya yang sudah dipoles tipis dengan makeup."Cantikan Bunda," kata Liam membuat Liana kesal dan memukul punggung kakaknya dengan pelan.Hari ini, keluarga dokter Andre akan membawa seserahan ke kediaman keluarga Syahreza. Elina tersenyum walaupun jantungnya berdetak dengan kencang sedari tadi. Elina mencoba menetralkan tubuhnya yang kaku dan juga berkeringat dingin.Liana menghapus keringat di dahi bundanya dengan lembut, agar makeup bundanya tidak luntur."Kok Bunda keringetan?""Jangan banyak bertanya. Urusan orang dewasa," peringat Liam, membuat Liana bungkam tidak lagi b
Aldi menggeram frustasi. Leo sengaja mengunggah foto keluarga Syahreza dengan keluarga dokter Andre yang tengah memasang cincin pertunangan.Aldi mencengkeram stir mobil dan melaju dengan kecepatan di atas rata-rata, mewakili rasa kalut, dan sakit hatinya.Aldi mengingat kenangan mereka dahulu ketika Elina menatapnya dengan penuh cinta ketika dirinya tengah melamarnya, walaupun anggota keluarga nya tidak ada yang datang waktu itu."Mama sama adek Mas, tidak datang?" bisik Elina di telinga Aldi."Maaf. Mereka sibuk katanya. Hanya papa yang bisa datang. Kamu tidak marah, kan?"Elina menggeleng dan mengerti. Mungkin mereka semua tidak sudi menghadiri aca