Elina masih berdiri menatap tajam ke arah Aldi. Tidak ada sifat lembut dan senyuman manis seperti dulu yang Elina perlihatkan ke mantan suaminya.
Liam disuruh masuk ke dalam untuk menjaga adiknya bersama Devan. Liam mengangguk dan menurut perintah sang bunda.
"Jawab aku Elina! Dia anak kita, kan?? Wajah Liam sangat mirip denganku."
"Saya telah menikah. Jangan mengada-ada. Bukannya Anda sudah memiliki anak dari rahim istri tercinta Anda."
Hati Aldi seakan tertusuk belati. Elina menyindirnya, mata Aldi memerah tidak bisa menormalkan detak jantungnya.
"Maaf." Akhirnya Aldi mengalah dan minta maaf untuk semuanya.
Dengan perasaan khawatir Leo dan Diana pergi ke rumah sakit karena keponakan kesayangan kecelakaan. Leo sempat marah ke adiknya karena baru mengabari nya hari ini."Aku khawatir sama Liana, gadis sekecil itu tertabrak mobil," ucap Diana memegang lengan Leo."Iya sayang. Aku juga khawatir sama Liana."Diana memperhatikan seseorang di depan ruang rawat inap. Yang ia tahu bukannya Elina tidak memiliki suami. Lalu siapa pria yang ada di sana."Itu siapa yang??" tanya Diana menunjuk pria asing itu.Leo mengedarkan pandangannya ke arah tunjuk Diana. Rahangnya mengeras melihat wajah pria itu. Dengan langkah tegas Leo berjalan mendekati pria itu sampai tangan
Setelah tiga hari di rawat di rumah sakit, Liana diizinkan untuk pulang. Namun harus selalu cek up selama seminggu persyaratan dari dokter dan juga meminum semua obat dan sirup dari rumah sakit."Nana ndak mau minum obat Bunda. Nana sudah sembuh. Kenapa harus minum obat," keluh Liana menggeleng kepalanya ketika satu sendok sirup rasa jeruk ada di dekat mulutnya. Ia menutup rapat mulutnya tidak mau.Sebelum mereka keluar dari rumah sakit. Liana dianjurkan untuk meminum obat nya terlebih dahulu."Nana mau tinggal di sini? Ingat kata dokter, ngak di kasih pulang kalau ngak minum obat dulu." Liam mencoba menakuti adik kecilnya.Liana membuang nafas lesu dan membuka mulutnya dengan lebar. Elina tersenyum lalu memasukkan
Tamara MaheswaraMama sudah menghubungi karyawan butik Alice. Kamu tinggal mengambil barang Mama dan Angel.Aldinata MaheswaraBaik Ma. Nanti siang Aldi mengambil barang kalian.Aldi memejamkan matanya lelah. Kenapa hidupnya seperti ini? Harta tiada artinya kalau tidak dinikmati dengan orang yang ia cinta.Aldi kehabisan akal untuk mendekati mereka. Namun Aldi bisa bernafas lega sejenak untuk saat ini karena Elina tidak memiliki kekasih. Aldi ada kesempatan untuk meluluhkan hati Elina kembali.Aldi keluar dari kamar hotel untuk bertemu dengan Priska di luar. Para klien menunggunya di sana untuk membahas permasalahan kemarin."Selamat pagi Pak Aldinata," salah satu investor berjabat tangan dengan Aldi."Pagi," jawab Aldi dengan penuh wibawa."Saya disini ingin protes dengan Pak Aldinata selaku CEO Perusahaan. Apa Bapak
Jakarta, IndonesiaAngel Maheswara adalah princess di rumah keluarga Maheswara. Manja dan tidak suka diajar tata krama. Walaupun seperti itu Tamara selalu membanggakan didikannya. Angel manja karena berasal dari keluarga konglomerat."Papa sudah mengambil pesanan kita Oma?" tanya Angel penasaran. Karena besok ia akan segera memakainya ketika masuk les bahasa.Tamara mengangguk sambil memainkan smartphone nya. Angel antusias mendengar nya. Pasti di Alexander School tidak ada yang sekaya keluarga nya."Oma, di daerah ini keluarga kita yang paling kaya?" tanya Angel kembali bertanya.Tamara berhenti memainkan smartphone nya dan beralih menatap Angel, "Tidak. D
Dari tadi Neve mencoba mengganggu pekerjaan Elina. Wanita itu tidak akan berhenti sebelum Elina menceritakan semuanya. Elina akhirnya menyerah dan menoleh ke arah Neve yang sedang menyilang kedua tangannya di dada."Ceritakan!" paksa Neve memegang lengan tangan Elina. Elina menghembuskan nafasnya pelan."Pria itu suami aku, Neve," ungkap Elina membuat Neve membelalakkan matanya terkejut. Kejutan apa lagi ini? Kemarin kakak Elina, sekarang suami Elina. Sungguh hidup Elina dikelilingi pria tampan dan kaya."Kamu tidak bercanda kan Elina?" tanya Neve menyelidik."Wajahku terlihat berbohong. Percaya atau tidak itu urusanmu Neve," ujar Elina acuh."Baiklah
Elina beserta kedua anak kembarnya, termasuk Devan masuk ke dalam hotel yang telah didesain dan ramai dengan semua tamu undangan dan rekan pebisnis yang telah datang. Hampir semua dari kalangan atas menengah menghadiri acara pernikahan meriah kakaknya. Kecuali keluarga Maheswara, hanya ayah mertuanya yang diundang karena telah berjasa dalam perusahaan mereka.“Liana cantik ndak?” tanya Liana berputar dengan gaun berwarna biru langit.Elina tersenyum, tidak dapat berkata-kata, putrinya sangat cantik. Andai ayah mereka tidak berkhianat pasti sekarang Liana menjadi princess di keluarga Maheswara. Namun semuanya telah digarisi oleh takdir. Liana bukan princess keluarga Maheswara tapi sekarang princess di keluarga besarnya sendiri.“Cantik. Nana mau jadi p
Anak-anak bersembunyi di belakang Elina. Sepertinya Kakek dan neneknya sedang tidak menyukai kehadiran mereka. Setelah acara pesta selesai mereka semua berkumpul di salah satu restoran yang ada di sana."Nana takut Bunda," kata Liana memegang erat baju Elina dari belakang."Siapa mereka Elina?" tanya Bayu.Elina membuang nafas pelan dan kembali menatap kedua orang tuanya.Mungkin orang tuanya berpikir ia telah menikah kembali dan memiliki seorang anak tanpa meminta restu dari mereka."Dia anak aku, Yah. Namanya Liam dan Liana. Dan yang satunya cucu dari Nyonya Alice tempat Elina bekerja."Bayu dan Ra
"Terima kasih Elina." Aldi tersenyum melihat Elina duduk di dekatnya. Mereka berjanji untuk bertemu di taman untuk yang terakhir kalinya, sebelum Aldi pulang ke Indonesia."Sama-sama. Ada apa Aldi?" tanya Elina langsung. Tanpa menggunakan kata 'mas' seperti biasanya. Untuk apa Elina memanggilnya seperti itu, Aldi bukan siapa-siapa Elina sekarang.Aldi terlihat tidak enak berbincang dengan Elina. Betapa munafiknya manusia ini. Dulu ia sendiri yang sering memperlakukan Elina seperti ini. Sekarang alam membalasnya bahkan lebih."Kamu sudah kasih tahu anak-anak?""Sudah, kecuali Liana. Liam melarangnya. Karena kamu sudah memiliki seorang putri jadi Liana tidak akan ada artinya di hidup mu."&nb
Elina tersenyum melihat kebersamaan mereka yang tengah bermain basket berempat. Terlihat Liam dan Liana merebut bola basket dari Aldi dan juga Andre yang tengah senang menggoda mereka yang masih pendek.Liam mengambil bola basket tersebut dan melemparnya dengan gaya memukau. Berhasil! Masuk dengan sempurna membuat mereka bersorak ria. Aldi menggendong Liana, sedangkan andre menggendong Liam yang dengan wajah membanggakan dirinya dan bertepuk tangan.Elina sampai meneteskan air matanya karena terharu. Akhirnya kehidupannya bisa ia rasakan sampai detik ini juga. Setelah badai begitu dahsyatmemporak-porandakan hidupnya.Tuhan memiliki rencana yang sangat indah, untuk kehidupan Elina. Elina selalu percaya, sk
Setelah acara pemakaman selesai, mereka semua sekarang berkumpul di kediaman dokter Andre. Memakai pakaian serba hitam dan duduk di sofa ruang keluarga.“Elina! Saya selaku kedua orang tua almarhum, ingin meminta maaf sebesar-besarnya kepada, Nak Elina. Atas kelakukan almarhum yang telah membuat Nak Elina hampir depresi karena trauma.”Elina mengusap kepala Liana, yang berada di pangkuannya, tersenyum dan mengangguk, “Saya sudah memaafkannya, sejak bertahun-tahun yang lalu. Bahkan saya berhutang budi kepada almarhum, karena telah menyelamatkan putri saya.”“Maafin, Nana!” lirih Liana menatap mereka semua dengan wajah polos dan sendunya.Mereka semua menghela nafas. Ini
“Bagaimana keadaan Naufal, Dokter Andre?” tanya Keyra langsung menghampiri Andre yang sudah keluar dari ruangan.Keyra tidak sabar menunggu kabar dari Andre. Jantungnya berdetak dengan cepat. Keyra khawatir dan juga takut. Dalam lubuk hatinya, masih tersimpan rasa cinta untuk Naufal walaupun hanya secuil.Andre menghela nafas pelan, membuat semua orang yang ada di sana was-was. Tidak biasanya Andre berbelit-belit seperti ini ketika menjelaskan sesuatu. Apalagi ini soal keadaan seseorang.“Naufal gak apa-apa kan, Dok?!” bentak Keyra menggoyang tangan Andre dengan keras. Ia tahu ini sangat lancang, namun Keyra merasakan perasaan yang tidak enak.“Saya sudah berusaha semaksimal mungk
"Masukkan ke dalam mobil!” perintah Shanika memperhatikan ke sekelilingnya, Shanika tahu mereka akan segera tertangkap karena melawan orang-orang yang berkuasa.Liana dimasukkan ke dalam mobil, namun dalam keadaan mulut disumpal dengan lakban dan tidak diikat seperti beberapa jam yang lalu.“Nana ngak mau ke luar negeri. Jangan paksa Nana. Bunda! Tolongin Nana!"Liana tidak ingin pergi jauh dari bundanya. Liana tidak bisa membayangkan nasibnya, apabila Shanika membawanya pergi sangat jauh dari negaranya.Liana telah masuk ke dalam mobil. Dijaga oleh dua anak buah Shanika. Mereka berbicara sebuah rencana selanjutnya. Apabila mereka gagal, maka mereka akan menga
Liana menggelengkan kepalanya, ketika dua preman dengan tubuh kekar dan brewok yang terlihat sangat menyeramkan, menyuapinya roti untuknya. Liana yang diikat di kursi dengan tubuh mungilnya bergetar sedari tadi ketakutan.“Nana mau ketemu bunda. Nana mau pulang, Paman.”“Kamu tidak akan pernah pulang selamanya,” jawab mereka. Liana kembali menggelengkan kepalanya karena tidak ingin mendengar perkataan kedua pria menyeramkan itu.Liana, beberapa jam yang lalu , bangun dari pingsannya ternyata telah terikat di sebuah kursi. Liana ingin menangis, namun bundanya selalu berkata, jangan pernah takut. Hal itu akan membuat mereka semakin menindas kita. Liana masih mengingat pesan bundanya itu.
Liana mengelilingi halaman rumahnya sendiri, dengan mengayuh sepeda. Ia tersenyum sembari menaruh boneka sapi berukuran sedang di ranjang sepeda sebagai temannya bermain.Kakaknya sedang belajar di dalam kamarnya, untuk persiapan olimpiade antar sekolah. Kedua anak laki-laki seperti Liam dan Devan mengambil mata pelajaran matematika dalam satu kelompok, yang sudah disaring dan dipilih.“Nana main sama Vivi, saja.” Nama boneka sapi berwarna pink dan putih itu adalah Vivi.Liana mengayuh sepedanya dekat dengan gerbang. Liana menatap aneh ke arah seorang wanita yang membelakanginya berada di luar gerbang. Penjagaan di rumah Andre, tidak seketat seperti dimension Syahreza. Bahkan satpamnya, entah pergi kemana.“Bunda!” Liana memanggil wanita itu
Berlin, Jerman, 2013Setelah dokter memberikan kabar baik kepada Elina, wanita hamil itu tidak bisa mendeskripsikan bagaimana perasaan bahagianya sekarang. Ia bersandar di sofa sambil menonton acara televisi dengan menikmati secangkir kopi.“Huek!” elina segera berlari ke kamar mandi yang berada di lantai bawah. Dengan wajah pucat dan perut yang bergejolak, Elina memuntahkan cairan kental dan bening. Kepalanya kembali pusing seperti pertama kali dirinya muntah karena kehamilannya.Elina membasuh wajahnya dengan air dan menatap dirinya di cermin. Entah angin apa, Elina terisak merasakan sakit di dadanya. Elina menghapus air matanya sembari mengingat kembali kebersamaanya dengan mantan suami.Elina harus m
Tok! Tok! Shanika dengan malas mengetuk pintu kamar Elina beberapa kali. Kalau tidak disuruh oleh suaminya. Shanika tidak akan sudi melakukannya. "Elina! Kau belum juga bangun?! Istri macam apa, belum bangun sampai jam segini," cibir Shanika di depan pintu kamar Elina. "Kenapa Sayang?" tanya Aldi menghampiri Shanika yang terlihat kesal dan cemberut. Shanika menoleh, "Ini loh, Mas. Elina belum juga mau bangun." Aldi kembali mengetuk pintu kamar Elina. Jauh lebih keras. Bahkan banyak pasang mata yang melihatnya, karena mendengar gedoran terdengar nyaring. "Kasihan ya, No
Elina memandang bangunan di depannya dengan wajah tegar dan tatapan sendu. Ia mengeratkan pegangannya di koper yang tengah ia bawa. Keputusannya sudah bulat. Walaupun hatinya bagai tertusuk ribuan duri, entah kalau bisa dijabarkan, mungkin sekarang hatinya tengah berdarah dan sakit.“Elina,” panggil Surya kepada Elina, yang sudah berada di dalam mobil menunggu Elina.Elina menoleh dan terisak. Dadanya sesak. Air mata menetes dari pelupuk matanya tiada henti. Surya mengerti akan posisi menantunya sekarang. Tangannya terkepal. Ia berjanji tidak akan merestui kembali hubungan Elina dengan Aldi esok apabila Aldi telah menyesali perbuatannya dan ingin rujuk kembali.Elina mencoba menguatkan diri dan menghapus air matanya sampai bersih. Ia kembali berbalik melihat kedi