"Tidak mungkin. Mana mungkin? Putriku selalu terlihat baik-baik saja. Apa penyebabnya?" teriak Glen."Tuan, jika hasil dari pemeriksaan, kemungkinan penyakit Nona ini sudah ada sejak Nona Ellena lahir. Tapi karena tubuh Nona selalu sehat dan terjaga, maka tidak terdeteksi dari awal. Dan ku rasa beberapa tahun ini, Nona sudah merasakannya. Mungkin Nona Ellena menyembunyikan hal ini dari kalian, atau Nona Ellena sendiri tidak memperdulikan adanya gejala gejala sakit yang dirasakan.""Itu tidak benar! Kalian pasti sudah salah Diagnosa! Nona selalu baik-baik saja. Sejak kecil dia sangat kuat dan tidak sedikitpun ada keluhan. Aku yang menjaganya sejak dia lahir!" Fic kini mendekat, mencoba menyangkal penjelasan dokter."Tuan Fic. Itu sebabnya tidak terlihat sedikit pun gejala penyakit ini. Tapi seiringnya waktu berjalan, menambahnya usia Nona. Emosinya tidak lagi stabil saat dia masih kanak kanak. Dan mungkin ada hal yang membuat Nona Ellena tertekan akhir-akhir ini.""Apa ini karena pukula
Fic terdengar mendengkur halus, dengan kepala tersandar di sisi Ranjang dimana Ellena berbaring dengan badan Fic yang terduduk di kursi.Satu tangan untuk bantal kepala, sementara tangan satunya tak lepas dari pinggang Ellena.Ellena yang belum tertidur menoleh. Membelai kepala Fic dengan lembut. Selalu ada kenyamanan tersendiri saat melakukan itu."Fic." Ellena memanggil pelan.Entah, mungkin karena yang ada di otak Fic adalah Ellena seutuhnya, walaupun pelan panggilan Ellena bisa membuat Fic tersentak bangun."Nona. Nona, ada apa? Apanya yang sakit?" Fic cepat meraba tubuh Ellena.Ellena tersenyum. "Kamu tidur?""Ah, maaf. Maafkan aku. Aku tertidur." Fic mengusap wajahnya. Berusaha membuang kantuk yang sangat menggelayut dimatanya."Naiklah. Tidur disini saja." Ellena menepuk kasur disebelahnya."Ah, tidak. Nona Ellena tidur lah. Fic akan menjagamu.""Fic. Aku tau, hampir setiap malam kamu tidak tidur hanya untuk menjagaku. Kamu pasti sangat mengantuk. Tidurlah."Fic pun akhirnya me
Hari ini, Glen menepati janji.Sepulang dari menjenguk Ellena di Rumah sakit, Glen menghubungi Ken untuk membahas rencana persiapan pernikahan Ellena dan Fic.Ken yang saat ini sedang berada di rumah besar keluarga Fiandi bersama Rimbun dan Khale segera berpamitan."Jelek. Tuan Glen meneleponku. Memintaku datang untuk membahas pernikahan Nona Ellena. Aku harus kesana dulu. Kau disini saja bersama Khale, nanti aku jemput." ucap Ken pada Rimbun.Mendengar itu Kakek Fiandi membelalak."Nona Ellena akan menikah?" tanya pria yang sudah terlihat renta itu, bahkan sekarang berjalan sudah dibantu dengan sebuah tongkat khusus."Iya Kek. Nona Ellena akan menikah." Rimbun yang menjawab pertanyaan Kakeknya."Khale? Ah, maksudnya menikah dengan Khale kan? Kenapa kalian diam diam? Tidak memberi tahu Kakek?" Kakek mendekat, duduk di samping Khale."Kakek. Nona Ellena akan menikah, tapi bukan dengan Khale." Rimbun kembali menyahut. Kakek tentu saja semakin terbelalak."Ken! Apa ini maksudnya? Bukank
Hampir tiga jam, Tim Medis menangani Ellena di Ruangan ICU.Saat ini, Ken dan Rimbun beserta Triple K sudah berada disana karena Glen telah menghubungi Ken mengabarkan kondisi kritis Ellena.Mereka sempat tidak percaya itu, tadinya Glen mengabarkan jika kesehatan Ellena sudah membaik, bahkan hari ini sudah dinyatakan untuk pulang.Semua dipenuhi rasa kekhawatiran yang lebih sekarang. Hingga akhirnya pintu ruangan terbuka dan Dokter sudah terlihat keluar bersama beberapa Tim Medis.Dokter mendekat bersamaan mereka yang juga menghampirinya."Bagaimana keadaan Putriku?""Tuan Glen, sepertinya jantung Nona Ellena bener-bener sudah buruk kondisinya. Kami masih melakukan pemeriksaan lebih lanjut lagi." jawab Dokter.Mendengar jawaban Dokter semua tertunduk lesu.Terlihat seorang Perawat keluar dari ruangan."Dokter. Nona Ellena sudah sadar. Dia memanggil Tuan Fic.""Kalian boleh masuk. Tapi tolong buat Nona Ellena tetap tenang." Ucap Dokter.Glen dan Daniah melangkah, disusul Fic. Sementara
Suasana semakin Pilu dan terasa sangat mencekam saat Fic menandatangani surat itu.Tidak ada yang tidak mengeluarkan air mata. Pengorbanan Fic kali ini Sungguh tidak main-main. Fic akan menyerahkan jantungnya untuk kelangsungan hidup Ellena.Apakah ini karena cinta Fic begitu besar pada Ellena? Tentu saja.Fic menyodorkan kertas yang sudah selesai ia tanda tangani itu. "Bolehkah aku meminta Kertas kosong?"Dokter mengangguk, mengambil kertas kosong permintaan Fic dan menyodorkannya.Fic menarik kursi dan duduk.Fic mulai menulis di atas kertas itu, hingga butiran kristal bening miliknya jatuh membasahi kertas itu membuat tulisan tangannya sedikit luntur. Fic cepat mengusap air matanya. Melipat kertas itu dengan ulasan senyum manis dan nampak menusuk hati siapapun yang melihat."Aku sudah selesai. Bisakah Dokter memulainya?"Dokter mengangguk, "Ikutlah bersama kami." Dokter melangkah. Fic mengikutinya."Fic!" Daniah Memanggil dengan nada bergetar. Fic menoleh."Fic!" Daniah menggenggam
Ingin rasanya satu satunya orang berlari menyusul kemudian berteriak memanggil Fic. Namun mereka menahan keinginan itu dengan sekuatnya. Hanya bisa pasrah menghargai pengorbanan Fic.Sambil terus menekan dadanya, membayangkan apa yang sedang dilakukan para Ahli medis di dalam sana pada tubuh Fic. Membelah dada Fic dan mengeluarkan jantungnya hidup hidup? Atau Fic di bius dulu hingga mati kemudian diambil Jantungnya?Arg... Semua hanya bisa berteriak dalam hati dengan menahan ngilu.Hingga beberapa saat lamanya, di tengah tengah ketegangan yang meraja, seorang perawat berlari mendekati mereka. Semua berdiri."Tuan Glen! Dokter memanggil Anda. Mari silahkan ikut saya.""Aku ikut, Glen." Daniah cepat ikut bangun."Mohon maaf Nyonya. Hanya Tuan Glen saja. Yang lain tidak diperbolehkan."Glen menoleh pada Daniah. "Tunggu lah disini bersama mereka."Daniah mau tidak mau hanya bisa menurut.Glen melangkah mengikuti langkah kaki Perawat itu. Melewati beberapa ruangan, hingga Perawat itu berhe
Dari kejauhan, Daniah sudah dapat melihat gerak-gerik perawat yang terburu-buru menuju ruangan Ellena. Langkahnya menjadi semakin cepat untuk mendekati mereka. Namun belum sempat dia menghampiri untuk menanyakan apa yang terjadi, pintu ruangan Ellena tertutup dan beberapa saat kemudian terbuka kembali.Para perawat kini mendorong ranjang Ellena dengan sigap. Wajah Daniah menjadi tegang dan cemas. "Apa yang terjadi pada putriku?" desak Daniah saat berhasil menghampiri mereka."Nona Ellena akan kami pindahkan ke ruang operasi. Nona Ellena akan segera dioperasi," jawab salah satu perawat dengan suara serius.Tanpa memberi kesempatan bagi Daniah atau siapa pun untuk bertanya lebih jauh, para perawat itu kembali mendorong ranjang Ellena, meninggalkan Daniah yang tengah berusaha mengekspresikan kekhawatiran mendalamnya.Suasana kembali mengental, dipenuhi ketegangan yang terasa menyelimuti setiap jiwa di ruang tunggu itu. Tak lama kemudian, tampak Glen berjalan lesu mendekati mereka, mengepal
Dokter tersenyum lembut,"Operasi Nona Ellena berjalan lancar, Tuan." Mendengar jawaban itu, hembusan nafas lega terdengar dari mereka semua. Air mata Daniah menitik lagi, tapi kali ini adalah air mata kelegaan. "Terima kasih Dokter! Terima kasih. Bolehkah kami menemui putri kami?" tanyanya dengan suara bergetar.Dokter menggeleng perlahan, "Kalian tidak boleh melihatnya dulu. Nona Ellena sedang melewati masa kritisnya dan itu butuh waktu 48 jam. Selama itu, kami harus mengawasi Nona Ellena secara ketat demi menjaga adanya kemungkinan pendarahan atau infeksi yang terjadi pasca operasi. Setelah Nona Ellena berhasil melewati masa kritisnya, kami akan memindahkannya kembali ke ruangan semula. Kalian baru boleh melihat." jawab sang Dokter dengan penuh penjelasan."Baiklah, Dok. Terima kasih," sahut Glen sambil mengangguk. "Kalau begitu, saya permisi, Tuan. Semoga Nona Ellena bisa melewati masa kritisnya dengan baik." Dokter memutar tubuhnya dan melangkah pergi, meninggalkan mereka dengan k