Home / Romansa / Alverez / Rahasia di Balik Senyuman

Share

Rahasia di Balik Senyuman

Author: Daffa
last update Huling Na-update: 2024-12-10 19:55:10

Malam itu, rumah keluarga Wijaya diselimuti kesunyian mewah. Ruang rapat pribadi di lantai atas dipenuhi kehadiran lima saudara kembar dan kedua orang tua mereka, Indra Wijaya dan Maya Wijaya. Keduanya adalah figur yang tak hanya dikenal karena kekayaan dan kekuasaan, tetapi juga kepribadian mereka yang penuh teka-teki. Indra, dengan sikap tegas dan wibawa yang tak terbantahkan, sering terlihat seperti seorang raja di istananya. Sedangkan Maya, dengan senyuman anggun yang selalu menghiasi wajahnya, memiliki mata yang tajam seolah bisa melihat ke dalam jiwa siapa pun.

“Baiklah, kita mulai,” kata Indra sambil mengetuk meja panjang di depan mereka. "Kalian semua tahu bahwa kita sedang dalam proses ekspansi bisnis ke wilayah Timur. Ini akan menjadi langkah besar untuk perusahaan."

Aldo langsung mengangguk. "Saya sudah mempelajari laporan yang Papa berikan. Lokasi baru itu memiliki potensi besar untuk pasar properti mewah."

"Benar," sahut Indra, menatap anak sulungnya dengan bangga. "Tapi ini bukan sekadar tentang bisnis. Ini tentang mempertahankan posisi kita sebagai yang teratas. Dan untuk itu, tidak boleh ada ruang untuk kesalahan."

Mata Indra menyapu kelima putranya, seolah ingin memastikan bahwa mereka semua memahami betapa seriusnya situasi ini.

Namun, Adrian, yang duduk di sudut meja dengan posisi malas, tiba-tiba angkat bicara. "Apa sebenarnya yang kita lawan, Pa? Kenapa Papa selalu terlihat seperti sedang melawan musuh tak terlihat?"

Ruangan langsung hening. Aldo dan Andre menatap Adrian dengan tajam, sementara Arga mencoba menahan senyum. Alan, di sisi lain, memusatkan perhatian pada ekspresi ayah mereka.

Indra menatap Adrian, lalu menghela napas panjang. "Ada banyak hal yang tidak perlu kalian tahu saat ini. Fokus saja pada tugas kalian."

Maya, yang duduk di sebelah Indra, mencoba meredakan suasana. "Adrian, jangan terlalu banyak bertanya. Papa hanya ingin melindungi kalian."

Namun, Alan mencatat sesuatu dari jawaban itu. Ada sesuatu yang disembunyikan, dan dia yakin itu bukan hal kecil.

Malam semakin larut, tetapi pikiran Adrian justru semakin berputar. Dia keluar ke balkon kamarnya, memandang taman luas yang terlihat seperti lautan gelap di bawah. Dalam hatinya, ia merasa ada sesuatu yang salah, tetapi tidak tahu harus memulai dari mana.

Ketukan pelan di pintunya membuatnya menoleh. Alan berdiri di sana, membawa secangkir kopi.

“Kamu kelihatan gelisah,” kata Alan tanpa basa-basi, menyerahkan cangkir itu pada Adrian.

Adrian mendesah. “Apa menurutmu Papa sedang menyembunyikan sesuatu?”

Alan tidak langsung menjawab. Ia menatap langit malam dengan wajah datar. “Menurutku, ini lebih dari sekadar ekspansi bisnis. Aku merasa kita sedang diawasi, bukan hanya sebagai keluarga, tapi secara individu.”

Adrian mengerutkan kening. “Diawasi oleh siapa?”

Alan menggeleng. “Aku belum tahu. Tapi aku merasa Papa tahu lebih banyak daripada yang dia katakan.”

Percakapan mereka terhenti ketika suara dering ponsel Adrian memecah kesunyian. Adrian mengambil ponselnya dan melihat pesan masuk dari nomor tak dikenal. Pesannya singkat:

"Berhati-hatilah pada orang yang kau percayai."

Adrian membaca pesan itu berulang kali, merasa aneh sekaligus terganggu. Dia menunjukkan pesan itu pada Alan.

“Apa maksudnya ini?” tanya Adrian.

Alan membaca pesan itu, ekspresinya tetap datar. “Mungkin seseorang mencoba memperingatkan kita. Atau mungkin, itu jebakan.”

Adrian mendesah, lalu menutup ponselnya. “Apapun itu, aku tidak suka dengan permainan seperti ini.”

Alan hanya diam. Dalam hati, ia bertanya-tanya apakah pesan itu adalah potongan pertama dari teka-teki yang lebih besar.

Di tempat lain, jauh dari rumah keluarga Wijaya, Clara duduk di meja makan kecil di apartemennya bersama ayahnya, Dimas Mahendra. Dimas adalah pria paruh baya dengan wajah keras dan mata penuh dendam.

“Kamu tidak boleh terlalu dekat dengan mereka,” kata Dimas dengan nada tegas.

Clara menunduk, menggenggam gelas di tangannya. “Aku tidak mencari masalah, Ayah.”

“Tapi kau melihat Adrian Wijaya hari ini, bukan?” tanya Dimas, matanya menatap tajam.

Clara terdiam, tidak bisa menyangkal.

“Aku sudah bilang, mereka adalah musuh kita,” lanjut Dimas. “Keluarga mereka yang menghancurkan hidup kita. Jangan pernah lupa itu, Clara.”

Clara mengangguk pelan, tetapi dalam hatinya ada keraguan yang tumbuh. Ia tahu apa yang dikatakan ayahnya benar, tetapi kenapa ia merasa Adrian berbeda?

Di luar apartemen, seorang pria berjaket hitam berdiri dalam bayangan, mengawasi jendela tempat Clara dan ayahnya berada. Di tangan pria itu ada ponsel, dan dia mengetik pesan singkat:

"Target sedang bergerak. Siapkan langkah berikutnya."

Malam itu, awan kelam mulai berkumpul di atas kehidupan lima saudara kembar, membawa rahasia dan bahaya yang akan mengubah segalanya.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Kaugnay na kabanata

  • Alverez   Jalan Menuju Ketegangan

    Keesokan harinya, pagi di Elite High terasa lebih tegang dari biasanya. Matahari bersinar cerah, namun tidak ada yang bisa menghilangkan ketegangan yang membelit hati para siswa, terutama Adrian, yang masih teringat pesan misterius yang diterimanya malam sebelumnya. Sejak pagi itu, ada sesuatu yang mengganggu pikirannya—perasaan seolah ia sedang terjebak dalam sebuah permainan yang tidak ia pahami.Di ruang kelas, Aldo, yang selalu tampil tegas, memperhatikan Adrian dengan cermat. “Kamu terlihat gelisah, Adrian. Ada apa?”Adrian mencoba tersenyum, namun itu tidak lebih dari sekadar bentuk penghindaran. "Ah, cuma sedikit masalah pribadi."Aldo mengerutkan dahi. “Jangan biarkan itu mengganggu fokusmu. Keluarga kita memiliki reputasi yang harus dipertahankan."Adrian mengangguk pelan, tetapi pikirannya masih jauh dari kelas yang sedang berlangsung. Ada hal yang lebih besar sedang berlangsung, dan meskipun ia tidak tahu sepenuhnya, ia merasakan bahwa bahaya sudah mulai mendekat.Di sisi l

    Huling Na-update : 2024-12-10
  • Alverez   Konflik yang Mengungkapkan Kebenaran

    Keesokan harinya, kabar tentang pertemuan misterius malam itu mulai tersebar di kalangan para siswa Elite High. Meskipun para saudara kembar Wijaya tidak tahu persis apa yang terjadi, mereka merasakan adanya pergeseran—suasana di sekolah terasa berbeda. Mereka tahu bahwa ada sesuatu yang mengintai mereka, meskipun mereka belum dapat mengungkapkan sepenuhnya apa itu.Adrian tidak bisa berhenti memikirkan pertemuannya dengan Clara sebelumnya, meskipun dia tidak mengakui itu kepada siapa pun. Setiap kali mereka bertemu di sekolah, ada ketegangan di udara. Tetapi kali ini, perasaan itu lebih kuat dari sebelumnya. Ada rasa khawatir, tetapi juga rasa penasaran yang membara. Apa yang sebenarnya dia cari? Kenapa dia begitu tertarik dengan gadis itu, meskipun dia tahu bahwa keluarga mereka adalah musuh?Pagi itu, Adrian berdiri di luar kelas saat bel tanda dimulainya pelajaran berbunyi. Dia melihat Clara lewat dari kejauhan, berjalan cepat, seolah menghindari pandangannya. Tidak seperti sebelu

    Huling Na-update : 2024-12-10
  • Alverez   Langkah Menuju Kehancuran

    Hari demi hari, ketegangan di sekitar keluarga Wijaya dan keluarga Mahendra semakin meningkat. Bagi Adrian, dunia yang sebelumnya terasa seperti tempat yang familiar, kini berubah menjadi labirin yang penuh dengan rahasia dan ancaman. Perasaan yang selalu ia abaikan—perasaan ketertarikan yang tak bisa ia kendalikan terhadap Clara—kian kuat. Namun, dia juga tahu bahwa itu adalah hubungan yang sangat berbahaya. Ia terjebak dalam dilema yang tak bisa dijelaskan, terutama setelah peringatan yang diberikan oleh Clara beberapa waktu lalu.Pagi itu, Adrian menemukan dirinya berdiri di depan cermin di kamarnya, berpikir. Dia tahu bahwa perasaan yang ia miliki terhadap Clara bukan hanya sekadar rasa penasaran. Clara adalah anak dari keluarga yang selama ini menjadi musuh besar keluarga mereka. Dan itu artinya, menjalin hubungan dengannya bisa menjadi awal dari keruntuhan segalanya. Namun, ada sesuatu yang mengganggunya—sesuatu yang tak bisa dia abaikan.Sementara itu, Aldo dan Alan duduk bersa

    Huling Na-update : 2024-12-10
  • Alverez   Di Ujung Tali yang Putus

    Hari-hari berikutnya berlalu dengan ketegangan yang semakin mencekam. Adrian dan Clara kini berada di persimpangan jalan yang tidak bisa mereka hindari. Meskipun mereka tahu bahwa hubungan mereka sangat berbahaya, keduanya merasa tidak ada pilihan lain selain terus menggali kebenaran, meskipun itu bisa menghancurkan keluarga mereka. Setiap pertemuan mereka semakin menguak lapisan-lapisan gelap dari masa lalu yang tersembunyi di balik permainan bisnis dan kekuasaan.Di sekolah, perubahan suasana semakin jelas. Para siswa Elite High merasa ada sesuatu yang berbeda dalam cara para saudara kembar Wijaya berinteraksi. Adrian, yang dulunya selalu menjadi pusat perhatian, kini lebih sering terlihat merenung, jarang berbicara dengan yang lainnya. Aldo dan Alan semakin fokus pada rencana mereka, sementara Andre dan Arga lebih memilih untuk menyendiri. Semua dari mereka tahu bahwa sesuatu yang besar sedang terjadi, tetapi mereka belum bisa menebak apa itu.Suatu pagi, saat Adrian dan Clara seca

    Huling Na-update : 2024-12-10
  • Alverez   Di Balik Bayangan

    Hari-hari setelah kejadian di gudang itu, perasaan gelisah semakin membebani Clara. Ia tahu bahwa ia telah melangkah terlalu jauh, tetapi tidak ada jalan mundur. Meskipun ia merasa takut, rasa ingin tahu dan rasa tanggung jawab untuk mengungkap kebenaran yang lebih besar membuatnya terus maju. Tetapi kini, ia merasakan ketakutan yang lebih dalam—bahwa dia bisa saja menjadi bagian dari permainan yang jauh lebih berbahaya dari yang pernah ia bayangkan.Setiap kali ia melihat Adrian, hatinya dipenuhi dengan kebingungan dan keraguan. Ia ingin memberi tahu Adrian semua yang ia temukan, namun ia tidak bisa—takut bahwa itu akan membahayakan mereka berdua. Dan lebih dari itu, ia tahu bahwa Adrian dan saudara-saudaranya tidak tahu apa-apa tentang hubungan kelam yang telah lama terpendam antara kedua keluarga mereka. Jika mereka mengetahui kenyataannya, semuanya akan hancur.Malam itu, Clara kembali mendapat panggilan misterius. Suara yang sama, terdengar gelap dan mengancam. "Jangan bermain-ma

    Huling Na-update : 2025-02-02
  • Alverez   Menyelam dalam Kegelapan

    Kehilangan Clara membuat Adrian dan Aldo semakin panik. Keadaan semakin rumit saat mereka menyadari bahwa kepergian Clara tidaklah biasa. Ini bukan hanya hilang tanpa jejak. Ada kekuatan yang lebih besar di balik itu—sebuah peringatan yang mereka abaikan. Mereka tidak bisa membiarkan ini terjadi, dan mereka harus mencari tahu siapa yang bertanggung jawab.Malam itu, setelah berjam-jam mencari informasi dan mencoba melacak keberadaan Clara, Adrian dan Aldo duduk di ruang kerja keluarga mereka, terperangkap dalam kebingungan. Indra—ayah mereka—masih tidak memberitahukan seluruh kebenaran. Aldo sudah merasakan bahwa ada sesuatu yang disembunyikan oleh keluarga mereka, tetapi ia belum tahu apa yang sebenarnya terjadi.Adrian menatap layar komputer di depannya dengan penuh konsentrasi. Ia sedang mencoba menemukan petunjuk tentang keberadaan Clara—melalui rekaman CCTV yang tersebar di seluruh kota, melalui pesan yang mungkin ia lewatkan, dan tentu saja, melalui informasi yang bisa ia gali d

    Huling Na-update : 2025-02-04
  • Alverez   Musuh di Tengah Kegelapan

    Di tengah malam yang gelap dan sunyi, sebuah mobil hitam melaju dengan kecepatan tinggi di jalanan kota. Di dalamnya, Dimas Mahendra, pria berusia 45 tahun dengan wajah dingin dan sorot mata tajam, duduk di kursi belakang, kedua tangannya mengepal dengan kuat di atas lututnya.Di hadapannya, seorang pria bertubuh kekar dengan setelan jas hitam sedang melaporkan sesuatu melalui telepon."Tuan, kami telah menyisir beberapa lokasi yang mungkin menjadi tempat Clara dibawa, tetapi sejauh ini hasilnya nihil."Dimas menghembuskan napas panjang, menahan amarah yang berkecamuk di dadanya."Dia tidak mungkin hilang begitu saja. Cari lagi. Gunakan semua koneksi kita. Aku tidak peduli berapa pun biayanya, aku ingin putriku ditemukan malam ini juga," suaranya penuh ancaman."Tapi, Tuan..." pria itu tampak ragu. "Ada kemungkinan besar bahwa ini bukan hanya soal penculikan biasa. Kami menemukan indikasi bahwa keluarga Wijaya juga sedang mencari Clara."Mata Dimas menyipit tajam."Wijaya?" desisnya d

    Huling Na-update : 2025-02-04
  • Alverez   Permainan Berbahaya

    Clara berusaha menenangkan napasnya. Ruangan sempit yang gelap ini membuatnya sulit berpikir jernih. Tangannya masih terikat di belakang kursi, dan setiap gerakan kecil menyebabkan pergelangannya terasa perih karena gesekan tali.Di hadapannya, pria bertopeng yang baru saja berbicara menatapnya tajam. Namun, dari cara dia berdiri, dari cara dia berbicara, Clara bisa merasakan sesuatu yang aneh—seolah pria ini tidak sekadar ingin menahannya, tetapi lebih dari itu."Apa yang sebenarnya kalian inginkan?" suara Clara serak, tetapi penuh keberanian.Pria itu tertawa kecil, lalu menarik kursi dan duduk di hadapannya."Yang kami inginkan?" katanya, menyandarkan tubuhnya santai. "Kami hanya ingin menyaksikan dua keluarga paling berkuasa di kota ini saling menghancurkan."Mata Clara membelalak."Apa maksudmu?"Pria itu mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, suaranya merendah seolah sedang membisikkan rahasia besar."Clara Mahendra… kau tidak sadar, bukan?" Ia tersenyum samar. "Selama ini, ka

    Huling Na-update : 2025-02-04

Pinakabagong kabanata

  • Alverez   Pelarian dalam Bayangan

    Sirene mobil terdengar samar di kejauhan. Di dalam mobil hitam yang melaju cepat di jalan-jalan belakang kota, Bara Valentino memelintir kemudi dengan penuh fokus. Di sampingnya, Adrian duduk dengan ekspresi dingin, sesekali menoleh ke kursi belakang tempat Clara duduk dengan wajah pucat dan mata masih sembab. Arga duduk di sebelah Clara, menatap jalanan di belakang melalui kaca spion kecil, berjaga-jaga."Kita sudah masuk ke zona aman?" tanya Adrian dengan suara rendah."Belum. Tapi kita hampir keluar dari radius pencarian mereka. Mobil-mobil Calvin tersebar ke seluruh penjuru. Kita harus menyeberang ke distrik timur sebelum fajar," jawab Bara dengan nada tergesa.Arga menghela napas berat. "Sial, semua ini karena Mitha. Kita kecolongan."Clara hanya diam. Tubuhnya masih gemetar. Peristiwa beberapa hari terakhir masih menghantui pikirannya. Ia belum sepenuhnya percaya bahwa Adrian—atau pria yang mengaku sebagai Adrian—masih hidup. Tapi ketika mereka bertemu, ada kilasan ingatan, luka

  • Alverez   Pelarian

    Mitha menggenggam ponselnya erat saat nada sambung berbunyi di telinganya. Jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya. Ia tahu bahwa apa yang akan ia katakan bisa membawa konsekuensi besar, tetapi rasa penasarannya lebih kuat daripada keraguannya."Halo?" Suara Calvin terdengar dari seberang telepon, datar dan penuh kewaspadaan.Mitha menelan ludah. "Kak, aku punya informasi yang mungkin menarik untukmu. Aku baru saja mengikuti seseorang dan aku melihat sesuatu yang tidak seharusnya ada di sana."Hening sejenak, lalu Calvin menjawab dengan suara rendah, "Di mana? Dan siapa yang kau ikuti?"Mitha melirik ke sekelilingnya, memastikan tidak ada yang memperhatikan sebelum ia menjawab dengan suara pelan, "Aku mengikuti Bara Alvino. Aku tadi kencan dengannya di kafe, dan aku penasaran... Jadi, aku mengikutinya sampai ke rumahnya. Kak, di dalam rumahnya aku melihat seseorang yang sangat mirip dengan Clara Mahendra."Calvin terdiam. Kemudian, tawa

  • Alverez   Bayangan di Kegelapan

    Mitha Rahadian tidak bisa mengabaikan rasa penasarannya sejak pertemuannya dengan Bara di kafe tadi sore. Ada sesuatu tentang pria itu yang menariknya, bukan hanya karena pesona dinginnya yang misterius, tetapi juga karena aura yang mengelilinginya. Bara Alvino bukan pria biasa, dan Mitha tahu ada sesuatu yang disembunyikannya.Ketika Bara meninggalkan kafe, Mitha diam-diam mengikutinya. Dengan langkah ringan dan gerakan yang terlatih sejak kecil dalam lingkungan keluarga Rahadian, ia berhasil menjaga jarak tanpa menarik perhatian. Bara berjalan santai menuju mobilnya, tidak menunjukkan tanda-tanda menyadari bahwa ia sedang dibuntuti. Mitha segera memanggil sopir pribadinya dan menyuruhnya mengikuti mobil Bara dari kejauhan.Selama perjalanan, Mitha tidak bisa berhenti bertanya-tanya. Ada sesuatu yang aneh dengan Bara. Selain aura misteriusnya, dia juga tampak selalu waspada. Seolah-olah dia tidak bisa membiarkan siapa pun terlalu dekat dengannya.Setelah hampir tiga puluh menit perja

  • Alverez   Rencana Besar Wijaya

    Langit malam masih gelap ketika Adrian Wijaya berdiri di depan gerbang besar rumah keluarganya. Sudah lama ia tidak menginjakkan kaki di sini, dan kini ia kembali dengan membawa beban yang lebih besar dari sebelumnya. Ia menatap rumah megah itu, mengingat setiap kenangan yang pernah ia lalui di dalamnya. Malam ini, ia kembali bukan sebagai Adrian yang dulu, melainkan sebagai seseorang yang memiliki misi yang belum terselesaikan.Dengan langkah tegas, Adrian mendorong gerbang dan memasuki halaman rumah. Para penjaga yang melihatnya langsung membelalakkan mata, seolah melihat hantu. Salah satu dari mereka bahkan nyaris menjatuhkan senjata yang dipegangnya."Adrian...?" gumam salah satu penjaga dengan suara gemetar.Adrian tidak menjawab. Ia hanya terus berjalan melewati mereka, menuju pintu utama. Ia tahu bahwa keberadaannya akan segera diketahui oleh kedua saudaranya, Alan dan Andre Wijaya. Itu hanya soal waktu sebelum mereka muncul dengan seribu pertanyaan yang harus ia hadapi.Saat A

  • Alverez   Siapa itu Alvian?

    Arga Wijaya melangkah keluar dari rumah dengan langkah santai, meskipun pikirannya terus dipenuhi berbagai kecemasan. Sejak ia tinggal bersama Bara Valentino, banyak hal dalam hidupnya berubah secara drastis. Ia kehilangan tempat di keluarganya sendiri, dipisahkan dari keluarganya, dan kini harus bergantung pada seorang pria yang masa lalunya masih penuh misteri. Namun, Arga tidak memiliki banyak pilihan selain bertahan hidup dan mencari cara untuk membalas dendam atas ketidakadilan yang terjadi pada keluarganya.Malam itu, Arga hanya memiliki satu tujuan sederhana: membeli makanan. Bara sudah pergi sejak subuh untuk mengurus urusannya.Setelah mendapatkan beberapa kantong makanan dari warung terdekat, Arga kembali ke rumah dengan langkah yang lebih cepat. Ada perasaan aneh yang mengganggunya, seolah-olah sesuatu yang besar sedang menunggunya di dalam rumah.Ketika ia membuka pintu dan masuk ke dalam, ia langsung membeku di ambang pintu ruang tamu. Di sana, duduk

  • Alverez   Suaka dalam Bayangan

    Hujan gerimis menyelimuti kota malam itu, menambah kesan mencekam di antara jalanan yang dipenuhi cahaya neon. Adrian memandang sekeliling, memastikan tidak ada yang mengikutinya sebelum ia mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang yang sudah ia percayai sejak lama."Bara, aku butuh bantuanmu. Cepat jemput aku di sudut kota, aku tidak bisa menjelaskan panjang lebar di telepon. Aku bersama seseorang yang juga harus kau lindungi," ujar Adrian dengan suara mendesak.Di ujung sana, Bara Valentino terdiam sejenak. Ia mengenali nada suara Adrian yang jarang sekali terdengar seperti itu—panik, mendesak, dan penuh ketakutan."Kau di mana tepatnya?" Bara bertanya, nada suaranya tetap tenang meskipun pikirannya mulai menyusun kemungkinan buruk."Jalan Salma, dekat gang sempit di belakang kafe tua itu. Aku tidak punya banyak waktu, Bara. Jika kau masih menganggapku teman, datanglah sekarang."Tanpa banyak tanya, Bara mengambil kunci mobilnya dan bergeg

  • Alverez   Amarah Calvin dan Permainan Liciknya

    Calvin Rahadian duduk di ruangannya dengan napas memburu. Tangannya mengepal kuat hingga buku-buku jarinya memutih. Matanya menatap layar CCTV yang merekam kejadian semalam. Clara Mahendra telah lolos. Sesuatu yang tak seharusnya terjadi, namun kini sudah menjadi kenyataan."Bagaimana mungkin?" gumamnya dengan suara penuh kemarahan. "Bagaimana mungkin dia bisa melarikan diri?!"Ia membanting gelas wiski di tangannya ke lantai, menyebabkan pecahan kaca berserakan. Semua orang di ruangan itu menahan napas, takut akan amukan pria yang dikenal tak memiliki belas kasihan.Calvin bangkit dari kursinya, matanya menyorot tajam ke arah anak buahnya yang berdiri dengan wajah penuh ketakutan. "Kalian semua pecundang! Bagaimana bisa seorang wanita yang terkunci di ruangan besi, dengan penjagaan ketat, bisa melarikan diri?!"Salah satu anak buahnya, Reno, memberanikan diri untuk berbicara, meskipun suaranya sedikit bergetar. "Bos, kami sedang menyelidiki bagaimana dia

  • Alverez   Adrian Masih Hidup?

    Adrian menggenggam erat tangan Clara saat mereka berlari menembus kegelapan malam. Napas mereka terengah-engah, detak jantung berpacu dengan kecepatan yang sama dengan langkah kaki mereka. Hujan yang turun deras membuat jalanan licin, tapi mereka tidak peduli. Yang ada di dalam pikiran mereka hanya satu hal: pergi sejauh mungkin dari tempat terkutuk itu.Clara masih dalam keadaan shock. Rasa sakit dan ketakutan bercampur menjadi satu di dalam tubuhnya. Tapi satu hal yang lebih membingungkannya: bagaimana mungkin Adrian masih hidup? Ia sendiri melihat bagaimana Calvin menembakkan peluru ke dada Adrian. Ia melihat tubuh Adrian jatuh tak berdaya, darah mengalir dari tubuhnya, dan detik itu juga, Clara yakin bahwa ia telah kehilangan cinta dalam hidupnya.Namun kini, pria itu ada di sini, menggenggam tangannya, menariknya menjauh dari neraka yang hampir menelannya.Setelah berlari selama beberapa menit, mereka akhirnya sampai di sebuah rumah kecil di tengah hutan. A

  • Alverez   Clara Melarikan Diri

    Ruangan itu sunyi, hanya suara tetesan air dari langit-langit bocor yang menemani Clara Mahendra dalam kegelapan. Ia duduk meringkuk di sudut ruangan, tubuhnya gemetar, tidak hanya karena dingin, tetapi juga ketakutan yang mencekam. Sudah berhari-hari ia disekap di tempat ini, sebuah rumah tua yang suram dan bau lembab. Ia tidak tahu lagi siang atau malam, hanya tahu bahwa setiap waktu yang berlalu terasa seperti siksaan yang tiada akhir.Pintu berderit terbuka, dan masuklah Calvin Rahadian, pria yang menjadi penyebab semua penderitaannya. Wajahnya tampak tenang, tetapi sorot matanya penuh dengan obsesi yang membuat Clara mual. "Clara, aku sudah lelah menunggu," suaranya terdengar lembut, tetapi beracun. "Kita harus segera menikah. Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi."Clara memalingkan wajahnya, tidak ingin menatap pria itu. "Aku tidak akan pernah menikah denganmu, Calvin. Lebih baik aku mati," suaranya bergetar, tetapi penuh kebencian.Calvin tertawa kecil

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status