Home / Romansa / Alverez / Jejak di Tengah Bayangan

Share

Jejak di Tengah Bayangan

Author: Daffa
last update Last Updated: 2024-12-10 19:53:46

Hari itu berlalu seperti biasanya di Elite High, namun suasana tidak pernah benar-benar tenang ketika lima bersaudara Wijaya ada di sekolah. Kelas mereka berbeda, tetapi setiap orang merasa kehadiran mereka seperti menguasai seluruh bangunan. Aldo sibuk dengan klub debat, Andre tenggelam dalam buku di perpustakaan, Arga memimpin tim olahraga, Alan hilang di sudut ruangan seni, dan Adrian berkeliaran di lapangan parkir, menghindari semua tanggung jawab akademik.

Adrian memutuskan untuk melewatkan jam terakhir pelajaran hari itu. Dia duduk di atas kap mobilnya, mendengarkan musik dengan earphone, ketika sosok yang sama menarik perhatiannya lagi. Clara berjalan melewati area parkir dengan langkah cepat, seperti sedang mencoba tidak terlihat. Tapi bagi Adrian, gerak-geriknya terlalu mencolok untuk diabaikan.

Tanpa berpikir panjang, Adrian memanggilnya. "Hei, kamu!"

Clara berhenti sejenak, tetapi tidak langsung menoleh. Dia tahu siapa yang memanggilnya, tapi enggan untuk terlibat.

"Ya, kamu yang jalan cepat seperti lagi dikejar sesuatu," lanjut Adrian, kali ini dengan nada bercanda.

Clara akhirnya menoleh, menatap Adrian dengan ekspresi datar. "Apa maumu?"

Adrian tersenyum tipis, melompat turun dari kap mobilnya, dan berjalan mendekat. "Aku cuma penasaran. Kamu beda dari yang lain. Semua orang di sekolah ini sibuk memperhatikan aku dan saudaraku, tapi kamu terlihat tidak peduli. Kenapa?"

Clara mengangkat alisnya. "Mungkin karena aku punya hal yang lebih penting untuk dipikirkan."

Adrian terkekeh. "Keras kepala, ya? Aku suka itu."

Clara tidak menjawab, hanya memutar bola matanya dan melanjutkan langkahnya. Adrian tidak mengejarnya, tetapi senyumnya tidak memudar. Ada sesuatu tentang gadis itu yang membuatnya ingin tahu lebih banyak, meskipun ia tidak bisa menjelaskan apa.

Di tempat lain, Alan berdiri di ruang seni yang sepi. Di depannya ada kanvas kosong, tetapi pikirannya sibuk dengan hal lain. Dalam beberapa minggu terakhir, dia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Pengamatan kecilnya—mobil asing yang sering terlihat di dekat rumah mereka, tatapan aneh dari beberapa staf sekolah, hingga rumor tentang konflik keluarga mereka di masa lalu—semua itu mulai membentuk pola di pikirannya.

Dia membuka buku catatannya dan mencoret-coret beberapa kata: "Siapa musuhnya?" Alan tahu ada sesuatu yang dirahasiakan oleh orang tua mereka, tetapi dia belum yakin apa. Satu hal yang pasti, keluarganya tidak sepenuhnya aman, bahkan di tempat yang tampaknya tak tersentuh seperti Elite High.

Saat Alan termenung, Arga tiba-tiba masuk ke ruang seni dengan langkah besar.

"Alan! Kenapa kamu selalu mengurung diri di sini? Kamu harus keluar dan bergabung dengan kami di lapangan," katanya dengan senyum lebar.

Alan menutup buku catatannya dengan cepat dan memasukkannya ke dalam tas. "Aku tidak punya waktu untuk itu, Arga."

"Ayolah, hidup tidak melulu soal buku atau seni. Kamu terlalu serius!" Arga menggodanya sambil mendekat.

Alan hanya mengangkat bahu dan berjalan keluar tanpa menjawab. Sifat Alan yang tertutup sering membuat saudara-saudaranya bingung, tetapi mereka terbiasa membiarkannya sendiri.

Sementara itu, Aldo dan Andre sedang berbincang di sudut perpustakaan. Mereka membahas rencana rapat keluarga yang akan diadakan malam itu.

"Papa pasti akan membicarakan ekspansi bisnis lagi," kata Aldo dengan nada serius. "Kita harus siap memberikan pendapat, terutama soal proyek properti baru."

Andre mengangguk. "Aku sudah membaca laporan keuangan perusahaan. Semuanya terlihat baik, tapi aku masih merasa ada sesuatu yang disembunyikan. Kamu tahu Papa jarang membicarakan hal-hal yang terlalu personal."

Aldo mendesah. "Itu tugas kita, Andre. Kita tidak boleh mengecewakan Papa."

Mereka berdua tenggelam dalam diskusi serius, tidak menyadari bahwa di luar perpustakaan, Clara kembali mengawasi mereka dari kejauhan. Gadis itu menggigit bibir bawahnya, merasa gelisah. Setiap kali melihat salah satu dari saudara Wijaya, ia selalu teringat kata-kata ayahnya:

"Jangan pernah dekat dengan mereka. Mereka adalah musuh kita. Jangan lupa, Clara, apa yang keluarga mereka lakukan pada kita."

Clara tahu dia harus menjauh. Namun, pandangannya tetap tertuju pada Adrian yang sekarang berdiri di lapangan, dikelilingi teman-temannya. Ada sesuatu dalam sikap Adrian yang membuatnya sulit untuk tidak peduli, meskipun ia tahu itu salah.

Saat hari berakhir, kelima saudara Wijaya kembali berkumpul di area parkir. Mereka berdiri mengelilingi mobil mereka, membahas hari mereka masing-masing.

"Adrian, kamu bolos lagi?" tanya Aldo dengan nada tajam.

Adrian hanya tersenyum santai. "Aku belajar banyak di luar kelas, kok."

"Seperti apa?" Andre ikut menimpali, kali ini dengan nada sarkastik.

"Seperti bagaimana membuat orang tertarik padaku tanpa usaha," jawab Adrian sambil tertawa kecil.

Arga tertawa keras. "Setidaknya Adrian jujur soal bakatnya."

Alan, yang biasanya diam, tiba-tiba berbicara. "Kalian tidak merasa ada yang aneh akhir-akhir ini?"

Keempat saudaranya menoleh ke arahnya.

"Aneh bagaimana?" tanya Aldo, penasaran.

Alan menggelengkan kepala, enggan menjelaskan lebih jauh. "Tidak ada. Lupakan saja."

Namun, di dalam hatinya, Alan tahu sesuatu sedang terjadi—sesuatu yang lebih besar dari apa yang bisa mereka bayangkan.

Related chapters

  • Alverez   Rahasia di Balik Senyuman

    Malam itu, rumah keluarga Wijaya diselimuti kesunyian mewah. Ruang rapat pribadi di lantai atas dipenuhi kehadiran lima saudara kembar dan kedua orang tua mereka, Indra Wijaya dan Maya Wijaya. Keduanya adalah figur yang tak hanya dikenal karena kekayaan dan kekuasaan, tetapi juga kepribadian mereka yang penuh teka-teki. Indra, dengan sikap tegas dan wibawa yang tak terbantahkan, sering terlihat seperti seorang raja di istananya. Sedangkan Maya, dengan senyuman anggun yang selalu menghiasi wajahnya, memiliki mata yang tajam seolah bisa melihat ke dalam jiwa siapa pun.“Baiklah, kita mulai,” kata Indra sambil mengetuk meja panjang di depan mereka. "Kalian semua tahu bahwa kita sedang dalam proses ekspansi bisnis ke wilayah Timur. Ini akan menjadi langkah besar untuk perusahaan."Aldo langsung mengangguk. "Saya sudah mempelajari laporan yang Papa berikan. Lokasi baru itu memiliki potensi besar untuk pasar properti mewah.""Benar," sahut Indra, menatap anak sulungnya dengan bangga. "Tapi

    Last Updated : 2024-12-10
  • Alverez   Jalan Menuju Ketegangan

    Keesokan harinya, pagi di Elite High terasa lebih tegang dari biasanya. Matahari bersinar cerah, namun tidak ada yang bisa menghilangkan ketegangan yang membelit hati para siswa, terutama Adrian, yang masih teringat pesan misterius yang diterimanya malam sebelumnya. Sejak pagi itu, ada sesuatu yang mengganggu pikirannya—perasaan seolah ia sedang terjebak dalam sebuah permainan yang tidak ia pahami.Di ruang kelas, Aldo, yang selalu tampil tegas, memperhatikan Adrian dengan cermat. “Kamu terlihat gelisah, Adrian. Ada apa?”Adrian mencoba tersenyum, namun itu tidak lebih dari sekadar bentuk penghindaran. "Ah, cuma sedikit masalah pribadi."Aldo mengerutkan dahi. “Jangan biarkan itu mengganggu fokusmu. Keluarga kita memiliki reputasi yang harus dipertahankan."Adrian mengangguk pelan, tetapi pikirannya masih jauh dari kelas yang sedang berlangsung. Ada hal yang lebih besar sedang berlangsung, dan meskipun ia tidak tahu sepenuhnya, ia merasakan bahwa bahaya sudah mulai mendekat.Di sisi l

    Last Updated : 2024-12-10
  • Alverez   Konflik yang Mengungkapkan Kebenaran

    Keesokan harinya, kabar tentang pertemuan misterius malam itu mulai tersebar di kalangan para siswa Elite High. Meskipun para saudara kembar Wijaya tidak tahu persis apa yang terjadi, mereka merasakan adanya pergeseran—suasana di sekolah terasa berbeda. Mereka tahu bahwa ada sesuatu yang mengintai mereka, meskipun mereka belum dapat mengungkapkan sepenuhnya apa itu.Adrian tidak bisa berhenti memikirkan pertemuannya dengan Clara sebelumnya, meskipun dia tidak mengakui itu kepada siapa pun. Setiap kali mereka bertemu di sekolah, ada ketegangan di udara. Tetapi kali ini, perasaan itu lebih kuat dari sebelumnya. Ada rasa khawatir, tetapi juga rasa penasaran yang membara. Apa yang sebenarnya dia cari? Kenapa dia begitu tertarik dengan gadis itu, meskipun dia tahu bahwa keluarga mereka adalah musuh?Pagi itu, Adrian berdiri di luar kelas saat bel tanda dimulainya pelajaran berbunyi. Dia melihat Clara lewat dari kejauhan, berjalan cepat, seolah menghindari pandangannya. Tidak seperti sebelu

    Last Updated : 2024-12-10
  • Alverez   Langkah Menuju Kehancuran

    Hari demi hari, ketegangan di sekitar keluarga Wijaya dan keluarga Mahendra semakin meningkat. Bagi Adrian, dunia yang sebelumnya terasa seperti tempat yang familiar, kini berubah menjadi labirin yang penuh dengan rahasia dan ancaman. Perasaan yang selalu ia abaikan—perasaan ketertarikan yang tak bisa ia kendalikan terhadap Clara—kian kuat. Namun, dia juga tahu bahwa itu adalah hubungan yang sangat berbahaya. Ia terjebak dalam dilema yang tak bisa dijelaskan, terutama setelah peringatan yang diberikan oleh Clara beberapa waktu lalu.Pagi itu, Adrian menemukan dirinya berdiri di depan cermin di kamarnya, berpikir. Dia tahu bahwa perasaan yang ia miliki terhadap Clara bukan hanya sekadar rasa penasaran. Clara adalah anak dari keluarga yang selama ini menjadi musuh besar keluarga mereka. Dan itu artinya, menjalin hubungan dengannya bisa menjadi awal dari keruntuhan segalanya. Namun, ada sesuatu yang mengganggunya—sesuatu yang tak bisa dia abaikan.Sementara itu, Aldo dan Alan duduk bersa

    Last Updated : 2024-12-10
  • Alverez   Di Ujung Tali yang Putus

    Hari-hari berikutnya berlalu dengan ketegangan yang semakin mencekam. Adrian dan Clara kini berada di persimpangan jalan yang tidak bisa mereka hindari. Meskipun mereka tahu bahwa hubungan mereka sangat berbahaya, keduanya merasa tidak ada pilihan lain selain terus menggali kebenaran, meskipun itu bisa menghancurkan keluarga mereka. Setiap pertemuan mereka semakin menguak lapisan-lapisan gelap dari masa lalu yang tersembunyi di balik permainan bisnis dan kekuasaan.Di sekolah, perubahan suasana semakin jelas. Para siswa Elite High merasa ada sesuatu yang berbeda dalam cara para saudara kembar Wijaya berinteraksi. Adrian, yang dulunya selalu menjadi pusat perhatian, kini lebih sering terlihat merenung, jarang berbicara dengan yang lainnya. Aldo dan Alan semakin fokus pada rencana mereka, sementara Andre dan Arga lebih memilih untuk menyendiri. Semua dari mereka tahu bahwa sesuatu yang besar sedang terjadi, tetapi mereka belum bisa menebak apa itu.Suatu pagi, saat Adrian dan Clara seca

    Last Updated : 2024-12-10
  • Alverez   Di Balik Bayangan

    Hari-hari setelah kejadian di gudang itu, perasaan gelisah semakin membebani Clara. Ia tahu bahwa ia telah melangkah terlalu jauh, tetapi tidak ada jalan mundur. Meskipun ia merasa takut, rasa ingin tahu dan rasa tanggung jawab untuk mengungkap kebenaran yang lebih besar membuatnya terus maju. Tetapi kini, ia merasakan ketakutan yang lebih dalam—bahwa dia bisa saja menjadi bagian dari permainan yang jauh lebih berbahaya dari yang pernah ia bayangkan.Setiap kali ia melihat Adrian, hatinya dipenuhi dengan kebingungan dan keraguan. Ia ingin memberi tahu Adrian semua yang ia temukan, namun ia tidak bisa—takut bahwa itu akan membahayakan mereka berdua. Dan lebih dari itu, ia tahu bahwa Adrian dan saudara-saudaranya tidak tahu apa-apa tentang hubungan kelam yang telah lama terpendam antara kedua keluarga mereka. Jika mereka mengetahui kenyataannya, semuanya akan hancur.Malam itu, Clara kembali mendapat panggilan misterius. Suara yang sama, terdengar gelap dan mengancam. "Jangan bermain-ma

    Last Updated : 2025-02-02
  • Alverez   Menyelam dalam Kegelapan

    Kehilangan Clara membuat Adrian dan Aldo semakin panik. Keadaan semakin rumit saat mereka menyadari bahwa kepergian Clara tidaklah biasa. Ini bukan hanya hilang tanpa jejak. Ada kekuatan yang lebih besar di balik itu—sebuah peringatan yang mereka abaikan. Mereka tidak bisa membiarkan ini terjadi, dan mereka harus mencari tahu siapa yang bertanggung jawab.Malam itu, setelah berjam-jam mencari informasi dan mencoba melacak keberadaan Clara, Adrian dan Aldo duduk di ruang kerja keluarga mereka, terperangkap dalam kebingungan. Indra—ayah mereka—masih tidak memberitahukan seluruh kebenaran. Aldo sudah merasakan bahwa ada sesuatu yang disembunyikan oleh keluarga mereka, tetapi ia belum tahu apa yang sebenarnya terjadi.Adrian menatap layar komputer di depannya dengan penuh konsentrasi. Ia sedang mencoba menemukan petunjuk tentang keberadaan Clara—melalui rekaman CCTV yang tersebar di seluruh kota, melalui pesan yang mungkin ia lewatkan, dan tentu saja, melalui informasi yang bisa ia gali d

    Last Updated : 2025-02-04
  • Alverez   Musuh di Tengah Kegelapan

    Di tengah malam yang gelap dan sunyi, sebuah mobil hitam melaju dengan kecepatan tinggi di jalanan kota. Di dalamnya, Dimas Mahendra, pria berusia 45 tahun dengan wajah dingin dan sorot mata tajam, duduk di kursi belakang, kedua tangannya mengepal dengan kuat di atas lututnya.Di hadapannya, seorang pria bertubuh kekar dengan setelan jas hitam sedang melaporkan sesuatu melalui telepon."Tuan, kami telah menyisir beberapa lokasi yang mungkin menjadi tempat Clara dibawa, tetapi sejauh ini hasilnya nihil."Dimas menghembuskan napas panjang, menahan amarah yang berkecamuk di dadanya."Dia tidak mungkin hilang begitu saja. Cari lagi. Gunakan semua koneksi kita. Aku tidak peduli berapa pun biayanya, aku ingin putriku ditemukan malam ini juga," suaranya penuh ancaman."Tapi, Tuan..." pria itu tampak ragu. "Ada kemungkinan besar bahwa ini bukan hanya soal penculikan biasa. Kami menemukan indikasi bahwa keluarga Wijaya juga sedang mencari Clara."Mata Dimas menyipit tajam."Wijaya?" desisnya d

    Last Updated : 2025-02-04

Latest chapter

  • Alverez   Rencana Besar Wijaya

    Langit malam masih gelap ketika Adrian Wijaya berdiri di depan gerbang besar rumah keluarganya. Sudah lama ia tidak menginjakkan kaki di sini, dan kini ia kembali dengan membawa beban yang lebih besar dari sebelumnya. Ia menatap rumah megah itu, mengingat setiap kenangan yang pernah ia lalui di dalamnya. Malam ini, ia kembali bukan sebagai Adrian yang dulu, melainkan sebagai seseorang yang memiliki misi yang belum terselesaikan.Dengan langkah tegas, Adrian mendorong gerbang dan memasuki halaman rumah. Para penjaga yang melihatnya langsung membelalakkan mata, seolah melihat hantu. Salah satu dari mereka bahkan nyaris menjatuhkan senjata yang dipegangnya."Adrian...?" gumam salah satu penjaga dengan suara gemetar.Adrian tidak menjawab. Ia hanya terus berjalan melewati mereka, menuju pintu utama. Ia tahu bahwa keberadaannya akan segera diketahui oleh kedua saudaranya, Alan dan Andre Wijaya. Itu hanya soal waktu sebelum mereka muncul dengan seribu pertanyaan yang harus ia hadapi.Saat A

  • Alverez   Siapa itu Alvian?

    Arga Wijaya melangkah keluar dari rumah dengan langkah santai, meskipun pikirannya terus dipenuhi berbagai kecemasan. Sejak ia tinggal bersama Bara Valentino, banyak hal dalam hidupnya berubah secara drastis. Ia kehilangan tempat di keluarganya sendiri, dipisahkan dari keluarganya, dan kini harus bergantung pada seorang pria yang masa lalunya masih penuh misteri. Namun, Arga tidak memiliki banyak pilihan selain bertahan hidup dan mencari cara untuk membalas dendam atas ketidakadilan yang terjadi pada keluarganya.Malam itu, Arga hanya memiliki satu tujuan sederhana: membeli makanan. Bara sudah pergi sejak subuh untuk mengurus urusannya.Setelah mendapatkan beberapa kantong makanan dari warung terdekat, Arga kembali ke rumah dengan langkah yang lebih cepat. Ada perasaan aneh yang mengganggunya, seolah-olah sesuatu yang besar sedang menunggunya di dalam rumah.Ketika ia membuka pintu dan masuk ke dalam, ia langsung membeku di ambang pintu ruang tamu. Di sana, duduk

  • Alverez   Suaka dalam Bayangan

    Hujan gerimis menyelimuti kota malam itu, menambah kesan mencekam di antara jalanan yang dipenuhi cahaya neon. Adrian memandang sekeliling, memastikan tidak ada yang mengikutinya sebelum ia mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang yang sudah ia percayai sejak lama."Bara, aku butuh bantuanmu. Cepat jemput aku di sudut kota, aku tidak bisa menjelaskan panjang lebar di telepon. Aku bersama seseorang yang juga harus kau lindungi," ujar Adrian dengan suara mendesak.Di ujung sana, Bara Valentino terdiam sejenak. Ia mengenali nada suara Adrian yang jarang sekali terdengar seperti itu—panik, mendesak, dan penuh ketakutan."Kau di mana tepatnya?" Bara bertanya, nada suaranya tetap tenang meskipun pikirannya mulai menyusun kemungkinan buruk."Jalan Salma, dekat gang sempit di belakang kafe tua itu. Aku tidak punya banyak waktu, Bara. Jika kau masih menganggapku teman, datanglah sekarang."Tanpa banyak tanya, Bara mengambil kunci mobilnya dan bergeg

  • Alverez   Amarah Calvin dan Permainan Liciknya

    Calvin Rahadian duduk di ruangannya dengan napas memburu. Tangannya mengepal kuat hingga buku-buku jarinya memutih. Matanya menatap layar CCTV yang merekam kejadian semalam. Clara Mahendra telah lolos. Sesuatu yang tak seharusnya terjadi, namun kini sudah menjadi kenyataan."Bagaimana mungkin?" gumamnya dengan suara penuh kemarahan. "Bagaimana mungkin dia bisa melarikan diri?!"Ia membanting gelas wiski di tangannya ke lantai, menyebabkan pecahan kaca berserakan. Semua orang di ruangan itu menahan napas, takut akan amukan pria yang dikenal tak memiliki belas kasihan.Calvin bangkit dari kursinya, matanya menyorot tajam ke arah anak buahnya yang berdiri dengan wajah penuh ketakutan. "Kalian semua pecundang! Bagaimana bisa seorang wanita yang terkunci di ruangan besi, dengan penjagaan ketat, bisa melarikan diri?!"Salah satu anak buahnya, Reno, memberanikan diri untuk berbicara, meskipun suaranya sedikit bergetar. "Bos, kami sedang menyelidiki bagaimana dia

  • Alverez   Adrian Masih Hidup?

    Adrian menggenggam erat tangan Clara saat mereka berlari menembus kegelapan malam. Napas mereka terengah-engah, detak jantung berpacu dengan kecepatan yang sama dengan langkah kaki mereka. Hujan yang turun deras membuat jalanan licin, tapi mereka tidak peduli. Yang ada di dalam pikiran mereka hanya satu hal: pergi sejauh mungkin dari tempat terkutuk itu.Clara masih dalam keadaan shock. Rasa sakit dan ketakutan bercampur menjadi satu di dalam tubuhnya. Tapi satu hal yang lebih membingungkannya: bagaimana mungkin Adrian masih hidup? Ia sendiri melihat bagaimana Calvin menembakkan peluru ke dada Adrian. Ia melihat tubuh Adrian jatuh tak berdaya, darah mengalir dari tubuhnya, dan detik itu juga, Clara yakin bahwa ia telah kehilangan cinta dalam hidupnya.Namun kini, pria itu ada di sini, menggenggam tangannya, menariknya menjauh dari neraka yang hampir menelannya.Setelah berlari selama beberapa menit, mereka akhirnya sampai di sebuah rumah kecil di tengah hutan. A

  • Alverez   Clara Melarikan Diri

    Ruangan itu sunyi, hanya suara tetesan air dari langit-langit bocor yang menemani Clara Mahendra dalam kegelapan. Ia duduk meringkuk di sudut ruangan, tubuhnya gemetar, tidak hanya karena dingin, tetapi juga ketakutan yang mencekam. Sudah berhari-hari ia disekap di tempat ini, sebuah rumah tua yang suram dan bau lembab. Ia tidak tahu lagi siang atau malam, hanya tahu bahwa setiap waktu yang berlalu terasa seperti siksaan yang tiada akhir.Pintu berderit terbuka, dan masuklah Calvin Rahadian, pria yang menjadi penyebab semua penderitaannya. Wajahnya tampak tenang, tetapi sorot matanya penuh dengan obsesi yang membuat Clara mual. "Clara, aku sudah lelah menunggu," suaranya terdengar lembut, tetapi beracun. "Kita harus segera menikah. Aku tidak bisa menunggu lebih lama lagi."Clara memalingkan wajahnya, tidak ingin menatap pria itu. "Aku tidak akan pernah menikah denganmu, Calvin. Lebih baik aku mati," suaranya bergetar, tetapi penuh kebencian.Calvin tertawa kecil

  • Alverez   Perang Saudara

    Andre Wijaya menatap layar ponselnya dengan ekspresi penuh pertimbangan. Di layar, nama Bara Valentino tertera jelas. Ia sudah lama mengenal nama itu, tetapi baru sekarang ia benar-benar merasa perlu menghubunginya. Alan telah membuat bisnis keluarga mereka merugi, dan Andre tidak bisa membiarkan itu terus terjadi. Jika Alan tidak bisa memimpin keluarga ini dengan benar, maka Andre harus turun tangan. Namun, ia butuh bantuan.Dengan napas berat, ia akhirnya menekan tombol panggil.Bara Valentino menjawab setelah beberapa dering. "Andre Wijaya," suaranya terdengar datar, tidak menunjukkan emosi. "Apa yang membuatmu menghubungiku?""Aku butuh bantuanmu," kata Andre langsung. "Bisnis keluarga Wijaya sedang berada di ambang kehancuran. Alan terlalu sibuk dengan masalah yang lain dan tidak memikirkan bisnis keluarga. Aku ingin mengambil alih semuanya sebelum semuanya terlambat."Bara terdiam sejenak sebelum akhirnya berkata, "Aku bisa memahami situasim

  • Alverez   Langkah Berbahaya

    Dimas Mahendra menatap kota dari balik jendela kantornya yang luas. Gedung-gedung pencakar langit menjulang tinggi, mencerminkan kesuksesan dan kekuatan bisnis yang telah ia bangun selama bertahun-tahun. Namun, malam ini pikirannya tidak tertuju pada bisnis, melainkan pada langkah besar yang baru saja ia ambil. Keputusan yang akan mengubah segalanya. Ini adalah salah satu cara untuk mengetes apakah Alan Wijaya bertindak dalam setiap pengambilan keputusan di keluarga Wijaya. Selain itu, ia juga ingin membuktikan jika Alan Wijaya telah menculik putrinya, Clara, maka dengan ancaman ini Alan akan segera melepaskan putrinya.Ia telah menyewa kelompok bayangan untuk menghancurkan bisnis keluarga Wijaya. Tidak cukup hanya meminta banyak pengusaha untuk menarik investasi dari proyek patungan dengan keluarga Wijaya, ia ingin memastikan bahwa bisnis Wijaya benar-benar runtuh. Ia telah menghubungi beberapa pesaing terbesar Wijaya dan memberi mereka informasi berharga tentang kelemahan

  • Alverez   Masa Kelam

    Bara Valentino berjalan santai di trotoar kota saat hujan gerimis mulai turun. Tangannya dimasukkan ke dalam saku jaket kulitnya, sementara matanya tetap awas terhadap sekeliling. Ia tidak terbiasa membiarkan dirinya lengah, terutama sekarang setelah ia mulai terlibat dalam konflik besar antara keluarga Mahendra, Wijaya, dan Rahadian. Malam semakin larut, dan jalanan mulai sepi. Namun, justru dalam kesunyian seperti inilah bahaya sering kali mengintai.Saat melangkah menuju persimpangan, Bara mendengar suara klakson keras diikuti dengan suara rem yang berdecit tajam. Sebuah mobil sport putih kehilangan kendali dan berputar di jalan yang licin. Tanpa berpikir panjang, Bara berlari ke arah mobil tersebut dan dengan refleks menarik seorang wanita yang nyaris tertabrak ke pelukannya.Wanita itu terjatuh di pelukan Bara, napasnya tersengal karena syok. Matanya yang besar dan indah menatap Bara dengan keterkejutan yang sulit disembunyikan."A-aku… hampir mati ba

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status