Beranda / Fiksi Remaja / Alvaro Sang Genus / Bab 38. Sebuah Keluarga

Share

Bab 38. Sebuah Keluarga

Penulis: Whieta Dy
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Sebuah ketukan di pintu.

Di baliknya, muncul wanita berpiyama. Tampak cemberut saat melihat Moreno muncul dengan wajah kusut. “Kenapa pulangnya telat? Kasihan Dhia menunggumu dari tadi. Dia udah nggak sabar liat foto-fotonya,” gerutunya.

“Mohon maaf tadi aku ketemu teman lama. Sepertinya, kau juga mengenal mereka,” lirih Moreno. Tubuhnya bergeser dan terlihatlah dua tamu yang ia bawa. Alvaro dan Davira.

Semula wanita itu tersenyum samar saat melihat Alvaro. Namun saat melihat Davira, senyumnya luruh dan tubuhnya gemetar. “Kenapa kau membawa mereka ke sini, Reno?” Wanita itu terkejut.

“Dokter Shara?” Alvaro mengerutkan dahi. “Kalian suami istri?”

Belum habis keterkejutan Alvaro, seorang bocah perempuan muncul dari belakang wanita itu. “Papa sudah pulang? Mana foto-fotonya? Aku ingin lihat, Pa,” ujarnya. Wajahnya yang mirip Dokter Moreno semringah.

Alvaro termangu. Davira bahkan kehilangan kata-kata.

“Tolong jangan ganggu kelua
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Alvaro Sang Genus   Bab 39. Golden Blood

    Jika boleh memilih, Alvaro ingin menjadi seorang yang biasa-biasa saja. Bukan manusia langka yang keberadaannya bahkan diperebutkan oleh dunia. “Apa artinya, Dok? Apa istimewanya?” tanya Alvaro. “Darahmu memiliki Rhesus Null atau Rh Null yang artinya bisa cocok dengan semua orang dan semua DNA. Maka jika ada orang yang memiliki kelainan genetika atau kelainan darah, maka sumbangan darahmu akan sangat berharga bagi mereka. Intinya, dengan darahmu, kau bisa menyelamatkan banyak orang, Alvaro.” Kata-kata Dokter Moreno mengalir dengan penuh tekanan. “Lalu, bagaimana jika Alvaro yang membutuhkan darah? Tipe darah apa yang bisa membantunya?” tanya Davira hati-hati. “Darah dengan tipe Golden Blood sangat langka. Hanya ada sekitar dua puluh tiga manusia. Belum ada kabar apakah sudah ada yang meninggal. Jika ada, maka jumlahnya pasti akan lebih kecil dari itu. Jadi saranku ….” Dokter Moreno menjilat bibirnya yang kering. “Ia harus lebih berhati

  • Alvaro Sang Genus   Bab 40. Pernyataan Terindah

    Alvaro menarik tubuh Davira untuk mendekat. Davira berbau udara segar dan musk. Rambutnya terasa masih basah di tangan Alvaro. Matanya yang selalu terbuka, menelisik dan waspada meredup. Alvaro tergoda. Tapi ia tersadar. Ia tak bisa bersama Davira hanya untuk melupakan rasa sedih. Lelaki itu beringsut menjauh. Untuk beberapa saat, mereka terbaring memandang langit-langit kamar dalam diam. “Maaf,” kata Alvaro. Davira menjawab dengan lembut. “Jangan minta maaf.” Ia menoleh. “Kau akan baik-baik saja.” “Kita akan baik-baik saja,” tegas Alvaro. “Ya, kita.” Davira mengangguk. Alvaro mendekat kembali. Meletakkan kepala Davira di lengannya dengan pelan. “Kumohon satu hal, berhentilah merasa bersalah karena telah menculikku,” ucapnya hati-hati. Pupil Davira melebar. Ia membuat gerakan seolah ingin bangun tapi Alvaro menahan bahunya sehingga ia tetap berbaring dengan dada turun naik. Ia tak ingin menangis. Tapi bera

  • Alvaro Sang Genus   Bab 41. Tempat Rahasia

    Hari ini Kamis. Alvaro bangun lebih awal. Davira sudah tidak ada di sisinya. Ia ke dapur dan melihat ke arah taman yang terhubung ke dapur melalui sebuah jendela kaca berukuran besar. Davira sedang melakukan latihan ketangkasan. Alvaro mengunyah roti buatan Davira dengan cepat. Davira masuk ke dapur dan terheran-heran. “Kamu sudah mandi? Mau kemana?” Alvaro tak menjawab. Ia mengelap bibir dan bangkit. Lengannya melingkari pinggang Davira. Davira berkeringat tapi ia tak merasa risih. “Ikutlah. Aku membuat sebuah keputusan.” “Apa?” “Aku akan ke rumah Dhia,” kata Alvaro. Davira terbelalak dan tertawa senang. “Kamu membuat moodku sangat baik,” pujinya. “Oh, tentu saja itu bukan karena Dhia. Itu pasti karena pernyataanku semalam.” Alvaro mengedipkan mata. “Tentu saja karena Dhia.” Davira mencibir. “Tolong jangan ge-er.” “Ah, masa’?” Alvaro pura-pura kaget. “Latihannya sampai sepagi itu. Pasti nggak bisa

  • Alvaro Sang Genus   Bab 42. Golden Blood yang Lain

    Di hadapan Alvaro, tiga air terjun berada dalam satu lokasi. Airnya yang tertimpa matahari berkilauan. Alvaro tak pernah tau ternyata lembah Ceruk Batu memiliki air terjun seindah ini. “Jangan ke sana! Ada hal yang lebih penting,” ucap Davira saat melihat gelagat Alvaro yang ingin mendekat ke air terjun. Davira berjalan ke samping air terjun yang ditutupi pepohonan rindang dan menyibaknya.Tubuh Dokter Moreno dan Dokter Shara seketika menegang, gemetar.“Shara, syukurlah, ternyata mereka yang datang!” seru Dokter Moreno gembira saat melihat yang datang adalah Alvaro dan Davira.“Aku sudah sangat pesimis kalian akan datang.” Dokter Shara menahan tangis. Ragu-ragu Dokter Shara memegang lengan Davira mengingat perempuan itu seorang Familia. Tapi saat Davira memeluknya, isaknya pecah. “Apa yang terjadi? Kenapa Dhia?” tanya Alvaro saat melihat Dhia dalam pelukan ayahnya, terkulai. “Sudah beberapa hari ini aku merasa ada yang mengawasi kami. Puncaknya

  • Alvaro Sang Genus   Bab 43. Si Bos

    Lelaki itu berdiri tegak menatap lukisan burung Phoenix besar yang terbentang di hadapannya. Di bawahnya tertulis sebuah nama yang ditulis dengan bahasa Persia. Simurgh Sajm. Lelaki itu menyeringai, puas dengan pencapaian yang ia peroleh selama ini. Menjadi pemimpin sebuah organisasi besar dalam usia muda. Lamunannya terhenti saat mendengar ketukan di pintu. “Masuk,” perintahnya. Asistennya sudah memberi tahu siapa yang akan datang. “Wajahmu sangat tak enak dipandang, Bass. Kau harus banyak-banyak bercermin biar tahu sejelek apa wajahmu kalau sedang kesal,” ujarnya tertawa pada perwira polisi yang usianya dua kali lipat di atasnya. “Anak itu kabur lagi, Tuan. Aku dan intel terbaikku mengawasi mereka selama tiga bulan dan mereka kabur sia-sia. Moreno sialan!” makinya. “Hmm, sudah kubilang, jangan panggil aku Tuan. Aku Bos. Tuan hanya panggilan pria renta sementara aku masih muda, heh.” Lelaki itu mendelik. “Baik, Bos.” Bass mengangkat

  • Alvaro Sang Genus   Bab 44. Dua Misi

    “Viraaa, bangun! Ayo lari!” Seorang bocah perempuan yang Davira duga adalah dirinya, menggeliat. Dengan mata terpejam, ia berusaha mencari asal suara cadel tersebut.“Ayo! Buka matamu!” bentak suara itu.Bocah perempuan itu membuka mata. Bangkit dan kepalanya berputar.“Aku di sini,” ujarnya.Bocah perempuan itu berhenti. Ia tersenyum meski dalam muram karena telah menemukan orang yang selama ini ia cari. Bocah perempuan itu mengulurkan tangannya seperti ingin meraih seseorang. Tapi sebelum sempat meraih apa pun, terdengar jeritan melengking. “Viraaaaaa!” Davira terbangun, beringsut. Tangannya meraba pistol yang ada di bawah bantal. Setelah memastikan pistol itu berada di sana otaknya mulai berfikir jernih. Entah kenapa ia memimpikan dirinya saat kecil, padahal ia tak punya banyak ingatan tentang itu. Davira menoleh, menatap Alvaro yang meringkuk. Ia tergoda untuk menyentuh tubuh Alvaro. Tapi mereka terpisah oleh guling hingga pemuda itu cukup jauh dari j

  • Alvaro Sang Genus   Bab 45. Perpisahan

    “Apa yang kamu sembunyikan dariku, Vir?” ulang Alvaro. Davira bergeming. Misi dari Metira tentang anak dan kekhawatiran bahwa Alvaro mendengar obrolannya dengan wanita itu membuat Davira mengejang dalam pelukan Alvaro. Ia menggeliat dan mendorong tubuh Alvaro, menjauhi pemuda itu.“Apa yang kusembunyikan? Tidak ada. Apa aku seperti menyembunyikan sesuatu?” Suara Davira terdengar melengking. “Nggak. Hanya saja kamu menerima telepon di luar kamar. Alvaro mengangkat bahu dengan malas. Ia sedikit tersinggung oleh Davira yang mendorongnya. “Sudahlah, aku hanya asal bicara.” “Apa kamu sudah lama terbangun?” tanya Davira sambil berbalik. Ia tak ingin Alvaro tahu akan kegugupannya. “Nggak juga.” Alvaro memasukkan kedua tangannya ke kantong. “Maaf, tapi jangan memelukku secara mendadak dari belakang seperti itu.” Alvaro bergeming. Tatapannya menghunjam perempuan itu. Ia memilih tak menjawab dan berbalik masuk ke dalam. Alva

  • Alvaro Sang Genus   Bab 46. Perwira dalam Kampus

    Menatap kamar, kesedihan semakin membuncah. Alvaro melihat Davira di ranjang, di sofa, di depan cermin, di dekat tirai, di lantai. Ia memutuskan segera berkemas dan menuju kampus. Setelah sekian lama vakum, halo apa kabar kampus? “Alvarooooo!!” teriak Dean mengejutkan Alvaro saat ia baru menjejakkan kaki di lantai kampus. Lelaki itu merangkul dan menggebuk punggungnya girang. “Kamu kemana aja?” Kehangatan Dean menyebar. Beberapa teman ikut mengerubutinya dan ber-toss ria dengannya. “Gimana kabarmu, Al? Kamu cuti selama ini?” Mereka terus bertanya dan Alvaro hanya tersenyum lebar. Mereka menceritakan beberapa kejadian lucu saat bersamanya dulu dan tak satu pun yang membahas tentang penculikannya saat itu. Keceriaan yang terkesan basa-basi tapi ternyata ia merindukan ini semua. “Jadikan kamu ikut tim basketku, Al?” Dean menariknya dari keramaian. “Kalau kamu masih butuh tim, aku bergabung. Kalau udah cukup, ya aku mundurlah. Terserah ket

Bab terbaru

  • Alvaro Sang Genus   Bab 72. Bertemu Gio Kembali

    Alvaro berbaring di samping Davira. Mereka bertatapan, tersenyum canggung. Jemarinya mengelus pipi halus Davira. “Maaf, aku tak menanyakan kesiapanmu. Ini menjadi tak seromantis yang diinginkan oleh setiap wanita.” sesal Alvaro. “Apa yang diinginkan oleh setiap wanita?” Davira tersenyum. “Aku tahu hari itu akan tiba. Hari di mana aku menjadi istri sesungguhnya. Aku sudah cukup siap.” “Kau membuatnya menjadi seperti melakukan kewajiban saja. Aku suami yang buruk.” Alvaro megerang. Elusannya di pipi Davira terhenti.” “Tidak, bukan begitu. Itu sangat luar biasa, sungguh.” Davira meremas tangan Alvaro, cemas oleh kekecewaan yang tergurat di wajah kekasihnya. “Meski rasanya aneh karena kita sangat terburu-buru. Tiba-tiba saja aku menjadi berbeda dan ada sesuatu yang menggelegak di tubuhku dan menuntut untuk dipenuhi.” Ucapan itu membuat Alvaro tersentak. Ia pun memikirkan hal yang sama. “Kau benar, Vira. Aku menjadi sangat bergairah sejak memasuki ka

  • Alvaro Sang Genus   Bab 71. Si Muka Dua

    Alvaro dan Davira tak pernah menyangka bahwa di Rumah Berwarna ada kamar seluas dan seindah itu. Lantainya mengkilat dan separuhnya ditutupi dengan karpet empuk dan tebal berwarna hijau mint. Ranjang di tengah ruangan berukuran king ditutupi seprei lembut dan wangi. Di dalamnya terdapat kamar mandi dengan bath up yang besar. “Aku tak percaya bahwa kita masih menginjakkan kaki di RB. Ini sangat kontras dengan seluruh ruangan di RB yang kaku dan hanya berwarna silver,” ucap Davira meraba furniture dan seprei dengan hati-hati. “Kau salah. Seharusnya justru kamar ini representasi dari RB. RB itu artinya rumah berwarna. Tapi kenyataannya, tak ada warna dalam kehidupan RB. Kita tak dibiarkan memilih ‘warna’ kita sendiri.” Alvaro bersungut-sungut. Mengerjapkan mata, Davira tersadar Alvaro masih kesal. Sebuah kulkas berwarna merah elegan menarik perhatiannya. Ia menuju ke sana, membuka pintunya dan melongok isinya. Sebotol air dingin, sirup lemon dan bua

  • Alvaro Sang Genus   Bab 70. Negosiasi

    Perempuan itu sedang menatap layar laptopnya saat Alvaro dan Davira menyerbu masuk ke ruangan kerjanya. Di belakangnya, petugas keamanan tergesa mengikuti. “Maaf Metira, saya sudah menahan mereka tapi mereka memaksa masuk,” ucap petugas itu khawatir. Sebagai jawaban, Metira menggeleng dan memberi isyarat agar petugas itu pergi. “Hai, kalian rindu padaku? Terima kasih akhirnya kalian mau mendatangi ibu kalian ini,” sindirnya. Senyum sinis terukir di bibirnya. “Tak perlu basa-basi. Kembalikan gadis itu. Kau menginginkanku. Bukan dia,” sergah Davira, kesal. “Aku menginginkanmu?” Metira mengangkat alisnya. “Yang tepat adalah, aku menginginkan kalian. Kau dan terutama Alvaro.” “Aku tahu. Kau butuh darahku dan ketangguhan Davira,” timpal Alvaro tanpa menyembunyikan kekesalannya. “Ya.” Metira menjetikkan jari. “Jika kemurnian darah Alvaro bisa didapat dengan keturunan, maka aku mau kalian punya anak. Generasi yan

  • Alvaro Sang Genus   Bab 69. Siluet Masa Lalu

    Davira memerhatikan garis pembatas putih di jalan raya. Ia tak bicara sepatah kata pun selama di mobil. Saat mengisi bahan bakar, Alvaro mampir ke mini market dan membelikan air mineral dingin untuknya. Davira menerimanya dalam diam tapi kemudian ia sadar, Alvaro mengkhawatirkan dirinya. “Hai, apa kau pikir reaksiku tadi berlebihan?” tanyanya sedikit malu. Alvaro menatapnya lembut. “Aku tahu. Tak apa. Kau panik. Kau tak suka dengan seseorang yang terlalu banyak bicara apalagi itu mengenai sesuatu tentangmu.” Davira mengangkat kepalanya. “Selama sembilan belas tahun aku bertanya-tanya, apa di luar sana aku memiliki keluarga? Seperti apa mereka? apakah rambutnya selurus rambutku dan bola matanya coklat sepertiku? Dan apa yang ia katakan tadi ….” Napas Davira tercekat.“Adalah jawaban yang selama ini aku cari. Aku tak siap. Fakta tentang saudara kembarnya yang hilang saat berumur tiga tahun dan itu adalah usia saat aku diculik. Warna biru itu ….” Ia

  • Alvaro Sang Genus   Bab 68. Keyakinan Geisha

    Apa yang akan dilakukan seseorang ketika bertemu dengan orang yang begitu mirip dengannya? Apakah ia akan antusias bertanya berasal dari mana ia? Siapa namanya? Mengapa mereka bisa memiliki tekstur rambut dan gigi yang sama seolah Tuhan menuangkan mereka pada cetakan yang sama? Alih-alih melemparkan semua pertanyaan itu, Davira justru duduk menatap perempuan di depannya dengan senyuman kaku. Meski ia mengenal dirinya seorang yang cukup mudah bergaul. Dulu, dulu sekali, kemampuannya itu ia gunakan untuk mendapatkan Spesies dengan mudah. Itu sebabnya Metira bangga padanya. Mengingatnya justru memperburuk keadaan. Perasaan aneh yang karib tadi hadir semakin kuat. “Aku Davira. Maaf ya, aku biasanya tak secanggung ini terhadap orang baru. Tapi kita benar-benar mirip … meski kuakui kau lebih lembut atau feminin? Ah semacam itu.” Davira berusaha mencairkan suasana dan tertawa. Geisha ikut tertawa lirih. “Tapi lekuk tubuhmu lebih feminin. Kau pasti seo

  • Alvaro Sang Genus   Bab 67. Doppelganger?

    “Hai, sudah berapa lama kau temukan kafe ini? Minumannya enak.” Davira menyeruput es kopinya dengan nikmat. “Aku baru sekali ke sini. Dean yang mengajakku,” jawab Alvaro. Tubuhnya condong ke depan dan lagi-lagi ia melirik meja bar.“Kulihat kau gelisah dari tadi. Kenapa, Al?” Alis Davira terangkat, menyentuh jemari Alvaro. Lelaki itu sudah dari setengah jam yang lalu terus-menerus menatap ke sekeliling mereka. Bahkan pelayan yang menyajikan pesanan mereka tadi, Alvaro tatap berkali-kali. Alvaro meringis, menggeleng pelan. “Nggak. Nggak ada masalah,” jawabnya kikuk. Dielusnya jemari Davira yang berada di atas meja untuk meyakinkan perempuan itu, sementara pupilnya tetap bergerak-gerak gelisah. “Ada yang kau tunggu, Al? Dean?” “Nggak. Sudahlah, aku ke toilet dulu, ya.” Alvaro buru-buru berdiri, menghindar dari pertanyaan Davira dengan melangkah cepat, meninggalkan perempuan itu. Davira menggigit-gigit sedotan minumannya. Aura kegelisaha

  • Alvaro Sang Genus   Bab 66. Rencana Alvaro

    Melangkah menuju mobil, Metira memegangi ujung topi bulat pada bagian depan agar wajahnya lebih tersembunyi. Ia tak suka wajahnya diketahui orang dan dihubungkan dengan peristiwa di kampus beberapa bulan yang lalu. Saat sampai di mobil, ia dengan segera melempar topinya ke jok penumpang, memperbaiki kaca spion untuk melihat rumah mungil di belakangnya. Ia tahu pemuda itu tadi ada di sana, di ruangan itu, saat ia berbicara dengan Davira. Ia sengaja menyinggung masa lalu Davira agar pemuda itu terusik. Metira akhirnya tersenyum penuh kemenangan. *** Meski pemuda itu sudah berusaha berubah menjadi lebih penyabar, bayangan Alvaro yang marah tetap mendominasi benaknya. Davira langsung berbalik dan bergegas mengambil apron, menyibukkan diri di dapur. “Kau sudah lama pulangnya? Biasanya kau langsung menemuiku setiap kali pulang ke rumah. Pasti karena lapar, ya?” oceh Davira. Ia

  • Alvaro Sang Genus   Bab 65. Tamu Pengganggu

    Suara ketukan di pintu seolah palu godam yang menghantam kepala Davira. Saat matanya terbuka dan kesadaran menyentaknya, ia pun menyadari bahwa suara menggelegar itu hanya ada di mimpinya. Pada kenyataannya, ketukan itu terdengar lembut dan berirama. Segera diraihnya pistol dari laci dan berjingkat menuruni anak tangga menuju lantai bawah. Meski ia sudah menduga siapa pemilik ketukan berirama itu, ia tetap harus waspada. Sambil mengintip keluar, Davira mengarahkan pistolnya ke pintu sementara sebelah tangannya membuka slot. Namun saat melihat yang datang adalah sosok sesuai dugaannya, Davira menurunkan pistol dan menyembunyikannya dipinggang. Sosok yang dimaksud adalah seorang perempuan berambut cokelat ikal dengan topi lebar yang hampir menutup seluruh wajahnya. “Hai, kau merindukanku, Dav?” sapa perempuan itu dan langsung menyelinap masuk. Davira menutup pintu di belakangnya dan mengikuti langkah perempuan itu dengan wajah kusut. “

  • Alvaro Sang Genus   Bab 64. Serupa Davira

    Tubuh ramping berbalut setelan peach bermotif kupu-kupu. Rambut panjangnya dibiarkan tergerai menutupi punggung. Alvaro terdorong untuk mendekat dan berdiri di sisi perempuan itu. Ia sedang mencatat pesanan pelanggan dan bagian depan tubuhnya ditutupi celemek. Gerakannya anggun dan sangat gemulai.Alvaro berharap perempuan itu segera menoleh dan menjelaskan alasan kenapa ia berada di sini dan bekerja sebagai pelayan. Namun harapan itu memudar seiring perasaan asing yang merambat di benaknya. Ia seolah tak pernah mengenal perempuan itu.Berbalik dan duduk kembali bersama Dean dan yang lain, menunggu perempuan itu yang mendatanginya. Keputusan itu baru akan diambil Alvaro. Belum sempat ia berbalik, perempuan itu menoleh dan tersenyum.Titik pandang mereka bertemu. Perempuan muda itu nyaris sama dengan Davira. Tinggi tubuh, warna kulit, hingga raut wajah. Alvaro saja sampai terperangah dibuatnya.“Hai, teman, di mana tempat dudukmu? Di sana masih kosong. Aku antar, yuk. Sekalia

DMCA.com Protection Status