Bertemu di satu tempat yang sama—entah itu karena suratan takdir atau memang sudah jalan cerita yang dibuat sejak zaman dahulu kala—Devin dan Mentari bertemu. Hanya saling menatap bola mata sang lawan bicara, suasana menjadi hening. Sudah biasa mengobrol banyak hal, kini malah menjadi canggung. Tidak ada yang memulai pembicaraan. Hanya membiarkan udara saja dan waktu yang menyerap masa.
"Udah lama ... gak ketemu, ya?" ucap Mentari yang akhirnya memulai pembicaraan setelah sadar tidak ada yang berbicara. Kalau tidak ada yang memulai sesuatu, dia yang harus memulai. Dia tidak ingin membiarkan suasana seperti berada di kota mati.
"Iya ... udah lama emang," balas Devin yang tidak tahu alasannya malah makin gugup. Puan itu sudah berusaha menyingkirkan rasa canggung, tetapi malah dia yang tidak sanggup. Jika begini, sia-sia saja usaha sang puan untuk mencairkan suasana.
"Kayaknya ada yang mau lo omongin ya?" ujar Mentari yang malah melemparkan pertanyaan.
Duduk menyandarkan punggung dan meluruskan kaki di tempat relaksasi, Devin telah tertidur yang dibantu Caraka. Dia juga dipersilakan masuk ke ruangan yang lebih gelap dan lebih remang-remang dibanding ruangan lain, seperti tempat Jingga dibawa dengan cara yang sama pula. Dia tidur dengan lelap, dibantu pula oleh suasana tempat yang sunyi.Sagara yang memperhatikan proses itu dari jauh hanya bisa diam dan tidak banyak bicara. Caraka pernah berkata butuh konsentrasi tinggi untuk bisa membawa kliennya ke alam bawah sadar. Serta butuh ketenangan juga. Makanya pria itu membiarkan Caraka melakukan aksinya yang sedang menghubungi alam bawah sadar Devin.Caraka kemudian menggenggam telapak tangan Devin, menggenggamnya dengan erat seakan-akan tidak ingin melepaskannya pergi. Dia memecah keheningan dengan mengajukan pertanyaan, "Sekarang kamu bisa dengar aku?"Tanpa suara, Devin merespons dengan menganggukkan kepala satu kali. Kegiatan berhasil dilakukan. Mereka saling te
Di sisi lain, ada Mentari yang kembali menghabiskan waktu sebelum malam menjelang di kafe langganan dan tempat yang paling sering dia datangi. Kebetulan hari ini latihan diliburkan, jadi dia tidak merasa diganggu dengan banyaknya waktu kosong. Dia juga tidak punya kegiatan lain selain mengurung diri di rumah untuk mengisi hari libur. Daripada bosan, dia memutuskan pergi ke pusat kota dan pulang saat malam. Dia senang melakukannya sendirian dan kini sudah menjadi rutinitas. Walau raganya ada di kafe—beserta fisiknya juga—namun pikiran sang puan lantas tidak ada di tempat. Pikiran itu sedang melintasi ruang dan waktu, serta melintasi cahaya seperti ada di luar angkasa. Tidak ada yang tahu sudah berapa kilometer jarak yang ditempuh pikiran tersebut. Mendukung aksi, dia sedang menopang dagu dengan tangan yang ditekuk di atas meja. Sebelum ke sini, dia sibuk memikirkan apa yang akan terjadi jika dia keluar. Dia juga sibuk menimbang apa yang harus diputuskan. Hal itu karena peristiwa tempo
Waktu kosong Sagara dan Caraka diisi dengan duduk di ruang utama. Sejatinya, memang tempat ini sudah menjadi markas besar anggota Fantasy Club jika diminta berkumpul untuk membahas apa pun, termasuk membahas gaji selama menyelesaikan misi. Jika tidak ada latihan, mereka juga sering datang ke sini. Jika memang tidak ada latihan dan tidak dipanggil, selalu saja ada yang datang ke rumah. Tempat mewah ini sudah menjadi pilihan utama. Rumah ini juga sudah seperti rumah milik mereka. Dua pria itu sedang ada di ruangan. Kali ini, mereka tampak serius. Bukan lagi antara pria yang tidak akan jauh dari menonton TV. Tidak ada lagi program acara yang bisa mengalihkan atensi. Mereka kompak memasang wajah serius yang paling serius di dunia. Ruangan ini diisi oleh diskusi mereka yang sepertinya tidak akan mencapai kata putus. Tidak ada ujungnya seperti jurang yang tidak kelihatan garis akhir. Mereka sedang membahas sesuatu yang menarik, namun terkadang sampai membuat mereka adu mulut karena ada yan
Walau pesimis pada awalnya lantaran meminta izin kepada orang tua masing-masing, pada akhirnya anggota Fantasy Club bisa bepergian untuk melakukan perjalanan karyawisata. Sagara sebagai guru memastikan kalau mereka akan pulang dalam keadaan aman. Makanya mereka diberi izin agar bisa pergi liburan selama beberapa hari.Tujuan mereka sekarang ada di daerah Jakarta Selatan, tepatnya di sebuah vila yang dekat dengan hutan. Sebelum itu, Sagara sudah menyewa tempat beberapa hari sebelumnya untuk memastikan tidak akan ada yang menginap. Soal itu, dia kenal dengan pemilik vila yang menyambut dengan baik kedatangan mereka.Sebelum pergi, mereka diminta berkumpul di rumah Sagara untuk mempersiapkan banyak hal yang ingin dibawa. Selain pakaian dan obat-obatan sebagai perlengkapan utama, mereka juga membawa lima buah orang-orangan yang dimasukkan ke dalam bersama mereka. Mengenai transportasi, mereka meminjamnya dari kenalan Sagara yang memiliki bus mini. Tidak ada yang sangka kal
Setelah mengisi waktu kosong sebelum dihadapi kenyataan yang tidak pasti, anggota Fantasy Club yang menginap di Villa Rawa diundang ke ruang makan, termasuk Sagara dan Caraka. Langit gelap juga sudah bersambut di luar sana dan menjadi dekorasi paling indah di muka bumi. Mereka semangat ketika mendengar ajakan yang disampaikan oleh para karyawan. Apalagi mereka tidak perlu repot memasak makanan.Di ruang makan, kedatangan mereka sudah disambut oleh Chakra yang ada di barisan paling depan beserta beberapa karyawan vila. Tetapi ada satu insan yang mengenakan pakaian mencolok. Warna seragam yang dia gunakan yaitu warna putih terang yang suci seperti kertas putih.Mereka kompak berseru takjub atas sambutan tersebut. Ditambah makan malam yang katanya enak dan lezat seperti yang dia dengar. Sebagai pemilik vila, dia memang memegang kuasa apalagi tempat ini. Mereka ingin menjaga nama baik dengan tidak menyajikan hal paling aneh yang bisa menurunkan kualitas."Selamat da
Sesuai rencana yang sudah disusun beberapa hari sebelumnya, seluruh anggota Fantasy Club berkumpul di halaman belakang Villa Rawa. Seperti yang dikatakan Chakra, di sana ada lapangan luas yang dikelilingi oleh hutan lebat dan udara sejuk. Setelah sarapan, mereka bergegas mandi dan satu per satu bergerak ke sana. Latihan dimulai jam 10 pagi.Pagi ini, mereka makan sandwich dan telur setengah matang sebagai pengisi perut dan makanan yang bisa menambah energi untuk memulai hari. Soal makanan, mereka tidak banyak mengeluh dan pilih-pilih. Mereka senang jika ada yang menghidangkan dengan sepenuh hati.Kini, hanya ada anggota Fantasy Club beserta dua gurunya saja yang ada di lapangan. Chakra sebagai pemilik vila sudah meninggalkan mereka untuk fokus ke pekerjaan utama. Dia mengizinkan mereka menggunakan lapangan yang sudah menjadi milik sendiri, serta tanah ini juga atas namanya. Dia harus mengurus tamu lain yang datang lebih dahulu.Mereka sedang memejamkan
Sebuah mobil warna perak berhenti di depan Villa Rawa yang tidak terlalu ramai pada siang hari. Setelah mesin mobil dimatikan, seorang insan keluar dari mobil lalu bergegas masuk ke dalam—tempat yang sama dikunjungi oleh anggota Fantasy Club. Dia menyapa para karyawan yang sibuk mencuci piring setelah makan siang disajikan. Tanpa basa-basi, dia naik ke tangga yang menjadi alasan dia datang dari jauh. Orang yang dia temui adalah Chakra, yang dia cium tangannya terlebih dahulu. Lalu berjabat tangan dengan Sagara dan Caraka setelah dikenalkan pria itu. Insan yang baru saja datang adalah Raka, anak sulung Chakra yang sudah diceritakan banyak hal semalam. Mereka yang mendengar Chakra menyebut nama insan itu berseru menyatakan rasa takjub. Sadar kalau ada yang lebih penting dibandingkan pembicaraan yang tidak berujung, Raka meminta izin untuk mengobati anggota Fantasy Club. Dia sudah diberi tahu ayahnya kalau ada yang terluka di penginapan dan dia butuh bantuan. Akibat per
Seluruh anggota Fantasy Club masih ada di ruang tidur milik Sagara. Waktu terus berlalu. Jarum jam terus berjalan tanpa henti yang tidak akan bisa dihentikan dengan mudah. Dari pagi sampai ke siang, lalu siang menuju sore, tidak ada perubahan. Mereka masih tidak melakukan apa pun. Hal yang mereka lakukan adalah menunggu mereka yang pergi ke markas Kertajaya kembali.Tidak hanya mereka, namun ada juga Chakra, Raka, dan Ratna yang setia menemani. Sebelum berpisah dengan sang suami, Ratna sudah berdiskusi dengan Venus bahwa dia akan tetap di sini daripada pulang ke rumah. Dia ingin menjaga mereka, apalagi ada kaitannya juga kelompok yang diikuti Venus. Jika bisa, dia juga ingin menginap bersama di sini. Dia sudah membicarakan hal itu bersama Chakra.Sementara itu, Jeslyn masih menangis tersedu-sedu mengingat mereka kehilangan Mentari. Sampai sekarang, belum ada informasi apa pun yang mereka terima mengenai keberadaan Mentari. Bahkan sampai mereka masih di sana, tidak ada