Pagi yang sudah menyapa dunia bagian khatulistiwa telah berlangsung sejak 4 jam yang lalu. Manusia yang haus akan uang untuk memenuhi kebutuhan dunia telah berangkat dari rumah sebagai tempat peristirahatan untuk mencari cara agar bisa mendapat satu suap nasi. Ada yang pergi tepat satu jam setelah menyambut dunia, ada juga yang baru pergi.Seperti halnya Devin yang sedang duduk di halte bus kota dan bergabung dengan penumpang lain. Namun dia tidak ikut naik bus, melainkan menunggu ada yang akan menjemputnya di pemberhentian. Mengenai soal itu, sudah dibicarakan pula sehari sebelumnya tentang di mana pertemuan itu. Sebagai pengambil keputusan, dia memutuskan bertemu di sini.Bus yang melintasi wilayah Jakarta berhenti di halte, namun kendaraan yang dia tunggu belum kelihatan. Akibatnya dia ditinggalkan sendiri setelah penumpang lain masuk ke dalam bus. Bus itu juga langsung berlalu dari tempat tanpa sebuah pertanyaan.Makanya sambil mengisi waktu kosong sebelum o
Di sisi lain, anggota Fantasy Club kecuali Devin telah berkumpul di rumah Sagara. Mereka di sana disambut Caraka yang memang ada di rumah dan tidak pergi ke mana-mana. Lagi pula, Sagara memintanya untuk menunggu perintah selanjutnya selagi dia pergi ke Kemang. Lalu, setelah ada perintah berikutnya baru pria itu tahu apa yang harus dia lakukan.Mereka berkumpul di ruang utama—tempat mereka biasa berkumpul untuk pertemuan penting atau ada yang ingin dibahas. Seperti sekarang, mereka sedang membicarakan tentang waktu kejadian yang ada di kilas masa depan Jingga. Selama melihatnya yang kini sudah tidak bisa dihitung ke berapa kali, dia sama sekali tidak peduli tentang apa pun. Hal yang penting adalah dia melihat kejadian itu.Tetapi berkat permintaan dua gurunya semalam, dia terpaksa melihat mimpi itu lagi. Kali ini secara menyeluruh bahkan sampai ke sudutnya sekali. Hal ini tentu saja membuat dia langsung menelan ludah ketika mendengarnya."Kamu yakin kejadia
Dibawa oleh seorang pria yang mengenakan jas dan kemeja putih serta mengenakan dasi, Irene dan Rama berakhir di kafetaria yang ada di dalam WE Corporation. Pria bertubuh gemuk yang mengaku kalau dia mengenal Jeffrey adalah orang yang mereka temui di dekat meja resepsionis. Mereka yang mengekor di belakang hanya mampu ikut punggung pria itu tanpa banyak bertanya. Mereka juga pikir kalau ada yang ingin dikatakan, namun tanpa ada yang tahu alasannya dia membawa mereka menjauh.Tepat setelah mereka berada di sisi depan kafetaria, ada yang melambaikan tangan ke udara dan memanggil mereka ke sini saat pandangannya lurus ke depan. Lebih tepatnya, lambaian tangan itu kepada pria gemuk tersebut, bukan kepada dua insan itu. Mereka yang masih setia mengekor kemudian berada di sebuah meja yang diisi beberapa kepala, termasuk orang melambaikan tangan tadi."Katanya lo balik ngantor, kok malah ke sini lagi," ucap pria yang mengenakan kemeja krim dan dasi hitam. Pria gemuk itu duduk
Tetap tinggal di rumah Sagara dan tidak pergi ke mana-mana seperti anggota lain—setidaknya untuk mencari udara segar dan menyegarkan pikiran—tidak membuat Devin dan Mentari terganggu. Sebagai penyuka tempat tenang, rumah mewah ini cocok untuk mereka dan bisa didatangi setiap hari. Mereka juga tidak terlalu suka menghabiskan waktu di luar. Tidak seperti Jingga yang sanggup keluar sendirian.Mereka dipaksa menetap di sini karena ada tugas yang harus dilakukan bersama Sagara dan Caraka. Tangan mereka dari tadi sibuk mengolah berkas data pribadi karyawan bagian marketing. Pandangan mereka juga sibuk membaca satu per satu data pribadi karyawan WE Corporation dan membaca dengan sekilas. Tidak ada yang sanggup membaca semua informasi dari jumlah karyawan yang tidak bisa dihitung dengan jari. Ruang utama ini terasa penuh oleh berkas-berkas tersebut.Sesuai yang diminta Irene, Rama sudah mengirim daftar nama karyawan kantor yang tidak hadir hari ini. Soal d
Di sisi lain yang jauh di seberang sana, Jeslyn dan Jingga sedang melangkahkan kaki menyusuri suatu jalan kecil yang lokasinya ada di sekitar Kemang. Mereka jalan bersebelahan dan menyamakan langkah kaki dengan entakan yang sama. Dipimpin oleh Jingga yang saat ini matanya saling berganti pandang antara jalan dan navigasi ponsel, mereka dalam perjalanan menuju suatu tempat yang dipandu langsung oleh sistem navigasi terakurat dan paling dipercaya.Menjalani sebagian tugas dari Sagara, mereka menuju rumah Jeffrey sesuai alamat yang diberi pria itu. Dengan berbekal ponsel, mereka mencari sendiri jalan menuju rumah itu. Jika dilihat dari susunan rumah di sekitar, rumah Jeffrey ada di salah satu rumah yang terletak di sebuah kompleks perumahan. Tidak terlalu sulit juga untuk mencari alamat yang dimaksud karena tidak banyak kelok.Dua insan itu kemudian berhenti ketika penanda di navigasi menunjuk tepat di mana mereka berada. Mereka kemudian mengalihkan pandangan ke rumah yan
Hanya satu pilihan yang terlintas di dalam kepala mengenai apa yang harus dilakukan selanjutnya. Oleh karena itu, Alden turun ke bawah dan bergerak menuju suatu tempat di lantai satu. Dia tahu ke mana arah yang dia tuju karena sebelum ke rumah Ronald, dia sempat memindai seluruh tempat di lantai satu. Dia menyapa seorang satpam apartemen yang kebetulan berjaga di sebuah tempat lebih kecil dari apartemen. Dia kemudian meminta untuk memanggil seseorang. Hanya melalui panggilan telepon saja, seorang pria yang mengenakan jas hitam keluar dari sebuah ruangan di belakang satpam menunggu. Alden menjabat tangan pria itu lebih dahulu. "Maaf jika kedatangan saya mengganggu, tapi bolehkah saya minta izin untuk akses kamera CCTV di apartemen ini?" ucapnya yang langsung mengatakan maksud kedatangannya tanpa basa-basi. Dia tidak berdusta, karena dia memang ingin melihat kamera CCTV. Jika tidak bisa bertemu Ronald, dia akan mencari tahu sendiri di sini. "Ada urusan apa ya?
Tahu-tahu saja, Jingga sudah bertengger di atas atap rumah Jeffrey dengan memeluk ujung atap. Seperti burung yang sudah biasa bertengger di ranting pohon, kali ini dia mendadak bertransformasi menjadi hewan itu. Dia memeluk ujung atap dengan wajah ketakutan. Tidak bisa turun, juga tidak bisa bergerak.Sedangkan di halaman depan, ada Jeslyn yang menatap sang puan dengan tangan terlipat di bawah dada. Tidak berniat membantu, namun dia hanya memasang wajah datar saja padahal Jingga sudah berteriak setengah mati.Jika dilihat dari tatapannya, memang benar kalau Jeslyn yang menyebabkan sang puan berada di atap. Dia adalah orang yang berhasil membuat puan itu berteriak dengan nada marah. Hal itu terjadi karena satu perkara, dan perkara itu tidak dituruti Jingga. Makanya dia berakhir di atap."Jes! Turunin gue dong, go*lok! Lo gak liat nih gue hampir mau jatuh gini. Lo gila ya! Kalau mau bercanda sih boleh aja, tapi jangan kelewatan kayak gini dong. Kalau gue kenapa-ke
Hampir dua hari telah berlalu setelah pertemuan di tempat yang sama di rumah Sagara. Menjelang tengah malam, dua pria yang mendiami tempat yang sama sedang menghabiskan waktu di ruang utama. Pandangan mereka kompak mengarah ke layar TV yang sudah seperti satu dunia. Menunggu kabar yang tidak menentu, mereka menonton acara yang sedang ditayangkan di layar pipih.Hampir bosan dengan iklan yang seperti opera sabun, Caraka mengalihkan pandangan ke ponsel yang ada di atas meja. Sambil menunggu iklan berakhir, pikiran ini terlintas dan lewat di dalam kepala. Mungkin mengisi waktu dengan dunia maya lebih menarik dibandingkan TV. Sementara itu, Sagara sedang santai menonton TV sambil memakan camilan yang digenggam dengan erat.Layar ponsel Caraka menyala setelah dia memutuskan akan bermain ponsel. Hal pertama yang dilihat adalah layar Home yang menampilkan aplikasi bawaan. Selain itu, jam digital juga tertera yang hampir memenuhi satu layar. Dia membelalakkan mata ketika memba