Di sisi lain yang jauh di seberang sana, Jeslyn dan Jingga sedang melangkahkan kaki menyusuri suatu jalan kecil yang lokasinya ada di sekitar Kemang. Mereka jalan bersebelahan dan menyamakan langkah kaki dengan entakan yang sama. Dipimpin oleh Jingga yang saat ini matanya saling berganti pandang antara jalan dan navigasi ponsel, mereka dalam perjalanan menuju suatu tempat yang dipandu langsung oleh sistem navigasi terakurat dan paling dipercaya.
Menjalani sebagian tugas dari Sagara, mereka menuju rumah Jeffrey sesuai alamat yang diberi pria itu. Dengan berbekal ponsel, mereka mencari sendiri jalan menuju rumah itu. Jika dilihat dari susunan rumah di sekitar, rumah Jeffrey ada di salah satu rumah yang terletak di sebuah kompleks perumahan. Tidak terlalu sulit juga untuk mencari alamat yang dimaksud karena tidak banyak kelok.
Dua insan itu kemudian berhenti ketika penanda di navigasi menunjuk tepat di mana mereka berada. Mereka kemudian mengalihkan pandangan ke rumah yan
Hanya satu pilihan yang terlintas di dalam kepala mengenai apa yang harus dilakukan selanjutnya. Oleh karena itu, Alden turun ke bawah dan bergerak menuju suatu tempat di lantai satu. Dia tahu ke mana arah yang dia tuju karena sebelum ke rumah Ronald, dia sempat memindai seluruh tempat di lantai satu. Dia menyapa seorang satpam apartemen yang kebetulan berjaga di sebuah tempat lebih kecil dari apartemen. Dia kemudian meminta untuk memanggil seseorang. Hanya melalui panggilan telepon saja, seorang pria yang mengenakan jas hitam keluar dari sebuah ruangan di belakang satpam menunggu. Alden menjabat tangan pria itu lebih dahulu. "Maaf jika kedatangan saya mengganggu, tapi bolehkah saya minta izin untuk akses kamera CCTV di apartemen ini?" ucapnya yang langsung mengatakan maksud kedatangannya tanpa basa-basi. Dia tidak berdusta, karena dia memang ingin melihat kamera CCTV. Jika tidak bisa bertemu Ronald, dia akan mencari tahu sendiri di sini. "Ada urusan apa ya?
Tahu-tahu saja, Jingga sudah bertengger di atas atap rumah Jeffrey dengan memeluk ujung atap. Seperti burung yang sudah biasa bertengger di ranting pohon, kali ini dia mendadak bertransformasi menjadi hewan itu. Dia memeluk ujung atap dengan wajah ketakutan. Tidak bisa turun, juga tidak bisa bergerak.Sedangkan di halaman depan, ada Jeslyn yang menatap sang puan dengan tangan terlipat di bawah dada. Tidak berniat membantu, namun dia hanya memasang wajah datar saja padahal Jingga sudah berteriak setengah mati.Jika dilihat dari tatapannya, memang benar kalau Jeslyn yang menyebabkan sang puan berada di atap. Dia adalah orang yang berhasil membuat puan itu berteriak dengan nada marah. Hal itu terjadi karena satu perkara, dan perkara itu tidak dituruti Jingga. Makanya dia berakhir di atap."Jes! Turunin gue dong, go*lok! Lo gak liat nih gue hampir mau jatuh gini. Lo gila ya! Kalau mau bercanda sih boleh aja, tapi jangan kelewatan kayak gini dong. Kalau gue kenapa-ke
Hampir dua hari telah berlalu setelah pertemuan di tempat yang sama di rumah Sagara. Menjelang tengah malam, dua pria yang mendiami tempat yang sama sedang menghabiskan waktu di ruang utama. Pandangan mereka kompak mengarah ke layar TV yang sudah seperti satu dunia. Menunggu kabar yang tidak menentu, mereka menonton acara yang sedang ditayangkan di layar pipih.Hampir bosan dengan iklan yang seperti opera sabun, Caraka mengalihkan pandangan ke ponsel yang ada di atas meja. Sambil menunggu iklan berakhir, pikiran ini terlintas dan lewat di dalam kepala. Mungkin mengisi waktu dengan dunia maya lebih menarik dibandingkan TV. Sementara itu, Sagara sedang santai menonton TV sambil memakan camilan yang digenggam dengan erat.Layar ponsel Caraka menyala setelah dia memutuskan akan bermain ponsel. Hal pertama yang dilihat adalah layar Home yang menampilkan aplikasi bawaan. Selain itu, jam digital juga tertera yang hampir memenuhi satu layar. Dia membelalakkan mata ketika memba
Mobil hitam milik Sagara yang biasanya dipakai bepergian ke mana saja melaju di jalanan pusat kota, tepatnya di sekitar Kemang. Butuh waktu sekitar 30 menit jika keadaan di luar tidak macet total, sebaliknya akan butuh waktu sekitar satu setengah jam. Mobil itu melaju dengan kecepatan tinggi, beruntung juga karena tidak ada polisi lalu lintas yang berjaga. Namun dia juga tetap mengamati daerah sekitar jalan dan berhati-hati.Mobil itu tiba di toko daging milik ayah Jeffrey, yang letaknya di sebelah deretan toko buah. Dia memarkir mobil di bahu jalan, serta berharap agar tidak ada orang iseng yang berbuat semena-mena dengan mobilnya. Akan sangat menjengkelkan kalau dia bertemu orang itu di jalan yang hampir sepi.Tanpa basa-basi setelah mesin mobil mati, dia mendorong pintu mobil dan bergegas keluar dari sana. Dia juga langsung melangkah menuju toko setelah membanting pintu. Dengan terburu-buru, dia masuk ke toko daging.Hal yang menyambut saat pria itu masuk ke
Bersama Caraka, Jeffrey beserta sang ayah kini dibawa ke ruang utama oleh Sagara sebagai pemilik rumah. Seperti orang lain, rumah ini membawa rasa takjub bagi siapa saja yang datang berkunjung. Tidak ketinggalan pula dua pria yang baru pertama kali datang ke rumah Sagara. Disuguhi furnitur mewah dan dekorasi yang harganya melambung tinggi sudah cukup membuat mereka menganga lebar. Rumah mewah ini tidak bisa mengalihkan atensi mereka.Caraka sebagai orang yang memulai diskusi menaruh suatu berkas sebanyak dua lembar di atas meja ruang utama. Mereka segera mendekat ke kertas itu untuk tahu apa yang tertera di sana. Namun jika melihat sekilas, data pribadi milik Sandara ternyata tidak cukup menyita sebagian atensi mereka. "Kamu kenal orang ini?" ujar Caraka yang mengajukan pertanyaan pertama.Jeffrey yang ditanya tidak menjawab, namun dia segera memajukan wajah agar bisa melihat dengan lebih dekat. Seperti yang dikatakan, ada daftar pribadi milik seseorang. Tetapi dia tid
Berkat ajakan Sagara, Jeffrey beserta ayahnya diizinkan tidur di rumah Sagara sembari menunggu keadaan sampai aman. Sementara itu, dia sendiri akan memantau kasus Jeffrey dan meminta Panji terus mengabarkan informasi yang dia dapat. Baginya, orang yang perlu diperhatikan sekarang adalah Jeffrey.Seharusnya pagi itu menjadi pagi yang paling damai bagi mereka yang melarikan diri. Tetapi hal itu tidak berlaku bagi ayah Jeffrey. Saat langit baru saja menyapa dunia, dia mondar-mandir di rumah yang sangat besar seperti istana. Tubuh tuanya tidak mampu bergerak ke sana kemari, namun dia tampak memaksakan diri.Tidak cukup dengan bolak-balik dari ruang utama dan dapur, dia memanggil nama satu-satunya anak di dalam keluarga kecil ini. Tidak hanya sekali, namun panggilan itu terdengar berulang kali. Sehingga membangunkan empu rumah yang turun dari tangga. Dia kemudian menghampiri ayah Jeffrey yang saat ini sedang di ruang utama."Ada apa, Pak?" ujar Sagara menyapa pria ya
Tidak ada lagi yang bisa dilakukan, ayah Jeffrey memutuskan untuk pulang ke rumah setelah dua hari diizinkan menginap di rumah Sagara. Dia juga diantar oleh Caraka yang menawarkan tumpangan dengan mobil, atas izin Sagara. Mereka kemudian berpisah. Ayah Jeffrey juga mengucapkan terima kasih karena sudah memastikan hingga dirinya merasa aman.Mengenai Jeffrey, pria itu secara sukarela menyerahkan diri di hadapan polisi. Dibantu Sagara juga yang hari itu menawarkan diri untuk mengantarkannya sampai ke kantor. Di pintu masuk, dia berlutut dan mengangkat tangan dengan tinggi yang menarik atensi semua orang. Dia mengakui juga kalau dia adalah tersangka pembunuhan Ronald yang menjadi berita heboh beberapa hari terakhir.Pria tua itu kemudian masuk ke ruang tidur yang sudah lama bersatu dengan rasa rindu. Dengan langkahnya yang sudah rapuh dimakan usia, dia menyusuri seluruh ruangan. Sudah lama juga tidak merebahkan punggung di kasur paling nyaman. Baginya, kasur itu satu-satu
Di sebuah minimarket yang berada di kota metropolitan dan tempat orang-orang yang tidak mau ketinggalan zaman, tampak seorang gadis muda awal 20-an sedang berada di meja pembayaran. Jika dilihat dari seragam yang dikenakan, dia merupakan karyawan minimarket ini dan bertugas sebagai kasir. Dia berdiri tegak seperti tiang bendera yang tidak akan tumbang walau ada angin bertiup kencang.Namun jika dilihat dari dekat, wajahnya menatap lurus ke depan dan tampak datar. Tidak ada ekspresi juga yang ditunjukkan. Sorot matanya kosong seperti orang yang tidak memikirkan apa pun. Mungkin pikiran di dalam sana juga menghilang seperti debu yang ditiup angin. Jika ada orang lain yang melihatnya dari jauh, dia seperti orang melamun. Tetapi tidak jika dilihat dari sudut pandang yang berbeda.Termasuk salah satu pelanggan laki-laki yang tinggal di daerah dekat minimarket yang bergerak ke meja pembayaran. Di dalam sana, hanya ada dirinya dan satu pengunjung lain yang datang untuk membel