Share

Munculnya Mala

last update Last Updated: 2022-06-08 16:42:19

Aku mendengar suara langkah kaki dengan sepatu hak tinggi. Langkah itu terdengar terburu-buru dan berhenti seketika, hingga aku pun bergegas untuk menghampiri dan membuka daun pintu. Terlihat wajah mama mertua yang sangat tidak senang. Beliau langsung masuk tanpa bicara.

"Mama, kok mendadak kesininya? Kalau Mama nelpon Nisa, mungkin Nisa masak buat Mama." imbuhku. Dari raut wajah mama mertua aku yakin ada yang diadukan oleh suamiku itu.

"Gak perlu," jawab Beliau ketus.

"Ma, sebenarnya ada apa?" tanyaku melembutkan suara.

"Mama gak terima, ya. Kamu main hakimi anak Mama di tempat umum," cecarnya, "Mama lebih tahu anak Mama. Jangan main nuduh sembarangan! Kamu itu malah buat masalah terus," sambungnya.

"Ma, Nisa...," ucapanku terhenti. Selalu saja seperti ini. Beliau tidak pernah mau mendengar alasan yang kubuat.

"Ingat Nisa! Kamu itu istrinya. Harusnya jadi istri, jaga nama baik suami!" tukasnya. Padahal aku belum juga selesai bicara tapi mama malah menyela ucapanku.

"Iya, Ma." Jawabku menundukan kepala.

"Kalau Mama dengar kamu berulah lagi, Mama gak bakal maafin kamu." ancamnya. Padahal aku berhak menegur suamiku itu. Anak mami pasti selalu ngadu ke mamanya tiap ada masalah dan semakin lama hal itu membuat aku semakin jengah.

"Baik, Ma," jawabku lirih. Aku mengiyakan agar urusannya tak panjang. Nanti ucapannya malah menyinggung kembali soal anak.

Mama mertua pamit dan pergi begitu saja. Entah apa yang diadukan oleh mas Arman pada ibunya. Sebegitu salahkah aku? Aku yang tak mengerti dengan sikap mas Arman, membuatku pusing sendiri.

-------

Malam yang dingin, berselimut cahaya rembulan. Mas Arman jarang sekali pulang. Bahkan untuk kebutuhan rumah yang kurang ia tak peduli, dengan terpaksa aku berhemat. Listrik dan yang lainnya, harus aku bayar sendiri.

Saat aku menuju jendela, terlihat secarik kertas terselip di sebuah tas yang tergantung di dekat lemari. Tas yang sudah lama tak dipakai olehnya.

Aku mencoba melihat kertas apa itu, jantungku berdebar cepat. Wajah ini tiba-tiba panas melihat isi dari kertas kecil itu. Bukti transfer enam bulan yang lalu dan orang yang ditransfer itu adalah Anita.

'Benar-benar tega kamu, Mas. Aku yang menjadi istrimu saja harus berhemat dengan uang yang kau beri, tapi wanita itu,' umpatku dalam hati.

Harusnya aku curiga tentang nafkah yang selalu tidak sesuai itu. Aku hanya menurut tanpa melawan, bahkan selalu mengalah. Ternyata, hal itulah yang membuat suamiku semakin berani menyakitiku.

β€”β€”β€”

Sebuah notifikasi masuk membuat aku tertegun saat membuka pesan.

[Hai, apa kabar? Kenapa jarang nongol di sosial media, sih?] Mala memberi pesan padaku. Ia adalah sahabatku sejak SMA dan kami pun pernah kuliah bersama.

[Mal, tumben,] balasku.

[Ya tumben lah, wong aku jarang banget ngehubungi amu. Nisa, Kamu jarang buka si biru, kan? Coba buka deh! Aku ngerasa ada yang janggal sama postingan si Anita. Aku kan pernah liat kamu jalan sama cowo dan pernah nanya di pesan. Kamu jawab itu suami kamu, kan?] pesannya lagi.

[Lah, emang ada apa sih?] tanyaku heran.

[Kamu tahu gak? Privasinya hanya dibagi ke teman, loh. Yang lain gak ngeh sama dia yang kayaknya nge-π‘’π‘›π‘“π‘Ÿπ‘–π‘’π‘›π‘‘ kamu.] celotehnya lagi.

[Masak sih? Aku lupa kata sandinya,] balasku yang memang lupa dengan akunku yang dulu.

[Bikin lagi pake akun yang palsu. Nanti, kamu π‘Žπ‘‘π‘‘ dia,] sarannya.

[π‘‡β„Žπ‘Žπ‘›π‘˜π‘  , Mal!] balasku lagi.

Mala benar, siapa tahu ada sesuatu yang bisa aku jadikan bukti agar tidak ada yang menyalahkanku lagi.

Selama beberapa bulan ini, sikap mas Arman berubah drastis. Ternyata bukan karena kami belum punya keturunan saja, tapi karena wanita lain bernama Anita itu.

Sebegitu cepatkah dia berubah? Padahal, dulu ia berusaha mendapatkan hatiku. Sehingga aku bisa menerima hubungan kami. Namun, saat ini keadaan telah membuat semua berubah dengan mudahnya. Mungkinkah kebaikan yang ia berikan hanyalah topeng belaka?

Aku berusaha menata hati yang hancur. Aku hanya ingin kuat disaat luka itu tertoreh di hati. Aku hanya berharap dapat menghadapi semuanya.

Kesunyian malam meyempurnakan hatiku yang sunyi. Aku memiliki suami, tapi seakan tak memilikinya. Rasa ini pun seperti hilang seiringnya waktu. Terkadang aku menyesal karena pernah mencintai pria itu dan malah diabaikan saat aku berusaha untuk selalu mencintainya. Namun, untuk apa juga aku berjuang sendiri?

Aku masih menimang keputusan dan memikirkan cara yang baik untuk membuat mas Arman benar-benar tidak mengelak hubungan mereka.

Aku pun masih belum mengambil keputusan mengenai ucapan Mala tempo hari, tapi mengingat bayangan saat pria itu begitu mesra pada Anita membuat aku harus memberanikan diri untuk melakukan apapun demi membuktikan bahwa ia benar-benar selingkuh. Soal uang yang katanya ia simpan untuk anak kami pun aku rasa itu hanya akal-akalannya saja.

Tiba-tiba aku merindukan ibuku dan adikku. Haruskah aku mengatakan pada ibuku tentang masalahku? Namun, aku tidak bisa membuat ia merasa bersalah padaku. Ya, pernikahan ini bukanlah yang aku inginkan. Butuh waktu bagiku untuk menerimanya demi orangtuaku. Namun, setelah aku menerima hubungan ini yang ada aku malah terluka teramat dalam.

Aku pun menelpon ibuku dengan ragu.

[Assalamu'alaikum, Nak!] terdengar suara Ibuku di sebrang sana.

"W*'alaikum salam, Bu." Jawabku.

"Bagaimana kabarnya?"

[Baik, Nak. Adik kamu juga sehat.]

"Bu...,"

[Ada apa, Nak?] tanya Beliau.

Aku berpikir sejenak, tapi aku tak bisa jika harus mengatakan masalahku saat ini.

"Tidak ada apa-apa, Bu. Semoga sebentar lagi Nisa bisa pulang ya! Ibu jaga kesehatan! Jangan lupa makan!" Aku mengurungkan niatku untuk mengatakannya pada Ibuku.

Dengan cepat aku memilih untuk berpamitan agar ibu tidak lagi bertanya apapun. Tak tega rasanya jika harus mengadu dan menjadi beban pikiran untuk ibuku. Mungkin aku akan mengatakannya saat kembali ke Desa.

Aku menghempas kasar tubuh ini ke atas ranjang. Mencoba untuk memejamkan mata yang terus terjaga akibat pikiranku ini. Meski aku selalu berharap ini hanyalah mimpi. Nyatanya saat aku terbangun, semua ini benar-benar terjadi.

Keesokan harinya. Mataku begitu berat untuk terbuka. Aku baru ingat kalau aku tidur pukul dua pagi. Terkadang aku berpikir untuk apa memikirkan orang yang sudah tidak peduli padaku, bahkan aku pun tidak lagi ada dalam pikirannya. Harusnya aku pun sadar dengan sikapnya dan tidak terus mengalah untuk kesalahan yang tidak ku perbuat. Hanya saja, aku tidak bisa juga menyakiti ayah mas Arman. Beliau sangatlah baik padaku, tapi kenapa anaknya begitu menyebalkan dan perhitungan pada istrinya sendiri.

Secangkir teh tawar untuk saat ini. Aku meminta tolong lagi pada Mala disaat aku tidak lagi bisa membuka internet karena tidak diberi jatah untuk membeli kuota. Aku yang selalu menyisihkan uang belanja. Kali ini tidak bisa menyisihkannya karena pria itu tidak juga pulang. Nasib tergantung pada pemberian orang lain, padahal aku pun bisa bekerja. Itu semua karena mas Arman tidak mengizinkanku keluar rumah kecuali untuk membeli kebutuhan rumah tangga.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Winwin Tri Winwin
terlalu bertele tele
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Aku yang Kau Nikahi Dia yang Kau NafkahiΒ Β Β Membuka Aplikasi Biru

    Saat ini, aku menuruti perkataan Mala. Aku membuat akun dan mencoba berteman dengannya. Tentu saja, aku memakai wajah pria tampan dengan alamat yang palsu juga. Tidak butuh waktu lama untuk menunggu , ia pun membalas menerimanya. Sepertinya dia sedang π‘œπ‘›π‘™π‘–π‘›π‘’.[Makasih, Cantik.] pesanku pada akun Anita.[Sama-sama, Ganteng.] aku pun mual membacanya. Aku melihat linimasa miliknya. Terdapat foto-foto yang terpampang. Ada pula foto yang mungkin bagi pria foto itu menggoda iman mereka, termasuk suamiku.[ Aku senang hari ini jalan-jalan dengan suamiku.] ujarnya dalam sebuah status.[Akhirnya. Walau aku pernah pergi darimu, tapi aku kembali padamu.] Aku menautkan alis, karena tak mengerti dengan statusnya.[Aku hamil dan aku senang sekali, karena suamiku yang sekarang itu selalu manjain aku.] kiriman itu lima bulan yang lalu. Aku terus menelusuri linimasa Anita, hingga terpampang jelas foto mas Arman dan Anita. Itu terkirim satu tahun yang lalu. Membuat dada ini sesak saat me

    Last Updated : 2022-06-08
  • Aku yang Kau Nikahi Dia yang Kau NafkahiΒ Β Β Rumah Mertua

    Mobil terparkir di depan rumah mertua dan kami pun berjalan menuju ambang pintu. Aku merasakan hangat sikapnya, tapi aku yakin ini hanya akal-akalannya saja. Ia pasti mengadu pada orang tuanya, agar tetap terlihat benar di mata keluarganya itu. Aku perempuan, tapi aku tidak pernah mengadu pada ibuku. Meskipun, aku merasakan peliknya hidupku saat bersuamikan mas Arman. Terlihat papa dan mama mertua menunggu di sofa ruang tamu. Kami mengucap salam kemudian dijawab oleh mereka. Aku mencium takzim tangan kedua orang tua mas Arman itu. Aku berusaha tenang dan kami duduk berdampingan. Entah apa yang akan mereka bicarakan? Raut wajah papa mertuaku itu cukup serius saat ini. Semoga saja apapun itu aku bisa menghadapinya saat ini. Aku tidak ingin lagi disalahkan untuk apa yang tidak aku lakukan."Jadi, tanpa basa-basi. Papa mau tahu, masalah kalian ada apa? Sampai mamanya Arman marah-marah ke Papa," cecar Papa setelah kami duduk. Aku menunduk

    Last Updated : 2022-06-09
  • Aku yang Kau Nikahi Dia yang Kau NafkahiΒ Β Β Alasan Pernikahan Anisa

    Hari-hari berlalu dan aku terpaku meratapi nasib. Namun, aku masih saja tidak mengerti, untuk apa ia bertahan denganku. Apa yang terjadi aku tidak tahu. Pernikahan ini memang bukan keinginan kami berdua, melainkan keinginan orang tua kami. Namun, tidak sepatutnya ia bersikap begitu. Seolah diri ini hanya menumpang hidup dan menjadi benalu baginya atau ia malah membuatku seperti pembantu di rumahnya. Aku pun mulai berpikir tentang masalah anak adalah syarat orangtuanya agar mendapat warisan. Karena aku memang pernah mendengar jika kami memiliki anak, maka kami akan mendapatkannya lebih awal.***** Lorong bercat putih. Disinilah aku saat ini. Aku menunduk lesu, saat orang yang aku kasihi berada di antara pasien-pasien di gedung ini. Ibu tampak tak kuasa menahan tangis. Beliau memang istri yang setia. Tidak ada pertengkaran hebat yang terdengar selama ini saat aku berada di rumah. "Maaf! Apa ini dengan keluarga pak Andi?" seorang pria paruh baya menghampiri dan bertanya

    Last Updated : 2022-06-22
  • Aku yang Kau Nikahi Dia yang Kau NafkahiΒ Β Β Pertemuan Dengan Aldo

    Sore ini aku dan Mala mendatangi salah satu Kafe. Mala yang mendengar ceritaku saat di perjalanan merasa iba padaku. Ya, jalan hidupku setelah menikah dan meninggalkannya ayahku begitu memilukan."Beneran kamu diperlakukan gak bener sama suami kamu? Meskipun gak pernah maen tangan sih, tapi itu gak wajar banget. Royal ke si Anita. Lah, ke kamu malah ngasih segitu. Rumah gede gitu listrik aja udah berapa? belum ini itu," cerocos Mala yang tak bisa direm."Aku gak punya uang buat ketemu di Kafe, Mal. Si Aldo malah ngajak di Kafe. Pusing aku," ujarku sambil berjalan menuju Kafe yang dijanjikan."Lah, kan ada Mala. Kamu mau pesan apa aja? Aku teraktir," ucap Mala tersenyum. Aku hanya mengangguk setuju saja. Aku merasa beruntung dan lega bisa bertemu dengan gadis cerewet tapi sangat baik itu. Ia yang membuat pikiranku terbuka disaat aku benar-benar terluka. Aku memang tak punya uang untuk pertemuan kami, karena jatah Mas Arman yang tidak mungkin langsung habis beberapa hari. Harga

    Last Updated : 2022-06-23
  • Aku yang Kau Nikahi Dia yang Kau NafkahiΒ Β Β Larangan Arman

    Siang ini, aku sibuk berada di dapur dengan memasak makanan seadanya. Mas Arman terdengar masuk tanpa mengetuk, aku bahkan tak peduli pada kedatangan dirinya."Nisa!" serunya dari jauh kemudian menghampiriku."Ya," sahutku datar."Oh ya, Mas. Besok minggu aku mau ke reuni," imbuhku dengan santainya, sembari menuangkan air minum. Aku sengaja mengatakan hal itu dan lihatlah raut wajah tak terima itu."Apaan ikutan reuni? Yang ada ngehamburin uang," ketusnya. Padahal aku tidak pernah kemana-mana, selain untuk belanja keperluan rumah. 'Dasar pelit bin medit.' umpatku dalam hati."Sekali aja, Mas. Ada reuni SMA. Katanya sih, Anita juga bawa suaminya. Berarti aku salah sangka ya, waktu pas liat Mas sama dia." celotehku. Mas Arman seolah menyembunyikan rasa terkejutnya. "Ayolah!" rengekku."Bawel amat! Aku sibuk." ketusnya lagi."Ayolah!" rengekku lagi, walau aku tahu jawabannya."Aku bilang tidak, ya t

    Last Updated : 2022-06-24
  • Aku yang Kau Nikahi Dia yang Kau NafkahiΒ Β Β Ponsel Baru

    Malam ini, mas Arman tidak menampakan batang hidungnya. Aku tahu, ia akan bersiap untuk besok di acara tersebut. Bukan bersiap untuk pergi denganku. Melainkan untuk pergi bersama Anita. Itu berarti, ada kesempatan untukku mengambil ponsel yang disita mas Arman. Hati ini begitu yakin, ponsel itu disimpan di dalam laci mejanya, karena aku mencari keseluruh kamar dan tak ada disana dan tempat rahasia yang tidak boleh aku ganggu adalah ruang kerja mas Arman. Aku mencari kunci laci yang selalu dikunci olehnya. Sampai aku benar-benar hampir menyerah. Namun, aku teringat saat ia berusaha melepas pigura yang ada di dinding dan benar saja, pria itu menyembunyikan kunci laci di antara benda itu dan dinding. Klek , kunci terbuka. Aku melihat ponselku disana, tapi ada juga ponsel baru yang masih dalam kotaknya. Itu adalah ponsel yang mahal dan terlihat pita merah di sana. Jika aku ingat-ingat , dua hari lagi wanita itu memang berulang tahun. Aku mengabaika

    Last Updated : 2022-06-25
  • Aku yang Kau Nikahi Dia yang Kau NafkahiΒ Β Β Reuni SMA

    Reuni SMA . Aku berdandan ke salon agar terlihat segar dan cantik. Aku memang tidak memiliki alat π‘šπ‘Žπ‘˜π‘’π‘’π‘ di rumah, kerena pemberian mas Arman selalu menekanku untuk berhemat. Aku tidak mungkin juga datang tanpa polesan di wajah sama sekali. Itu adalah acara penting, kan? Aku harus tampil lebih baik dari biasanya. Wajahku agak kusam karena kurang terawat, karena memang tidak ada dukungan untuk merawatnya. Mas Arman sering mengabaikanku hanya karena kami menikah disebabkan hutang nyawa ayahnya pada ayahku. Sehingga ia tidak peduli aku berdandan atau tidak. Tidak ada uang lebih sama sekali untukku. Bahkan, di acara tertentu ia lebih memilih pergi sendiri. Mungkin juga dengan Anita dan mengenalkan wanita itu sebagai istrinya. Sekarang aku punya uang itu darimana? Jawabannya adalah mama mertuaku yang baik hati, tidak pernah lupa memberi uang jajan padaku. Mungkin, itu perintah papa mertua juga. Walau, aku pun aneh juga sama sikapnya setelah percakapan waktu itu.

    Last Updated : 2022-06-26
  • Aku yang Kau Nikahi Dia yang Kau NafkahiΒ Β Β Rencana Anisa dan Mala

    Aku menatap ponsel yang telah dirusak mas Arman. Aku tersenyum kecut melihat benda pipih yang sudah rusak itu."Ish, kau memang licik. Sudah ada bukti masih mau mengelak dan berusaha buat menyembunyikan bukti itu dari orangtuamu," gumamku. Sayang rasanya harga ponsel itu sangat mahal dan rusak dalam sekejap. Namun, aku tidak mau ambil pusing. Ponsel itu milik Anita bukan milikku. Mungkin saat wanita itu ulangtahun tiga hari lagi kado terindah akan diterimanya.***** Setelah keluar dari salon. Aku memilih menelpon Mala. Menyusun rencana. Beberapa 𝑓𝑖𝑙𝑒 sudah aku siapkan dalam sebuah π‘šπ‘Žπ‘. Aku sengaja mencetak beberapa percakapan, foto dan memfotokopi buku nikah yang sebenarnya terasa merepotkan. Aku menunggu Mala sebelum pergi ke Kafe. Tidak jauh dari tempat yang kami janjikan. Ya, untuk membahas rencanaku pada dua sejoli itu aku harus seperti ini meskipun merepotkan. Mala adalah orang yang sangat kupercaya

    Last Updated : 2022-06-27

Latest chapter

  • Aku yang Kau Nikahi Dia yang Kau NafkahiΒ Β Β Pernikahan Dania

    Pulang kampung. Sebenarnya aku sudah ke sini bersama mas Akbar saat mudik lebaran kemarin. Saat ini aku pulang kampung juga karena lamaran. Mas Akbar hanya mengantar kami dan kembali pulang. Ia tidak bisa lama di sini. Lagipula ini hanya lamaran. Akan tetapi, ia tampak ragu untuk pergi."Kenapa?" tanyaku."Gak ada pria yang deket kamu lagi, kan?" tanyanya."Ya enggak lah. Cuman Fahmi aja, Mas.""Hehe," Hemmm, aku menautkan kedua alisku. Sepertinya dia takut jika aku punya kedekatan dengan pria lain. Sore hari dengan suasana khas pedesaan. Kami menyambut tamu undangan yang merupakan keluarga Fahmi. Aku menyaksikan lamaran adikku satu-satunya itu. Meski dalam suasana bahagia, aku mengingat almarhum ayahku. Entahlah, hatiku merasa sedih ketika melihat adikku. Saat Dania menikah nanti, ayahku tidak bisa menjadi wali untuk adikku itu.---- Sebulan kemudian. Kami pulang kampung lebih awal. Aku melihat Dania begitu cantik seperti Ratu di hari ini."Nisa eh Kakak ipar," uc

  • Aku yang Kau Nikahi Dia yang Kau NafkahiΒ Β Β Tamu

    Aku mematung saat sampai di rumah ibu mertua. Ya, bagaimana tidak. Fahmi juga ada di antara yang lainnya. Ia nampak tersenyum penuh makna. Dengan bingung aku pun duduk di antara Dania dan ibuku."Kak," panggil Dania. "Ya," "Kita mau ngadain lamaran. Kakak pulang ya!" ucap Dania. Aku mengernyitkan kening."Loh, lamaran siapa?" tanyaku."Fahmi mau lamar Dania. Meskipun Dania masih kuliah. Lagipula Fahmi dan Dania kuliah di tempat yang sama meski beda fakultas. Mereka lebih sering bersama. Lebih baik dinikahkan saja." Jelas Ibu. Jika dipikir mereka semakin lengket. Terlebih Dania kuliah di tempat yang sama dengan jarak yang lumayan. Hemmm, mungkin dengan begitu ada yang menjaganya."Boleh Nisa ngobrol dulu sama Fahmi, Bu?" tanyaku. Manik mataku mengisyaratkan agar Fahmi mengikuti. Ia nampaknya tertunduk. Ya, elah. Apa dia mau membuat drama kalau aku calon kakak ipar yang galak."Jel

  • Aku yang Kau Nikahi Dia yang Kau NafkahiΒ Β Β Pernikahan Bianca

    Hari ini aku memakai gaun berwana peach dengan hijab yang senada dipakai. Tidak lupa memasang korsase berwarna perak di dada sebelah kiri. Riasan wajah yang kupakai adalah sengaja memakai π‘šπ‘Žπ‘˜π‘’π‘’π‘ yang natural."Dek," panggil pria yang sudah beberapa tahun menjadi suamiku itu."Ya,""Gak salah,""Gak salah apanya?""Cantik banget,""Cuman rayuan supaya aku datang ke pesta dia, kan?" "Biar kamu gak salah paham lagi, Sayang.""Terserah, deh." Kami pun akan berangkat. Aira sudah ku titipkan di rumah ibu. Ya, Aira memang tidak suka keramaian dengan musik yang ber-π‘£π‘œπ‘™π‘’π‘šπ‘’ tinggi. Sehingga, mau tidak mau putriku harus dititipkan di rumah neneknya. Mas Akbar dengan tersenyum mempersilahkan ku masuk ke dalam mobil. Sepatu ber-hak tinggi ini memang membuatku sedikit pegal."Jangan maksain!" Sepertinya suamiku tahu apa yang aku pikirkan saat ini."Lah, kan mau ke pesta bukan mau jalan-jalan dengan baju kasual, Mas."

  • Aku yang Kau Nikahi Dia yang Kau NafkahiΒ Β Β Merajuk

    Membisu. Entah apa yang aku rasa saat ini. Pastinya aku tidak mau berbicara dengan pria bergelar suamiku itu. Bertahun-tahun aku pikir wanita itu tidak akan mengganggu kami lagi. Nyatanya, wanita itu mempunyai beragam cara agar mendapatkan mas Akbar. Sepanjang perjalanan aku membisu. Entah mengapa pria itu begitu peduli dengan Bianca. Seharusnya dia bersikap masa bodo dan pergi saja, bukan malah sok perhatian pada Bianca yang akhirnya ingin dinikahi saat itu juga."Sayang," panggilnya. Namun, tidak aku hiraukan."Dek," panggilnya lagi."Apa sih? Berisik!" Ucapku ketus."Kamu marah?" tanyanya. Udah tahu ekspresi wajah sekarang marah bukan ketawa senang malah nanya."Enggak," jawabku ketus."Maaf, Dek!" Ucapnya."Sejak kapan dia ganggu Mas lagi?" tanyaku."Sebulan yang lalu," jawabnya."Ya udah. Tuh nikahin dia!" "Ya enggak dong, Dek.""Bukannya peduli banget sama Bianca?

  • Aku yang Kau Nikahi Dia yang Kau NafkahiΒ Β Β Misteri Undangan

    Di sebuah kamar dengan nuansa merah mudah. Aku menatap dengan bahagia. Ya, putri kecil berumur dua tahun baru saja terbangun dari tidurnya."Ekhem," suara mas Akbar menghentikan aktivitasku yang sedang memperhatikan putri kecil bernama Aira."Iya, Mas. Ada apa?" tanyaku."Sekarang ada acara, tapi...,""Acara apa?" tanyaku."Acara pernikahan Bianca," jawab pria itu sedikit ragu. Nama yang diucapkan pria di hadapanku itu adalah nama wanita pernah mengejar mas Akbar. Lalu, untuk apa dia mengundang suamiku."Mas mau ke sana?" tanyaku."Aku gak mungkin ke sana tanpa izin kamu, Sayang,""Ya, datang aja. Toh, dia mau menikah sama orang lain bukan sama Mas,""Takutnya kamu cemburu, Dek. Atau kamu juga ikut deh,""Gak mungkin lah, Mas. Aira gak suka tempat ramai," tolakku. Aku Sebenarnya penasaran dengan wanita itu, tapi Aira tidak suka keramaian."Gak bakal marah?" tanyanya.

  • Aku yang Kau Nikahi Dia yang Kau NafkahiΒ Β Β Kado Terindah

    Rasa pusing menimpaku, sehingga membuat ibu mertua datang dan membantuku. Walau sekarang mas Akbar memperkerjakan pembantu harian yang bisa pulang saat sore harinya."Kita ke Dokter ya, Nak. Ibu khawatir sama kamu.""Tapi, Bu. Anisa ngerepotin Ibu.""Nisa, gak ngerepotin Ibu loh." Mertuaku ini memanglah baik. Padahal dulu aku pernah bertanya pada ibu mertua mengapa sampai menerimaku. Aku yang tak punya apa-apa saat dilamar mas Akbar. Beliau hanya berkata "Harta itu bisa dicari. Kebahagian anak adalah utama. Ibu pun pernah mengalami pahitnya hidup. Karena itulah Akbar harus bisa hidup lebih baik dari kami," Aku pikir saat itu terpaksa menerimaku karena demi kebahagiaan mas Akbar, tapi saat ibu pernah mendengar aku membahas wanita yang mengejarnya itu pernah ditemui oleh mas Akbar ibu marah besar dan membelaku. "Untuk alasan apapun. Jangan pernah menemui wanita yang tidak lagi mempunyai urusan lagi? Apalagi dia menyukaimu," tegas ibu saat itu. Ibu mer

  • Aku yang Kau Nikahi Dia yang Kau NafkahiΒ Β Β Bulan Madu

    Keesokan harinya. Aku berpenampilan begitu rapi untuk pertama kalinya agar terlihat lebih cantik untuk mendampingi mas Akbar. Pria itu hanya tersenyum. "Mas gak bakal bawa mobil?" tanyaku heran. Bukannya tiada hari tanpa mengendarai mobilnya untuk bepergian."Mobilnya harus ke bengkel. Nanti malah lama," jawabnya. Aku hanya ber-oh ria setelah mendengar jawabannya."Masih ngambek?" tanyaku ketika melihat ia begitu cuek dan memilih memainkan gawainya."Gak juga," jawabnya dengan nada yang terdengar menyebalkan."Pak, jangan ke kantor! Ke penginapan aja," ujarnya pada pak supir. Sontak membuatku terkejut karena ucapannya. Hampir saja aku akan membuka suara. Mas Akbar malah melotot padaku. Membuatku merasa takut, tapi ingin tertawa. Sebenarnya apa yang direncanakan? Ia yang bilang harus ke kantor cepat, tapi malah entah kemana tujuan kami sekarang. Sampailah di sebuah Hotel yang terkenal. Aku menatap penuh tanya. Ya, pikiran yang tidak bisa ditebak.

  • Aku yang Kau Nikahi Dia yang Kau NafkahiΒ Β Β Berdamai

    Mentari menyambut hari ini, aku mogok bicara saat ini, meskipun aku menyiapkan semua keperluan Mas Akbar. Hanya ada peralatan dapur yang bersuara pagi ini."Dek," panggilnya. Aku tak menjawab dan lebih memilih fokus dengan apa yang ada di hadapanku."Anisa!" panggilnya lagi. Masih tetap kuabaikan. Kini aku menyiapkan minum untuk mas Akbar dan tak menoleh sedikitpun pada orang yang sedari tadi memanggilku, bahkan menggangguku saat menyiapkan sarapan."Dek, maafkan Mas!" ucapnya lirih. Ia melingkarkan tangannya di pinggangku. "Lepas Mas. Ingat syaratku!" tegasku. Sebenarnya aku mulai tak peduli dengan syarat itu, tapi sikapnya membuatku kesal. Ia pun menjauh dengan wajah masam, kemudian duduk dengan wajah yang di tekuk. "Aku sudah siapkan semuanya," kataku dan melangkah untuk meninggalkan dapur."Maaf Dek!" Aku tak menjawab atau pun menoleh. Sakit rasanya jika mengingat hari kemarin. Dia merasa seolah aku yang m

  • Aku yang Kau Nikahi Dia yang Kau NafkahiΒ Β Β Cemburu

    Satu bulan sudah kami menikah. Begitu kaku hubungan ini. Aku yang tak tahu harus berbuat apa. Untuk pertama kalinya aku akan mencoba membuatnya senang. Mungkin sebuah kejutan. Aku mengunjungi kantor mas Akbar yang dulu adalah tempat bekerjaku. Karyawan yang mengenalku menyapa dengan hangat dan menanyakan kabar serta tujuanku kantor. Mereka terkejut dan tak percaya aku menikah dengan mas Akbar. Aku lebih memilih bergegas menemui suamiku itu. Namun, sebelum ku mengetuk. "Kamu kenapa menikah dengan dia?" tanya wanita itu, "Kamu pun tahu aku cinta sama kamu." sambungnya. Aku tahu wanita itu adalah wanita di pesta Desi. Ya, wanita yang selalu mengejar mas Akbar itu berani datang ke kantor suamiku dan bahkan masuk ke dalam ruangan yang pastinya hanya ada mas Akbar disana. Aku membuka pintu kasar. Tampak keterkejutan di wajah mereka."Waw...hebat. Aku yang mau ngasih kejutan ternyata terbalik," ucapku ketus, "aku cukup terkejut dengan pemand

DMCA.com Protection Status