Fitri melihat Tetua Keenam mengeluarkan sebuah kotak. Setelah membukanya, aroma aneh tercium."Ini apel reddel. Aku bisa meminjamkannya kepadamu dulu supaya semua bawahanmu bisa menciumnya. Mungkin saja akan ada keuntungan."Fitri tidak mengambilnya karena dia merasa aromanya tidak asing dan dia pasti pernah menciumnya pada seseorang sebelumnya."Kenapa? Kamu ingat sesuatu?"Sadar oleh kata-kata Tetua Keenam, Fitri buru-buru berkata."Belum. Tetua Keenam tenang saja, aku akan mengutus lebih banyak orang untuk menyelidiki masalah ini.""Oke, maaf sudah merepotkanmu, Fitri. Bagaimanapun juga, kamu adalah muridku dan ini juga melibatkan reputasi sekte kita. Intinya harus ada penjelasannya."Setelah Tetua Keenam pergi, Fitri tiba-tiba membeku di tempat karena dia ingat mengapa bau ini tidak begitu asing, karena dia menciumnya di tubuh Fandy.Tadi malam dia dan Fandy tidur di kasur yang sama dan masih penasaran apakah semua pria harum? Setelah itu, dia menganggap Fandy menggunakan parfum pr
Benar saja, Arnold menatap Fandy dan terlihat jelas berusaha keras untuk menekan amarahnya."Fandy! Aku sudah sadar, wanita seperti ini nggak layak untuk dipertahankan."Fandy mengangguk sambil mengeluarkan ponselnya, sementara Denada masih mencibir."Eh? Dari nadamu itu, kamu masih ingin membalas dendam padaku? Pertanyaannya adalah apakah sekarang kamu layak? Pria terpuruk yang diusir telah membuatku tertipu dan datang ke Kota Valencia, masih berani bicara dengan begitu sombong?"Pria itu juga mengancam."Benar-benar nggak tahu diri!"Saat ini panggilan Fandy juga terhubung dan tentu saja itu adalah Catherine. Meskipun hubungannya dengan wanita ini masih tidak jelas, dia tahu Catherine tidak akan menolak selama dia membuka mulut."Fandy, ada apa?""Bantu aku memecat dua orang dari kantormu di Kota Valencia. Yang satu Denada dan yang lainnya pacarnya.""Oke!"Setelah mengakhiri panggilan, Fandy menepuk bahu Arnold."Ayo pergi, sudah beres."Arnold langsung merasa nyaman dan pergi bersa
Fandy memasang wajah aneh dan memiliki pemikiran yang sama dengan manajer. Apakah Tentara Markotop begitu menganggur atau ada sesuatu yang tidak dia ketahui?"Kak, apa-apaan ini? Ini pertama kalinya aku mendengar Tentara Markotop juga mengurus hal ini?"Kedua gadis itu bergegas pergi dan Arnold menatap Fandy dengan mata terbelalak, seolah ingin mendapat jawaban darinya."Duduklah, mungkin mereka menggunakan cara ini untuk menangkap buronan."Arnold juga percaya pada analisis ini. Kalau tidak, pasti akan sulit untuk dijelaskan."Oh iya, apa pendapatmu tentang Mia? Sampai sekarang aku masih nggak percaya bisa melihat siswi tercantik yang polos di sini."Mata Fandy terkulai dan dia juga tidak bisa memercayainya. Bagaimanapun, dia berpacaran dengan Mia saat masih muda dan telah bersama selama dua tahun.Meskipun saat itu semuanya sangat polos, ciuman sudah merupakan batasan dan mustahil sampai naik ke atas kasur atau semacamnya. Akan tetapi, kenangan yang tertinggal tetap sangat indah.Mia
Mana mungkin Fandy tidak tahu? Tatapan itu seolah mengatakan, "Apakah kamu punya bukti?""Nggak kenal ya nggak kenal, untuk apa aku melihatnya lebih cermat?"Fitri mencibir sambil menunjuk dan berkata."Ada aroma apel reddel di tubuhmu. Tadi malam aku menciumnya dan sekarang juga masih tercium! Orang di foto itu pernah ke tempat apel reddel, jadi aku punya alasan untuk curiga kalau kamulah tersangka utama dalam kematiannya!"Fandy perlahan bersandar di sofa sambil menyilangkan kaki, penampilannya sangat acuh tidak acuh."Aroma? Menarik. Kalau seorang wanita meninggal dan kamu mencium parfum yang sama pada wanita lain, terus kamu bisa menuduhnya sebagai pembunuh? Logika apa itu!?"Fitri sangat marah. Sebenarnya dia tahu akan seperti ini, tetapi tidak disangka Fandy telah menjadi bajingan seperti ini. Dia tahu persis keterampilan seperti apa yang dimiliki murid Tetua Keenam, mustahil bagi orang biasa untuk membunuhnya meskipun membawa senjata."Kalau begini, kamu bisa melapor ke Tentara
Sudah pergi? Fandy terdiam sambil menopang dagu dengan dua tangan.Sebagai seorang pria yang belum pernah mengalami masa-masa indah sebelumnya terutama dalam masa mudanya di sekolah, mau kenal ataupun berpacaran tetap saja bisa dikatakan sebagai kenangan masa lalu meski hanya bertemu satu kali.Belum lagi Mia pernah berhubungan dengan Fandy. Sekarang statusnya sudah turun dalam kondisi seperti ini, mana mungkin dia tidak akan peduli."100 juta, suruh dia kembali."Manajer itu menggelengkan kepalanya."Kak, saat menandatangani kontrak, ada ketentuan di dalamnya. Ini bukan masalah jumlah uang.""400 juta."Ketika harganya naik, manajer tercengang. Dia menatap Fandy dengan tidak percaya. Kalau dia tidak salah dengar, harga yang baru saja tawarkan adalah 400 juta?"Aku akan menambahkan 100 juta, anggap milikmu. Asal kamu bisa menyuruh orang itu kembali."Apa arti uang bagi Fandy? Dia tidak bisa menghabiskannya."Kak, tolong tunggu sebentar. Kujamin dia akan muncul dalam waktu setengah jam.
Setelah Arnold datang, Mia sudah tidak ada di sana."Bagaimana?"Setelah Fandy menjelaskan, Arnold juga dipenuhi dengan emosi."Semua itu gara-gara keluarga. Haist, meski aku diusir, setidaknya aku nggak punya utang yang menyedihkan. Dasar."Waktu sudah tengah malam saat tiba di Vila Dansel. Fandy tidak pulang, melainkan masuk ke vila Catherine karena dia akan menerima panggilan sebelumnya."Catherine, ada apa selarut ini?"Catherine melirik ke arah Fandy, lalu berdiri dan berkata."Duduklah dulu dan tunggu aku."Setelah beberapa saat, Catherine turun ke bawah dan Fandy langsung tercengang.Karena Catherine tidak mengenakan piyama. Pakaian dalam ungunya terbalut dengan semua yang pasti akan membuat pria tidak bisa menahan diri.Selain itu, saat ini wajah Catherine agak memerah dan matanya juga dialihkan dari waktu ke waktu yang semakin menggoda."Setelah yang terakhir kali, aku benar-benar menginginkannya setiap malam, jadi apakah kamu bersedia untuk tidur denganku lagi? Aku nggak meng
"Kak Irana, aku bisa memastikan haid kamu baik-baik saja."Di Desa Persik, tepatnya di halaman depan sebuah tempat yang bernama Helty, Fandy Thio mengangkat tangannya dengan ekspresi tak berdaya.Di depannya ada enam wanita cantik dengan berbagai karakter, bisa dibilang mereka semua sedang antre dengan senyum."Aduh! Fandy, aku benaran merasa nggak enak badan, bagaimana kalau kamu ke kamar untuk membantuku memeriksa secara detail?"Fandy tersenyum pahit. Sejak tiga tahun lalu dia dibawa gurunya ke Desa Persik, dia perlu menghadapi gangguan para kakak seniornya. Sebenarnya dia memang sudah terbiasa, tapi Fandy mana bisa tahan kalau setiap hari diganggu oleh wanita-wanita yang begitu cantik ini."Irana jangan kelewatan.""Benar itu, sekarang giliran aku, minggir kamu! Bisa-bisanya mau masuk ke kamar untuk berbincang dengan Fandy?! Mimpi kamu!"Melihat Kak Gina duduk lagi, Fandy pun meminta ampun."Kakak semuanya, bisakah kalian seperti Kak Bella, Kak Indri dan Kak Eva yang serius latihan
Saat Fandy keluar lagi, keenam seniornya sudah pergi. Mungkin setelah Fandy pergi dari sini, mereka tidak akan tinggal di Desa Persik lagi.Kepikiran akan hal ini, Fandy pun marah. Tiga tahun lalu, guru membawanya kemari, lalu gurunya menghilang begitu saja, bisa dibilang sangat tidak bertanggung jawab.Tok, tok, tok!Terdengar suara pintu, Fandy pun menengadahkan kepalanya, lalu dia melihat ada beberapa orang asing berdiri di depan pintu. Meski pintu terbuka, mereka tidak masuk, bisa dibilang mereka sangat sopan santun.Setelah berjalan ke sana, dia melihat ada beberapa Mercedes Benz G yang diparkir di luar Helty, bisa dipastikan mereka adalah orang kaya."Maaf, apa Master Medis tinggal di sini?"Orang yang memimpin adalah seorang pria paruh baya berkacamata emas, dia terlihat sangat berpendidikan."Master Medis meninggalkan tempat ini sudah tiga tahun."Setelah mendapat jawaban ini, pria paruh baya itu terlihat kecewa. Master Medis adalah legenda di Negara Limas, tapi satu-satunya ha
Setelah Arnold datang, Mia sudah tidak ada di sana."Bagaimana?"Setelah Fandy menjelaskan, Arnold juga dipenuhi dengan emosi."Semua itu gara-gara keluarga. Haist, meski aku diusir, setidaknya aku nggak punya utang yang menyedihkan. Dasar."Waktu sudah tengah malam saat tiba di Vila Dansel. Fandy tidak pulang, melainkan masuk ke vila Catherine karena dia akan menerima panggilan sebelumnya."Catherine, ada apa selarut ini?"Catherine melirik ke arah Fandy, lalu berdiri dan berkata."Duduklah dulu dan tunggu aku."Setelah beberapa saat, Catherine turun ke bawah dan Fandy langsung tercengang.Karena Catherine tidak mengenakan piyama. Pakaian dalam ungunya terbalut dengan semua yang pasti akan membuat pria tidak bisa menahan diri.Selain itu, saat ini wajah Catherine agak memerah dan matanya juga dialihkan dari waktu ke waktu yang semakin menggoda."Setelah yang terakhir kali, aku benar-benar menginginkannya setiap malam, jadi apakah kamu bersedia untuk tidur denganku lagi? Aku nggak meng
Sudah pergi? Fandy terdiam sambil menopang dagu dengan dua tangan.Sebagai seorang pria yang belum pernah mengalami masa-masa indah sebelumnya terutama dalam masa mudanya di sekolah, mau kenal ataupun berpacaran tetap saja bisa dikatakan sebagai kenangan masa lalu meski hanya bertemu satu kali.Belum lagi Mia pernah berhubungan dengan Fandy. Sekarang statusnya sudah turun dalam kondisi seperti ini, mana mungkin dia tidak akan peduli."100 juta, suruh dia kembali."Manajer itu menggelengkan kepalanya."Kak, saat menandatangani kontrak, ada ketentuan di dalamnya. Ini bukan masalah jumlah uang.""400 juta."Ketika harganya naik, manajer tercengang. Dia menatap Fandy dengan tidak percaya. Kalau dia tidak salah dengar, harga yang baru saja tawarkan adalah 400 juta?"Aku akan menambahkan 100 juta, anggap milikmu. Asal kamu bisa menyuruh orang itu kembali."Apa arti uang bagi Fandy? Dia tidak bisa menghabiskannya."Kak, tolong tunggu sebentar. Kujamin dia akan muncul dalam waktu setengah jam.
Mana mungkin Fandy tidak tahu? Tatapan itu seolah mengatakan, "Apakah kamu punya bukti?""Nggak kenal ya nggak kenal, untuk apa aku melihatnya lebih cermat?"Fitri mencibir sambil menunjuk dan berkata."Ada aroma apel reddel di tubuhmu. Tadi malam aku menciumnya dan sekarang juga masih tercium! Orang di foto itu pernah ke tempat apel reddel, jadi aku punya alasan untuk curiga kalau kamulah tersangka utama dalam kematiannya!"Fandy perlahan bersandar di sofa sambil menyilangkan kaki, penampilannya sangat acuh tidak acuh."Aroma? Menarik. Kalau seorang wanita meninggal dan kamu mencium parfum yang sama pada wanita lain, terus kamu bisa menuduhnya sebagai pembunuh? Logika apa itu!?"Fitri sangat marah. Sebenarnya dia tahu akan seperti ini, tetapi tidak disangka Fandy telah menjadi bajingan seperti ini. Dia tahu persis keterampilan seperti apa yang dimiliki murid Tetua Keenam, mustahil bagi orang biasa untuk membunuhnya meskipun membawa senjata."Kalau begini, kamu bisa melapor ke Tentara
Fandy memasang wajah aneh dan memiliki pemikiran yang sama dengan manajer. Apakah Tentara Markotop begitu menganggur atau ada sesuatu yang tidak dia ketahui?"Kak, apa-apaan ini? Ini pertama kalinya aku mendengar Tentara Markotop juga mengurus hal ini?"Kedua gadis itu bergegas pergi dan Arnold menatap Fandy dengan mata terbelalak, seolah ingin mendapat jawaban darinya."Duduklah, mungkin mereka menggunakan cara ini untuk menangkap buronan."Arnold juga percaya pada analisis ini. Kalau tidak, pasti akan sulit untuk dijelaskan."Oh iya, apa pendapatmu tentang Mia? Sampai sekarang aku masih nggak percaya bisa melihat siswi tercantik yang polos di sini."Mata Fandy terkulai dan dia juga tidak bisa memercayainya. Bagaimanapun, dia berpacaran dengan Mia saat masih muda dan telah bersama selama dua tahun.Meskipun saat itu semuanya sangat polos, ciuman sudah merupakan batasan dan mustahil sampai naik ke atas kasur atau semacamnya. Akan tetapi, kenangan yang tertinggal tetap sangat indah.Mia
Benar saja, Arnold menatap Fandy dan terlihat jelas berusaha keras untuk menekan amarahnya."Fandy! Aku sudah sadar, wanita seperti ini nggak layak untuk dipertahankan."Fandy mengangguk sambil mengeluarkan ponselnya, sementara Denada masih mencibir."Eh? Dari nadamu itu, kamu masih ingin membalas dendam padaku? Pertanyaannya adalah apakah sekarang kamu layak? Pria terpuruk yang diusir telah membuatku tertipu dan datang ke Kota Valencia, masih berani bicara dengan begitu sombong?"Pria itu juga mengancam."Benar-benar nggak tahu diri!"Saat ini panggilan Fandy juga terhubung dan tentu saja itu adalah Catherine. Meskipun hubungannya dengan wanita ini masih tidak jelas, dia tahu Catherine tidak akan menolak selama dia membuka mulut."Fandy, ada apa?""Bantu aku memecat dua orang dari kantormu di Kota Valencia. Yang satu Denada dan yang lainnya pacarnya.""Oke!"Setelah mengakhiri panggilan, Fandy menepuk bahu Arnold."Ayo pergi, sudah beres."Arnold langsung merasa nyaman dan pergi bersa
Fitri melihat Tetua Keenam mengeluarkan sebuah kotak. Setelah membukanya, aroma aneh tercium."Ini apel reddel. Aku bisa meminjamkannya kepadamu dulu supaya semua bawahanmu bisa menciumnya. Mungkin saja akan ada keuntungan."Fitri tidak mengambilnya karena dia merasa aromanya tidak asing dan dia pasti pernah menciumnya pada seseorang sebelumnya."Kenapa? Kamu ingat sesuatu?"Sadar oleh kata-kata Tetua Keenam, Fitri buru-buru berkata."Belum. Tetua Keenam tenang saja, aku akan mengutus lebih banyak orang untuk menyelidiki masalah ini.""Oke, maaf sudah merepotkanmu, Fitri. Bagaimanapun juga, kamu adalah muridku dan ini juga melibatkan reputasi sekte kita. Intinya harus ada penjelasannya."Setelah Tetua Keenam pergi, Fitri tiba-tiba membeku di tempat karena dia ingat mengapa bau ini tidak begitu asing, karena dia menciumnya di tubuh Fandy.Tadi malam dia dan Fandy tidur di kasur yang sama dan masih penasaran apakah semua pria harum? Setelah itu, dia menganggap Fandy menggunakan parfum pr
"Maksudmu, nggak seharusnya dia menyuruh Karlo melihat kakekku?"Sharon melambaikan tangannya dengan ketakutan."Nggak, nggak! Nyonya, kamu tahu bukan itu maksudku.""Nggak ada salahnya kurangi bicara. Nggak peduli bagaimanapun, kali ini Fandy melakukan hal yang baik."Semakin Fitri mengatakan ini, semakin tidak nyaman perasaan Sharon."Tuan, Fandy masih punya motif tersembunyi. Dia melakukan segalanya demi menyelamatkan Tuan Besar Rick apa lagi kalau bukan karena kontrak pernikahan itu? Saat Tuan Besar Rick bangun, kamu pasti akan mendengarkan apa pun yang dia katakan."Sampai Fitri pun terdiam. Sepertinya Sharon benar."Nggak masalah lagi. Aku cuma berharap kakek bisa selamat. Untuk masalah lainnya, kita bicarakan lagi lain kali."Sebenarnya bisa mengatakan ini membuktikan pandangan Fitri terhadap Fandy telah berubah. Dia tidak lagi keras dan tegas seperti sebelumnya, dia sendiri juga tidak menyadarinya.Pada pukul dua siang di rumah Fitri, Karlo perlahan berdiri."Karena kamu sudah
Fitri tercengang. Dia jelas tidak terpilih, jadi bagaimana dia bisa diterima oleh Karlo? Ini sangat tidak masuk akal."Terima kasih, kami akan pergi ke sana sekarang juga!"Sharon langsung bereaksi dan menyetujui, kemudian berkata pada Fitri."Nyonya, meskipun ini agak aneh, untuk apa terlalu dipedulikan? Ini menyangkut nyawa kakekmu."Fitri berpikir ini juga ada benarnya, tidak perlu terlalu mengkhawatirkan hal semacam ini.Ketika keduanya hendak masuk, Fandy keluar dari ruangan. Meskipun melewati mereka berdua, dia tidak mengatakan sepatah kata pun."Dia juga dipilih? Beruntung sekali dia."Sharon bergumam dan Fitri masuk tanpa berpikir terlalu banyak."Hormat kepada Dokter Karlo."Karlo duduk di kursi tanpa ada niat untuk bangun dan berkata sambil tersenyum."Dewi Perang nggak perlu sopan. Aku sudah tahu tentang kakekmu. Aku cuma ingin memberitahumu kalau aku akan pergi ke rumahmu setelah aku selesai merawat sepuluh orang di sini."Ini ... meskipun Fitri sangat terkejut, dia tetap m
Saat ini, seorang pemuda muncul di lobi, mengangkat ponselnya dan memberi isyarat."Sekarang aku mulai mengundi nomornya. Totalnya ada sepuluh nomor. Yang terpilih menunggu nomornya dipanggil untuk menemui dokter, sementara yang lain akan diperiksa Dokter Herman."Setelah melihat pemuda ini, Fandy memasang ekspresi aneh. Bukankah ini pria yang ditemuinya di restoran sayur asam tadi malam?Jika dipikir-pikir, pria tua yang menyelamatkan wanita itu pastilah dokter genius Karlo. Pantas saja keterampilan medisnya begitu hebat. Fandy hanya mengarahkannya, Karlo dengan cepat menjadi paham.Setelah melirik ke arah Arnold yang gugup di sampingnya, Fandy ragu-ragu lagi dan memutuskan untuk pergi ke sana nanti, karena dengan pemeriksaan dari Karlo akan membuat temannya merasa lebih tenang, sekalian mengurus sesuatu.Setelah sepuluh nomor diambil, Arnold tersenyum pahit, Fitri di sana juga sedikit menggelengkan kepalanya."Nggak ada yang terpilih?"Sharon juga tercengang. Sial sekali. Dia, Fitri