21+
Tara sudah sibuk di dapur pukul lima shubuh, biasanya pukul empat dia sudah bangun lalu mandi dan memasak. Namun ada yang berbeda shubuh ini, ia terlambat bangun. Begitu juga suaminya, Erik. Untungnya Erik masih sempat mengejar shubuh di masjid. Meskipun setengah berlari agar tidak tertinggal rokaatnya.
"Tumben telat!" celetuk Pak Yunus sembari menyolek bahu Erik. Yang dicolek cuma mesem-mesem saja. Mereka berjalan bersisian sepulang dari masjid.
"Wanginya beda," celetuk Pak Yunus lagi, hidungnya membaui Erik
"Wangi belah perjaka! Hahahahaha," sahut Erik disambung gelak tawa keduanya.
"Alhamdulillah, akhirnya ... luaar biasa Apih!" ledek Pak Yunus, sambil terus menyolek pundak Erik.
"Ceritain dong, dikit!"
"Ck, kepo aja Pak, sama kayak reader." Erik terkekeh.
Mengabaikan Pak Yunus, yang sedari tadi memaksanya cerita. Erik berjalan sedikit lebi
Azan magrib berkumandang, langit yang tadinya benderang, kini berwarna keemasan, sangat indah dipandang mata manusia. Satu dua burung beterbangan, mencari tempat persinggahan, tanda hormat pada Sang Penciptanya. Langkah kaki Mei sedikit tergesa memasuki lobi hotel bintang lima, yang terletak di daerah, Jakarta pusat.Setelah berbicara dengan receptionis hotel. Mei berjalan ke arah lift, sambil menenteng tas pundak yang berukuran sedang. Memencet tombol angka lima, Mei menunggu dengan tidak sabar, sesekali tangannya mengusap peluh yang bercucuran, padahal udara ruangan hotel sangat dingin.Begitu sampai di lantai lima, Mei berbelok ke arah lorong sebelah kiri, menuju kamar nomor lima kosong satu. Mei membuka kunci kamarnya dengan menempelkan kartu. Mei melepaskan pakaian kantornya, lalu mandi."Saya sudah di depan, Bu."Isi pesan singkat dari ponsel Mei. Mei yang sehabis mandi, masih menggunakan handuk kimononya, segera membukakan pintu. Sediki
Dua hari sudah, rumah sepi tanpa Erik. Tara hanya fokus mengurus kedua anaknya. Fia yang semakin cerewet, selalu menanyakan dimana Apihnya?kapan pulang?. Fia benar-benar kehilangan Apih Erik yang selalu suka mengajaknya bermain Unta. Malam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Tapi Fia belum juga tidur, begitu pun Yusuf. Tara sampai pegal menyusui Yusuf, karena Yusuf sedikit rewel dan gelisah. Akhirnya Tara menggendong Yusuf, dengan kain, lalu menimangnya sayang.Kondisi kesehatan Pak Darman, Ayah Erik sudah berangsur membaik, hanya saja belum boleh keluar dari rumah sakit. Dua hari sudah, Erik menunggui Papanya di rumah sakit, bergantian jaga dengan Arle dan Zaka. Malam ini gilirannya Zaka, yang berjaga, menggantikan Erik.Zaka masuk ke dalam ruang perawatan VVIP papanya. Tampak Erik dan papanya tengah bicara cukup serius. Menyadari ada yang masuk mengucapkan salam, Erik dan papanya menoleh."Kamu sudah datang, Ka," tegur Erik sambil tersenyum. Zaka pun
 Selamat membaca. Hari ini tepat lima hari Pak Aditya dirawat dan hari ini juga sudah diperbolehkan pulang. Erik dan Arle yang menjemput papanya. Bu Erika menunggu di rumah. Hari ini Zaka tidak datang ke rumah sakit, sedang kurang sehat katanya. Dokter menyarankan agar Pak Aditya sebaiknya tidak ke kantor lagi, kondisi jantung Pak Adit belum benar stabil. Pak Aditya disarankan duduk diam di rumah, atau malah bepergian refreshing dengan istri. Suasana hati dan pikiran Pak Aditya harus dibuat senyaman mungkin, agar meminimalisir naik turunnya kondisi jantungnya. "Arle, tolong hubungi Om Slamet, bilang besok Papa baru bisa ngantor," ucap Pak Adit saat mereka tengah dalam perjalanan pulang dari rumah sakit. "Pa, kata dokter tadi Papa ga boleh ke kantor," sahut Erik menyela ucapan papanya. "Trus siapa yang ke kantor?" "Arle atau kamu?" Kedua anak sulung dan bungsu Pak Adit tak menjawab.
Suasana pagi di rumah keluarga Pak Aditya, hari ini cukup heboh. Karena Tara ikut membantu di dapur, menyiapkan sarapan untuk mertua juga suaminya. Pagi ini Tara memasak sop ayam, tahu goreng kremes dan balado telur puyuh dicampur kentang. Mama mertuanya hanya geleng-geleng melihat Tara begitu semangat memasak di dapur. Erik keluar dari kamarnya sudah rapi, hari ini pertama Erik ke kantor. Mamanya sampai melongo melihat tampilan Erik yang begitu gagah dan tampan.Erik duduk di kursi kecil, matanya menatap penuh cinta ke arah dapur, dimana istrinya sangat cekatan menyiapkan sarapan."Kamu persis Papa, saat seusiamu, Rik, tampan!" puji Bu Erika mama Erik, sambil mengusap lengan kekar milik anak sulungnya. Erik menoleh, meluangkan senyum merekahnya pada Bu Erika."Kayaknya lebih tampan saya, Ma," sahut Erik sambil menyeringai."Ya Allah, ini Apih?" Tara menghampiri suaminya, memegang dagu suaminya. Menatap dengan intens."Apih, di kampung sam
Zaka pingsan, tubuhnya pucat seputih kapas. Tara berteriak memanggil pembantu dan juga ibu mertuanya."Ya Allah, Zaka!" pekik Bu Erika."Kita bawa ke rumah sakit, Ra," titah Bu Erika dengan wajah panik."Bibik, cepat panggil Mang Asep!" teriak Bu Erika pada pembantunya.Tak lama Mang Asep datang dengan tergopoh-gopoh, membawa Zaka masuk ke dalam mobil."Mama bisa anter Mas Zaka?" tanya Tara pada ibu mertua."Kalau kamu bersedia, kamu saja yang antar ya Ra. Mama tunggu di rumah, Mama akan hubungi Mei juga Erik, agar menyusul kamu ke rumah sakit."Tara mengangguk cepat."Mah, ada perasan ASI saya di kulkas, Ma," ucapnya pada Bu Erika sebelum akhirnya Tara menghilang dari balik pagar. Mang Asep mengendarai mobil dengan kecepatan cukup kencang."Hati-hati, Mang," ucap Tara."Baik, Non."Tak lama mereka sampai di rumah sakit, Mang Asep dibantu security yang sedang bertugas di depan UGD, mengang
Sudah tiga hari Zaka dirawat di rumah sakit, hanya dua hari Mei bisa menungguinya, karena Mei tiba-tiba juga tidak enak badan. Jadilah Arle yang menunggui Zaka sebelum akhirnya dokter memutuskan untuk memperbolehkan Zaka pulang."Udah dimasukkan semua baju Mas, Le?" tanya Zaka pada Arle yang tengah duduk di samping tas ransel milik Zaka. Sang adik hanya mengangguk."Mas mau gue anter ke rumah apa ke rumah mamah?" tanya Arle lagi. Kini ia berjalan mendekati Zaka."Ke rumah aja, kasian Mei juga lagi ga enak badan," sahut Zaka, sambil sesekali meringis memegangi perut."Oh gitu, bukannya harusnya kalian berdua ada di rumah Mama, lagi pada sakit gini, ga ada yang liatin lho." ucap Arle memberi saran pada Zaka. Kedua alis Zaka bertaut, tampak memikirkan kata-kata Arle."Mas pasti cepat pulih kalau di rumah Mama, kan ada Yusuf." Arle mengulum senyum. Zaka pun ikut tersenyum."Ya sudah, kita balik ke rumah Mama aja," sahut Zaka kemudian.
Pagi ini seperti biasa Tara membantu Mama dan Bibik di dapur, menyiapkan aneka menu sarapan. Yusuf berjemur dengan Apih Erik dan Fia bermain bersama Opa Adit. Dua hari sudah Zaka tidak menampakkan batang hidungnya di rumah orangtuanya, Bu Erika sempat menelpon dan menanyakan kabarnya, Zaka berkata kondisinya sudah membaik begitu juga dengan Mei."Hari ini kita ajak anak-anak main ke Seaworld yuk, Pa," ajak Bu Erika pada suaminya."Tara da anak-anak belum pernah kita ajak piknik Pah," ucap Bu Erika lagi pada suaminya, kini mereka tengah menikmati sarapan."Boleh," sahut Pak Aditya sambil tersenyum."Kita mau jalan-jalan ya, Opa?" tanya Fia senang."Iya, kita mau lihat aquarium raksasa. Banyak ikan-ikan besar disana, Fia mau, kan?" tanya Pak Aditya pada cucunya."Mau!" seru Fia dengan semangat. Erik hanya menanggapinya sambil tersenyum, memakan dengan lahap masakan istrinya."Apih sakit ya?" tanya Tara pada suaminya yang ter
Tara akhirnya pulang menggunakan taksi online yang dipesan oleh Zaka. Zaka juga meminta izin pada Erik, agar ia mengantar Tara ke bawah sampai naik ke dalam taksi. Zaka beralasan, mau memastikan Tara aman di dalam taksi online, Zaka juga berniat memotret supir taksi tersebut. Erik mengizinkan, Erik percaya pada Tara juga adiknya Zaka.Setelah cipika cipik lalu mengecup tipis bibir Erik, Tara pamit diikuti oleh Zaka, mereka berjalan beriringan."Aku senang kamu sudah bahagia, Ra," ucap Zaka membuka percakapan saat mereka tengah berada di dalam lift."Alhamdulillah, terimakasih, Mas," sahut Tara seadanya, sambil membenahi letak kerudungnya. Zaka memperhatikan dengan seksama, wajah Tara yang sangat manis saat ini. Betapa ia merasa bahagia, karena dari rahim Tara ia memperoleh keturunan. Yusuf yang sangat tampan, persis dirinya."Yusuf begitu mirip dengan saya, apakah...mmm...waktu itu kamu sangat mencintai saya?" tanya Zaka sangat hati-hati. Pertanyaan itu m