Ayah mertua mengatur perjumpaannya dengan gundik suamiku, dia membuat wanita itu tidak punya pilihan lain selain datang ke rumah mertua dengan sendirinya. Ayah memintaku untuk mengawasi dari ruang sebelah sementara dia sendiri akan bicara kepada wanita yang sangat terobsesi jadi menantu komisaris itu.Tak lama kemudian ailin datang, dia datang dengan gaun merah dan sepatu hak tinggi. Mengucapkan salam dan membungkuk kepada ayah mertua lalu ayah mempersilahkan dia duduk."Apa kau tahu kenapa saya mengundangmu?""Tidak Pak, tapi semoga itu baik.""Oh, tentu, apa yang kulakukan sebagai komisaris selalu atas niat yang baik, tapi tergantung sudut pandang orang yang menilainya," ujar ayah dengan santai. Lelaki bertubuh tinggi dengan garis wajah yang mirip-mirip Mas Revan, serta rambutnya yang keperakan itu, menatap Ailin dengan senyum penuh wibawa, sementara wanita itu sedikit heran dan gugup."Aku tau kau menjalin hubungan dengan anakku.""... tapi aku yakin kau sudah tahu kan kalau dia
Merasa diancam akan dicabut haknya sebagai ahli waris perusahaan dan namanya akan dicoret dari kartu keluarga membuat Mas revan terbelalak, dia tak percaya bahwa ayah bisa semarah ini padanya."Mas, jika ayahmu sangat marah dan kau terancam kehilangan segalanya maka sebaiknya kau ikuti saja perkataan beliau," ucap Ailien.Masa revan membingkai wajah kekasihnya dengan ekspresi sedih, mereka saling berpandangan mata, tatapan mereka bertautan dengan dalam, lalu mereka kemudian berpelukan. Aku yang menyaksikan itu dari balik kaca ruang koleksi musik ayah mertua, hanya menahan perasaan sakit dan kecemburuan di hatiku. Ya Tuhan, bagaimana bisa suamiku begitu tergila-gila pada kekasihnya tanpa memikirkan kalau dia sudah punya istri dan dua orang anak. Memang dimensi cinta antara keluarga dan kekasih itu berbeda, tapi tetap saja, seharusnya seseorang memprioritaskan keluarganya, karena keluargalah yang akan mengurus di saat-saat sulit dan sakit. Hanya keluarga yang paling mengerti keadaan d
Suamiku pulang pukul 09.00 malam, Entah kenapa dari jam 05.00 sore tadi, sejak aku meninggalkan dia di rumah ayahnya dia baru pulang jam segini. "Kau baru pulang?""Jika kau baru menyaksikan keberadaanku, maka itu artinya aku baru pulang. Kenapa kau banyak bertanya!" Dia membentakku sambil melepaskan pakaian dan melemparnya.Ah, dia benar benar bengis."Apa kau sudah makan?" Ku tanyai lelaki yang membuka lemari dan mengambil kaos baru kalau memakainya lagi. "Apa aku terlihat sudah makan? apa aku punya istri dan rumah lain yang bisa kugunakan untuk istirahat dan makan?" Dia menunjuk dirinya sendiri dengan mata melotot kepadaku. Aku hanya menggeleng pelan.Ingin kujawab kalau dia bisa saja pulang ke rumah pacarnya, tapi sudahlah, aku tidak akan memperpanjang pertengkaran, karena dia akan semakin membenciku. Aku sedang dalam tahap berusaha mempertahankan keluarga dan mendapatkan kasih sayang suamiku dan aku tidak ingin semua usaha itu gagal. "Apa yang kau tunggu, ambilkan makanan unt
Besok pagi.Aku terbangun dan melakukan aktivitas tanpa sedikitpun membangunkan Mas Revan. Biar saja, ntar dia akan terlambat atau panik ketinggalan waktu, aku tak peduli. Perlakuannya semalam benar-benar membuatku tidak habis pikir dan merasa seperti binatang saja. Aku diperkosa olehnya tanpa izin dan perlakuan yang baik."Ayo anak-anak kita berangkat Bunda akan mengantar kalian," ucapku begitu Kami bertiga selesai sarapan."Ayah bagaimana? Apa kita tidak akan membangunkannya ayah bisa terlambat!""Biar saja, ayah bisa mengurus dirinya sendiri."Kami naik ke atas mobil lalu, perlahan aku menyurutkan kendaraanku itu keluar dari garasi, kemudian meluncur pergi.*Tak mau sebenarnya diri ini pusing-pusing lagi tentang kelakuan suamiku dan cinta pertamanya itu. Juga tak mau terus membuat luka ini terlalu menganga, mengingat betapa kasar perlakuannya semalam ketika ingin menjamah istrinya sendiri. Dalam tuntunan Islam seorang suami saat mendekati istri, harus mendekatinya dengan lembut da
"Tunggu hei, apa yang kau rencanakan, kenapa kau begitu, aku akan mencabut tracker itu dari mobilku!""Seratus kali pun kau cabut, 100 kali lagi aku akan memasangnya."*Menjelang pukul 02.00 siang aku turun ke lobi utama untuk menyambut tamu yang datang dari Thailand, mereka telah melihat katalog dan portofolio pekerjaan kami, sehingga mereka tertarik untuk melakukan kerja sama dengan perusahaan kami.Perusahaan pembangunan dan kontraktor itu telah menguji kualitas produk yang kami ekspor, jadi mereka ingin kami jadi pemasok baja utama untuk setiap proyek yang mereka kerjakan. Kau sambut lelaki yang berbahasa Inggris itu, lalu staf ku membawa kami menuju ruang tamu yang khusus digunakan untuk menyambut tamu-tamu penting. Kujamu dengan baik dan kuajak bercakap-cakap tentang bisnis dan apa hal yang potensial digarap dalam masa penuh persaingan ini. Lelaki itu banyak bertanya padaku tentang sejarah perusahaan dan bagaimana cara kerja perusahaan kami sehingga bisa jadi unggul dan jad
Menjelang jam pulang,Sebenarnya aku belum makan siang karena begitu sibuknya menyiapkan acara dan menjamu klien dari Thailand tadi. Rasa lapar di perut ini semakin melilit ditambah setelah aku baru saja berdebat dengan Mas Revan.Aku pesan makanan lalu menunggu pesanan itu datang sambil memeriksa laporan keuangan. Pukul 02.30 sore, makanan itu datang, aku yang sudah tidak tahan lagi dengan rasa lapar langsung menyerbunya dan makan dengan lahap."Baru makan Bu?" tanya sari."Iya, saya lapar sekali.""Kenapa tidak pergi ke kantin atau pergi ke lounge istirahat khusus karyawan."Tempat yang dimaksud adalah tempat istirahat karyawan yang seperti taman indoor dengan lantai kayu dan desain yang cozy. Para karyawan bebas beristirahat, berbaring atau duduk dengan timnnya di tempat yang disediakan. Tempatnya nyaman dan dingin. "Jauh,di sini lebih cepat, aku juga ingin menyelesaikan tugas ini dan langsung pulang.""Baiklah, Bu."Tak lama setelah sehari kembali ke medianya mas Revan tiba
Untuk pertama kalinya kami semobil tanpa rasa terpaksa. Biasanya kami akan semobil di momen-momen tertentu, seperti pergi ke resepsi keluarga atau berkumpul di rumah ayah mertua. Untuk pertama kalinya lelaki itu berinisiatif untuk mengajakku semobil dengannya dan pulang bersama.Sebenarnya aku ingin bersorak bahagia tapi itu pasti terlalu norak. Seorang istri yang begitu mencintai suaminya pasti bahagia saat diajak pulang bersama, tapi mungkin bagi mas Revan itu hal yang biasa-biasa saja. Cenderung membuatnya tidak nyaman tapi ia harus melakukannya. "Aku senang kita pulang bersama setelah begitu seringnya aku dan kamu bertengkar dan bermusuhan.""Anak-anak pasti senang melihat ayah dan ibunya pulang bersama," jawabnya sambil menyetir. Di pergelangan tangannya melingkar jam tangan yang dihadiahkan ailin untuknya, dia dengan bangga memberitahuku saat itu. Sampai saat ini aku menyimpan kecemburuan, tapi apa dayaku, selain hanya bisa menghela nafas dan bersabar. "Kau ada modus apa ingin
Kubangunkan suamiku menjelang pukul 09.00 malam, aku bangunkan dia agar lelaki itu bisa makan malam menunaikan salat. Meski dia brengsek tapi kewajibannya harus selalu dia taati. Meski tidak selalu full salat lima waktu tapi setidaknya aku harus mengingatkan dia untuk beribadah."Mas, ayo bangun."Aku nungguin yang tubuhnya tapi dia tidak meresponku selain hanya menggeliat pelan."Mas, kau belum salat dan makan, ayo bangun!""A-aku lesu," jawabnya. Perlahan Dia memberikan badan sementara aku langsung meraba keningnya dan mendapati kalau dia demam. Napasnya pelan, putus putus, dan berkeringat dingin."Ada apa denganmu?""Entahlah, aku terlalu lelah.""Ya ampun... tunggu di sini, aku akan mengambilkan kompres dan makan."Segera diri ini pergi ke dapur untuk mengambilkan air hangat dan kompres, lalu menampilkan makanan untuknya. Kubawa nampan itu ke lantai dua, lalu kembali memeriksa keadaannya."Apa yang kau rasakan?""Aku menggigil.""Ayo makan dulu, habis itu minum obat lalu aku akan