Untuk pertama kalinya kami semobil tanpa rasa terpaksa. Biasanya kami akan semobil di momen-momen tertentu, seperti pergi ke resepsi keluarga atau berkumpul di rumah ayah mertua. Untuk pertama kalinya lelaki itu berinisiatif untuk mengajakku semobil dengannya dan pulang bersama.Sebenarnya aku ingin bersorak bahagia tapi itu pasti terlalu norak. Seorang istri yang begitu mencintai suaminya pasti bahagia saat diajak pulang bersama, tapi mungkin bagi mas Revan itu hal yang biasa-biasa saja. Cenderung membuatnya tidak nyaman tapi ia harus melakukannya. "Aku senang kita pulang bersama setelah begitu seringnya aku dan kamu bertengkar dan bermusuhan.""Anak-anak pasti senang melihat ayah dan ibunya pulang bersama," jawabnya sambil menyetir. Di pergelangan tangannya melingkar jam tangan yang dihadiahkan ailin untuknya, dia dengan bangga memberitahuku saat itu. Sampai saat ini aku menyimpan kecemburuan, tapi apa dayaku, selain hanya bisa menghela nafas dan bersabar. "Kau ada modus apa ingin
Kubangunkan suamiku menjelang pukul 09.00 malam, aku bangunkan dia agar lelaki itu bisa makan malam menunaikan salat. Meski dia brengsek tapi kewajibannya harus selalu dia taati. Meski tidak selalu full salat lima waktu tapi setidaknya aku harus mengingatkan dia untuk beribadah."Mas, ayo bangun."Aku nungguin yang tubuhnya tapi dia tidak meresponku selain hanya menggeliat pelan."Mas, kau belum salat dan makan, ayo bangun!""A-aku lesu," jawabnya. Perlahan Dia memberikan badan sementara aku langsung meraba keningnya dan mendapati kalau dia demam. Napasnya pelan, putus putus, dan berkeringat dingin."Ada apa denganmu?""Entahlah, aku terlalu lelah.""Ya ampun... tunggu di sini, aku akan mengambilkan kompres dan makan."Segera diri ini pergi ke dapur untuk mengambilkan air hangat dan kompres, lalu menampilkan makanan untuknya. Kubawa nampan itu ke lantai dua, lalu kembali memeriksa keadaannya."Apa yang kau rasakan?""Aku menggigil.""Ayo makan dulu, habis itu minum obat lalu aku akan
"lalu aku harus bagaimana?""Tanyakan pada hatimu sendiri siapa yang paling kau cintai dan mana yang lebih kau prioritaskan, keluarga atau kebahagiaanmu sendiri? Aku paham kau tidak bisa melepaskannya, tapi ada hubungan yang lebih penting dari itu, kita sudah menikah dan kita punya anak.""Kau seakan memaksaku," ucapnya sambil tertawa tapi raut wajahnya menunjukkan kesedihan. Entah sedih karena apa? Bingung harus memilih istri atau pacar, ataukah, dia sedang memikirkan cara agar semuanya terlihat adil."Aku berhak melakukan itu karena aku adalah istrimu, aku melahirkan anak-anak dan menjaga keluarga kita. Apa itu bukan alasan yang tepat agar kau kembali sadar dan memperioritaskan keluarga?""Aku mengerti, beri aku waktu," ujarnya sambil menggenggam tanganku. Telapak tangannya terasa begitu hangat, dia menggenggam tanganku dengan erat, sementara aku membiarkan dia menenangkan hatinya sembari berusaha kembali tertidur lagi.*Esok hari,Aku terbangun karena mendengar suara anak-anak
Aku sedang melakukan briefing kepada tim divisi keuangan saat suamiku tiba-tiba masuk ke ruanganku dan menatap diri ini diambang pintu.Aku tahu maksud tatapannya, Jika dia berdiri seperti itu dengan tatapan mata yang lekat itu artinya dia ingin menyampaikan sesuatu. Aku memberi isyarat kepada karyawan untuk meminta izin jeda sebentar lalu menghampiri Mas Revan yang tentu saja itu adalah Direktur mereka."Ada apa Mas? Seperti yang kau lihat aku sedang briefing dengan timku.""Aku hanya datang dan memberitahumu kalau aku tidak akan kemana-mana.""Ya, aku tahu, semalam kau sudah memberitahuku kalau kau tidak ada jadwal kegiatan di luar kantor, ada apa lagi.""Aku tidak ingin kau terpengaruh dengan panggilan di mobil tadi."Aku langsung tertawa dan melipat tangan di dadaku, melihat dia yang benar-benar tegang dan cukup khawatir aku jadi kaget. Biasanya lelaki itu akan menabrak semua aturan dan norma demi bisa menemui kekasihnya. Meski di depan mata ada gelombang pasang atau petir yang
"Ada apa kau di sini?""Kebetulan sekali aku menemui kalian di sini, kebetulan karena beliau adalah Direktur sementara kau adalah staf keuangan yang penting di tempat ini."Melihat orang-orang mulai memperhatikan kami bertiga, gosok-gosip yang sudah bergulir tentang Mas Revan dan Ailin membuat sebagian menatap dengan sinis dan heran. Demi menjaga keadaan tetap nyaman aku langsung berdiri dari meja tersebut dan mengajak suami serta kekasih Suamiku itu keluar."Aku rasa kita harus bicara di kantor.""Aku tidak keberatan bicara di mana pun," Jawab wanita itu dengan gestur penuh kesombongan selalu sekaligus kepercayaan.Aku segera mengarahkan mereka untuk ikut denganku, menuju sebuah ruangan yang biasanya kami gunakan untuk rapat.Setelah masuk, kupersilakan Ailin untuk bicara."Apa yang kau inginkan?""Aku ingin kompensasi atas pemecatan sepihak sementara kontrak belum selesai."Hahaha.Aku langsung tergelak, tapi dia ada benarnya karena secara tiba-tiba Aku mau meminta ayah mertua untu
"katakan berapa banyak uang yang kau perlukan agar aku segera membayarmu dan kau segera pergi.""I cant believe it!" Ailin mendesis dengan air mata berderai. Mas Revan makin besar karena tentu saja dia kesal dengan kedatangan wanita itu di sela-sela tugasnya yang sibuk, terlebih dia datang di jam makan siang yang harusnya kami gunakan untuk istirahat dan mengambil jeda."Kamu ke sini butuh uang atau mau mempermalukan aku! Kamu tahu kan semua berita yang beredar itu kalau kamu memang sayang ke aku harusnya kamu nggak lakukan ini!""Mas, Aku mau mencoba untuk menemuimu!""Apa kamu nggak bisa sabar sampai aku pulang kerja!""Baik Maaf, aku akan pergi.""Ah, lalu apa yang akan terjadi setelahnya Apa kau dan aku akan mulai bertengkar dan di pertemuan nanti kita akan berdebat! Kenapa situasi ini jadi benar-benar tidak nyaman!"Suamiku mengatakan itu sambil mengeluh kesal dan nampak resah, sepertinya dia mulai gelisah bahwa apa yang dibicarakan orang selama ini nyatanya terbukti, lelaki itu
Seperti rencana kami sejak pagi, saat sudah kembali dari kantor Aku menyiapkan persiapan makan malam untuk anak-anak karena aku dan ayah mereka akan keluar sementara mereka akan di rumah dengan pengasuh dan asisten mereka.Kukenalkan gaun sebawah lutut yang cukup cantik, rambutku tergerai dengan riasan tipis, sebuah sepatu hak rendah di kaki dan tas untuk membawa ponsel.Saya turun ke bawah untuk menyusul Mas Revan suamiku nampak tertegun saat kami berpapasan. Dia menatap diri ini dengan lekas seakan kami baru pertama berjumpa. "Ada apa? Apa pakaianku tidak tepat?""Tidak, aku tercengang karena baru menyadari kau bisa secantik itu," balasnya dengan mata yang masih belum berkedip."Aku sudah masak untuk anak-anak dan memberitahu asisten jadi bisakah kita pergi sekarang.""Ayo," jawabnya dengan senyum lebar.Di depan pintu mobil Dia membukakannya untukku, sedikit membungkukkan badan dan tersenyum sambil mengatakan,"Silakan Nyonya Revan." Aku tergelak, hatiku berbunga."Kita akan keman
Bagi buta, Mungkin ini terlalu pagi untuk mendengar sebuah perdebatan yang samar samar membuatku terbangun dari tidur lelap. Semalam kami makan, lalu jalan-jalan mengelilingi kota pulang menjelang pukul 01.00 malam dan tertidur dengan pulas. Kulirik jam, masih jam enam kurang lima belas. Tapi di bawah sana, aku bisa mendengar percakapan antara seorang pria dan wanita. Perdebatan sengit. Tadinya kupikir itu tetangga yang sedang aduh argumen dengan pasangannya tapi ternyata itu berasal dari teras rumahku. Musibah selimut lalu bangun dari tempat tidur, membuka tirai jendela lalu melihat kira-kira dengan siapa Mas Revan bicara. Apakah kebetulan dia bangun dan berolahraga pagi kemudian bertemu dan bicara dengan tetangga ataukah itu orang lain...Kuambil jaketku, kukenakan untuk menutupi baju tidur yang tanpa lengan. Aku turun menyusuri tangga untuk melihat itu siapa."Aku ga ngerti cara kamu berpikir!""Jangan salahkan pikiranku, teganya kau bohongi aku Mas, teganya kamu bilang kalau ka
"Kau bertemu temanmu yang bernama Rudi itu?""iya," jawabku."kupikir kau akan bertemu dengan orang penting tapi ternyata kau hanya bertemu dengannya..." Mas Revan bersungut dengan cemberut sambil mendesahkan nafas dan menyandarkan punggungnya di kursi."Aku sedang membicarakan masalah bisnis dan restoran yang cukup strategis di dekat lokasi villa yang ada di daerah Timur kota ini. progress untuk bisnisnya cukup bagus hanya butuh sedikit investasi dan modal.""Aku suka kamu berbisnis tapi aku tidak sreg kau berbisnis dengannya.""kenapa?""ga suka aja.""ada alasan untuk segala sesuatu.""aku hanya tak nyaman.""Kau tak nyaman karena kau cemburu ataukah ada ketakutan lain, jika kau merasa bahwa lelaki itu akan menipuku itu tidak akan terjadi karena dia adalah sahabatku sejak lama, dia tidak akan lari kemana-mana karena jika dia melakukan kecurangan, aku pasti akan menghukumnya.""lelaki itu cukup tampan dan aku tidak mau terjadi fitnah dalam keluargaku.""bicara tentang ketampanan da
**di kantor, di jam istirahat."aku izin untuk keluar 1 jam makan siang dengan temanku.""siapa?""temanku., Kami ingin membicarakan bisnis. Apa kau membutuhkan detail setiap orang yang aku temui atau haruskah kau mengirimkan satu asisten bersamaku agar bisa melaporkan segalanya padamu?""kenapa perkataanmu terdengar sentimental?" suamiku mulai memasang wajah gusar dan kesal. "aku hanya khawatir bahwa kau mencurigai beberapa temanku padahal orang-orang yang aku temui adalah orang-orang yang tempo hari selalu bersamaku. mereka adalah teman-teman biasa teman arisan, sosialita dan beberapa teman bisnis.""tidak, jangan khawatir, pergilah.""terima kasih." aku melenggang keluar dari kantornya dengan santainya. Aku sengaja tidak memberitahu bahwa aku akan makan siang dengan sahabatku Rudi, mungkin sikapku terlampau egois ataukah aku memang sengaja untuk menguji sejauh apa dia mencintaiku dan cemburu dengan itu. aku tahu bahwa aku cemburuannya akan menciptakan prahara, tapi selagi aku t
"Eh, suamimu cemburuan juga ya...."sahabatku Rudi yang sudah kuambil kontaknya tiba tiba mengechat dan bicara begitu."hahaha, abaikan saja.'"Naluri laki-laki memang merasa tertantang saat melihat orang lain menunjukkan ketertarikan dan kekagumannya secara langsung pada istri mereka. tapi aku tak menyangka kalau suamimu menunjukkannya dengan gamblang.""sudahlah, kau pun jangan merasa ditantang dengan sikapnya.""Buat apa... kalau aku ingin merebut orang maka aku akan melakukannya dengan cepat. Kau juga salah tahu ga sih.""salahku apa?""kau terlalu cantik di usiamu itu, malah kalau jalan dengan anakmu kau pasti dikira kakaknya.""Hei, aku baru empat puluhan.""Tapi kau berjuang sejak menikah dengan Revan, siapa yang tak tahu reputasi pria itu. kami para sahabatmu merasa geram dengan perlakuan dan perselingkuhan yang berlangsung selama belasan tahun itu. Heran ya, kenapa kamu bisa tahan.""demi keluarga.""demi keluarga apa demi uang?""dua duanya." aku meletakkan emot senyum di be
sekarang kami duduk di sebuah kedai minuman di pinggir pantai sambil tertawa dan bercengkrama bercerita tentang masa lalu di tahun 90-an, aku dan sahabatku itu banyak mengenal masa-masa konyol di saat kami masih SMA dulu. "Aku pernah dengar kalau istriku dan para sahabat-sahabatnya membicarakan tentang pria bernama Rudi. Tak kusangka Kalau hari ini aku bertemu denganmu secara langsung." Mas Revan mengaduk minumannya lalu meresapnya."oh ya? benarkah, kau sering membicarakanku dengan sahabat-sahabat kita?"aku melirik suamiku dan segera menggeleng cepat dan itu membuat mereka berdua, kedua lelaki itu tertawa padaku."kau tampan juga ya Rudi, ngomong-ngomong Apa usaha yang kau jalani...""aku menjalankan bisnis batubara milik keluarga di Kalimantan. by the way, kau juga tampan dan punya Aura seorang pemimpin yang hebat."suamiku hanya tertawa sambil menggelengkan kepalanya lalu berkedip kepada diri ini dan menunjukkan betapa hebatnya dia dapat pujian dari orang-orang di sekitarku.sok
Dua tahun berikutnya saat anak-anak sudah mulai lulus SMA dan Risa duduk di bangku kelas dua. aku dan suamiku menjalani kehidupan yang bahagia tanpa gangguan dari siapapun tidak pernah mendengar lagi kabar tentang Ailin atau perintilan tentang hidupnya.Aku merasakan ketentraman dan kedamaian menikmati peranku sebagai ibu rumah tangga sekaligus orang yang berwenang dalam perusahaan ayah mertua. ayam mertua yang saat ini sudah sepuh mulai sakit-sakitan sehingga aku lebih banyak menghabiskan waktu dengan anak-anak di rumahnya, suami lebih aktif dengan kegiatan bisnisnya Karena sekarang tumpuan harapan dan satu-satunya penggerak roda perusahaan hanya dia, hanya dia yang diambil keputusannya dan menjadi acuan banyak orang untuk bertindak.ayah mertua sudah menyerahkan segalanya kepada kami dan tidak lagi ambil bagian dalam keputusan perusahaan. "mau kuliah di mana setelah lulus?" tanya kakeknya pada Rian anak sulung kami."ingin kuliah bisnis manajemen di Australia kek atau bila memungkin
Mungkin ini bab terakhir saat aku ingin menceritakan hidupku yang penuh kebahagiaan tanpa kehadiran orang ketiga dalam Rumah tanggaku.Setelah beberapa tahun berlalu kami menjalani dengan penuh kebahagiaan dan keharmonisan itu mengalami perubahan drastis dalam kehidupan dan karirnya.Tanpa sengaja aku mendapati kabar itu ketika aku arisan besar-besaran para sosialita di kota ini. Aku tergabung di sana karena mendapatkan undangan dari istri seorang direktur perusahaan minyak, sekaligus kebetulan mengenal istri gubernur. Mereka mereka mengundangku dan menjadikan aku sebagai anggota organisasi mereka di mana aku mengikuti banyak kegiatan dan arisan. "Kau kenal wanita bernama Airin yang dulu bekerja di perusahaan mertuamu?" Tanya Mbak Fika seorang pebisnis batubara."Namanya cukup familiar," jawabku mencoba untuk bersikap normal dan mengabaikan fakta bahwa orang yang sedang ditanyakan adalah mantan kekasih suamiku.""Aku mengagumi bagaimana kau menyikapi wanita itu saat dia masih bersam
Apa semuanya sudah selesai dengan kepergian wanita itu? Aku rasa iya, meski ada masalah lain yang akan kuhadapi tapi tidak akan seberat aku menghadapi orang ketiga dalam rumah tangga. Kuncinya hanya satu jika ingin jadi pemenang pada suami yang suka berselingkuh, lebih banyak bersabar, lebih banyak mengendalikan emosi, tenang dan pertahankan apa yang kita miliki. Niscaya suatu hari suami akan kembali ke rumahnya dan pulang ke pelukan istri dan anak-anaknya.Aku percaya Tuhan sudah berada di pihakku dengan cara membiarkan wanita itu menyerah, lalu pergi dengan membawa amarah dan kekecewaannya.Aku yakin, episode panjang perselingkuhan selama 12 tahun sudah selesai. Ya, berakhir sampai di sini.Kurebahkan tubuhku di tempat tidur lalu kuselimuti diriku sendiri dan suami. Awak dingin dari penyejuk ruangan membuatku harus dekat-dekat dengannya dan dia pun mengembalikan badan untuk memberi tanggapan pada pelukanku."Apa semua konflik ini sudah selesai sekarang?""Aku rasa iya.""Syukurla
Keesokan hari.Setelah jam istirahat kantor aku dan Mas Revan menyebabkan waktu untuk pergi ke kantor di mana Ailin bekerja sebagai manajer utama. Sebenarnya perusahaan itu berbasis di Singapura, tapi karena mereka punya kantor cabang di Indonesia, maka wanita itu ditugaskan juga untuk mencari relasi bisnis dan proyek terbaru. "Kau yakin kita akan bertemu dengannya.""Untuk terakhir kalinya."Aku dan suamiku memasuki lobby utama kemudian pergi ke meja resepsionis dan bertanya di manakah ruangan Manager utama."Apa ibu Ailin ada di sini.""Maaf Bu, Ibu manajer kami tidak ada hari ini. Apa beliau tidak memberitahu Anda sebelum Anda membuat jadwal temu dengannya.""Kami datang tanpa ada jadwal temu.""Beliau ada penerbangan 1 jam lagi ke Singapura jadi mungkin anda tidak bisa bertemu dengannya hari ini.""Apa dia memutuskan kembali ke Singapura?""Ya, tugasnya sudah digantikan oleh manajer baru jadi beliau akan kembali ke kantor pusat.""Oh, baiklah."Kupandangi suamiku yang terlihat m
Menjelang pukul 03.00 sore putuskan untuk langsung saja pulang ke rumah, kukendarai mobilku lalu 10 menit kemudian aku tiba di rumah.Ku masukkan mobil ke garasi kemudian mematikan mesin lalu keluar dari sana dan pergi ke pintu utama. Di ruang keluargaku dapati Suamiku sedang berbaring dan dia masih mengenakan baju setelan jasnya."Apa kau baru tiba?""Dari tadi.""Kenapa tidak ganti baju?""Aku masih lelah... Pusing.""Oh, apa kau sudah makan?""Belum.""Tunggulah sebentar aku akan siapkan makanan."Aku bergegas pergi ke kamar utama untuk ganti baju kemudian cuci tangan dan mukaku lalu turun ke dapur untuk menyiapkan makanan.Saat aku kembali ke dapur lelaki itu bangkit dari posisi berbaring dan menetap diriku dengan tatapan lekat dari kursi tempat duduknya."Ada apa?""Tidak ada sayang, aku hanya ....""Ada apa?""Aku hanya merasa bersalah Dan teringat kembali atas peristiwa yang bertahun-tahun pernah kulakukan pada dirimu.""Sudahlah, jangan buka-buka lama yang akan membuat kita me