Besok pagi.Aku terbangun dan melakukan aktivitas tanpa sedikitpun membangunkan Mas Revan. Biar saja, ntar dia akan terlambat atau panik ketinggalan waktu, aku tak peduli. Perlakuannya semalam benar-benar membuatku tidak habis pikir dan merasa seperti binatang saja. Aku diperkosa olehnya tanpa izin dan perlakuan yang baik."Ayo anak-anak kita berangkat Bunda akan mengantar kalian," ucapku begitu Kami bertiga selesai sarapan."Ayah bagaimana? Apa kita tidak akan membangunkannya ayah bisa terlambat!""Biar saja, ayah bisa mengurus dirinya sendiri."Kami naik ke atas mobil lalu, perlahan aku menyurutkan kendaraanku itu keluar dari garasi, kemudian meluncur pergi.*Tak mau sebenarnya diri ini pusing-pusing lagi tentang kelakuan suamiku dan cinta pertamanya itu. Juga tak mau terus membuat luka ini terlalu menganga, mengingat betapa kasar perlakuannya semalam ketika ingin menjamah istrinya sendiri. Dalam tuntunan Islam seorang suami saat mendekati istri, harus mendekatinya dengan lembut da
"Tunggu hei, apa yang kau rencanakan, kenapa kau begitu, aku akan mencabut tracker itu dari mobilku!""Seratus kali pun kau cabut, 100 kali lagi aku akan memasangnya."*Menjelang pukul 02.00 siang aku turun ke lobi utama untuk menyambut tamu yang datang dari Thailand, mereka telah melihat katalog dan portofolio pekerjaan kami, sehingga mereka tertarik untuk melakukan kerja sama dengan perusahaan kami.Perusahaan pembangunan dan kontraktor itu telah menguji kualitas produk yang kami ekspor, jadi mereka ingin kami jadi pemasok baja utama untuk setiap proyek yang mereka kerjakan. Kau sambut lelaki yang berbahasa Inggris itu, lalu staf ku membawa kami menuju ruang tamu yang khusus digunakan untuk menyambut tamu-tamu penting. Kujamu dengan baik dan kuajak bercakap-cakap tentang bisnis dan apa hal yang potensial digarap dalam masa penuh persaingan ini. Lelaki itu banyak bertanya padaku tentang sejarah perusahaan dan bagaimana cara kerja perusahaan kami sehingga bisa jadi unggul dan jad
Menjelang jam pulang,Sebenarnya aku belum makan siang karena begitu sibuknya menyiapkan acara dan menjamu klien dari Thailand tadi. Rasa lapar di perut ini semakin melilit ditambah setelah aku baru saja berdebat dengan Mas Revan.Aku pesan makanan lalu menunggu pesanan itu datang sambil memeriksa laporan keuangan. Pukul 02.30 sore, makanan itu datang, aku yang sudah tidak tahan lagi dengan rasa lapar langsung menyerbunya dan makan dengan lahap."Baru makan Bu?" tanya sari."Iya, saya lapar sekali.""Kenapa tidak pergi ke kantin atau pergi ke lounge istirahat khusus karyawan."Tempat yang dimaksud adalah tempat istirahat karyawan yang seperti taman indoor dengan lantai kayu dan desain yang cozy. Para karyawan bebas beristirahat, berbaring atau duduk dengan timnnya di tempat yang disediakan. Tempatnya nyaman dan dingin. "Jauh,di sini lebih cepat, aku juga ingin menyelesaikan tugas ini dan langsung pulang.""Baiklah, Bu."Tak lama setelah sehari kembali ke medianya mas Revan tiba
Untuk pertama kalinya kami semobil tanpa rasa terpaksa. Biasanya kami akan semobil di momen-momen tertentu, seperti pergi ke resepsi keluarga atau berkumpul di rumah ayah mertua. Untuk pertama kalinya lelaki itu berinisiatif untuk mengajakku semobil dengannya dan pulang bersama.Sebenarnya aku ingin bersorak bahagia tapi itu pasti terlalu norak. Seorang istri yang begitu mencintai suaminya pasti bahagia saat diajak pulang bersama, tapi mungkin bagi mas Revan itu hal yang biasa-biasa saja. Cenderung membuatnya tidak nyaman tapi ia harus melakukannya. "Aku senang kita pulang bersama setelah begitu seringnya aku dan kamu bertengkar dan bermusuhan.""Anak-anak pasti senang melihat ayah dan ibunya pulang bersama," jawabnya sambil menyetir. Di pergelangan tangannya melingkar jam tangan yang dihadiahkan ailin untuknya, dia dengan bangga memberitahuku saat itu. Sampai saat ini aku menyimpan kecemburuan, tapi apa dayaku, selain hanya bisa menghela nafas dan bersabar. "Kau ada modus apa ingin
Kubangunkan suamiku menjelang pukul 09.00 malam, aku bangunkan dia agar lelaki itu bisa makan malam menunaikan salat. Meski dia brengsek tapi kewajibannya harus selalu dia taati. Meski tidak selalu full salat lima waktu tapi setidaknya aku harus mengingatkan dia untuk beribadah."Mas, ayo bangun."Aku nungguin yang tubuhnya tapi dia tidak meresponku selain hanya menggeliat pelan."Mas, kau belum salat dan makan, ayo bangun!""A-aku lesu," jawabnya. Perlahan Dia memberikan badan sementara aku langsung meraba keningnya dan mendapati kalau dia demam. Napasnya pelan, putus putus, dan berkeringat dingin."Ada apa denganmu?""Entahlah, aku terlalu lelah.""Ya ampun... tunggu di sini, aku akan mengambilkan kompres dan makan."Segera diri ini pergi ke dapur untuk mengambilkan air hangat dan kompres, lalu menampilkan makanan untuknya. Kubawa nampan itu ke lantai dua, lalu kembali memeriksa keadaannya."Apa yang kau rasakan?""Aku menggigil.""Ayo makan dulu, habis itu minum obat lalu aku akan
"lalu aku harus bagaimana?""Tanyakan pada hatimu sendiri siapa yang paling kau cintai dan mana yang lebih kau prioritaskan, keluarga atau kebahagiaanmu sendiri? Aku paham kau tidak bisa melepaskannya, tapi ada hubungan yang lebih penting dari itu, kita sudah menikah dan kita punya anak.""Kau seakan memaksaku," ucapnya sambil tertawa tapi raut wajahnya menunjukkan kesedihan. Entah sedih karena apa? Bingung harus memilih istri atau pacar, ataukah, dia sedang memikirkan cara agar semuanya terlihat adil."Aku berhak melakukan itu karena aku adalah istrimu, aku melahirkan anak-anak dan menjaga keluarga kita. Apa itu bukan alasan yang tepat agar kau kembali sadar dan memperioritaskan keluarga?""Aku mengerti, beri aku waktu," ujarnya sambil menggenggam tanganku. Telapak tangannya terasa begitu hangat, dia menggenggam tanganku dengan erat, sementara aku membiarkan dia menenangkan hatinya sembari berusaha kembali tertidur lagi.*Esok hari,Aku terbangun karena mendengar suara anak-anak
Aku sedang melakukan briefing kepada tim divisi keuangan saat suamiku tiba-tiba masuk ke ruanganku dan menatap diri ini diambang pintu.Aku tahu maksud tatapannya, Jika dia berdiri seperti itu dengan tatapan mata yang lekat itu artinya dia ingin menyampaikan sesuatu. Aku memberi isyarat kepada karyawan untuk meminta izin jeda sebentar lalu menghampiri Mas Revan yang tentu saja itu adalah Direktur mereka."Ada apa Mas? Seperti yang kau lihat aku sedang briefing dengan timku.""Aku hanya datang dan memberitahumu kalau aku tidak akan kemana-mana.""Ya, aku tahu, semalam kau sudah memberitahuku kalau kau tidak ada jadwal kegiatan di luar kantor, ada apa lagi.""Aku tidak ingin kau terpengaruh dengan panggilan di mobil tadi."Aku langsung tertawa dan melipat tangan di dadaku, melihat dia yang benar-benar tegang dan cukup khawatir aku jadi kaget. Biasanya lelaki itu akan menabrak semua aturan dan norma demi bisa menemui kekasihnya. Meski di depan mata ada gelombang pasang atau petir yang
"Ada apa kau di sini?""Kebetulan sekali aku menemui kalian di sini, kebetulan karena beliau adalah Direktur sementara kau adalah staf keuangan yang penting di tempat ini."Melihat orang-orang mulai memperhatikan kami bertiga, gosok-gosip yang sudah bergulir tentang Mas Revan dan Ailin membuat sebagian menatap dengan sinis dan heran. Demi menjaga keadaan tetap nyaman aku langsung berdiri dari meja tersebut dan mengajak suami serta kekasih Suamiku itu keluar."Aku rasa kita harus bicara di kantor.""Aku tidak keberatan bicara di mana pun," Jawab wanita itu dengan gestur penuh kesombongan selalu sekaligus kepercayaan.Aku segera mengarahkan mereka untuk ikut denganku, menuju sebuah ruangan yang biasanya kami gunakan untuk rapat.Setelah masuk, kupersilakan Ailin untuk bicara."Apa yang kau inginkan?""Aku ingin kompensasi atas pemecatan sepihak sementara kontrak belum selesai."Hahaha.Aku langsung tergelak, tapi dia ada benarnya karena secara tiba-tiba Aku mau meminta ayah mertua untu