Di dalam kamar mandi yang nyaman, Yumna dan Ustad Yunus menikmati momen relaksasi mereka di dalam bathtub berukuran besar.Air hangat yang mengalir melalui tubuh polos mereka, membantu menghilangkan rasa letih setelah melalui malam yang penuh gairah di atas ranjang.Setelah terbangun pada waktu subuh, Yumna dan Ustad Yunus melaksanakan mandi wajib sebagai persiapan untuk melaksanakan sholat.Namun, setelah selesai melaksanakan sholat, Ustad Yunus tiba-tiba mengajak Yumna untuk bercinta lagi.Yumna merasa sedikit heran, karena biasanya suaminya tidak begitu bersemangat dalam hal tersebut, terlebih setelah mereka baru saja mandi bersama.Meskipun begitu, Yumna tidak menolak dan tetap bersemangat untuk memuaskan suaminya."Maafin saya, ya, Dek. Kamu pasti capek, kita juga sampai mandi dua kali hari ini." Dari belakang, Ustad Yunus dengan lembut mengelus rambut panjang istrinya, lalu memeluk perutnya dengan penuh kehangatan."Nggak apa-apa, Mas." Yumna menggeleng perlahan sambil memaling
Mami Soora, dengan senyum lembut di wajahnya, menunjuk ke arah anak dan menantunya, "Eh... itu si Boy sama Yumna," ujarnya. Dibalik mereka, tampak Papi Yohan. "Akhirnya keluar kamar juga kalian," tambahnya, senyumnya semakin lebar. Ustad Yunus dan Yumna segera mendekati Umi Mae dan Soni. Mereka bergantian mencium punggung tangan keduanya sebagai tanda hormat."Umi, Bang Soni, kok ke sini? Ada apa? Dan darimana kalian tau alamat rumah Papi Yohan?" tanya Ustad Yunus dengan ekspresi heran. Mami Soora menjawab pertanyaan Ustad Yunus, "Tadi Umimu telepon Mami, Boy. Nanyain alamat," sahutnya sambil tersenyum. Umi Mae memang benar-benar menelepon Mami Soora untuk menanyakan alamat rumah Papi Yohan. Bahkan, saat itu, dia sedang membonceng Soni dengan motor.Awalnya, Umi Mae tidak berencana untuk bertamu, tapi karena Soni terus mendorongnya, akhirnya dia memutuskan untuk mengikuti saran tersebut. Dengan suara lembut, Umi Mae berkata,
"Enggak, Pi, Mi!! Kalian salah paham!!" bantah Ustad Yunus dengan tegas sambil menggelengkan kepala. Benar dugaannya, pembahasan ini pasti akan menimbulkan konflik, dan seharusnya tidak perlu dibahas lagi. "Salah paham gimana, Mas?? Jelas-jelas kata Umi ... hiiikkkss." Ucapan Yumna terhenti karena tangisnya yang pecah. Melihat itu, Umi Mae segera berlari dan memeluk tubuh menantunya. "Dengan kamu menyakiti hati Yumna ... itu sama saja seperti menyakiti hati Umi, Nus!!" seru Umi Mae dengan tegas, berada dipihak menantunya. "Astaghfirullahallazim, Umi ... Dek Yumna ... Papi ... Mami." Ustad Yunus berbicara dengan lembut, sambil menatap orang-orang yang dia sebutkan namanya. "Kalian semua salah paham. Aku bisa menjelaskannya," tambahnya sambil menghela napas. "Cepat jelaskan!" desak Papi Yohan yang langsung melepaskan pegangan pada kerah menantunya, kemudian duduk di sampingnya. "Jadi beberapa hari yang lalu ... atau hari keti
"Oh ya, Mas," kata Yumna tiba-tiba yang menepis keheningan. Membuat Ustad Yunus menoleh sebentar kepadanya."Kenapa, Dek?""Aku perhatikan sepertinya hape Mas baru, ya? Ganti kapan?" tanya Yumna penasaran.Tadi pagi sehabis sholat subuh, Yumna sempat melihat ponsel asing berada dibawah bantal Ustad Yunus. Hatinya berdebar-debar, terbersit kekhawatiran bahwa ponsel itu mungkin memiliki hubungan dengan Naya.Sekarang baru teringat, dan membuatnya curiga."Oh itu, saya beli kemarin setelah pulang dari rumah sakit, Dek. Sekalian pas saya beliin kamu bunga," jawab Ustad Yunus sambil tersenyum."Kamu kemarin sakit memangnya, Boy?" tanya Papi Yohan yang duduk dikursi belakang. Dia sedari tadi diam dan baru sekarang berbicara."Enggak, Pi," sahut Ustad Yunus. Dia menatap sebentar wajah sang mertua dari kaca depan mobilnya dengan masih fokus mengemudi. "Tapi Naya yang sakit.""Oohh ... jadi kamu sempat jenguk dia, ya?" Wajah Papi Yohan seketika berubah geram. Kedua matanya memerah."Bukan jeng
"Eh, Pak Cakra!" Ungkapan kejutan terlontar dari bibir Ustad Yunus ketika dia melihat Ayah Cakra muncul. Dia segera berdiri, menghampiri pria tersebut dan bersalaman dengan penuh hormat, senyuman terukir di wajahnya. Namun, Yumna dan Papi Yohan hanya duduk diam di sofa, tidak ada niatan untuk menyapa pria yang merupakan tuan rumah itu Mereka hanya memandangi Ayah Cakra dengan tatapan datar. "Udah lama, Nus? Maaf, ya, ayok duduk," ajak Ayah Cakra, dengan nada ramah. Dia memilih duduk di sofa single, menunjukkan posisinya sebagai tuan rumah.Ayah Cakra juga memerhatikan Ustad Yunus, dengan harapan melihat apakah dia membawa sesuatu sebagai buah tangan. Namun, ternyata tidak ada yang terlihat. 'Orang bertamu seharusnya membawa sesuatu, aneh banget si Yunus ini,' batin Ayah Cakra sambil menggerutu dalam hati. "Baru tadi kok, Pak." Ustad Yunus ikut duduk di tempat semula, di samping Yumna. Suaranya tenang, mencoba mempertahankan
"Eh, Dek?" Ustad Yunus tersenyum saat merasakan sentuhan di perutnya. Perlahan, dia pun menoleh. "Saya mau berangkat ceramah, sekarang, Dek. Acaranya habis isya soalnya""Ceramah di mana, Mas? Boleh aku ikut?" pinta Yumna dengan suara manja."Deket kok, cuma di Jaksel. Kamu nggak usah ikut, tidur saja sore-sore ... besok 'kan kita mau pergi berbulan madu. Kita berangkatnya pagi-pagi, ya?""Jam berapa Mas pulang nanti? Aku khawatir," ujar Yumna semakin merapatkan pelukan.Dia seolah tidak ingin membiarkan Ustad Yunus pergi, masih merasakan rindu oleh sentuhannya."Ngapain khawatir, saya pulang nggak akan lama. Paling sekitar jam sepuluh, Dek.""Ah, biasanya ... kalau Mas ngomong jam sepuluh, pasti nanti pulangnya jauh lebih malem. Aku juga nggak mau tidur sendirian, Mas.""Kalau nggak macet, saya akan pulang jam segitu, Dek. Dan kamu juga nggak akan tidur sendiri, kan saya kalau udah pulang ikut tidur bareng sama kamu.""Aku ikut saja deh, ya, Mas?? Daripada di sini bete. Lagian aku ma
Ayah Cakra dengan mantap turun dari mobil hitamnya, disusul oleh Tora. Mereka berdua melangkah bersama menuju gerbang hijau yang menutupi rumah misterius tersebut. Kedatangan mereka di tempat ini bukan tanpa alasan. Ayah Cakra mencari bantuan, solusi atas masalah yang sedang dihadapinya. Mbah Yahya, seorang dukun yang terkenal dengan kekuatan sakti mandragunanya, adalah tujuan mereka. Tempat ini adalah rekomendasi dari Tora, yang sejak awal telah mendukung Ayah Cakra dalam perjuangannya mencari solusi. Ayah Cakra tidak akan menyerah begitu saja, dia bertekad untuk mencari jalan keluar dari masalahnya, tidak peduli seberat apa pun itu. Dia tidak akan berdiam diri dan menerima keadaan. Dalam pikirannya, jika cara baik tidak menghasilkan apa-apa, maka tidak ada salahnya mencoba cara lain, meski mungkin dianggap tidak baik oleh sebagian orang. Itulah yang menggerakkan langkah Ayah Cakra sekarang."Uangnya sudah disiapkan 'kan, Pak? Didala
"Ahh, Mas sok polos. Masa begitu saja nggak ngerti.""Dek! Tunggu dulu!" cegah Ustad Yunus dengan cepat memegang tangan Yumna, dimana perempuan itu hendak menyentuh miliknya."Kenapa, Mas?" Yumna menatap kesal suaminya. Padahal jika dilihat-lihat, tongkat suaminya itu bahkan sudah berdiri tegak. Yumna jadi tidak sabar ingin bermain-main dengannya."Kita mending mandi dulu, Dek. Baru kita ... Aaahhh!" Ustad Yunus sontak terkejut dibarengi dengan desaahan kecil yang lolos dibibirnya. Kedua bola matanya itu nyaris melotot, saat istrinya itu telah memanjakan tongkatnya."Adduuhh, Dek."Ustad Yunus meringis kegelian dan diawal-awal dia ingin mengakhiri apa yang telah terjadi.Namun, lama-kelamaan dia ikut terbawa suasana dan menikmatinya hingga membuat dirinya melayang-layang.'Kok bisa-bisanya Dek Yumna punya pemikiran untuk melakukan hal ini padaku? Tapi ini sungguh menakjubkan,' batin Ustad Yunus dengan hati berbunga-bunga.Pengalaman pertama menerima servise tentulah sangat berkesan ba