Mas Juna berkata ingin bertemu dengan Arsy, dan memintaku untuk mengantarkannya ke rumahnya.Awalnya aku ragu, haruskah kubawa dia bertemu Ayahnya? Kenapa tidak dia saja yang datang kerumahku jika memang ingin bertemu?Tapi setelah mempertimbangkan banyak hal, akhirnya aku memutuskan untuk menyetujui membawa Arsy ke rumah Ayahnya.Aku ingin Arsy nantinya akrab dengan rumah itu. Juga aku berharap Arsy akan kenal dengan seluruh kakak sambungnya.Neneknya nampak biasa saja menyambut kedatangan Arsy, tidak seantusias saat itu ketika acara arisan berlangsung. Memang benar ia hanya sedang cari muka saja kemarin.Ayahnya pun nampak biasa saja menyambut Arsy. Walau mereka tetap bermain bersama. Ya ..., setidaknya Mas Juna tetap berusaha. Anak-anak Ismi, Gani, Geo dan Gia juga ikut serta bermain bersama Arsy. Mereka tertawa bersama. Arsy memang gampang dekat dengan yang lain, asalkan dia tidak merasa terancam. Hanya butuh waktu agar bisa lebih dekat dengannya.Aku sambil menjaga Arsy, juga me
Arsy kini dipindahkan ke ruang rawat. Ia terlihat sangat lemah. Siapa yang menyangka Arsy akan sakit seperti ini, padahal beberapa jam yang lalu ia masih bermain di rumah Ayahnya.Tak henti-henti kupanjatkan doa untuk kesembuhan Arsy.Aku meminta Bapak dan Bi Susi untuk pulang ke rumah. Biar saja aku yang menjaga Arsy di rumah sakit. Juga agar Bi Susi bisa membawakan perlengkapan aku dan Arsy selama menginap di rumah sakit.Menjelang malam Bi Susi datang lagi. Namun ia tak sendiri, melainkan bersama Dio.Nampak Dio sangat khawatir akan kondisi Arsy."Kenapa tak kau kabari aku?" Tanyanya seketika.Bagaimana bisa aku menghubunginya, bahkan aku tak ingat dimana menyimpan gawaiku. Dio dan Bi Susi berkeras ingin ikut tidur di rumah sakit menjaga Arsy dan menemaniku. Padahal sudah kutolak dan kuminta agar mereka pulang saja.Saat malam, Arsy seperti menggigil kedinginan. Segera kupanggil dokter dan perawat. Khawatir Arsy akan kejang lagi. Namun syukurnya tidak. Tapi hasil lab ternyata tida
Semua sudah berjalan normal kembali kini. Rutinitas harianku pun sudah padat kembali. Arsy lebih ceria dan lebih kreatif lagi.Aku pun dapat kembali fokus mengurusi Juara Food Company, setalah hampir 2 minggu meninggalkannya demi menjaga Arsy.Bersyukur sistem sudah berjalan cukup baik, sehingga walau tak datang ke kantor, aku masih bisa memantau semuanya dari rumah.Dio hari ini tak bisa mengantarku. Ia sedang berada di Singapura untuk beberapa hari kedepan. Menjenguk kedua orang tuanya di sana.Rasanya ada yang hilang saat tak kudapati sosoknya sehari saja. Karena kini hampir setiap hari kami bertemu biasanya.****Seharian ini aku hanya berada di kantor mengurusi semuanya yang tak bisa ku handle dari rumah sebelumnya.Saat sedang asyik dengan berkas-berkas, seseorang mengetuk pintu ruanganku. Ternyata Feni, salah satu admin ku datang.Ia datang dengan membawa sebuah buket bunga yang cukup besar."Bu Aruni ..., ada sebuah paket untukmu ...!" terang Feni sambil tersenyum-senyum.Kem
Selepas makan siang, Feni menghubungiku. Katanya ada seseorang menungguku di Lobby. Tapi Feni tak menyebutkan siapa yang datang.Feelingku mengatakan akan ada hal buruk yang menungguku di bawah sana.Aku pun bergegas turun untuk menemui tamu tersebut.Seperti dugaanku. Lelaki tak tahu malu itu ada disini lagi."Hai Aruni!" Sapanya ramah."Mau apa lagi kau kesini? Aku sudah memintamu tak mengganguku lagi! Cepat pergi atau kupanggilkan security sekarang juga!" Kataku keras. Sampai-sampai semua karyawan teralihkan perhatiannya padaku.Aku sudah tak peduli lagi. Terlalu muak akan sikap bebal dan tak tahu dirinya lelaki ini."Aku mau bicara baik-baik denganmu Aruni! Beginikah caramu menghadapi mantan suamimu?" Tanyanya sambil menekankan kata mantan suami. Seakan sengaja agar semua orang tahu."Juna, sudah pergilah kau, jangan buat keributan disini. Aruni tak mau menemuimu lagi!" Aku tak tahu kapan Andin turun dan ada di sini. Tapi aku bersyukur dia mau membantuku mengusir Mas Juna dari sin
Keesokan paginya, saat akan bersiap berangkat kerja, Mba Nina memanggil-manggil namaku dengan panik."Bu.. Bu.., Bu Aruni...!"Katanya sambil tergopoh berlari."Ada apa Mba Nina?" Aku tak mau ikut panik lagi."Semalem Pak Arjuna, mantan suami Ibu di gerebek sama keamanan komplek!""Dia dan teman-temannya mabuk-mabukan di rumahnya, sampai jam 1 malam masih berisik saja. Sepertinya ada yang melaporkan. Dan akhirnya Pak Arjuna di gerebek deh." Lanjut Mba Nina lagi.Ternyata benar dugaan Bapak, Mas Juna semalam mabuk bersama teman-temannya. Untung lah Pak Anton segera bertindak."Terus gimana Mba? Dibawa ke polisi?" Tanyaku penasaran. "Engga Bu, di selsaikan kekeluargaan saja. Dikasih kesempatan sekali lagi supaya tidak membuat keributan lagi."Ah ..., sayang sekali. Padahal aku akan sangat senang jika dia dibawa ke kantor polisi. ***Saat berangkat kerja, karena ada sesuatu yang ingin kubeli terlebih dahulu, aku memilih jalan memutar dari komplek. Yang kebetulan melewati rumah Dio.Sa
Apa semua yang di katakan Ismi sungguh-sungguh? Tidakkah dia hanya membual agar aku bersimpati padanya?"Oh ya, bagaimana hubunganmu dengan Ibu?"Tanyaku lagi. Mencoba tetap senetral mungkin."Ibu baik, tapi ia tak begitu suka pada anak-anakku. Padahal Ibulah yang memaksa agar kami segera menikah waktu itu.""Ibu tahu soal pekerjaan Mas Juna sekarang?""Sepertinya Ibu juga tak tahu. Ia hanya peduli untuk membeli perhiasan dan hidup dengan mewah kini."Rumah tangga macam apa yang di jalani Ismi? Semuanya nampak hanya sebagai formalitas semata."Oh ya... A-aku pun, minta maaf soal gosip yang beredar tentangmu di komplek."Ah ..., akhirnya dia mengakuinya."Kenapa kau melakukannya?""Aku, merasa terancam, karena Mas Juna terus saja mengungkit-ungkit tentangmu. Aku berharap Mba Aruni bisa pindah dari perumahan ini. Dan menjauh dari hidup Mas Juna."Aneh orang ini, kenapa tidak dia saja dan keluarganya yang pindah, padahal jelas akulah yang pertama tinggal di perumahan ini."Harusnya aku y
Sepagian ini, rasanya aku sangat malas bekerja. Hanya ingin rebahan dan main bersama Arsy.Entah kenapa pembicaraan bersama Ismi kemarin sore masih terngiang-ngiang. Membuatku jadi berpikir apa salah karena terlalu berambisi sehingga memilih merelakan waktuku dengan Arsy demi pekerjaan?Apa seorang ibu seharusnya memang seperti Ismi yang membaktikan seluruh hidupnya untuk membersamai anak-anaknya?Rasanya aku begitu merasa bersalah pada Arsy yang semenjak kecil selalu ktinggalkan demi bisnis.Kuciumi Arsy bertubi-tubi, merasa begitu gemas, juga merasa bersalah padanya."Maafkan Mama ya Nak, belum bisa jadi Ibu yang baik!" Kataku padanya, yang entah dipahami atau tidak olehnya. Ia hanya terus tertawa dan mengajak bercanda lagi, sepertinya Arsy juga tak ingin aku berangkat kerja pagi ini.Ah.. andai Mama bisa Nak!***Saat di mobil Om Satyo menghubungi, ia memberi tahu bahwa ia ada di kotaku dan ingin bertemu. Betapa aku senang akan kehadirannya. Rasamya sudah lama sekali tak bertemu d
Kudengar di belakang sana orang-orang memanggil namaku. Melarangku untuk masuk ke dalam. Beberapa bahkan menarik tanganku, sekuat tenaga mencegahku agar tidak bersikeras masuk. Tapi aku berhasil melepaskannya dan tetap menerjang kobaran api di depan sana.Aku mencoba mencari jalan agar bisa masuk ke dalam restoran yang sudah hampir setengahnya di lahap api itu demi berusaha menemukan Om Satyo.Sayup-sayup kudengar suara sirine ambulans. Aku berharap mereka bisa segera memadamkan api dan aku bisa bertemu dengan Om Satyo dalam keadaan selamat."Om Satyooo...""Om....."Kupanggil-panggil namanya. Mencari diseluruh sudut dan ruang yang belum tersentuh api. Namun nihil tak kutemukan keberadaannya sama sekali.Dapur, hanya itu satu-satunya tempat yang belum kucari. Tempat di mana terakhir kali aku berpisah dengannya. Juga tempat dimana api itu berasal.Aku melihat ada sedikit celah diantara kobaran api untukku bisa masuk ke dalam dapur. Dengan mengucapkan bismillah aku menerjang semua asap