"Ngapain kamu disini Aruni?" Tanyanya seketika.Sambil memperhatikan penampilanku yang nampak tak biasa. Karena saat ini aku memakai pakaian formil. Semenjak menjadi owner dan direktur di kateringnya juara, aku memang dituntut untuk lebih memperhatikan penampilan, apalagi jika akan bertemu klien ataupun customer"Aku dengar ada masalah terjadi disini. Jadi aku bersegara datang untuk menyelsaikannya." Jawabku, mencoba profesional."Oh, jadi kau bekerja di katering ini? Tapi aku tidak butuh denganmu Aruni, walaupun aku kaka Iparmu, tapi kau tidak akan bisa membujukku!" Katanya lagi.Nampaknya aku bukan orang yang diharapakannya datang kemari, untuk menyelsaikan masalahnya."Memangnya apa yang terjadi, mungkin aku bisa membantumu, Kak?" Tanyaku, mencoba seramah mungkin."Hah, aku tidak membutuhkanmu Aruni, cepat panggilkan bosmu sekarang juga. Kalian hanya terus membuang-buang waktuku!"Nampaknya, ini tak akan selsai jika aku belum membuka siapa diriku. Padahal aku berharap tak pernah
[Apa yang sudah kau lakukan Aruni?][Kamu sengaja kan menyebarkan video itu agar merusak nama baikku?][Hapus segera video itu Aruniii!!!!]Pesan beruntun masuk ke gawaiku dari Kak Bulan.Aku sama sekali tak mengerti apa yang tengah dibicarakannya.Selepas kejadian kemarin aku langsung pulang dan hanya mengursi bayiku.Tak kupikirkan lagi masalah karyawanku dengan Kak Bulan itu, toh aku tahu, semua hanya gertakan biasa dari Kak Bulan.Lagi pula banyak dari karyawanku mengatakam bahwa sebenarnya yang menabrak terlebih dahulu adalah Kak Bulan.Jika memang Kak Bulan akan melaporkan kasus ini, aku sama sekali tak khawatir. Aku punya banyak saksi.Kutekan tombol telpon agar dapat berbicara langsung dengan Kak Bulan."Aruni, hapus cepat video itu!!!" Teriak Kak Bulan seketika, padahal aku bahkan belum mengucapkan salam."Video apa Kak?""Jangan pura-pura bodoh kamu! Kamu pasti sengaja menyebarkannya, supaya tidak perlu membayar ganti rugi kepadaku kan?" Katanya lagi penuh emosi."Aku tak t
Ternyata yang membuat dan menyebarkan video viral Kak Bulan adalah salah satu tamu undangan lain yang tak sengaja merekamnya dan merasa geram akan kelakuan Kak Bulan.Aku mencoba menghubungi orang tersebut dan memintanya untuk menghapus video yang telah disebarkannya. Karena walaupun Kak Bulan memang bersalah, tapi membuatnya dipermalukan oleh banyak orang seperti itu tidaklah membuatku nyaman.Namun sayang, orang tersebut tak mau mengahapusnya. Ia ingin memberikan pelajaran pada Kak Bulan katanya.Kak Bulan terus saja merong-rongku untuk melakukan klarifikasi atas dirinya. Ia mengancam akan melaporkan perbuatanku yang pernah berduan dengan orang lain pada Mas Juna jika tidak melakukannya.Dengan senang hati aku mempersilahkan ia melakukannya. Karena tak ada yang perlu aku khawatirkan terkait hal itu tentunya. Aku tidam melakukan kecurangan seperti yang dipikirkannya.Tanpa diduga, Mas Juna datang malam ini ke rumah. Setelah aku mengusirnya beberapa hari lalu. Aku tak tahu dan tak ped
Nampaknya ada yang merasa senang karena mendapatkan banyak dukungan dari status yang sudah dibagikannya. Banyak orang memberi dukungan pada Mas Juna, dan menghujatku.Mereka sedang mengajakku bermain. Rasanya akan seru jika ikut dalam permainan yang di buat oleh suamiku dan saudaranya itu. Kita lihat saja siapa yang akan menang nantinya.Aku pun mencoba membagikan sebuah foto bersama Om Satyo. Kutulis keterangan di foto tersebut "Alhamdulillah, terimakasih ya Allah telah mempertemukan aku dengannya." Tak lupa kusisipkan juga sebuah lambang hati berwarna merah agar lebih menarik.Tak disangka status fotoku langsung mendapat banyak respon.Nampaknya status yang baru saja dibagikan oleh kakak ipar dan suamiku sebelumnya begitu berpengaruh hingga membuat status yang kubuat kini menjadi perhatian banyak orang.Beberapa ada yang berkomentar menanyakan siapa orang yang sedang bersamaku itu. Ada juga yang langsung menandai suamiku dan kakak iparku.Haha... Lucu memang banyak orang-orang yan
"Perkenalkan aku Ismi."Wanita itu tersenyum dengan lembut sembari berdiri menyalamiku. Anak laki-laki di gendongannya yang kutebak bernama Gani tertidur lelap.Kusambut uluran tangannya. Kupersilahkan wanita itu untuk duduk kembali."Ya, Ismi, ada keperluan apa, ya?" tanyaku sedatar mungkin. Padahal ada gejolak yang entah apa di hatiku mengetahui perempuan yang selama ini diperhatikan lebih oleh suamiku ada di sini. Tepat di hadapanku.Ismi seperti yang kulihat di foto, ia anggun, keibuan, suaranya lembut saat tadi memperkenalkan diri dan terlihat menarik."A-aku yang selama ini ..." dia tampak ragu-ragu berpikir apa yang akan diucapkannya."Mas Juna menyuruhmu datang?" selaku karena ia tak kunjung mengatakan apa pun."Tidak, aku berinisiatif datang sendiri, Mbak," Jawabnya, masih terlihat sekali ia begitu menahan diri karena gugup.Suasana terasa amat sangat canggung sekali saat ini di antara kami. Lagi pula tak kusangka dia akan berani menampakkan batang hidungnya di hadapanku."Ak
Aku tak tahu apa yang lebih menyakitkan dari sebuah kenyataan suami yang selingkuh dan berhenti memberi nafkah.Atau suami yang tak jujur dan demi bertanggung jawab pada orang lain dia berhenti memberi nafkah.Bagiku, keduanya akan sangat menyakitkan. Dan kenyataan bahwa Mas Juna pergi saat aku melahirkan, itu adalah yang paling membuat aku bulat memutuskan untuk berpisah darinya.Beberapa bilang seharusnya aku memberikan kesempatan kedua. Namun bagiku aku sudah memberikan banyak kesempatan padanya.Biarlah aku dibilang egois, atau tak berperasaan karena meninggalkan suami 'sebaik' Mas Juna.Tapi bagiku berpisah darinya adalah solusi terbaik bagi kami.Dia bisa fokus bertanggung jawab pada Ismi, dan aku tak perlu lagi berharap banyak pada dia yang disebut suami.***Proses perceraianku dan Mas Juna berjalan lancar. Mas Juna pun alhamdulillah begitu kooperatif menjalani semuanya.Hari ini hari pembacaan ikrar talak padaku. Entah kenapa aku ingin membawa Arsy. Aku ingin Arsy ikut menyak
Kadang memang hidup yang kita idam-idamkan, tidak selalu semanis saat menjalaninya.Dulu aku sering bermimpi menjadi orang kaya raya. Bersama Kak Dini aku mengkhayalkan nikmatnya bisa makan ayam goreng setiap hari, tinggal di rumah tingkat yang megah, dan Juga bahagianya memakai baju bagus setiap saat.Khayalan anak kecilku, alhamdulillah bisa aku wujudkan kini.Walau banyak orang yang bilang aku hanya memanfaatkan warisan hingga mencapai posisiku saat ini.Tapi bagiku tak masalah, toh memang tak sepenuhnya pendapat mereka salah. Hanya saja mereka tak tahu perjuanganku untuk bisa memutar uang tersebut agar bisa menghidupi banyak keluarga, kemudian melipat gandakan jumlahnya kini.Yah, melihat bisnisku yang makin berkembang kini membuatku sangat bersyukur. Padahal sungguh tak mudah untuk sampai diposisi ini. Jatuh bangun, berdarah-darah aku lewati. Banyak masalah datang silih berganti. Setiap malam bahkan aku tak dapat tidur nyenyak sebelum yakin besok semua akan berjalan baik-baik saj
Aku baru saja selesai mengikuti sebuah pertemuan persatuan pengusaha muda di kotaku.Acara ini penting mengingat aku bisa menjalin banyak relasi nantinya. Banyak juga hal baru yang bisa kupelajari terkait pengembangan bisnis. Dan yang paling aku suka adalah gerakan sosialnya yang begitu cepat, setiap kali ada yang kesusahan semua langsung bergerak.Saat berada di mobil dalam perjalanan kembali ke kanror, kulihat sebuah pesan masuk di gawaiku dari seseorang yang sudah sangat lama tak lagi berkirim pesan dengannya.Mantan ibu mertuaku.[Aruni, sudah dapat undangannya? Ibu harap kau menyempatkan untuk bisa hadir.]Ternyata Mantan Ibu mertuaku yang mengirimkan undangan tersebut.[Iya Bu, insyaAllah.]Kukira cukup hanya membalasnya seperti itu saja.[Jangan lupa ya untuk datang, jangan lupa bawa Arsy!]Pesannya lagi, namun aku tak membalasnya kini. Tak perlulah berbasa basi apapun lagi, aku tak mau banyak terlibat dengan mereka lagi kini.***Waktu sudah menunjukan jam pulang kerja. Akupun
Setelah 10 hari dirawat di rumah sakit, akhirnya Dio diperbolehkan pulang. Tapi dengan catatan ia masih harus beristirahat dan tidak boleh banyak beraktivitas.Ayah dan Ibunya Dio telah menunggu kepulangan kami di rumah. Mereka sengaja menunggu Dio benar-benar pulih dulu baru datang ke Indonesia untuk menjenguk anaknya yang pernah hampir kehilangan nyawa itu.Saat pertama bertemu, Ayah dan Ibu seketika menghambur memeluk Dio juga aku diiringi dengan tangisan. Mereka begitu bersyukur karena kami masih diberi keselamatan dan umur yang panjang."Erlang itu memang keterlaluan! Sudah kubilang berkali-kali, membalas dendam hanya akan membuat kehancuran saja. Dan sekarang dia menanggung semuanya, kan?" ujar Ibunya Dio yang juga dengan penuh penyesalan. Ibunya Dio adalah adik dari Om Erlang yang juga merupakan kakak langsung dari Tante Astri. Menurut Ibu, ia juga begitu terluka akan kepergian adiknya. Bahkan Ibu sampai harus mengkonsumsi obat penenang selama satu tahun karena belum bisa mene
"Bagaimana kabar Dio?" tanyaku entah untuk yang ke berapa kalinya pada Fania sepupu Dio yang sedang menemaniku di rumah sakit.Sudah dua hari ini aku dan Dio mendapatkan perawatan setelah kejadian penyanderaan malam itu. Beruntung aku hanya kelelahan dan dehidrasi saja. Juga mendapatkan perawatan atas luka bakar yang diberikan Om Erlang di pahaku. Sedangkan Dio pagi tadi harus menjalani opersi besar karena livernya terluka akibat serangan yang ia terima saat menolongku."Dio masih belum sadar, tapi kata dokter kondisinya sudah stabil sekarang." Kabar dari Fania cukup membuat aku lega, sungguh yang aku takutkan saat ini adalah kehilangan Dio setelah semua yang terjadi pada kami."Tenang, Dio pasti akan baik-baik saja. Operasinya sudah berhasil. Dan Dio pasti akan pulih dengan cepat, Aruni." Sepertinya Fania melihat kegelisahanku. Sambil menggenggam tanganku, wanita yang memang selalu ceria di setiap suasana itu berusaha menenangkanku."Terima kasih, Fania. Terima kasih atas semua dukun
"Kamu tahu Aruni, sekian tahun aku memikirkan bagaimana cara terbaik untuk membalaskan dendamku ini. Sekian lama aku mencari siapa orang yang disayangi oleh Satyo, hingga akhirnya aku tahu tentangmu. Keponakan Satyo yang baru saja berkembang. Yang dijaga dan selalu diawasi Satyo. Aku mencari tahu tentangmu. Mencari cara bagaimana bisa mendekatimu. Sampai aku harus mendatangi mantan suamimu. Tapi semuanya nihil tidak berhasil!" lanjut Om Erlang lagi dengan menggebu-gebu. "Tapi ternyata takdir baik berpihak padaku. Tiba-tiba saja kudengar kamu menikah dengan Dio, keponakanku sendiri. Kamu seolah datang dan menyerahkan dirimu sendiri ke tanganku Aruni," Om Erlang kini membelai rambutku dengan lembut. Tapi seketika menimbulkan perasaan takut yang amat sangat pada diriku."Terima kasih Aruni! Terima kasih karena kau telah datang sendiri padaku!" ucap Om Erlang lagi dengan amat puas.Saat ini aku hanya bisa menangis. Puluhan rasa menjadi satu. Takut, bingung, sedih, marah kecewa semuanya k
Entah sudah berapa jam aku menunggu di dalam ruangan gelap dan pengap ini. Galang meninggalkanku begitu saja setelah ia mendapat telepon yang entah dari siapa tadi saat matahari masih cukup terang hingga kini sudah gelap gulita.Badanku kini terasa makin lemah aku teringat sejak pagi tadi belum mengkonsumsi apa pun karena memang tak nafsu. Belum lagi aku juga terus berusaha untuk melepaskan ikatan di badanku meski sama sekali tak ada perubahan apa pun.Sungguh rasanya aku hampir putus asa, sepertinya sebentar lagi aku akan menghadapi ajal dengan cara yang mengenaskan begini.Saat sedang meratapi nasib, tiba-tiba terdengar sebuah mobil mendekat. Aku terus berusaha untuk tetap waspada. Entah kali ini apa yang akan terjadi padaku.Tak lama pintu pun terbuka, kulihat Om Erlang yang kupastikan otak dari semua ini datang menghampiri.Dengan begitu tenang, seolah tak terjadi apa pun, lelaki itu tersenyum manis padaku. "Aruni ... bagaimana rasanya berada di sini dengan keadaan terikat begini
Sepulang dari pemakaman aku meminta waktu untuk beristirahat tanpa ingin diganggu siapa pun. Aku bahkan sudah meminta cuti untuk dua hari ke depan dari kantor karena rasanya saat ini aku tak bisa berpikir dengan baik.Dio menatapku penuh khawatir karena aku begitu murung dan lesu."Apa kamu sakit, Aruni? Kamu begitu lesu sejak kita pulang dari pemakaman tadi." Lelaki itu memegang keningku. Membandingkan suhu tubuhku dengannya. "Kamu gak demam, sepertinya kamu hanya kelelahan, Sayang! Kalau begitu istirahat, ya! Jangan terlalu banyak pikiran!" Dio mengusap kepalaku dan mengecupnya lembut. Lalu dengan penuh hati-hati lelaki yang belum setengah tahun menjadi suamiku itu menutupi tubuhku dengan selimut. Memastikan aku beristirahat dengan nyaman di kasur. Tak lama ia pun pamit pergi untuk kembali bekerja dan membiarkanku sendirian seperti yang aku minta sebelumnya.Dio memang baik, tapi bagiku saat ini kebaikannya hanya topeng untuk menutupi sesuatu yang besar yang sudah ia rencanakan yan
"Aruni ..." Suara Galang yang menyebut namaku menggoyahkan pertahananku. Entah mengapa dia bisa terlihat begitu mengintimidasi. Padahal aku tidak mengenalnya sama sekali. Jantungku makin berdebar kencang. Bahkan kurasa kakiku pun melemah saking ketakutannya. Sebisa mungkin aku menguatkan diri untuk menghadapi Galang, anak dari Om Erlang itu. Meski takut, aku ingin tahu apa yang akan dia lakukan kepadaku.Namun, tiba-tiba saja sebuah tangan memegang pundak belakangku, membuatku refleks melihat siapa itu. Ternyata Dio kini sudah ada tepat disampingku. Sebuah rasa lega seketika memenuhi jantungku. Aku sangat bersyukur Dio datang di saat yang tepat."Ayo, kita pulang. Aku sudah pamit pada Om Erlang dan lainnya tadi!" ucap Dio dengan amat tegas sambil menatap tajam Galang yang kini berdiri angkuh di hadapan kami dengan senyuman yang sekan merendahkan.Tanpa mengalihkan pandangannya sedikit pun dari Galang, Dio menarik lenganku dan dengan cepat membawaku pergi meninggalkan lelaki demgan t
"Halo Aruni, perkenalkan saya Erlangga Putra Airlangga!" Suara bariton Om Erlang cukup membuatku terkesima saat pertama mendengarnya. Postur tubuhnya yang besar dan kekar sangat menampakkan sifat dominannya. Sekali lihat siapapun akan tahu bahwa dia adalah orang yang penuh kuasa.Om Erlang secara khusus menyambut kedatanganku dengan Dio. Ia menyunggingkan senyum yang tampak ramah saat menatapku. Meski jujur saja, senyumnya itu terlihat aneh terlukis di wajah sangarnya."Halo, Om... perkenalkan saya Aruni!" ucapku perlahan setelah Dio memberi isyarat agar aku membalas jabatan tangan dari Om Erlang."Kamu cantik sekali, Aruni!" puji Om Erlang yang masih tampak tersenyum menatapku."Terima kasih, Om!" Aku membalasnya dengan sebuah senyuman. Tapi entah mengapa aku merasa bahwa ucapannya bukanlah sebuah pujian."Maaf, ya, karena kami baru bisa menyambutmu menjadi keluarga sekarang, Aruni! Lagi pula Dio juga nih, menikah tanpa memberitahukan keluarga besar. Padahal kan seharusnya kamu mengu
"Sebenarnya acara apa itu, Dio?" tanyaku pada lelaki yang baru saja sampai dari tempat kerjanya saat ia juga ternyata menyampaikan undangan yang sama dari Om Erlang pada kami berdua.Aku benar-benar merasa curiga dengan undangan ini. Bukankah kemarin mereka masih mengibarkan bendera perang padaku, menuntut agar aku untuk meminta maaf atas kesalahan anaknya itu."Undangan biasa, kok, Sayang! Keluargaku kan memang suka mengadakan acara seperti ini. Sekalian katanya mereka ingin kenal denganmu!" terang Dio."Kamu yakin, Dio? Bukannya mereka kemarin masih menyindir-nyindir aku untuk meminta maaf pada Galuh, sekarang malah Galuh sendiri yang datang menemuiku untuk datang ke rumahnya. Seakan tak ada yang terjadi antara aku dan dia.""Mmmh... ya... pada dasarnya memang ini acara yang sering keluargaku adakan. Tapi.. acara besok memang sangat dadakan sekali. Bahkan semuanya baru dikabarkan sore tadi." Kini raut wajah Dio berubah serius. Ia pun mengernyitkan keningnya seakan berpikir keras."S
"Bagaimana kondisi Arjuna? Apa saja yang kamu bicarakan dengannya tadi, Sayang?" tanya Dio yang kini sedang fokus dibelakang kemudinya. Setelah mendengar apa yang dibicarakan Mas Juna tadi, aku tak banyak bicara. Kepalaku sakit bukan main. Rasanya terlalu banyak yang harus aku pikirkan. Rahasia Dio dan sepupunya Galuh, masalah dengan keluarga Galuh, tekanan dari Ibunya Mas Juna yang masih menyalahkanku atas kondisi anaknya saat ini, lalu kini ditambah lagi tentang apa yang dikatakan Mas Juna tentang Om Satyo dan lelaki bernama Hendro itu. Arghh.. semuanya benar-benar memusingkan.Aku tak segera menjawab pertanyaan Dio, rasanya malas untuk membuka mulut ini dan mengatakan sesuatu. Tiba-tiba saja pikiranku tersentak saat Dio menggenggam tanganku dengan sebelah tangannya, sementara sebelahnya lagi menggenggam setir. "Are you okay, Honey? Dari tadi kamu ngelamun. Mikirin apa, sih?" tanya Dio sambil sesekali menatapku penuh khawatir."I'm okey, Dio! Sorry, aku lagi ga enak badan kayakn