Bab 10. Urakan.
Tetapi Nisa tetap menolak, mendapat penolakan membuat si lelaki meraih dagu Nisa, tangan satunya meraih gelas berisi minuman. Tak ada yang memperhatikan mereka kecuali seoarang lelaki yang sudah berjalan menghampiri tempat Nisa duduk.Damar menepuk pundak lelaki yang akan menghampiri Nisa, memberi kode untuk mundur. Dengan tangkas Damar meraih gelas di tangan lelaki yang memaksa Nisa. Membanting gelas lalu menyeret lelaki ke depan meja, Damar memukuli si lelaki dengan membabi buta.Lelaki yang sejak tadi mengawasi Nisa, menyadarkan Damar. Netra hitam milik Damar menyorot pada Nisa yang terlihat ketakutan. Tubuhnya bergetar mendapati tatapan mematikan dari Damar.Damar mendekati Nisa, menutupi tubuh Nisa dengan sarung yang dia bawa lalu membopong seperti, mengangkat karung beras, Nisa meronta di pundak Damar. Tanpa menghiraukan tatapan orang Damar terus berjalan melewati pintu keluar.<Bab 11"Mbok, udah tidur belum? telpon Mas Damar!! Nisa masuk ke dalam kamar Darmi, wanita tua ini sudah berbaring. Darmi membangkitkan kembali tubuh tuanya. "Memangnya gak bisa di telpon pake telpon di ruang kerja?" "Nggak bisa Mbok, udah gini hari juga belum pulang, pasti Mas Damar pergi ke rumah perempuan itu, Mbok." Wajah Nisa seketika muram. Gadis ini melangkah mendekati Darmi duduk di sebelah wanita tua itu. "Coba telpon Mas Damar, Mbok...," rengek Nisa pada wanita tua yang sudah merawatnya sejak kecil. Darmi mengelus kepala Nisa, "Non ... beneran Den Damar punya istri lagi?" "Bukan punya istri lagi, Mbok. Tapi udah punya istri sebelum nikah sama aku, aku jadi istri keduanya Mas Damar, dia udah punya anak sekitar umur 5 tahun, Mbok." Nisa mengusap air mata yang meleleh mengingat sakit hatinya. "Yang sabar, Non ... Kok bisa Den Damar berbuat seperti itu?" Darmi menarik
Bab 12."Jangan berteriak Kirana?" ucap Damar, masih dengan suara pelan. Dia tak menyangka Kirana bisa meninggikan suara. "Kenapa? Malu? Aku yang seharusnya malu, seperti perempuan gak laku, yang mau hanya di nikah siri," suara Kirana di tekan. Rahangnya mengatup rapat menahan amarah. "Tapi semua masalah akan segera selesai," Damar membela diri. "Tapi kamu berjanji akan segera menceraikan Nisa. Mana? Bahkan sampai saat ini, ini waktu yang tepat, Nisa sudah mengetahui hubungan kita. Apa lagi yang kamu tunggu?" netra kirana sudah berkaca-kaca. "Ada hal lain, kenapa aku belum bisa menceraikan Nisa, tolong Kirana mengertilah. Di hatiku hanya ada kamu, gak usah cemburu." "Bulsyit ...." suara kirana melengking. "Kalian dua orang dewasa dan sudah menikah, tinggal satu atap, tak mungkin akan selamanya tak tergoda melakukan hal itu!!" Netra Kirana membola menatap tajam pada Damar. D
Bab 13.Mendengar Nisa lagi-lagi berteriak, Damar lebih memprofokasi perasaan gadis muda ini. "Dia Istri Mas Damar, sekarang kamu sudah tau, mulai hari ini Mas akan sering mengunjunginya," ucap Damar santai, netra legam hanya melirik sekilas. "Tapi Nisa juga istri kamu! kamu gak adil. Kamu jahat!!" ucap Nisa, nafasnya turun naik tangannya sudah mulai mengepal. "Kamu berbeda Nisa, Mas gak ingin menyentuh kamu, mas menyayangimu." Damar mendekati Nisa, menatap tajam pada gadis yang sudah bersimbah air mata. "Namanya kamu jahat, Mas. Mengikat tapi menelantarkan." Nisa menutup wajah dengan kedua telapak tangan. Bahunya bergoyang.Memdapati Nisa menangis setelah sekian lama bersama hati Damar terenyuh. Lelaki bertubuh tegap ini mendekap tubuh kecil Nisa. "Maafin Mas Damar, Nis," ucap Damar pelan. "Makanya cerein Nisa, Mas," ujar Nisa. "Biar Nisa cari kebah
Bab 14"Nis, beneran lo mau di rumah sendirian?" tanya Lana, gadis manis ini sedang bersiap berangkat kuliah. "Iya gue mau tidur aja." Nisa kembali masuk ke dalam bedcover. "Btw nyokap elo kapan balik, tar tau-tau nyokap loe balik," tanya Nisa. "Belum tau," jawab Lana, dia menyahut tas. "Gue berangkat ya!!" tanpa menunggu jawaban Nisa Lana keluar kamar. Terdengar suara mobil keluar dari garasi. Nisa bangkit dari tempat tidur. Duduk termenung di pinggiran ranjang. Menatap cermin besar yang memantulkan bayangan dirinya. "Mah, aku merindukan mu!!" sudah lama Nisa tak merasakan rindu teramat sangat seperti sekarang ini. Selama ini Damar menemani dan mengisi hari-harinya dengan kebahagiaan. Tapi kini? Hanya Damar kala itu orang yang dapat menggantikan kehangatan Mama-nya. Chandra saat itu sedang menggilai wanita yang kini menjadi mama tirinya. Nisa menelungkupkan tangan pa
Bab 15 "Sin gue istirahat dulu, cape, masih amatir gue, masih butuh jam terbang lebih banyak." kekeh Nisa, dia berlalu menjatuhkan bobot tubuh kasar di sofa empuk. Tangan gadis itu meraih air mineral menenggak cepat, lalu meraih cemilan di atas meja, saat ini bahagia yang dia rasa. Apa lagi melihat teman-teman yang lain juga tertawa lepas, terlihat aura kebahagiaan dari diri meraka lalu menular pada diri Nisa. Setelah mengistirahatkan tubuh sesaat dia kembali ikut berjikrak-jingkrak lagi, lagu yang di putar Dj kesukaan Nisa. "Sin ternyata menyenangakan, kenapa gue gak ketemu elo dari dulu. Nyesel Lana gak ikut." Nisa tertawa riang, tubuhnya ringan, terus bergoyang mengikuti irama. Suasana semakin panas. Beberapa orang sudah mulai lelah. Tapi Sinta masih juga energik. "Lo kuat banget Sin, gak ada capenya," teriak Nisa pada sinta.
Bab 16"Gak perlu tau siapa aku, yang penting sekarang Kita bersenang-senang, sayang," ucap Pram, tersenyum penuh kemenangan. Bisa mengurung gadis incaran.Nisa menggeser tubuh saat pram ingin meraih pinggang rampingnya. "Jangan dekati aku!!" Nisa menjulurkan jari telunjuk, mengarah wajah Pram berada. "Tak usah khawatir baby, jangan takut, aku akan membuatmu, mendapatkan bahagia," ujar Pram. Dengan gesit tangan Pram meraih tubuh Nisa. "Lepas ...." Nisa terus berontak. Pram mendekap kuat, Nisa tak berdaya. Apalagi kini kepalanya terus berdenyut. "Tolong ... Tolong ...." Nisa berusaha mencari pertolongan dengan berteriak."Tak usah menghabiskan energi dengan berteriak, tak ada siapapun di sini." Pram mencium rambut Nisa. Dengan tangkas lelaki berlengan kuat ini membopong Nisa, menaruh kasar tubuh Nisa di ranjang. Pram memandang Nisa dengan kilatan nafsu d
Bab 17Darmi membuka tirai jendela kamar. Sorot terang benderang memenuhi kamar Nisa. Netra lentik Nisa mengerjap, tangan menyentuh kening."Mbok, jam berapa ini?" suara lemah Nisa bertanya. "Jam 7, Non," jawab Darmi. "Masih pagi, Mbok. Tutup lagi tirainya, silau ... aku mau tidur lagi, kepalaku sakit.""Tapi tadi Den Damar pesen, Non Nisa suruh bangun pagi. Ayo Mbok bantu, makan bubur terus minum obat." Darmi membangunkan tubuh Nisa. Awalnya Nisa ingin membantah. "Non, Mbok takut liat muka Den Damar, yang nurut ya," ucap Darmi. Nisa pun tak mampu mengelak, dia juga kasihan jika Mbok Darmi kena marah, suaminya."Mbok ... Nisa, pengen nengok Papa," ucap Nisa di sela-sela suapan. "Nanti Mbok anter ke Rs. Non jangan buat masalah terus kasian Den Damar. Kelihatan lelah. Belum ngurus perusahaan, belum lagi Nyonya Fina merongrong t
Bab 18"Bagaimana gak mikirin, Lan. Dia pasti lagi pulang ketempat perempuan itu." Nisa menelungkupkan wajah di kasur berseprei putih.Lana menatap Nisa pilu. Tangan Lana Mengelus-elus lengan Nisa memberi hawa damai. "Udah Nis, jangan di bawa sedih terus," Lana menguatkan."Nis tapi lo baik-baik aja, gak ada trauma atau apa gitu? Dengan kejadian kemarin?" tanya Lana penasaran, ketika Nisa sudah tak menangis.Pasalnya kemarin Lana dengar Nisa hampir mengalami pelecehan. "Gue mabuk Lan, gue lupa-lupa inget," ucap Nisa santai. "Ada untungnya juga ya, padahal hal buruk," Lana garuk-garuk kepala yang tidak gatal. ***Damar merebahkan tubuh lelah di ranjang dengan seprei bercorak bunga. Lama dia menunggu Kirana menidurkan Fatta tak jua kembali, hingga lelaki ini kembali terjaga tak juga Kirana ada di sampingnya.