Bab 18
"Bagaimana gak mikirin, Lan. Dia pasti lagi pulang ketempat perempuan itu." Nisa menelungkupkan wajah di kasur berseprei putih.Lana menatap Nisa pilu. Tangan Lana Mengelus-elus lengan Nisa memberi hawa damai."Udah Nis, jangan di bawa sedih terus," Lana menguatkan."Nis tapi lo baik-baik aja, gak ada trauma atau apa gitu? Dengan kejadian kemarin?" tanya Lana penasaran, ketika Nisa sudah tak menangis.Pasalnya kemarin Lana dengar Nisa hampir mengalami pelecehan."Gue mabuk Lan, gue lupa-lupa inget," ucap Nisa santai."Ada untungnya juga ya, padahal hal buruk," Lana garuk-garuk kepala yang tidak gatal.***Damar merebahkan tubuh lelah di ranjang dengan seprei bercorak bunga. Lama dia menunggu Kirana menidurkan Fatta tak jua kembali, hingga lelaki ini kembali terjaga tak juga Kirana ada di sampingnya.Bab 19 "Bagas memandang Darmi kikuk. "Non udah siang udah buruan. Gak apa-apa bau dikit, nanti pas udah nyampe senprot parfum," ujar Darmi. "Pake mobil aja, kunci mobil mana Mbok?" tanya Nisa. "Tapi aku gak bisa bawa mobil!!" seru Bagus. "Ya ampun gini hari gak bisa bawa mobil? Umur doang tua!" hina Nisa. "Non, kunci mobil juga dibawa Den Damar semua. Katanya Non Nisa suruh ikut Mas Bagus." Darmi gelisah, sulit memang membujuk Nisa. Nisa mengambil helm dengan kasar. "Mana bau lagi nih helm, ancur rambut gue. Liat aja Mas Damar, bakal Nisa kerjain kamu, bikin Nisa jengkel terus." Nisa terus menggerundel sepanjang jalan. "Non, udah sampe!" seru Bagus. "Ya ampuunn ... Kenapa lo berhenti di depan kampus pas. Maju buruann!!" Nisa menepuk-nepuk pundak Bagas. Khawatir ada temen yang liat gengsi banget Nisa di anter ojek, 'pikirnya
Bab 20Nisa pun menerima masker pemberian Bagus, saat Nisa sedang memakai masker, tiba-tiba motor yang dikendarai Bagus melaju, membuat tubuh Nisa terhuyung. "Aduhh ... Pelan-pelan dong. Nanti gue jatoh gimana?!" teriak Nisa, kesel. "Maaf Non gak sengaja." Terlihat raut khawatir di wajah Bagus, ceroboh sekali dia, tidak menyadari Nisa sedang menggunakan masker. Setelah itu Bagus menjalankan motor pelan. "Kalo elo naik motor pelan gini mau nyampe kapan?" suara Nisa terdengar dekat ditelinga Bagus. "I-iya, Non. Pegangan ya Non. Saya kencengin," Bagus mulai mempercepat laju motor yang dia kendarai. "Alhamdulillah. Sampe juga." "Bukain susah banget sih ini helm!" Nisa selalu berkata ketus. Entah lah, setelah mengetahui perselingkuhan Damar mood Nisa selalu buruk. Bagus pun kembali membuka pengait helm yang sel
Nisa melempar helm yang dia pakai. Bagus hanya diam menunduk tak berani berkata. "Ada apa Non, Pulang-pulang kaya kesurupan begitu," tanya Darmi bingung melihat keributan di garasi. "Telpon Mas Damar Mbok!! Kemana itu orang gak Pulang-pulang. Nisa butuh ponsel, hidup udah kaya di gunung!!" teriak Nisa frustasi. "Pokoknya besok Nisa gak mau naik motor lagi, gak mau tau Nisa gak mau dijemput pake motor, pusing, bau asep, cape, gak bisa nyender, panas lagi!!" Nisa berteriak histeris. "Ya Udah, Mbok telpon, Non." Darmi tergopoh masuk, tak lama Mbok Darmi keluar. "Sebentar lagi Den Damar pulang, Non. Jangan teriak-teriak lagi." Darmi berkata pelan. Hatinya berdetak lebih kencang belakangan ini karna Nisa terus merajuk. Dengan menghentakkan kaki, gadis cantik ini pergi masuk ke dalam rumah. "Mas, sabar ya," ucap Darmi pada Bagus, Netranya berkaca khawatir Bagus tidak betah
"Antar aku ke Rumah Sakit aja, aku gak kuliah hari ini," ucap Nisa pada Bagus. "Loh kenapa gak kuliah, Non?" tanya Darmi. "Nggak Mbok, aku gak mood, percuma kuliah kalo pelajaran gak masuk di otak," ucap Nisa masih dengan raut kesal. "Non, nanti di rumah sakit hati-hati bicara sama, Tuan." Darmi mengingatkan. "Iya, Mbok, Nisa ngerti." Mengingat kesehatan ayahnya Nisa menjadi semakin tak bergairah. "Mas Bagus, antar Non Nisa ke Rumah Sakit aja, ya," ucap Mbok Darmi pada Bagus, yang sejak tadi berdiri di teras. "Iya, Mbok." Bagus menjawab sopan, menundukkan kepala. Bagus memperhatikan wajah Nisa yang murung lewat kaca sepion, pun saat turun dari motor tak ada lagi marah atau kesal saat gadis ini kesulitan membuka helm. "Mas, tunggu di sini aja, Nisa gak lama kok," ucap Nisa pada Bagus dengan suara lembut, tak ada lagi ketus. Bagus t
Bab 23 Mas ...." Nisa memanggil Bagus yang sedang memainkan ponsel. Dengan langkah lebar Nisa berjalan ke arah Bagus. Gadis ini melirik ke arah ponsel Bagus, "Keren juga nih tukang ojek, handponnya keluaran terbaru iceran gue," pikir Nisa. Bagus mendongak, segera memasukkan ponsel canggihnya. "Udah Nis, eh Non?" tanya Bagus. Nisa hanya mengangguk, "Maaf lama ya, Mas!! Bosen ya nunggu Nisa di bawah pohon?" tanya Nisa ramah. "Kesambet apaan, nih bocah, jadi ramah begini?" hati Bagus bertanya. "Apa ni anak berkepribadian ganda." pikir Bagus. "Nggak ... kok Non. Tadi sambil main game," jawab Bagus. "Bentar, Non saya ambil motornya dulu," Nisa mengangguk. Setelah Nisa naik di belakang Bagus, perlahan motor berjalan melewati pos, pak satpam membuka palang pintu. Bagus mengambil uang untuk membayar parkir. "Ambil kembaliannya," kebias
Tak ada jawaban dari bibir Nisa. "Ati-ati tiap hari jalan bareng nanti timbul rasa tak terduga," Lana terus mengkonfrontasi Nisa. Nisa hanya mendengus, tak menanggapi ocehan Lana. "Mas!!" Lana melambai, memanggil Bagus yang menunggu di bawah pohon rindang sedang berbincang ramah dengan para Mahasisiwi. "Eh busyet itu opa makin kece aja Nis. Lo gak deg degan dibocengin cowo ganteng begitu, tiap hari?" tanya Lana menyenggol lengan Nisa yang juga terkesima melihat Bagus. Baru kali ini Nisa memperhatikan postur dan wajah Bagus, memang benar kata Lana, dia tampan bertubuh proporsional. "Non, ayo," Bagus menyerahkan helm pada Nisa. "Mas ... Aku mau main dulu sama Lana, Mas Bagus pulang aja, Maaf ya udah bikin nunggu." Nisa memasang mimik mengsedih. "Udah bilang belum sama Den Damar, Non," tanya Bagus. "Gak usah bilang, nanti gak boleh, gue udah boring di r
Bab 25. "Lama amat Nisa, kemana itu anak?" Lana menengokkan kepala mencari keberadaan Nisa dengan netra memindai sekitar. "Mas, aku cek ke toilet dulu," ucap Lana, membangunkan tubuh, melangkah pergi. Sampai di depan toilet Lana mendengar kasak kusuk beberapa orang saling berbisik. Lana membuka pintu toilet. Alangkah terkejutnya Lana di sana ada Nisa sedang bertolak pinggang berdebat dengan seorang wanita. "Mbak coba bilang sama Mas Damar. Cerein aku. Mas Damar itu cintanya sama aku, aku buat masalah kaya apapun dia gak bakal cerein aku." Nisa berkata marah. "Tapi yang bisa dapetin Mas Damar itu aku, buktinya aku sudah punya anak." Wanita ayu ini menyilangkan tangan di dada berkata dengan pongah. Membuat Nisa menggeram emosi. "Kamu sudah pernah di sentuh belum sama Mas Damar?" tanya Kirana lagi tatapannya mengejek. "Aku belum lulus kuliah, kata Mas Da
Bab 26"Mas ... Kamu belum mandi," suara Nisa bergetar ketika wajah mereka tinggal beberapa inci. Netra bulat Nisa menyiratkan kekhawatiran, membuat Damar tersenyum penuh kemenangan. "Apakah perlu mandi?" tanya Damar dengan menyeringai. "B-bau, M-Mas...," ucap Nisa lagi terbata. "Masa? Biasanya kamu bilang, Mas, selalu wangi?" Damar menarik diri dari hadapan Nisa mencium ketiaknya bergantian. Lalu kembali mendekati Nisa, mengecup bibir Nisa, memang sudah biasa setelah menikah Damar sering mencium Istri kecilnya. Apalagi selama ini Nisa selalu agresif selalu nempel dimanapun Damar berada kecuali jika Damar sudah masuk ruang kerja. " Ya sudah tunggu sebentar, Mas Damar mandi dulu." Damar segera turun dari ranjang menuju kamar mandi, tetapi belum sampai kamar mandi lelaki berdada bidang ini berbalik. "Ayo mandi bareng, Nis. Damar menjulurkan tangan, meminta tangan Nisa. Gadis ini gel