Share

Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.
Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.
Penulis: Azzurra

Bab 1 Tak percaya

Penulis: Azzurra
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Bab 1. Tak Percaya.

"Lan, itu kaya mobil laki gue, deh!" Nisa menunjuk sebuah mobil yang menyalip mobil yang Lana kendarai.

"Emang laki elo doang, yang punya mobil begituan?" canda Lana masih fokus pada jalan raya yang selalu padat merayap. Apalagi ini weekend. Daerah puncak sudah dipastikan sulit bergerak.

"Gue yakin itu mobil laki gue. Ada logo perusahaannya di kaca belakang," ujar Nisa masih kekeuh dengan penglihatannya.

Alfathunisa Dalilla berusaha melihat plat nomor mobil yang dia yakini milik suaminya yang berada setelah beberapa mobil di depannya. "Katanya, dia mau ke Semarang. Kenapa lewat arah Bandung ya?" gumam Nisa.

Mobil-mobil melaju perlahan. " Fix! Itu mobil laki gue!" seru Nisa. " Eehhh kok, dia belok? Mau ke mana dia, Lan?"

"Meneketehe!" sahut Lana mengendikan bahu.

"Ikutin, Lan!"

Sesuai perintah, Lana membelokkan mobil mengikuti mobil hitam milik Damar—suami Nisa. "Pelan-pelan aja, Lanaaa ...! Jangan deket-deket. Gak bisa banget jadi mata-mata, ih!" keluh Nisa karena mobil Lana berada pas di belakang mobil Damar. "Kaca mobil gak keliatan 'kan, dari luar? Damar kenal gak ama mobil elo yang ini? " Nisa khawatir.

"Amaaan ... ini kan, mobil baru. Makanya kita jalan berdua sekarang, buat ngetes mobil," ucap Lana lagi. Lana pun memperlambat laju kendaraan membiarkan mobil Damar melesat. Karna jalan yang dilalui kini lengang.

"Ini jalan tembusan ke Semarang kali, Nis? Positif thinking aja, lagian laki elo 'kan, gak pernah neko-neko selama ini," ucap Lana menenangkan sahabat karibnya yang terlihat gelisah sejak tadi.

Nisa hanya diam, dia terus memperhatikan laju kendaraan suaminya. "Eehhh ... kok, elo gak belok? Itu 'kan, mobil Damar belok kiri, Lanaaa ...! Oh my God! Darah tinggi gue kalo begini."

"Uuppss ...! Kebablasan. Sorry, gue mundur bentar." Lana menekan tuas transmisi otomatis dan perlahan mobil mundur. Setelah mengarah jalan yang tepat mobil berwarna merah ini kembali melaju.

"Ini udah rumah perkampung, Lan. Kita kehilangan laki gue. Ngapain dia ke tempat beginian ya?" tanya Nisa, dan yang ditanya hanya mengendikan bahu.

Nisa merogoh ponsel di dalam tas.

Semenit kemudian ....

"Hallo, Mas. Udah sampe mana?" tanya Nisa pada lelaki yang dia telepon.

"Ohhh ... ya sudah. Hati-hati ya, Mas." Nisa segera menutup ponselnya walau si lelaki di seberang sana masih berbicara. Nisa diam, melihat kosong ke depan.

"Nis, laki loe ngomong apa? Kok, bengong?" tanya Lana menggoyang-goyangkan telapak tangan di depan wajah Nisa.

"Laki gue bohong, Lan. Dia bilang udah mau nyampe Semarang." Nisa mendesah lirih. "Ya udah, kita pulang aja, Lan." suara Nisa pelan tak bergairah.

"Gak jadi, kita jalan ke puncak?" tanya Lana.

"Terserah lo, deh! Gue ngikut aja," ucap Nisa masih tak bergairah.

Lana menautkan alisnya.

"Adem banget di sini, ya?" Nisa membuka kaca mobil melihat ke kiri dan kanan.

Tiba-tiba netranya menangkap mobil Damar yang sudah terparkir di halaman rumah Sederhana. "Lan, Lan! Itu ... Itu ...!" Nisa berteriak sambil menepuk-nepuk lengan Lana. Netranya masih fokus menatap mobil hitam yang terparkir di halaman rumah berpagar pohon soka Jawa.

Ckiittt ...!

Suara ban mobil berdecit akibat rem mendadak.

"Apa sih, Niiis? Bikin kaget aja, udah tempat sepi gini. Elo teriak-teriak panik. Kaya liat hantu aja!"cerocos Lana.

"Auk, ah ...!" Nisa langsung turun dari mobil yang dia tumpangi. Kakinya melangkah cepat menuju rumah sederhana di mana mobil suaminya berada.

"Nis, gue parkir di sana ya!" Lana menunjuk arah di mana ada pohon besar tempat dia ingin memarkirkan mobil.

Perlahan tapi pasti kaki Nisa memasuki halaman rumah.

"Mas, minum dulu." Suara seorang wanita terdengar di gendang telinga Nisa.

Nisa yang masih berdiri di dekat undakan menuju pintu utama, urung memberi salam.

"Bagaimana kabarnya, Mas?" tanya wanita yang menawari minum, dengan suara lembut.

"Baik .... Sini duduk sini. Aku rindu."

Hah rindu?

'Itu suara Mas Damar, loh!' Nisa berbicara dalam hati.

Wanita itu masih mematung di tempat tadi dia berdiri. Ia memindai keadaan halaman rumah. Adem, asri, dan nyaman, pikir Nisa.

"Mas sampe kapan kamu mau begini terus?" tanya si wanita masih dengan suara lembut.

"Mas belum bisa pastikan. Kamu sabar dulu ya. Nanti kalau sudah waktunya, pasti Mas akan menceraikan Nisa."

Deg!

Jantung Nisa seakan berhenti berdetak.

"Apa maksud Mas Damar?" Nisa menutup mulut yang menganga akibat terkejut dengan perkataan Damar.

"Jangan-jangan, kamu juga sudah jatuh cinta sama adikmu itu? Jadi sampai sekarang kamu belum bisa menceraikan dia?" cecar si wanita dengan suara sedikit ditekan.

"Fix! Itu Mas Damar sedang membicarakan aku," bisik Nisa pada diri sendiri. Dengan dada berdegup sakit, Nisa menaiki undakan menuju ke pintu utama.

.

.

Komen (8)
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
JAHATNYA Damar tidak tahu diri kacang lupa kulitnya
goodnovel comment avatar
Nabil Faishal
bagus Thor, aku masukin rak buku baca kilat
goodnovel comment avatar
Azzurra
terimakasih kak. selamat mengikuti perjalanan Nisa Kirana Damar.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 2. Uring-uringan

    2. Uring-uringan Tetapi sedetik kemudian dia mengurungkan langkah, Nisa berbalik meninggalkan rumah sederhana ini dengan perasaan campur aduk. Tanda tanya besar bersarang di kepala Nisa. Siapa perempuan itu, ada hubungan apa dengan suaminya, dan mengapa Damar ingin menceraikan dirinya. Nisa melangkah lebar menuju tempat Lana menunggu. Pikirannya diliputi banyak pertanyaan. Blugh! "Baru gue mau turun! Beneran laki loe bukan?" tanya Lana dengan wajah bingung, karna penampakan Nisa yang tiba-tiba murung. "Buruan jalan Lan, jangan sampe ada yang liat kita," ajak Nisa lemah. . . "Nis, makan dulu bagaimana pun suasana hati elo, elo itu tetep harus kuat. Harus punya tenaga, biar bisa ngumpulin bukti perselingkuhan laki elo." Lana menyemangati Nisa. "Tapi masa iya, Mas Damar selingkuh?" pikir Nisa, dia menggelengkan kepala samar. Selama ini perlakuan Damar terhadapnya begitu baik. Damar cinta keduanya setelah ayahnya. Selama ini Damar terlihat begitu menyayanginya. Tidak perna

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 3 Kejutan.

    Bab 3. Kejutan. Seorang wanita bejalan tergesa dengan raut yang tak dapat di artikan. "Nisaaa!!!" Damar tak kalah tersentak mendapati istri kecilnya berada di hadapannya. "Mas, siapa dia!?" dengan suara tersengal, entah karna berjalan terburu atau karna marah mendapati suaminya mencium wanita lain, Nisa bertanya. Nisa menatap wanita yang begitu ayu, dewasa, dan sepertinya lembut. "Siapa dia Mas?" tanya Nisa lagi, dengan pandangan menatap tajam pada Kirana. Kirana hanya diam mematung, mungkin ini memang sudah waktunya Damar mengakuinya sebagai istri pertama. ' batinnya. Nisa beralih memandang putri kecil yang dalam gendongan Kirana. Lalu memandang Damar nyalang. "Nisa ayo kita masuk dulu," ajak Damar menggenggam lengan Nisa. Mencoba menghindari keributan di luar rumah. Dangan keras Nisa menepis genggaman tangan Damar. "Jelasin di rumah!!" Nisa berbalik menuju mobil Lana yang terparkir agak jauh. "Nisa!!" Damar memanggil, tetapi Nisa tetap acuh. "Ini sudah wak

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 4 Dilema

    Bab 4 Dilema. Damar memeluk erat Nisa. Sekuat apapun Nisa berontak, tak dapat melepaskan diri dari rengkuhan Damar. " Aku tak akan menceraikan mu, sekuat apapun kamu meminta dan berusaha." Suara pelan Damar membuat bulu kuduk Nisa berdiri. Dia tau persis seperti apa Damar - kakak angkatnya ini. "Aku bilang kamu gak boleh pergi!" Bentak Damar kala itu terlintas di pikiran Nisa, yang kini masih berada dalam dekapan lelaki bertubuh atletis ini. Sekuat apapun Nisa memohon, tak membuahkan hasil. Padahal waktu itu Nisa hanya ingin pergi bersama teman satu gengnya. Alhasil karna Nisa tak mendapatkan izin, membuat mereka semua membatalkan acara. Tubuh wanita muda ini luruh, dengan kokoh Damar masih merengkuh tubuh Nisa. Dengan sekali hentak, di bopong tubuh mungil Nisa. Lalu, Lelaki bertubuh atletis ini menaruh Nisa di pembaringan. Damar meraih dagu wanita yang dulu sangat manja juga menyebalkan ini. Iris mata berwarna hitam pekat ini menatap tajam netra Nisa. "Lihat mata Ma

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 5. Wanita Ular

    Bab 5. Wanita Ular. Baru saja Damar duduk di kursi kebesarannya, ponselnya berdenting, dia membaca pesan yang ternyata dari Kirana. Lelaki tampan ini menyugar rambut frustasi. Jari-jari panjangnya menekan tombol panggil tetapi tak di angkat. Lalu kembali menelpon seseorang. "Mbok, Nisa sudah pulang?" tanya Damar, lewat sambungan telpon. "Begitu Aden pergi, Non Nisa ikut pergi, belum pulang sampe sekarang Den." Suara Mbok Darmi terdengar khawatir. Damar mengepalkan tangan, lalu memukulkan pada meja. Dengan cekatan di menekan tombol panggil lagi. "Tugas baru untuk mu, Awasi Nisa, sekarang cari keberadaanya. Barusan dia dari rumah Kirana." Klekkk.... Pintu terbuka muncul sosok wanita berumur yang masih terlihat menggoda. Dengan anggun dia berjalan mendekati meja kerja Damar. Wanita berpakaian minim ini berjalan menuju belakang kursi Damar, meraba pundak lelaki tampan ini, lalu memijat pelan. "Sepertinya kamu sedang ada masalah?" Wanita bergincu merah ini mendekatkan bibir

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 6 Kecewa

    Bab 6 Kecewa. Brak... Pintu di banting keras. Damar bergegas menaiki anak tangga menyusul Nisa, tetapi pintu kamar di kunci dari dalam. Brak. Brak. Brak.... Damar menggedor pintu kamar keras. "Nisa buka!!!" teriak Damar. "Jangan sampai Mas ambil kunci serep, satu, dua, ti --." Klek... Terdengar kunci diputar. " Apa Mas!? " tanya Nisa dengan tatapan nyalang. Damar mendorong tubuh Nisa ke dalam, lalu mengunci pintu kamar. Ruang kamar yang kedap suara membuat Mbok Darmi was-was terjadi sesuatu di antara mereka. Damar mengunci pintu kamar. Melihat wajah Damar yang begitu muram, membuat Nisa bergidik ngeri. "Apa yang kamu lakukan di rumah Kirana?" tanya Damar. "Memang ngadu apa perempuan murahanmu?" tanya Nisa. Damar terbelalak "Apa perempuan murahan?" tanya Damar wajahnya semakin muram. "Apa namanya? Wanita bersuamikan suami orang?" tanya Nisa menantang. walau hatinya sedikit ciut melihat tatapan ber-netra hitam legam itu "Tapi dia istri Mas. Dia sudah me

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 7 Mulai Bikin Masalah.

    Bab 7 Mulai Bikin Masalah. Ranjang bergoyang, Damar duduk di sebelah Nisa, sudah berpakaian lengkap. "Solat jamaah, yuk," ajak Damar, Nisa hanya melirik sinis, tak menanggapi ucapan Damar. Tak mendapat respon dari Nisa, Damar bangun dan menggelar sajadah. Melakukan kewajiban pada Tuhannya. Damar lelaki taat, Kirana wanita pujaannya, selalu mengingatkan pentingnya Tuhan dalam kehidupan kita. Seperti apapun liku kehidupan kita, asal ada Tuhan di setiap gerak kita, Insha Allah, Allah akan selalu memberikan jalan yang terbaik. Ketukan pintu, menghentikan kegiatan Damar, bermunajat kepada sang pencipta. Kakinya dilangkahkan pada daun pintu. Ternyata Mbok Darmi, "Den, makan malam sudah siap," ucapnya, ketika Damar membuka pintu kamar. Netranya mencari keberadaan majikan perempuan yang sudah seperti anak. "Iya, Mbok nanti saya turun," jawab Damar. "Nisa ada di kasur itu, Mbok," ucap Damar, karna melihat gelagat mata Mbok Darmi. "Oohh... Ya sudah, Mbok turun. Makanan su

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 8. Bikin masalah.

    Bab 8 Bikin masalah.Damar langsung meraih gawai yang tadi dia lempar. "Awasi saja terus. Langsung kabari kalau dia pergi ke tempat buruk," ujar Damar. "Tenang aja, Mbok. Ada orang-orangku yang mengawasi," ucap Damar menenangkan Darmi yang terlihat khawatir. Wanita tua ini paham betul seperti apa sifat dan kebiasaan Nisa jika sudah ngambek. "Den, Mbok cuma mau pesen, jangan sia-siakan, Non Nisa, ya. Non Nisa sudah Mbok anggap anak sendiri. Mbok sakit kalo Non Nisa terluka," ucap Darmi memandang sendu pada Damar. Berharap banyak pada Damar, agar bisa menjaga dan membahagiakan Nisa. "Insha Allah, Mbok. Untuk masalah itu, aku sudah berjanji untuk menjaga Nisa. Sampai kapan pun aku akan selalu menjaga sesuai kemampuanku," jawab Damar. "Sekarang Mbok tidur, udah malem, gak usah khawatirin, Nisa," suruh Damar lagi, menyentuh lembut lengan keriput Darmi yang sudah mengeriput. Memberikan ketenangan pada wnaita tua ini. ***Damar, lelaki tampan yang mampu menjadikan perusahaan Chand

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 9 Ladies Night.

    Bab 9 Ladies Night. Tin. Tin. Tin....Suara klakson menginterupsi percakapan dua sahabat ini. "Gue pergi dulu Lan. By ... lo bukan fren kali ini." Nisa berlalu dari hadapn Lana, dengan raut kecewa. Lana mengikuti dari belakang, hanya senyum masam terlihat di bibirnya. "Lan, elo gak ikut?!!" teriak gadis-gadis cantik yang berada di dalam mobil. "Biarin, gak fren dia, yuk cabut!!" seru Nisa masuk ke dalam mobil. Lana hanya tersenyum masam. " Jagain Nisa ya, dia punya laki yang kalo marah serem, gue gak ikut-ikutan," jawab Lana, menggelengkan kepala. Hanya tawa menggema yang keluar dari bibir gadis-gadis cantik, ini. "By Lana...." Mobil melaju cepat membelah malam kota Jakarta. Hanya celoteh-celoteh receh yang terdengar dari mulut gadis-gadis cantik seumuran Nisa ini. Musik berdentum keras di dalam mobil. Tawa memenuhi isi mobil yang di penuhi lima gadis cantik berpenampilan seronok dan glamour. "Nis, emng bener laki elo galak?" tanya salah satu gadis. "Nggaakk ...," jawab

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 181

    Di gedung Hardiyata, Damar menyugar rambutnya frustasi bayangan Nisa memenuhi isi otaknya. Sudah lama Damar berpuasa, tak berani menyentuh istrinya. Di raihnya gawai lalu di tekan nomor Nisa, Damar menatap ponsel tak berkedip, nampak Nisa menggunakan pakaian haram yang sedang dia coba. "Mah, lagi ngapain? Kok pake pakaian seperti itu?" tanya Damar, jakunnya turun naik melihat penampakan istrinya. "Eh ... Lupa Nisa lagi pake baju beginian," segera Nisa memakai daster yang teronggok di pinggir ranjang. "Nisa lagi nyoba-nyoba, masih muat apa, nggak!" ujar Nisa salah tingkah melihat Damar menatap tak berkedip. Damar terus mengajak Nisa bicara, lelaki ini beranjak dari tempat duduk, meninggalkan kantor, tetapi masih terus berbincamg dengan Nisa. "Mas kamu mau kemana? Kalo sibuk matiin aja, Nisa mau nenenin Agam," ujar Nisa, sudah mengeluarkan aset yang membuat Damar berkhayal kemana-mana. "Ya sudah." Damar mematikan ponsel, lima belas menit kemudian dia sudah berada di depan pintu kama

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 180

    Bayi mungil sudah berada di box bayi, pengajian di gelar di rumah megah ini. Mengundang anak-anak yatim dari beberapa yayasan. Besok siangnya di rumah mengadakan open house, membagikan sembako gratis untuk warga kurang mampu bekerja sama dengan rt setempat membagikan hadiah atas kebahagian yang sudah keluarga Chandra dapat. Semakin hari kebahagian semakin berpendar di dalam rumah ini, anak-anak yang sehat dan terlihat bahagia. Chandra pun semakin sehat, Fina semakin mendekatkan diri pada sang Maha Pencipta. Karir Damar semakin gemilang dan Nisa semakin memperbaiki diri menjadi orang tua dari tiga anak yang masih sangat membutuhkan kasih sayang. Pagi ini rumah terasa berbeda dari sebelumnya.Oe oe oe ....Huuu ... huuu ... huuu ....Suara nyaring bayi bersahutan dengan suara tangis Nisa. Damar terlihat gelisah dan bingung. Dia mengayun bayi yang sedang menangis kencang. Sudah dua minggu berlalu dari masa Nisa melahirkan, selama itu Damar tak bisa pergi kemanapun. Hari ini Damar mema

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 179

    Nafas Nisa sudah teratur Damar menatap Nisa, ingin mencium bibir yang sedikit terbuka, tetapi di urungkan, dia tak ingin mengganggu istri kecilnya. Lelaki ini menuju ruang kantor, menyelesaikan tugas kantor dari rumah. Roni pun siaga menghandle pekerjaan Damar. Memang Roni merupakan tangan kanan yang tak diragukan lagi kesetiaannya sejak di bawah naungan Chandra, hingga kini Damar yang menguasai pun Roni masih terus setia. Setelah menyelesaikan pekerjaan lelaki ini menuju ruang makan, ternyata Nisa sudah duduk di sana, menunggu anggota keluarga yang lain datang ke meja makan untuk makan siang. "Sudah bangun?" sapa Damar. Nisa mengangguk. "Mau langsung makan, Mas?" tanya Nisa."Nanti tunggu, Papah," jawab Damar. "Makan lah dulu, tak usah menunggu kalau lama." Suara Chandra menyahut, lalu duduk di tempat biasa lelaki tua ini duduk. "Mamih mana, Pah?" tanya Nisa. "Lagi rewel Alika, nanti papah bawakan makanan ke kamar saja. Ayo di makan." Chandra mempersilahkan anak-anaknya makan.

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 178

    Nisa menatap kamar bayi bernuansa biru laut. Menurut prediksi dokter, bayi dalam kandungan Nisa adalah bayi laki-laki. Semua barang yang Nisa beli untuk calon bayinya berwarna biru, orens, hijau, sebisa mungkin dia hindari warna pink. Nisa duduk di pinggir ranjang melipat pakaian kecil, sesekali mencium, seolah dia sudah begitu rindu pada bayi yang sudah sekian lama di nanti. Damar mengamati gerik Nisa dari ambang pintu, lelaki ini menyandar di daun pintu, sambil melipat tangan. Bibirnya tersenyum senang melihat Nisa bahagia. "Masih ada yang kurang, Mah?" tanya Damar, membuat Nisa terjingkat tak mengira Damar menyapa. "Mas ... bikin kaget," ujar Nisa mengerucutkan bibir. Damar menghampiri Nisa, menarik bangku kecil lalu menaikkan kaki Nisa di atas bangku kecil. "Kakinya bengkak banget, sakit nggak?" tanya Damar. "Kalo berdiri lama sakit, kamu nggak kenapa-kenapa cuti kerja lama, Mas?" tanya Nisa, "Yang mau lahiran kan Nisa kok yang cuti kerja kamu?" tanya Nisa penasaran la

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 177

    Waktu kian berjalan, mengiringi kebahagiaan Nisa dan Damar. Semakin hari cinta mereka semakin bersemi. Pagi ini Nisa berada di balkon duduk di kursi goyang menghadap taman di bawah kamarnya, tangannya mengelus perut yang semakin membuncit.Terdengar pintu terbuka, Damar menghampiri Nisa lalu berjongkok di hadapan wanita cantik ini. Lelaki ini terlihat berkeringat, tubuhnya berbalut kaos tanpa lengan terlihat otot tangannya menyembul, menandakan kekuatan tubuhnya. Tanpa aba-aba lelaki atletis ini mencium pipi Nisa. "Udah mandi belum?" tanya Damar, menyeka keringat di dahi, dengan anduk kecil yang terlampir di leher.Nisa menggeleng. "Nanti aja, Nisa mode males. Kok udahan olah raganya?" tanya Nisa. "Udah." Damar bangun dari jongkok, langsung mengangkat tubuh Nisa memggendong seraya berjalan ke arah kamar mandi. "Kamu masih keringetan, nanti dulu mandinya," ujar Nisa, menyentuh leher Damar menyeka keringat yang masih tersisa. Langkah Damar terhenti, beralih menuju ranjang. "Duduk du

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 176

    Nisa menggendong Attala karna batita ini merajuk minta di gendong, Nisa mengendong lalu mencium batita ini, menyalurkan kasih sayang, menunjukkan bahwa kasih sayangnya kepada Attala tidak akan berkurang, walau ada bayi lain hadir di rumah ini. Attala tertawa terbahak karna Nisa memborbardir dengan ciuman bertubi. "Dedek Atta ngiri sama dedek bayi?" tanya Nisa. Bola mata bulat mengerjap mencerna ucapan Nisa. "Bener kan Atta ngiri, nggak boleh ngiri, Mamah, Opa, Oma tetep sayang sama kamu, ya!! Attala juga harus sayang sama dedek bayi oke!!" ujar Nisa mengajarkan Attala, anak lelaki Damar dan Kirana. Attala tersenyum melihat raut wajah Nisa, bayi satu tahun ini kembali terbahak karna di serang ciuman oleh Nisa. Damar baru saja pulang dari kantor, bibirnya tersenyum bahagia melihat Nisa dan seluruh keluarga menyayangi kedua putra putrinya. Melihat Damar pulang Nisa segera menyambut suaminya, memberinya sesajen khas suami baru pulang kerja. lelaki ini memandang bayi dalam ayunan, mem

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 175

    Mentari memberi kehangatan pada penduduk bumi. Nisa menghampiri Damar yang sedang bercermin, wanita muda ini mengambil krim penghilang kemerahan di wajah Damar akibat gigitan semut semalam. "Mas, maafin Nisa ya!" ujar Nisa dengan wajah menggemaskan, tangannya lincah membubuhi krim di wajah suaminya. Damar mengangguk. "Buat Mamah cantik, sama calon dedek bayi apa sih yang nggak," ujar Damar tulus, tangannya mengelus perut Nisa yang sudah sedikit menonjol. Nisa merangkulkan tangan di leher Damar, mencium lembut bibir suaminya. "Makasih ya, Mas, dedek bayinya seneng banget." Setelah mencium Damar Nisa menarik tangan lelaki atletis ini keluar kamar. Karna tangan lelakinya sudah semakin menggerayang ke tempat lain.Damar merangkul pinggang Nisa erat, berjalan turun ke bawah, sampai di bawah Nisa langsung menuju kulkas hendak mengambil buah yang suaminya petik semalam. Beberapa pintu kulkas sudah Nisa buka tetapi barang yang dia cari tak ada. "Mbak, tempat ungu di sini liat nggak?" tany

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 174

    Indahnya dunia membuat banyak orang terlena. Sisi gelap dunia lebih mendominasi menampilkan kesempurnaan, keindahan juga kebahagiaan. Keindahan dunia hanyalah fatamorgana kebahagaian, daya tarik agar manusia lalai pada kebenaran dan jalan Tuhan. Tetapi bagi mereka yang mendapatkan keindahan dunia dan menggunakan dengan baik, untuk kebaikan diri dan orang lain, maka mereka mendapatkan kebaikan dari apa yang dia miliki dan menjadi bekal kehidupan abadi kelak. Damar lelaki penyayang ini duduk di bangku kebesarannya mendengarkan Roni menyampaikan pencapaian-pencapaian semua bisnis yang sekarang dalam genggaman. Semua usaha yang awalnya di niatkan untuk membantu masyarakat nyatanya menghasilkan rupiah di luar ekspektasi. Wajah cerah, senyum menawan terukir di bibir Damar, begitu pun Roni tak henti menjelaskan apa yang harus dia jelaskan dan paparkan. "Makasih Ron, sudah membersamai saya selama ini, saya harap apa yang kita kerjakan bisa memberikan kebaikan untuk orang lain terutama unt

  • Aku Tak Ingin Menjadi Yang Kedua.   Bab 173

    "Duduk dulu, Bu," ujar Damar, di buat sesantai mungkin. Melihat tak ada reaksi apapun dari Damar membuat Ivana makin meradang. "Pak Damar nggak cemburu liat istrinya di peluk lelaki lain?" tanya Ivana berapi-api. Damar mencoba tersenyum senatural mungkin. "Nanti bisa saya tanyakan ke istri saya, Bu. Jadi Bu Ivana tak usah repot-repot, menunjukkan hal seperti ini kepada saya, lain kali."Mendengar penuturan Damar, Ivana mengepalkan telapak tangan kencang, hingga kuku menancap pada telapak tangan. "Oke, kalo foto ini memang nggak berpengaruh," ujar Ivana, "Permisi. Sekarnag pasti lelaki ini sedang ada di rumah Pak Damar." Ivana bangkit dari duduk lekas meninggalkan kantor. Setelah Ivana pergi Damar memanggil Roni berbincang, lalu dia meninggalkan kantor. Dengan Cepat Damar menaiki mobil tanpa supir. Klakson berbunyi nyaring di depan pintu pagar yang menjulang tinggi, dengan cepat Rudi membuka pagar. Hati Damar sedikit terbakar tadi, tapi sebisa mungkin dia harus bisa meredam segal

DMCA.com Protection Status