"Bulek, bukannya itu Guntur mantan suaminya Fitri dan keponakannya Bulek?" tanya Zainal kepada Bulek Sri, yang mana saat ini mereka berdua berada di tempat yang sama dengan Guntur dan juga seorang wanita yang sedang bersama dengan Guntur. Mereka saat ini berada di sebuah pusat perbelanjaan dan sedang melakukan santap siang yang kebetulan berada di tempat makan yang sama. "Iya Nal, itu memang Guntur. Benar-benar dia itu. Sudah kawin sembunyi-sembunyi dari Fitri, sekarang malah ngandeng perempuan lain yang berbeda." ucap Bulek Sri gemas. Sebagai saudara, adik kandung dari ayah Guntur. Bulek Sri sungguh dibuat malu oleh keponakannya sendiri dan juga keluarga dari kakak iparnya tersebut. Tidak ikut menikmati nangkanya tapi masih kena getahnya juga.Sebelum Guntur menyadari keberadaan mereka berdua, segera Zainal dan Buleknya mencari tempat yang aman yang sekiranya masih dapat menjangkau dan mengintai mereka berdua.*"Gimana Gun, lancar acara kopi daratnya?" tanya Mila sesaat setelah G
Saat ini, mereka, Guntur dan ibunya sedang berada di atas awan, hingga membuat mereka melupakan daratan. Kenyamanan yang mereka peroleh dengan instan membuat mereka lupa.Guntur tidak sadar bahwa kesenangan yang saat ini ia rasakan hanyalah sesaat. Belum tahu kedepannya, entah nanti atau esok semua pasti akan berubah, berubah menjadi lebih baik lagi atau bahkan berubahnya jauh lebih buruk dari yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.Semenjak menikah dan tinggal di rumah besar milik Susi, istri barunya. Gaya hidup Guntur maupun ibunya, kini telah berubah. Mereka ingin di hormati dan di layani bak seorang raja oleh para asisten dan pekerja yang bekerja pada Susi. Tidak hanya itu Bu Surti, ibu dari Guntur juga semena-mena terhadap asisten rumah tangga yang bekerja di rumah Susi tersebut. Sering kali mereka mengadukan perbuatan tidak menyenangkan yang di lakukan oleh mertua majikannya tersebut, namun itu belum ditanggapi serius oleh Susi. Susi sangat memanjakan suami dan ibu mertuany
Saat ini mereka telah pindah di rumah besar milik Rahayu. Karena Guntur telah sah menjadi suaminya. Rahayu meminta pada Guntur untuk membantunya mengelolah sebagian dari usaha yang dimilikinya. Rahayu meminta Guntur bertugas mengawasi cabang-cabang dari minimarket yang ia kelolah. Oleh sebab itu, Rahayu memberikan fasilitas mobil pribadi untuk Gutur. Bu Surti dan Mila yang kini diangkat derajatnya berasa menjadi ratu di rumah tersebut. Mereka berkuasa seperti pemilik rumah. Mereka tidak sadar bahwa mereka hanyalah menumpang hidup di rumah itu. Mereka memerintah asisten yang bekerja di rumah itu layaknya merekalah yang menggaji para asisten tersebut. Begitupun dengan kedua anak Mila yang berbuat sesuka hati mereka layaknya di rumah mereka sendiri.*"Bik, Bibik sebenarnya sebel gak sih sama kelakuan dari keluarga suaminya mama?" sapa Marta ketika usai berganti baju usai pulang sekolah, dan kini ia berada di dapur. Marta yang merupakan putri bungsu dari Rahayu yang saat ini ia duduk di
"Tau gini sudah dari dulu ibu suruh Guntur nikah sama Si Rahayu. Meski janda dan lebih tua dari Guntur. Tapi hartanya gak kalah banyak sama punyanya Si Susi. Eh Susi cuma nipu kita, yang kaya itu mantan suaminya yang sudah tua." Bu Surti menikmati cemilan yang berada dalam toples yang kini diletakkan di atas pangkuannya sambil menikmati acara televisi favoritnya."Benar kata ibu. Dari dulu hidup seperti ini gak mungkin kita akan ngerasain yang namanya sakit kepala mikirin kebutuhan hidup sama hutang." Mila membenarkan ucapan ibunya."Imah, sini kamu!" Bu Surti memanggil salah satu dari asisten yang ada di rumah itu."Iya, Bu. Ada apa panggil-panggil Imah. Imah masih banyak kerjaan di belakang.""Eh bab*, panggil saya Nyonya. Saya di sini itu, juga majikan kalian. Kalian harus mengikuti perintah kita. Kamu tahu kan, kalau Rahayu itu istri anak saya!" maki Bu Surti pada Imah. "Kalian di sini itu di gaji jadi suka-suka kita perintah-perintah sama kalian. Mau kamu aku adukan sama anakku b
Kalau saja sedari dulu dapat menantu yang seperti ini sudah pasti hidupku dan juga anak-anakku yang lain sudah dapat di pastikan kami akan bahagia tidak kekurangan apapun juga tidak akan mendapatkan perlakuan yang memalukan. Awalnya hidupku dan juga anak-anakku yang lain tentram dan aman-aman saja, begitu pula dengan keuangan juga keperluan semuanya dapat dikendalikan.Kesialan itu bermula ketika menantu pertamaku mengetahui tentang kecurangan yang aku dan anakku lakukan dibelakangnya. Sudah menjadi niatku memang dari awal bahwa yang aku kehendaki untuk menjadi menantu dari anak-anakku ada dari kalangan orang berada bukan dari keluarga yang miskin seperti Fitri. Bagiku masalah fisik tidaklah masalah toh masih bisa untuk di perbaiki kalau kita ada duit. Karena cintanya pada wanita yang menjadi pilihannya mau tidak mau aku harus mendapatkan cara agar tetap bisa terpenuhi semua keinginanku. Untung saja meski bucunnya anakku pada istrinya, dia madih tetap bisa untuk aku kendalikan.Aku t
Tak ingin terus berlarut-larut dalam penyesalan. Entah yang aku rasakan ini hanyalah sebuah penyesalan atau rasa bersalah atau apapun itu, yang jelas sempat terpikir olehku bahwa inikah hukuman dari perbuatanku karena telah menghianati istriku sendiri dengan menikah secara diam-diam di belakangnya.Namun tidak semestinya aku yang harus menanggung kesalahan itu, karena aku berbuat seperti itu atas ridho dari ibuku. Aku pernah mendengar dan yakin bahwa ridho dari ibu pasti di rodhoi juga oleh Tuhan.Ibuku juga tidak sepatutnya untuk di salahkan karena ibu berbuat semacam itu, dengan memberikanku dorongan untuk menikahi Susi juga bukan tanpa sebab dan alasan, melaikan itu semua kami lakukan demi keberlangsungan hidup keluargaku pastinya.Aku sudah sekali berbuat yang membuat ibuku kecewa. Aku ingin menebus rasa bersalahku itu pada ibu dengan mau menerima permintaannya untuk menikah kembali dan itu dengan Susi. Tak perlu perpikir beberapa kali lagi, karena sudah pasti aku pun menyetujuin
Prank!Terdengar ada sesuatu yang terjatuh dari arah luar.Zainal yang berada di dalam kamar usai mandi, bergegas ke luar kamar dan mencari tahu sumber suara tersebut. Pasalnya, Fitri istrinya tidak berada di kamar mereka. Sedangkan Si kecil Zahra masih tertidur pulas di atas ranjang king size milik mereka.Setelah di cari tahu ternyata suara tersebut berasal dari pecahan piring yang baru saja selesai di cuci oleh Fitri. Karena kaget dengan suara yang barusan di dengarnya segera Zainal menghampiri istrinya dan bertanya apa yang baru saja terjadi. "Dek, ada apa ini? Kenapa sampai piring ini terjatuh kelantai?" tanya Zainal lembut sambil melihat serpihan pecahan piring yang berada tepat di bawah kaki istrinya. Sedangkan Fitri sendiri tidak mengerti apa yang terjadi dengan dirinya. Tiba-tiba saja rasa pusing yang tidak tertahankan menyerang dirinya."Ini Mas, tiba-tiba saja kepalaku pusing sekali dan tangan ini gemetar untuk memegang sesuatu." Fitri mencoba berdiri dari tempat duduknya,
"Bik Onah, Mbak Imah!" terdengar suara seruan yang tidak asing lagi, suara mama."Mama," Aku berlari menyambut dan segera memeluk wanita yang telah melahirkanku ke dunia ini. "Mama tumben tiba-tiba saja pulangnya, terus...," ucapanku terjedah, aku mengedarkan pandangan namun orang yang semula pergi bersama dengan mama kenapa tidak terlihat dan kenapa mama pulangnya sendirian saja."Urusan mama sudah selesai sayang. Sedangkan ayahmu masih di luar kota mengurusi cabang-cabang minimarket kita yang lain." Mama membalas pelukanku seraya menciumi keningku."Sini Ma, biar Marta yang bawain tasnya mama." Aku mengambil alih tas yang ada di tangan mamaku.Kemudian kami berjalan beriringan untuk masuk ke dalam rumah, seusai kami melepas rindu.Mama berjingkat kaget ketika melintasi ruang keluarga rumah kami. Bagaimana tidak rumah yang biasanya bersih dan juga tertata rapi. Namun semenjak kehadiran para parasit yang di tolong oleh mamaku. Rumah kami ini berasa seperti rumah penampungan dan kumuh.
Dua bulan sudah Bu Marni beserta kedua cucunya tinggal bersama di kediaman milik Ana. Mereka juga telah mengembalikan lagi rumah yang beberapa tahun pernah mereka singgahi pada pemilik aslinya, Bulek Sri yang tidak lain adalah adik ipar Bu Marni.Ana berhasil mengubah kebiasaan buruk dan malas dari kedua anak kakak iparnya itu. Desi dan Deska sekarang enjadi anak yang mulai bertanggung jawab atas tugasnya. Ana juga kembali menyekolahkan kedua keponakannya itu di sekolah yang lebih dekat dari rumahnya. Kedua anak itu harus belajar ekstra dan lebih giat untuk mengejar ketertinggalan mereka. Jika sebelumnya mereka bersekolah di sekolah negeri. Untuk saat ini mereka harus menerima untuk sekolah di sekolah milik swasta di karenakan banyak ketertinggalan dari tempat yang sebelumnya.Seperti pagi ini. Desi mulai terbiasa bangun di pagi hari begitu juga dengan Bu Marni dan juga Deska, adiknya. Ana mengajarkan kedua anak tersebut tentang agama yang selama ini kurang mereka perhatikan. Desi da
Aku kira ini cuma mimpi di siang bolong. Gara-gara ketiduran setelah memberi ASI pada jagoan kecilku yang aku beri nama Alfathrizki.Iya, aku sudah melahirkan. Tepat satu hari setelah kedatangan mas Guntur. Lebih cepat satu Minggu dari HPL prediksi ibu bidan tempat biasa aku priksa.Siang ini matahari sangat terik. Aku yang berinisiatif untuk membuka pintu agar angin dari luar bisa masuk ke dalam rumah, tanpa sengaja di kejutkan oleh kedatangan tiga orang yang sangat familiar dengan ku. Ternyata di depan pagar rumahku nampak seseorang paruh baya yang tengah terduduk di atas tanah yang di temani oleh dia orang bocah yang tidak lain adalah Desi dan Deska. Nampak mereka sedang berunding. Entah apa yang sedang dirundingkan oleh mereka aku pun tidak tahu karena tidak bisa mendengarnya langsung.Ada apa dengan mereka? Apa hal yang membuat mereka hingga sampai di rumahku? Mungkin mereka tidak akan menduga jika rumah reyot yang sering mereka singgung sudah berubah menjadi istana kecil ini.
Pada akhirnya bu Marni tersadar. Hanya kecewa yang ia peroleh dari putri kesayangannya.Justru dalam kondisi sudah tidak muda lagi dan tenaga yang terbatas. Semua anak-anaknya pergi meninggalkan dia. Yang membuat dada semakin sakit adalah karena merasa salah satu dasi meret yang pergi itu adat karena kecewa oleh dirinya."Nek bagaimana dengan nasib kita," tangis pilu cucu sulungnya.Bukannya menjawab justru Bu Marni ikut pula menangis seperti kedua cucunya.Meski pergi meninggalkan rumah, kini hanyalah tersisa Guntur yang masih dekat dengannya. Bukannya tak tahu alamat akan anak dan menantunya untuk ia meminta perlindungan. Namun sudah terlanjur malu atas perbuatannya itu sendiri. Apa mungkin bu Marni akan menjilat kembali ludahnya, setelah dengan pongahnya ia dengan mulutnya sendiri yang menghebdat menantunya tersebut untuk pergi."Nek, kita cari om Guntur, ya?" celetuk Desi seolah memberikan jalan keluar bagi mereka."Iya, nek kita cari om Guntur atau kita pergi saja ke rumah tante
Satu Minggu kemudian.Di tempat lain. Di kediaman yang di tempati oleh Bu Marni--- Ibu dari Guntur dan juga Mila---kakak Guntur."Nek, Deska lapar ni, Nek!" rengek Deska pada wanita paruh baya tersebut.Bu Marni sendiri sudah sangat gelabakan. Bagaimana tidak. Semenjak Guntur meninggalkan rumah mereka. Anak perempuan yang selalu didukungnya itu seolah lepas tangan. Satu Minggu semenjak kejadian tersebut, bahkan Mila sendiri sudah jarang terlihat di rumah. Bukan itu saja. Mengeluarkan uang sekedar untuk makan Ibu dan anaknya saja dia sangat sayang dan bisa di bilang pelit."Sabar, ya. Nunggu mama kalian pulang dulu," ucap perempuan yang rambutnya sudah hampir berubah menjadi putih tersebut."Mama itu pergi kemana sih, Nek? Kok gak pulang-pulang?" tanya si sulung, Desi yang juga merasa sudah sangat lemas."Sabar ya ... Mama kalian itu kan pergi kerja, cari uang buat kita." Nenek dari dia orang cucu itu mencoba menghibur cucu-cucunya."Kerja tapi kenapa pas kita mintai uang, mama selalu
Aku sangat emosi hari ini setelah mendengar dan mengetahui apa yang sudah di rencanakan oleh Ibu dan juga kakakku.Entah apa yang ada di otak mereka. Mereka pikir aku ini apa? Aku sudah seperti barang saja yang bagi mereka dengan gampangnya bisa ditukar dengan uang dan kehidupan yang mapan. Aku sudah salah bersikap. Harusnya aku mendengar ucapan Ana. Harus bisa tegas pada Ibu juga mbak Mila."Arrggggh ...!" teriak ku marah karena kecewa.Apa aku ikut bersama Ana saja. Iya ... setidaknya itu lebih baik. Dari pada nasibku kedepannya akan ditukar oleh mereka dengan uang dan gelimang harta. Belum tentu juga aku akan bahagia. Bisa-bisa hidup tertekan tanpa warna.Lebih baik aku susul saja istriku di rumahnya. Bodoh amat dengan apa yang akan aku hadapi nanti.Gegas masuk kedalam kamar. Aku ambil beberapa potong baju. Tidak mungkin aku harus wira-wiri.Setelah selesai mengemas pakaian. Aku segera keluar kamar. Tanpa ingin pamit tak ku hiraukan dua wanita yang selalu ku taruh rasa hormat itu
Seharian mengurusi rumah. Mulai dari berbelanja perlengkapan rumah, kebutuhan dapur dan lainnya. Tubuh ini Setelah terasa sangat letih. Mungkin pengaruh dari kondisi kehamilan ini. Untung saja sore tadi aku sempatkan untuk memesan makanan cepat saji secara online jadi tidak perlu ribet harus bejibaku dengan kerepotan di dapur, karena kondisi dapur juga belum bisa digunakan untuk beraktifitas. Aku merasa sangat puas. Meski tidak sesempurna namun puas dengan hasilnya. Rumah sudah terisi berbagaiperlengkapannya. Tinggal menata bagian dapur. Mungkin aku harus istirahat dulu sebelum mengerjakannya. Ingin meminta bantuan tetangga rasanya juga malu. Bukan apa. Hanya saja aku tidak mau dan tidak suka jika nantinya muncul pertanyaan dari mereka di mana suamiku? Kenapa dikerjakan sendiri? Dan lain sebagainya. Malas saja menanggapi ocehan orang yang sebenarnya tidak tahu kejadian nyatanya.Pagi menjelang badan sudah kembali bugar. Setelah menyelesaikan ibadah wajib, aku langsung turun ke dapur
Akhirnya aku bisa keluar dari rumah yang berasa neraka itu. Aku bisa bernapas lega. Hidup tanpa ada gangguan dari siapapun dan tidak dalam ungkit-ungkitan seperti saat berada di rumah mertua.Inilah rumah peninggalan kedut orang tuaku yang berhasil aku bangun dan tombak sedemikian hingga seperti saat ini. bukan dalam waktu yang singkat menang. Aku harus bekerja keras demi mewujudkan impian ini. Menahan diri untuk tidak lapar dan gelap mata. Jika semua orang punya keinginan. Aku pun sama. Hanya saja berusaha untuk tidak menurutinya setiap keinginan itu datang. Aku bisa beristirahat dengan nyenyak. Tapi apa pikiran ku akan tenang. Ternyata tidak. Hati dan pikiran masih terbesit akan kehadiran dari suamiku.Aku kecewa. Bagaimana tidak. Ternyata suamiku masih tetap pada pendiriannya. Lebih berat pada keluarganya. Keluarga yang aku yakin hanya menjadi racun yang terus akan meracuni otak dan hati suamiku yang sedikit telah dibersihkan-nya dari keburukan masa lalunya.Ah ... biarlah waktu
POV GunturAku merasa frustasi bagaimana tidak, istriku yang tiba-tiba saja memutuskan untuk keluar dari rumah ini. Sementara aku yang ingin sekali mencegah dan mengejarnya, di sisi lain ada Ibu dan juga saudariku yang harus aku pertimbangkan juga perasaan mereka. Niatku untuk berubah memanglah benar. Tapi jangan pula aku di hadapkan pada pilihan yang membuat ku begitu sulit untuk memilihnya. Ketika langkah ini aku ingin bergegas untuk menyusul wanita ku yang merajuk serta membawa pergi buah cinta kami berdua. Ibuku dengan nekat datang dan mengancam akan mengakhiri hidupnya sendiri. Oh Tuhan beri hamba petunjukmu. Aku tidak bisa membiarkan surgaku mengakhiri hidupnya hanya demi egoku. Aku juga tidak bisa membiarkan masa depan rumah tanggaku harus kembali hancur dan berserakan. Sungguh aku hanya ingin memiliki keluarga yang utuh.Aku bingung. Otak ini seakan macet total memikirkan bagaimana cara untuk menyatukan antara istri denga keluargaku.Aku tak ingin dicap sebagai suami yang teg
Jika berandai-andai. Aku ingin hidupku ini normal seperti dahulu. Bisa berkumpul dengan keluarga juga segala kebutuhan ku tetap tercukupi.Bagai jatuh tertimpa tangga pula. Sakit yang sepertinya tidak berujung yang saat iki aku rasakan. Terkadang terbesit apakah ini balasan atau buah yang harus aku tuai? Aku yang dulu bisa merasakan kenikmatan di atas derita orang---Fitri---mantan adik iparku. Keadaan berbanding terbalik, bahkan seolah takdir sedang mencemooh diri ini. Aku bagai jatuh dari langit dan landing terbang bebas ke jurang, sedangkan mantan iparku justru sekarang dia berada di atas awan dengan semua yang menjadi angan dan mimpiku.Aku yang berharap bisa bersandar pada saudaraku, justru kecewa yang aku dapat. Dia tidak bisa menuruti apa yang menjadi keinginan dari saudari satu-satunya ini.Perempuan yang sudah kami pilihkan ditolaknya begitu saja. Ughhh! Ingin ku umpat dan aku maki itu adik kandung ku. Di sudah membuang tambang emas. Aku tahu memang perempuan yang aku dan Ibuk