Prank!Terdengar ada sesuatu yang terjatuh dari arah luar.Zainal yang berada di dalam kamar usai mandi, bergegas ke luar kamar dan mencari tahu sumber suara tersebut. Pasalnya, Fitri istrinya tidak berada di kamar mereka. Sedangkan Si kecil Zahra masih tertidur pulas di atas ranjang king size milik mereka.Setelah di cari tahu ternyata suara tersebut berasal dari pecahan piring yang baru saja selesai di cuci oleh Fitri. Karena kaget dengan suara yang barusan di dengarnya segera Zainal menghampiri istrinya dan bertanya apa yang baru saja terjadi. "Dek, ada apa ini? Kenapa sampai piring ini terjatuh kelantai?" tanya Zainal lembut sambil melihat serpihan pecahan piring yang berada tepat di bawah kaki istrinya. Sedangkan Fitri sendiri tidak mengerti apa yang terjadi dengan dirinya. Tiba-tiba saja rasa pusing yang tidak tertahankan menyerang dirinya."Ini Mas, tiba-tiba saja kepalaku pusing sekali dan tangan ini gemetar untuk memegang sesuatu." Fitri mencoba berdiri dari tempat duduknya,
"Bik Onah, Mbak Imah!" terdengar suara seruan yang tidak asing lagi, suara mama."Mama," Aku berlari menyambut dan segera memeluk wanita yang telah melahirkanku ke dunia ini. "Mama tumben tiba-tiba saja pulangnya, terus...," ucapanku terjedah, aku mengedarkan pandangan namun orang yang semula pergi bersama dengan mama kenapa tidak terlihat dan kenapa mama pulangnya sendirian saja."Urusan mama sudah selesai sayang. Sedangkan ayahmu masih di luar kota mengurusi cabang-cabang minimarket kita yang lain." Mama membalas pelukanku seraya menciumi keningku."Sini Ma, biar Marta yang bawain tasnya mama." Aku mengambil alih tas yang ada di tangan mamaku.Kemudian kami berjalan beriringan untuk masuk ke dalam rumah, seusai kami melepas rindu.Mama berjingkat kaget ketika melintasi ruang keluarga rumah kami. Bagaimana tidak rumah yang biasanya bersih dan juga tertata rapi. Namun semenjak kehadiran para parasit yang di tolong oleh mamaku. Rumah kami ini berasa seperti rumah penampungan dan kumuh.
Kalau saja tidak terpaksa dan ditekan karena kondisi keuangan keluargaku, rasanya ogah sekali harus menjadi suami dari wanita yang sepantasnya menjadi ibuku. Sebenarnya aku malu, tapi kembali lagi ke awal tujuanku akhirnya aku menebalkan telinga ini ketika mendengar cibiran juga cemoohan orang lain yang mengatakan bahwa aku ini laki-laki matre yang mau saja menjadi simpanan tante-tante. Aku acuh dan lebih baik tak ku hiraukan ocehan dari mereka. Asal hidupku dan juga ibu serta saudaraku terjamin dari perempuan yang kini telah sah menjadi istriku. Entah kenapa istriku ini dengan mudahnya menerimaku juga Keluargaku yang lain untuk tinggal di rumah mereka yang besar itu. Apa karena saking hausnya ia akan belaian seorang laki-laki hingga melakukan apapun untuk bisa mendapatkan itu.Aku harus bisa bersikap sewajarnya jika sedang berada di sampingnya. Bukan karena kenyamanan melainkan karet tekanan kebutuhan hidup. Dari pada harus bersusah-susah hidup di luaran sana. Lebih baik aku menjad
Hari Minggu ini Mamaku berencana ingin mengumpulkan seluruh anggota keluarganya, termasuk kakakku Martin yang lebih memilih tetap tinggal di tempat kostnya dan juga kakak pertamaku Marvel yang sedari Mama menikah beberapa waktu yang lalu belum menyalemoatkan waktunya untuk pulang ke rumah ini. Dengan paksaan dari Mamaku akhirnya kedua kakak laki-lakiku tersebut mau menanuhi undangan Mama untuk datang ke rumah ini. Rencananya Mamaku ingin memperkenalkan kakak pertamaku kepada keluarga barunya Mama dan juga Mamaku ingin agar kami bisa saling mengenal lebih jauh satu sama lain.Sebenarnya aku kurang suka atas acara yang akan Mamaku ini adakan. Namun demi kepulangan kedua kakakku tersebut ada baiknya aku menuruti saja. Dan kesempatan ini akan aku gunakan untuk merencanakan sesuatu untuk kebaikan keluarga kami kedepannya.Aku pun sebenarnya sudah menceritakan alasan kenapa sampai kakak Martin keluar dari rumah ini. Namun sepertinya Mamaku menanggapinya dengan setengah hati dan berpikir ji
Ternyata benar dugaan kami selama ini. Benar-benar ada niat yang terselubung dari mereka. Sudah beberapa bukti telah kami kumpulkan. Selain kesaksian Kak Marvel yang memergoki suami Mama bersama wanita lain di dalam hotel, juga aku sendiri dan Mbak Imah yang berhasil merekam kejahatan yang di lakukan oleh ketiga anggota keluarganya yang lain.Sewaktu Mbak Imah mengambilkan handuk untukku. Saat hendak masuk ke kamarku. Mbak Imah mendapati nenek Surti beserta kedua anaknya berjalan mengendap-endap dan masuk ke dalam kamar Mama. Mungkin pikiran mereka mencari waktu yang tepat. Selain Mama yang memang sudah kembali melakukan pekerjaannya di luar rumah. Juga Kak Martin yang sudah kembali pulang dan tinggal bersama kami lagi. Setelah perundingan kami waktu makan malam yang lalu. Kami sepakat untuk mengawasi segala gerak gerik yang dilakukan oleh keluarga baru Mama.Mereka mengira kali ini adalah waktu yang pas untuk bersaksi. Namun keberuntungan sedang memihak pada kami yang bertujuan untuk
"Fit, sudah kamu istirahat dulu. Biar Bulek sama Mbakmu saja yang beresin ini semua." ucap Bulek Sri seraya mengambil piring yang ada di tanganku. Keluarga kami baru saja selesai mengadakan syukuran tiga bulan atas kehamilan keduaku ini.Acara telah selesai dan karena banyaknya tamu undangan yang datang memenuhi undangan dari kami. Semua keluarga berkumpul di rumah kami. Termasuk bapak dan juga Bang lham beserta istri dan anaknya.Dalam kesempatan ini aku berniat untuk mendengarkan cerita dari Bulek Sri yang belum sempat kami tanggapi. Menceritakan tentang apa yang telah terjadi pada rumahnya. Rumah yang bersebelahan dengan rumah mantan Ibu mertuaku."Lek, tempo hari Bulek pernah berniat untuk cerita tapi belum jadi karena Fitri dan Mas Zainal sibuk dengan pekerjaan kita." Fitri membuka pembicaraan."Iya, Lek, mumpung kita sekarang lagi santai, Bulek bisa cerita sekarang." Zainal mendukung ucapan istrinya."Iya, Bulek akan menceritakan masalah Bulek. Sebenarnya masalah ini masih ada s
"Iya, lakukan terus pengintaian kalian!" seruku pada seseorang orang yang berada yang ku percaya untuk mengawasi gerak-gerik dari Guntur suami Mama beserta dengan gundiknya.Aku sama sekali tidak menyangka bahwa dengan mudahnya Mamaku terperdaya dengan orang macam dia. Dan juga Keluarganya yang menggunakan kesempatan ini untuk menumpang hidup serta mengambil keuntungan dari kebaikan yang Mamaku berikan kepada mereka.Awalnya aku memilih untuk keluar dari rumah karena aku merasa kenyamanan di rumahku sendiri telah hilang. Namun dari fakta yang di dapati oleh Kakak sulungku dan juga adikku sendiri. Aku memutuskan untuk kembali pulang ke rumah orangtuaku sendiri dan bertekat untuk membukakan mata Mama agar bisa melihat siapa yang sebenarnya sudah beliau pelihara.Satu persatu fakta mulai kami dapati. Aku dan juga orang-orang yang mendukung keutuhan Keluargaku akan berusaha untuk meyakinkan Mama dengan menunjukkan bukti yang sudah ada di tangan kami. Tinggal menunggu saat yang tepat semu
"Iya, sampaikan bukti yang sudah dapatkan!" Aku menjawab telepon dari orang kepercayaanku. Aku menyuruh orang kepercayaan untuk mengumpulkan bukti atas kecurangan yang di perbuat oleh suami baru Mamaku.Sedari awal aku sudah menyadari gelagat mencurigakan dari suami dan keluarga baru yang di bawa pulang Mama-ku. Sebenarnya kami bertiga tidak menyetujui atas pernikahan Mama ini. Pasalnya baru saja mereka saling mengenal, itu dari yang pernah Mama ceritakan ada anak-anaknya. Entah bagaimana laki-laki itu berhasil meluluhkan hati Mamaku. Karena selama ini banyak yang berusaha untuk mendapatkan hati Mama, namun nyatanya tidak ditanggapi oleh Mama. Baik itu dari teman sesama pebisnis maupun teman semasa pendidikan dulu. Tidak untuk kali ini. Dengan mudahnya Mama mau menerima lamaran dari orang yang baru beberapa hari beliau kenal. Tidak hanya status usianya yang jauh di bawah Mamaku, juga dia yang ternyata seorang pengangguran.Aku sebagai seorang laki-laki merasa malu. Malu karena cibiran
Dua bulan sudah Bu Marni beserta kedua cucunya tinggal bersama di kediaman milik Ana. Mereka juga telah mengembalikan lagi rumah yang beberapa tahun pernah mereka singgahi pada pemilik aslinya, Bulek Sri yang tidak lain adalah adik ipar Bu Marni.Ana berhasil mengubah kebiasaan buruk dan malas dari kedua anak kakak iparnya itu. Desi dan Deska sekarang enjadi anak yang mulai bertanggung jawab atas tugasnya. Ana juga kembali menyekolahkan kedua keponakannya itu di sekolah yang lebih dekat dari rumahnya. Kedua anak itu harus belajar ekstra dan lebih giat untuk mengejar ketertinggalan mereka. Jika sebelumnya mereka bersekolah di sekolah negeri. Untuk saat ini mereka harus menerima untuk sekolah di sekolah milik swasta di karenakan banyak ketertinggalan dari tempat yang sebelumnya.Seperti pagi ini. Desi mulai terbiasa bangun di pagi hari begitu juga dengan Bu Marni dan juga Deska, adiknya. Ana mengajarkan kedua anak tersebut tentang agama yang selama ini kurang mereka perhatikan. Desi da
Aku kira ini cuma mimpi di siang bolong. Gara-gara ketiduran setelah memberi ASI pada jagoan kecilku yang aku beri nama Alfathrizki.Iya, aku sudah melahirkan. Tepat satu hari setelah kedatangan mas Guntur. Lebih cepat satu Minggu dari HPL prediksi ibu bidan tempat biasa aku priksa.Siang ini matahari sangat terik. Aku yang berinisiatif untuk membuka pintu agar angin dari luar bisa masuk ke dalam rumah, tanpa sengaja di kejutkan oleh kedatangan tiga orang yang sangat familiar dengan ku. Ternyata di depan pagar rumahku nampak seseorang paruh baya yang tengah terduduk di atas tanah yang di temani oleh dia orang bocah yang tidak lain adalah Desi dan Deska. Nampak mereka sedang berunding. Entah apa yang sedang dirundingkan oleh mereka aku pun tidak tahu karena tidak bisa mendengarnya langsung.Ada apa dengan mereka? Apa hal yang membuat mereka hingga sampai di rumahku? Mungkin mereka tidak akan menduga jika rumah reyot yang sering mereka singgung sudah berubah menjadi istana kecil ini.
Pada akhirnya bu Marni tersadar. Hanya kecewa yang ia peroleh dari putri kesayangannya.Justru dalam kondisi sudah tidak muda lagi dan tenaga yang terbatas. Semua anak-anaknya pergi meninggalkan dia. Yang membuat dada semakin sakit adalah karena merasa salah satu dasi meret yang pergi itu adat karena kecewa oleh dirinya."Nek bagaimana dengan nasib kita," tangis pilu cucu sulungnya.Bukannya menjawab justru Bu Marni ikut pula menangis seperti kedua cucunya.Meski pergi meninggalkan rumah, kini hanyalah tersisa Guntur yang masih dekat dengannya. Bukannya tak tahu alamat akan anak dan menantunya untuk ia meminta perlindungan. Namun sudah terlanjur malu atas perbuatannya itu sendiri. Apa mungkin bu Marni akan menjilat kembali ludahnya, setelah dengan pongahnya ia dengan mulutnya sendiri yang menghebdat menantunya tersebut untuk pergi."Nek, kita cari om Guntur, ya?" celetuk Desi seolah memberikan jalan keluar bagi mereka."Iya, nek kita cari om Guntur atau kita pergi saja ke rumah tante
Satu Minggu kemudian.Di tempat lain. Di kediaman yang di tempati oleh Bu Marni--- Ibu dari Guntur dan juga Mila---kakak Guntur."Nek, Deska lapar ni, Nek!" rengek Deska pada wanita paruh baya tersebut.Bu Marni sendiri sudah sangat gelabakan. Bagaimana tidak. Semenjak Guntur meninggalkan rumah mereka. Anak perempuan yang selalu didukungnya itu seolah lepas tangan. Satu Minggu semenjak kejadian tersebut, bahkan Mila sendiri sudah jarang terlihat di rumah. Bukan itu saja. Mengeluarkan uang sekedar untuk makan Ibu dan anaknya saja dia sangat sayang dan bisa di bilang pelit."Sabar, ya. Nunggu mama kalian pulang dulu," ucap perempuan yang rambutnya sudah hampir berubah menjadi putih tersebut."Mama itu pergi kemana sih, Nek? Kok gak pulang-pulang?" tanya si sulung, Desi yang juga merasa sudah sangat lemas."Sabar ya ... Mama kalian itu kan pergi kerja, cari uang buat kita." Nenek dari dia orang cucu itu mencoba menghibur cucu-cucunya."Kerja tapi kenapa pas kita mintai uang, mama selalu
Aku sangat emosi hari ini setelah mendengar dan mengetahui apa yang sudah di rencanakan oleh Ibu dan juga kakakku.Entah apa yang ada di otak mereka. Mereka pikir aku ini apa? Aku sudah seperti barang saja yang bagi mereka dengan gampangnya bisa ditukar dengan uang dan kehidupan yang mapan. Aku sudah salah bersikap. Harusnya aku mendengar ucapan Ana. Harus bisa tegas pada Ibu juga mbak Mila."Arrggggh ...!" teriak ku marah karena kecewa.Apa aku ikut bersama Ana saja. Iya ... setidaknya itu lebih baik. Dari pada nasibku kedepannya akan ditukar oleh mereka dengan uang dan gelimang harta. Belum tentu juga aku akan bahagia. Bisa-bisa hidup tertekan tanpa warna.Lebih baik aku susul saja istriku di rumahnya. Bodoh amat dengan apa yang akan aku hadapi nanti.Gegas masuk kedalam kamar. Aku ambil beberapa potong baju. Tidak mungkin aku harus wira-wiri.Setelah selesai mengemas pakaian. Aku segera keluar kamar. Tanpa ingin pamit tak ku hiraukan dua wanita yang selalu ku taruh rasa hormat itu
Seharian mengurusi rumah. Mulai dari berbelanja perlengkapan rumah, kebutuhan dapur dan lainnya. Tubuh ini Setelah terasa sangat letih. Mungkin pengaruh dari kondisi kehamilan ini. Untung saja sore tadi aku sempatkan untuk memesan makanan cepat saji secara online jadi tidak perlu ribet harus bejibaku dengan kerepotan di dapur, karena kondisi dapur juga belum bisa digunakan untuk beraktifitas. Aku merasa sangat puas. Meski tidak sesempurna namun puas dengan hasilnya. Rumah sudah terisi berbagaiperlengkapannya. Tinggal menata bagian dapur. Mungkin aku harus istirahat dulu sebelum mengerjakannya. Ingin meminta bantuan tetangga rasanya juga malu. Bukan apa. Hanya saja aku tidak mau dan tidak suka jika nantinya muncul pertanyaan dari mereka di mana suamiku? Kenapa dikerjakan sendiri? Dan lain sebagainya. Malas saja menanggapi ocehan orang yang sebenarnya tidak tahu kejadian nyatanya.Pagi menjelang badan sudah kembali bugar. Setelah menyelesaikan ibadah wajib, aku langsung turun ke dapur
Akhirnya aku bisa keluar dari rumah yang berasa neraka itu. Aku bisa bernapas lega. Hidup tanpa ada gangguan dari siapapun dan tidak dalam ungkit-ungkitan seperti saat berada di rumah mertua.Inilah rumah peninggalan kedut orang tuaku yang berhasil aku bangun dan tombak sedemikian hingga seperti saat ini. bukan dalam waktu yang singkat menang. Aku harus bekerja keras demi mewujudkan impian ini. Menahan diri untuk tidak lapar dan gelap mata. Jika semua orang punya keinginan. Aku pun sama. Hanya saja berusaha untuk tidak menurutinya setiap keinginan itu datang. Aku bisa beristirahat dengan nyenyak. Tapi apa pikiran ku akan tenang. Ternyata tidak. Hati dan pikiran masih terbesit akan kehadiran dari suamiku.Aku kecewa. Bagaimana tidak. Ternyata suamiku masih tetap pada pendiriannya. Lebih berat pada keluarganya. Keluarga yang aku yakin hanya menjadi racun yang terus akan meracuni otak dan hati suamiku yang sedikit telah dibersihkan-nya dari keburukan masa lalunya.Ah ... biarlah waktu
POV GunturAku merasa frustasi bagaimana tidak, istriku yang tiba-tiba saja memutuskan untuk keluar dari rumah ini. Sementara aku yang ingin sekali mencegah dan mengejarnya, di sisi lain ada Ibu dan juga saudariku yang harus aku pertimbangkan juga perasaan mereka. Niatku untuk berubah memanglah benar. Tapi jangan pula aku di hadapkan pada pilihan yang membuat ku begitu sulit untuk memilihnya. Ketika langkah ini aku ingin bergegas untuk menyusul wanita ku yang merajuk serta membawa pergi buah cinta kami berdua. Ibuku dengan nekat datang dan mengancam akan mengakhiri hidupnya sendiri. Oh Tuhan beri hamba petunjukmu. Aku tidak bisa membiarkan surgaku mengakhiri hidupnya hanya demi egoku. Aku juga tidak bisa membiarkan masa depan rumah tanggaku harus kembali hancur dan berserakan. Sungguh aku hanya ingin memiliki keluarga yang utuh.Aku bingung. Otak ini seakan macet total memikirkan bagaimana cara untuk menyatukan antara istri denga keluargaku.Aku tak ingin dicap sebagai suami yang teg
Jika berandai-andai. Aku ingin hidupku ini normal seperti dahulu. Bisa berkumpul dengan keluarga juga segala kebutuhan ku tetap tercukupi.Bagai jatuh tertimpa tangga pula. Sakit yang sepertinya tidak berujung yang saat iki aku rasakan. Terkadang terbesit apakah ini balasan atau buah yang harus aku tuai? Aku yang dulu bisa merasakan kenikmatan di atas derita orang---Fitri---mantan adik iparku. Keadaan berbanding terbalik, bahkan seolah takdir sedang mencemooh diri ini. Aku bagai jatuh dari langit dan landing terbang bebas ke jurang, sedangkan mantan iparku justru sekarang dia berada di atas awan dengan semua yang menjadi angan dan mimpiku.Aku yang berharap bisa bersandar pada saudaraku, justru kecewa yang aku dapat. Dia tidak bisa menuruti apa yang menjadi keinginan dari saudari satu-satunya ini.Perempuan yang sudah kami pilihkan ditolaknya begitu saja. Ughhh! Ingin ku umpat dan aku maki itu adik kandung ku. Di sudah membuang tambang emas. Aku tahu memang perempuan yang aku dan Ibuk