Rendra menatap Haris tak percaya, selama ini ia mengenal Haris sosok adalah lelaki baik. Ia bertemu dengannya di Amerika dan kerap saling tolong menolong waktu itu. Tak ada terlihat dia memiliki sikap buruk seperti itu."Berarti kamu harus tanggung jawab!" ucapnya."Anak hasil dosaku telah tiada! Bagaimana harus bertanggung jawab?" tanya Haris."Katakan pada keluarga korban atau serahkan dirimu ke polisi. Maka itu akan adil baginya!" ucap Rendra."Kamu gila! Mana mungkin aku bilang pada keluarganya? Bisa habis aku kena hajar suaminya. Dan jika aku menyerahkan diri ke polisi, apakah Nissa mau memaafkan kesalahanku?" tanya Rendra."Jika Jodoh tak akan kemana karena jodoh akan menemukan jalannya!" ucap Rendra."Baiklah, setelah ini aku akan menyerahkan diriku ke polisi. Semoga Afi dan kamu bisa bahagia, Ren! Dan aku, titip Nissa, katakan padanya. Aku minta maaf karena sudah mengecewakannya. Aku tak sanggup bicara sendiri," ucap Haris sendu. Rendra hanya mengangguk dan menatap ke depan ta
"Ayo, Alin! Kita ruangan Afi. Biar Mami sama Aldo yang akan temani kamu," ucap Mami saat hendak berkemas pulang ke rumahnya. Hari ini Alin sudah diperbolehkan pulang. Setelah penolakannya tiga hari yang lalu untuk meminta maaf dan memintanya menunggu sampai dirinya sembuh, kini Mami mengajaknya kembali untuk bertemu Afi. Karena kondisi Alin yang tak separah Afi, ia bisa melakukan perawatan jalan dari rumah."Iya, Mi," jawab Alin pasrah. Ia harus merendahkan harga dirinya di depan Afi sekarang, jika tidak maka Mami dan Aldo tak memperbolehkan dirinya tinggal lagi bersama mereka.Alin duduk di kursi dorong yang dibawa Aldo, Mami membuka gagang pintu rumah sakit dan melihat Afi yang sedang terlelap. Di samping Afi, ada seorang wanita paruh baya yang sepertinya umurnya tidak jauh dari Mami. Ya, itu ibu panti yang sengaja Rendra mintai tolong untuk menjaga Afi karena ia ada rapat di luar kota dalam dua hari."Assalamualaikum," salam Mami."Waalaikumsalam," jawabnya."Silahkan duduk, Bu,"
Sesampainya di rumah, Alin segera masuk ke dalam di bantu oleh Aldo. Walau dia sedang marah, ia berusaha menahannya untuk hal kemanusiaan ini."Terima kasih, Yank!" ucap Alin saat tubuhnya diangkat menuju kasur.Aldo tak menjawab ucapan Alin dan masih bersikap datar serta langsung keluar dari kamar Alin.Alin meneteskan air matanya, takut akan kehilangan Aldo kian besar. Terlebih, jika ia tahu nanti anak yang ia lahirkan bukanlah anaknya.Aldo mendekati Mami yang sedang menyiapakan bahan untuk memasak. "Mami cape, nggak usah masak! Kita beli makanan saja," ucap Aldo sambil meneguk air minum yang baru dia ambil."Nggak, Al, Mami nggak papa. Lihat, Mami kuat kan?" ucap Mami meperlihatkan lengan ototnya. Aldo memeluk Maminya dari belakang dan menangis sesegukan di bahunya. Mami juga ikut menagis, mereka berdua sangat-sangat bersedih akan kejadian ini."Ini semua salah Mami, kamu jadi korban atas keegoisan Mami, Al." Mami membalikan wajahnya dan menyapu air mata Aldo dengan jarinya."Sem
"Selamat sore, Pak, Bu, apa benar ini rumah Ibu Alin? Korban tabrakan beruntun yang terjadi di jalan Simpang Resident?" Mami dan Aldo kaget saat ada polisi datang ke rumahnya secara tiba-tiba."Betul, Pak! Saya suaminya. Alin istri saya sedang istirahat di kamarnya. Ada perlu apa Bapak mencari istri saya?" tanya Aldo."Begini, Pak. Saudari Alin korban yang bersama dengan saudara Tedi dalam satu mobil. Dan kami dari pihak kepolisian meminta istri anda untuk hadir di kepolisian sebagai saksi kecelakaan beruntun ini. Karena korban Tedi sudah meninggal dunia, jadi hanya istri anda yang bisa dimintai keterangan terkait musibah ini. Dan dari pihak korban mobil yang satunya atas nama Ibu Nafisha, juga sudah kami mintai keterangan." Aldo kaget mendengar kabar itu, ucapan polisi di depan Aldo membuat ia kembali berpikir tentang siapa lagi lelaki yang bersama Alin. Kenapa ia bisa tidak tahu sama sekali jika Alin bersama seorang lelaki saat kecelakaan itu terjadi?"Maaf, Pak! Apa Tedi itu supir
Mami tahu, jika Aldo dari kecil seperti itu. Jika ia sedih atau kecewa pasti akan menautkan tangannya dan akan berdiam lama dengan posisi yang sama seperti sebelumnya. Melihatnya seperti itu, membuat Mami semakin merasa bersalah."Al, ini Mami buatkan teh hijau kesukaanmu dan Papi. Minumlah, agar kau bisa lebih baik!" Mami meletakkan cangkir teh itu di atas nakas dan melangkah duduk di samping Aldo."Al, maafkan Mami. Ini semua salah Mami, Mami yang membuat kebahagiaanmu dengan Afi hancur. Mami menyesal, jika kamu seperti ini, Mami tidak akan memaafkan diri Mami sendiri. Mami lebih memilih menyusul Papi daripada melihatmu terpuruk seperti sekarang. Mami nggak kuat liat kamu bersedih dan terluka," ucap Mami terisak di samping Aldo.Aldo memalingkan kepalanya menghadap Mami, di sapunya air mata wanita yang melahirkannya ini."Tidak, Mi. Mami orang yang sangat Aldo sayangi, seburuk apapun Mami, Aldo tak akan bisa membenci Mami. Surgaku di bawah telapak kakimu, senyummu akan menjadi lente
"Hari ini mau kemana lagi, Ren? Kamu selalu sibuk di luar hingga Bunda merasa tak kau anggap lagi," ucap Mami sedih melihat Rendra yang buru-buru dan tampak rapi setelah baru pulang dari luar kota tadi malam."Bunda kok gitu? Rendra nggak mau Bunda ngomong begitu, Rendra ini sayangnya melebihi apapun pada Bunda. mana mungkin Rendra tak menganggap Bunda. Bisa di kutuk jadi batu nanti," bujuk Rendra pada Bundanya yang mulai tampak merajuk."Makannya cari pendamping hidup sana, biar kamu ada yang ngingetin kalau sibuk begini! Bunda khawatir sama kesehatan kamu," ucapnya."Iya, Bund. Ini juga lagi usaha, bentar lagi Rendra kenalkan sama Bunda," jawab Rendra."Sudah punya calon kah?" tanya Bunda tak percaya karena setahu Bunda, Rendra sedang tak dekat dengan wanita manapun."Sudah, Bun! Dia temen Nissa yang sering bantuin Nissa saat dulu kuliah. Dia senior Nissa?" sela Nissa yang baru turun dari tangga kamarnya."Siapa namanya, Ren?" Rendra hanya tersenyum dan melangkah mendekati Bundanya
"Lumayan, Bun. Rendra sahabat saya waktu SMA, dan Nissa sahabat saya waktu kuliah. Mereka anak-anak Bunda yang sangat baik, Afi beruntung punya sahabat seperti mereka," ucap Afi."Anak-anak Bunda juga sangat senang berteman denganmu. Terlebih anak lelaki Bunda, dia bahkan sangat menyayangimu lebih dari teman. Bunda harap, kamu mau jadi teman sesurganya," ucap Bunda.Afi merasa bingung dengan ucapan Bunda, apa yang ia maksud teman sesurga Rendra? Mungkinkah ia menginginkan juga dirinya untuk menjadi pendamping hidup anaknya?"Tapi Afi bukanlah wanita yang sempurna, bahkan Afi sudah pernah gagal dalam membangun rumah tangga," ucap Afi pasrah. Afi tak mau menutupi sesuatu apapun dari Bunda Nilam, ia tak mau nanti ada penyesalan saat anaknya mendapatkan istri yang tak sesuai seperti keinginannya."Bunda tak masalah dengan masa lalu calon menantuku nanti, asal jangan istri orang saja. Bisa aku jewer telinga anak Bunda kalau berani merusak rumah tangga orang. Kalau boleh tahu, kenapa berpi
Setelah Aldo mengetahui apa yang Alin perbuat, ia mengambil semua berkas penting miliknya. Hanya rumah dan mobil yang tersisa karena itu memang mahar yang diberikan saat menikah dengannya.Aldo baru tahu, jika Alin mempunyai teman dekat lelaki. Setahunya, Alin tak pernah kenal maupun dekat dengan lelaki lain, kecuali akhir-akhir ini saat kondisinya sedang terpuruk.Hari ini, dua minggu sudah Aldo mendiamkannya. Aldo masih tinggal bersama di dalam satu rumah, karena ia masih menunggu hasil tes DNA sebelum memutuskan meninggalkan Alin. Hari ini, semuanya akan terlihat dengan jelas kebenaran tentang anak yang dilahirkan Alin. Kini ia tengah bersiap, dengan hembusan nafas berat ia meminta Mami Cahyo untuk menemaninya ke rumah sakit."Sudah siap, Al?" tanya Mami dari ujung pintu kamarnya.Aldo sudah pisah ranjang sejak pertengkaran itu terjadi, ia sudah kehilangan nafsu untuk tidur berdua dengan Alin. Ia tak mau kembali luluh pada perbuatan Alin, mengingat ia lelaki yang sangat tidak tega
Rendra mencium perut besar Afi, sekarang usia kandungannya memasuki sembilan bulan."Kamu pasti lelah bnget ya, Fi! Ibu jadi ikut merasakan kehamilan kamu. Kamu harus berhati-hati, usia kehamilan sudah tinggal menunggu hari. Kalau ada sedikit rasa tak nyaman, bilang sama Rendra. Biar dia siap siaga membawa ke rumah sakit," ucap Bunda khawatir melihat perut Afi yang terlihat begah."Nggak usah Bunda bilang, Rendra selalu siap siaga 24 jam. Cuma Afi yang dibilangin suka ngeyel mau ngelakuin pekerjaan rumah, besok kita cek up ke dokter lagi. Biar tahu kondisimu setiap hari," ucap Rendra tegas."Nissa kan ada, ngapain ke dokter," sanggah Afi."Ya Mungkin Kak Rendra mau cari dokter ahli yang lain, dia nggak yakin kayaknya sama keahlian adiknya ini," sahut Nissa yang baru datang dari luar bersama Vino.Ditatapnya aneh lelaki yang bersama Nissa, membuat Vino merasa canggung."Nis, udah acara pestanya?" tanya Afi."Nggak jadi, udah nggak mood pergi ke sana. Vin, lo pulang aja gih! Kakak gue s
Sejak kehamilannya, Rendra menjadi sedikit cerewet. Afi yang hanya ingin sekedar membantu Bunda nilam memasak, ia pun melarangnya. "Bang, Afi bosan! Boleh ya, ikut Bunda bikin cake! Pengen buat yang spesial buat Abang!" ucap Afi merengek pada Rendra yang sedang sibuk memeriksa berkasnya di ruang keluarga. Biasanya ia akan bekerja di ruang kerja khusus miliknya. Namun sekarang ia menjadi overprotektif dengan Afi mengingat istrinya sedang mengandung dua buah hati sekaligus."Nggak usah bikin cake spesial. Kamu aja udah spesial untuk Abang, sini! Duduk dekat Abang," ucap Rendra sambil menepuk sofa di sebelahnya.Afi melengos dan memilih mengalah dan duduk di samping suaminya."Abang ini, nggak di mana-mana fokus kerja terus! Begitu dibilang sayang! Huft!" Afi kesal karena dari tadi suaminya tak melihatnya dan masih sibuk dengan laptop dan kertas yang ada di depannya. Rendra melirik Afi yang membuang mukanya jengkel, dan Rendra memilih menyingkirkan semua pekerjaannya dan mencium pipi is
Afi menatap Rendra dengan binar bahagia, begitu juga Rendra. Afi diperiksa dokter Elsa lewat monitoring USG di perutnya. Tampak jelas di sana gumpalan yang masih sangat kecil."Wah, janinnya ada dua. Kemungkinan kembar, Bu!" Rendra yang di samping Afi mendampingi dan melihat gambar anaknya tersenyum bahagia. Dia mencium kening Afi tanpa malu di depan dokter Elsa."Bang!" Afi melirik Dokter Elsa yang tampak senang dengan perlakuan Rendra padanya yang sangat manis.Setelah USG kelihatan, dokter menganalisis umur dan juga jadwal persalinan untuk Afi."Kandungan Bu Nafisah memasuki minggu ke enam. Dan kondisi kehamilan sangat rentan untuk banyak beraktivitas berat. Sebaiknya, Ibu istirahat dan mengurangi aktivitas agar tak terlalu lelah. Apa Ibu mengalami gejala ngidam?" tanya Dokter Elsa."Nggak Dok, sepertinya suami saya yang nyidam. Dia kalau pagi suka pusing, dan sekarang lebih menyukai di dekat saya. Seperti ini!" Afi menunjuk suaminya, dan Rendra mendelik kesal."Hahaha, kalian lu
"Fi, Abang lapar! Kita cari makanan yuk!" ucap Rendra saat sedang berbaring di kasur dengan Afi."Malam-malam pengen makan? Abang nggak salah? Apa Afi masak lagi aja di dapur?" Afi memandang jam di dinding, padahal sekarang pukul sepuluh malam. Tetapi suaminya ingin makan di luar. "Nggak usah masak, Abang pengennya makan di luar bareng kamu." Pernikahan Afi dan Rendra sudah berjalan hampir lima bulan, dan akhir-akhir ini Rendra memang kelihatan aneh. Dia yang biasanya dingin, berubah sangat manja dan suka sekali mencium rambut Afi yang baru saja keramas."Besok saja ya, Bang!" bujuk Afi.Dengan wajah kecewanya, Rendra menekuk wajahnya dan berbalik memunggungi Afi. Afi yang melihat tingkah lucu suaminya, mencubit pipinya pelan."Abang kayak wanita lagi datang bulan, suka ngambek. Dan keinginan Abang yang aneh seperti wanita ngidam. Apa mungkin Abang ngidam?" ucap Afi terkikik geli.Rendra kembali berbalik badan menghadap Afi. "Kamu terakhir datang bulan kapan?" tanya Rendra serius.
Pipi Afi merona karena malu, ia menghabiskan malam ini dengan pesta dansa yang amat membuat malam begitu indah."Dan kamu, harus membayar mahal nanti malam dengan ku, Sayang!" Rendra membisikan kalimat yang membuat Afi begitu merinding. Rendra, lelaki normal yang sedang di mabuk asmara. Gelora cintanya pada Afi, membuat ia semangat sekali untuk menggoda Afi dan membuatnya salah tingkah.Afi kaget ketika melihat Nissa dan juga Yuna dengan seorang lelaki dan mereka juga ikut berdansa. "Mereka memaksa minta ikut, katanya ingin menikmati suasana Bali yang indah. Namun, jangan khawatir. Mereka tak akan menginap di resort ini, mereka akan menginap di hotel keluarga Dirgantara. Jadi, kita nggak ada yang bisa ganggu!" goda Rendra membuat pipi Afi kembali bersemu merah. Ternyata ia tahu, jika dirinya kaget melihat kehadiran Nissa dan Yuna.*Malam ini, dansa dan pesta kembang api digelar. Di luar resort, semua tamu menikmati indahnya bintang dan juga kembang api yang meriah. Banyak kekaguman
Malam ini Rendra mengajak Afi berbulan madu ke Bali. Rendra menutup mata istrinya dengan kain penutup agar ia sukses dalam memberikan kejutan. Afi dan Rendra sampai di Bali, tepatnya resort Stary angel milik istrinya."Apa sih, Bang? Afi penasaran banget!"Rendra mengajak Afi berjalan dan berhenti tepat di depan Resort. Semua orang yang diperintahkan Rendra sudah siap dengan tugas masing-masing. Mereka sampai di resort malam hari, membuat suasana begitu sangat romantis.Rendra memberikan aba-aba pada semua orang dan ia membuka penutup mata Afi perlahan."Sudah boleh buka mata?" tanya Afi. "Sudah! Dan lihatlah, Sayang!" Afi membuka matanya dan terkejut dengan surprise yang di buat suaminya. Karpet permadani merah dan juga bunga mawar putih kesukaannya, berjejer rapi di setiap pinggir jalan menuju pintu masuk resort. Beberapa orang yang tampak berseragam melebarkan senyum dan menunduk hormat."Suka?" tanya Rendra."Suka banget! Makasih, Bang!" jawab Afi tersenyum riang."Ini belum seb
"Kenapa melihat Abang seperti itu? Abang memang tampan," ucapnya percaya diri."Tampan tapi mes*um!" ucapku asal. Kami keluar kamar hotel dan mengetuk pintu kamar Nissa. Ia juga telah siap dari tadi. "Cie, pengantin baru. Seger amat! Habis berapa ronde tadi malam?" goda Nissa membuatku sedikit malu."Dek, kamu jadi ikut pulang nggak! Cepat! Abang tunggu di bawah," ucap Bang Rendra dingin."Yuna mana, Niss?" tanyaku karena tak melihat Yuna."Dia di jemput sama cowoknya tadi," ucapnya."Kamu nggak dijemput cowokmu?" ledekku membuat ia mencebikkan bibirnya."Ya iya, yang sudah laku. Sombong amat!" sahutnya dengan nada kesal.Aku, Nissa, dan Bang Rendra pulang ke rumah Bunda. Kami akan berkumpul bersama keluarga besar."Di sana nanti ada Haris juga, Bang?" tanyaku melirik Nissa. Ia tampak tak suka ketika aku menyebut nama Haris. Aku tahu, Nissa masih marah dengan Haris dan Nissa bukan wanita yang mudah memaafkan sepertiku."Mungkin. Tapi kalau dia sadar diri, seharusnya nggak usah datan
Pov Afi"Pagi, Sayang!" ucap lelaki di sampingku yang sah bergelar menjadi suami. Rendra mencium pipiku dan mengusap rambutku perlahan. Aku yang baru tidur diperlakukan suamiku dengan hangat membuat hatiku berbunga-bunga."Bang! Jam berapa ini? Aku kesiangan ya?" ucapku mengucek mataku mengedarkan pandangan ke dinding. Jam menunjukkan pukul setengah lima pagi."Nggak, Sayang! Tapi kalau kamu mau nambah lagi, kita kesiangan!" godanya. Senyum genitnya membuatku mencubit lengannya. Suamiku hanya terkekeh pelan. Senyum yang jarang ia tampakkan pada semua orang, kini bahkan sangat mudah aku dapatkan.Aku melemaskan ototku, semalam bahkan Bang Rendra sangat membuatku kelelahan. "Mandi dulu, Sayang! Atau mau Abang mandikan?" ucap Bang Rendra menaik turunkan alisnya. Genit! Aku hendak berdiri dan pergi ke kamar mandi tapi Bang Rendra malah mengangkat tubuhku hingga aku kaget."Bang! Aku bisa mandi sendiri!" ucapku meminta turun. Namun, bang Rendra hanya tersenyum dan meletakkanku di bathub ya
Sholat jamaah selesai, Afi mendekati Rendra dan meminta salim padanya lalu mencium punggung tangan suaminya . Rendra sangat senang dengan status barunya kini sebagai suami. Rendra mencium pucuk kepala Afi sambil melafadzkan doa."Allohuma innii as aluka khayraha wa khayra wa jabaltahaa 'alaihi wa a'uudzibika min syarriha wa min syarri maa jabaltahaa 'alaihi.Ya Allah, limpahkanlah keberkahan dalam rumah tangga kami. Turunkanlah rasa cinta di hati kami berdua. Cinta yang senantiasa menambah kecintaan kami kepada-Mu.""Aamiin." Setelah melafalkan doa dan mencium kening Afi, Rendra kini duduk bersila menghadap sang istri. Dipandanginya wajah cantik nan sholeh yang kini sudah sah menjadi istrinya ini. Afi yang merasa malu dipandang suaminya, memilih melepas mukena dan melipatnya."Udah Bang, lihatinya!" ucap Afi salah tingkah. Ia hendak berdiri untuk menaruh mukena yang tadi ia pakai ke dalam lemari. Rendra masih menatap Afi, membuat Afi memilih tiduran di ranjangnya.Rendra berdiri dan