"Selamat sore, Pak, Bu, apa benar ini rumah Ibu Alin? Korban tabrakan beruntun yang terjadi di jalan Simpang Resident?" Mami dan Aldo kaget saat ada polisi datang ke rumahnya secara tiba-tiba."Betul, Pak! Saya suaminya. Alin istri saya sedang istirahat di kamarnya. Ada perlu apa Bapak mencari istri saya?" tanya Aldo."Begini, Pak. Saudari Alin korban yang bersama dengan saudara Tedi dalam satu mobil. Dan kami dari pihak kepolisian meminta istri anda untuk hadir di kepolisian sebagai saksi kecelakaan beruntun ini. Karena korban Tedi sudah meninggal dunia, jadi hanya istri anda yang bisa dimintai keterangan terkait musibah ini. Dan dari pihak korban mobil yang satunya atas nama Ibu Nafisha, juga sudah kami mintai keterangan." Aldo kaget mendengar kabar itu, ucapan polisi di depan Aldo membuat ia kembali berpikir tentang siapa lagi lelaki yang bersama Alin. Kenapa ia bisa tidak tahu sama sekali jika Alin bersama seorang lelaki saat kecelakaan itu terjadi?"Maaf, Pak! Apa Tedi itu supir
Mami tahu, jika Aldo dari kecil seperti itu. Jika ia sedih atau kecewa pasti akan menautkan tangannya dan akan berdiam lama dengan posisi yang sama seperti sebelumnya. Melihatnya seperti itu, membuat Mami semakin merasa bersalah."Al, ini Mami buatkan teh hijau kesukaanmu dan Papi. Minumlah, agar kau bisa lebih baik!" Mami meletakkan cangkir teh itu di atas nakas dan melangkah duduk di samping Aldo."Al, maafkan Mami. Ini semua salah Mami, Mami yang membuat kebahagiaanmu dengan Afi hancur. Mami menyesal, jika kamu seperti ini, Mami tidak akan memaafkan diri Mami sendiri. Mami lebih memilih menyusul Papi daripada melihatmu terpuruk seperti sekarang. Mami nggak kuat liat kamu bersedih dan terluka," ucap Mami terisak di samping Aldo.Aldo memalingkan kepalanya menghadap Mami, di sapunya air mata wanita yang melahirkannya ini."Tidak, Mi. Mami orang yang sangat Aldo sayangi, seburuk apapun Mami, Aldo tak akan bisa membenci Mami. Surgaku di bawah telapak kakimu, senyummu akan menjadi lente
"Hari ini mau kemana lagi, Ren? Kamu selalu sibuk di luar hingga Bunda merasa tak kau anggap lagi," ucap Mami sedih melihat Rendra yang buru-buru dan tampak rapi setelah baru pulang dari luar kota tadi malam."Bunda kok gitu? Rendra nggak mau Bunda ngomong begitu, Rendra ini sayangnya melebihi apapun pada Bunda. mana mungkin Rendra tak menganggap Bunda. Bisa di kutuk jadi batu nanti," bujuk Rendra pada Bundanya yang mulai tampak merajuk."Makannya cari pendamping hidup sana, biar kamu ada yang ngingetin kalau sibuk begini! Bunda khawatir sama kesehatan kamu," ucapnya."Iya, Bund. Ini juga lagi usaha, bentar lagi Rendra kenalkan sama Bunda," jawab Rendra."Sudah punya calon kah?" tanya Bunda tak percaya karena setahu Bunda, Rendra sedang tak dekat dengan wanita manapun."Sudah, Bun! Dia temen Nissa yang sering bantuin Nissa saat dulu kuliah. Dia senior Nissa?" sela Nissa yang baru turun dari tangga kamarnya."Siapa namanya, Ren?" Rendra hanya tersenyum dan melangkah mendekati Bundanya
"Lumayan, Bun. Rendra sahabat saya waktu SMA, dan Nissa sahabat saya waktu kuliah. Mereka anak-anak Bunda yang sangat baik, Afi beruntung punya sahabat seperti mereka," ucap Afi."Anak-anak Bunda juga sangat senang berteman denganmu. Terlebih anak lelaki Bunda, dia bahkan sangat menyayangimu lebih dari teman. Bunda harap, kamu mau jadi teman sesurganya," ucap Bunda.Afi merasa bingung dengan ucapan Bunda, apa yang ia maksud teman sesurga Rendra? Mungkinkah ia menginginkan juga dirinya untuk menjadi pendamping hidup anaknya?"Tapi Afi bukanlah wanita yang sempurna, bahkan Afi sudah pernah gagal dalam membangun rumah tangga," ucap Afi pasrah. Afi tak mau menutupi sesuatu apapun dari Bunda Nilam, ia tak mau nanti ada penyesalan saat anaknya mendapatkan istri yang tak sesuai seperti keinginannya."Bunda tak masalah dengan masa lalu calon menantuku nanti, asal jangan istri orang saja. Bisa aku jewer telinga anak Bunda kalau berani merusak rumah tangga orang. Kalau boleh tahu, kenapa berpi
Setelah Aldo mengetahui apa yang Alin perbuat, ia mengambil semua berkas penting miliknya. Hanya rumah dan mobil yang tersisa karena itu memang mahar yang diberikan saat menikah dengannya.Aldo baru tahu, jika Alin mempunyai teman dekat lelaki. Setahunya, Alin tak pernah kenal maupun dekat dengan lelaki lain, kecuali akhir-akhir ini saat kondisinya sedang terpuruk.Hari ini, dua minggu sudah Aldo mendiamkannya. Aldo masih tinggal bersama di dalam satu rumah, karena ia masih menunggu hasil tes DNA sebelum memutuskan meninggalkan Alin. Hari ini, semuanya akan terlihat dengan jelas kebenaran tentang anak yang dilahirkan Alin. Kini ia tengah bersiap, dengan hembusan nafas berat ia meminta Mami Cahyo untuk menemaninya ke rumah sakit."Sudah siap, Al?" tanya Mami dari ujung pintu kamarnya.Aldo sudah pisah ranjang sejak pertengkaran itu terjadi, ia sudah kehilangan nafsu untuk tidur berdua dengan Alin. Ia tak mau kembali luluh pada perbuatan Alin, mengingat ia lelaki yang sangat tidak tega
Nissa tak terkejut, ia juga sudah menduganya jika anak yang dilahirkan Alin bukanlah anak Aldo. Nissa tak bisa membayangkan wajah Aldo nanti, melihat hasil ini. Sangat shock pastinya, begitu pula dengan Mami Cahyo."Hasil tes DNA anak itu, dengan pria bernama Haris bagaimana? Apakah ada kecocokan?" tanya Nissa. Kemarin Nissa sempat menyempatkan tes DNA untuk Haris dan anak dari Alin, karena kebetulan Haris mau mendonorkan darahnya.Nissa juga penasaran, apakah anak itu adalah anak dari Haris.Dokter Fahmi kembali mengecek hasil tes dan mencetaknya juga."Hasil positif, saudara Haris, ayah biologis anak ini," ucap Dokter Fahmi memberikan selembar kertas itu pada Nissa.Nissa begitu terkejut, selama ini Haris bahkan terlihat sangat baik padanya. Tidak ada sedikitpun cela di matanya. Sempat ia berpikir, mana mungkin Haris melakukan hal tak senonoh ini. Nissa berpikir, Haris lelaki yang nantinya ia akan kenalkan pada Bundanya. Karena ia berulang kali bilang, akan melamarnya setelah proye
"Sudah siap, Fi?" tanya Ibu panti saat selesai berkemas. Hari ini, Afi sudah diperbolehkan pulang. Sebenarnya, seminggu yang lalu, Afi juga sudah boleh pulang dan bisa rawat jalan untuk pemulihannya. Tapi, Rendra memaksa nya untuk tetap dirawat di rumah sakit agar Afi pulih serta menghindari hal buruk yang mungkin bisa terjadi lagi padanya.Setelah dipastikan sembuh total, Afi kini sudah siap untuk menyambut masa depan sebagai Afi yang baru. Ia memilih pulang ke panti karena merasa tak nyaman sudah merepotkan banyak hal pada Rendra dan Nissa akibat masalahnya ini.Nissa memasuki ruangan Afi dan tersenyum ramah padanya."Yakin, Fi, mau pulang ke panti?" tanya Nissa sedih."Yakin, Nis! Udah nggak usah sedih gitu. Kita masih bisa ketemu kok, jarak rumah sakit dan panti kan nggak nyampe sehari. Nanti, kalau aku atau kamu kangen. Kita bisa ketemuan," ucap Afi mencoba memberikan pengertian kepada Nissa."Kenapa nggak kerja lagi sama Kak Rendra sih?" tanya Nissa."Aku butuh waktu, Nis! Aku a
"Afi nggak papa, Bang! Sudah sehat gini, nggak usah pake kursi roda segala," protes Afi."Kamu masih dalam proses pemulihan. Setidaknya, jagalah dirimu untukku. Aku tak ingin kamu sakit lagi karena aku tak selalu ada di sini setiap saat."Rendra mendorong kursi itu menuju ke dalam panti ini dan hendak mengantarnya ke kamar Afi.Ponsel Rendra berdering, sebuah telepon penting masuk ke dalam gawai miliknya. Membuat ia berhenti sementara untuk mengangkatnya."Iya, setengah jam lagi saya sampai." Rendra bergegas mematikan ponselnya dan menjongkokkan badannya di depan Afi."Kenapa, Bang?""Aku ada rapat di kantor, jadi nggak bisa lama-lama di sini. Tapi Abang janji, besok malam Abang ke sini ajak Bunda menengokmu.""Jangan repot karena Afi, Bang! Afi nggak papa," ucap Afi merasa tak enak telah mengganggu jam kerja Rendra."Tidak sama sekali, dan Abang minta pikirkan baik-baik permintaan Abang. Bukalah hatimu untukku, aku tak bisa menunggu terlalu lama. Abang serius ingin mengkhitbahmu, set